LP Ansietas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA ANSIETAS



Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Keperawatan Jiwa



Oleh : Nama : Inggar Dian Larasati NIM: 202110461011124 Kelompok 46



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2022



LEMBAR PENGESAHAN



ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN JIWA DENGAN ANSIETAS



DEPARTEMEN KEPERAWATAN JIWA KELOMPOK 46



NAMA : Inggar Dian Larasati NIM : 202110461011124



Malang, 7 Februari 2022 Mahasiswa,



(Inggar Dian Larasati)



Pembimbing



(Sri Widowati, S.Kep.Ns.M.Kep)



DAFTAR ISI



LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................2 DAFTAR ISI..................................................................................................................3 ANSIETAS....................................................................................................................4 A. Definisi................................................................................................................4 B. Etiologi................................................................................................................4 C. Klasifikasi...........................................................................................................7 D. Tingkat Ansietas..................................................................................................8 E. Mekanisme koping..............................................................................................9 F.



Manifestasi Klinis...............................................................................................9



G. Rentang Respon Ansietas..................................................................................10 H.



Penatalaksanaan.............................................................................................11



DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................13



ANSIETAS A. Definisi Kecemasan adalah kondisi emosi dengan timbulnya rasa tidak nyaman pada diri seseorang, dan merupakan pengalaman yang samar-samar disertai dengan perasaan yang tidak berdaya serta tidak menentu yang disebabkan oleh suatu hal yang belum jelas (Annisa & Ifdil, 2016). Gangguan kecemasan sosial ditandai dengan ketakutan yang intens terhadap situasi sosial di mana orang tersebut dapat diteliti oleh orang lain. Orang tersebut takut dievaluasi secara negatif - misalnya, dinilai sebagai orang yang cemas, lemah, bodoh, membosankan, atau tidak disukai (Leichsenring & Leweke, 2017). B. Etiologi Faktor predisposisi meliputi biologis psikososial dan sosial kultural (Wuryaningsih et al., 2018) : 1. Biologis. Merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisiologis dari individu yang mempengaruhi terjadinya anxietas. Teori genetik lebih menekankan



pada



keterlibatan



komponen



genetik



terhadap



perkembangannya perilaku anxietas. Teori biologi dalam menjelaskan proses terjadinya anxietas yaitu adanya keterkaitan ketekolamin, kadar neuroendokrin,



neurotransmitter



seperti



serotonin



GABA



dan



kolesistokinin dan reaktivitas autonom. Selain teori genetik dan biologi, teori kognitif juga digunakan sebagai dasar berpikir faktor predisposisi



biologis. Teori ini lebih menekankan pada kegiatan belajar dan pengalaman individu mempengaruhi individu tersebut dalam memberikan respon terhadap stimulus. 2. Psikologis. Teori psikoanalitik dan perilaku menjadi dasar pola pikir faktor predisposisi psikologis terjadinya anxietas. Teori psikoanalisa yang dikembangkan oleh Sigmund Freud menjelaskan bahwa anxietas merupakan hasil dari ketidakmampuan menyelesaikan masalah konflik yang tidak disadari atau impuls agresif atau kepuasan libido serta pengakuan terhadap ego dari kerusakan eksternal yang berasal dari kepuasan. Selain teori psikoanalisis, teori perilaku juga mendasari faktor predisposisi sikologis. Teori tersebut memandang bahwa anxietas merupakan hasil pengalaman yang dipelajari oleh individu sepanjang daur kehidupannya. 3. Sosial budaya. Faktor predisposisi sosial budaya dianalisis melalui beberapa teori yaitu interpersonal dan sosial budaya. Teori interpersonal melihat



bahwa anxietas



terjadi



dari ketakutan



akan penolakan



interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan,



seperti



kehilangan,



perpisahan



yang



menyebabkan



seseorang menjadi tidak berdaya. Teori sosial budaya meyakini pengalaman seseorang yang sulit beradaptasi terhadap lingkungan sosial budaya



tertentu



dikarenakan



konsep



diri



dan



mekanisme



koping.Kecemasan dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, seperti pengalaman masa lalu, kelelahan, kelelahan kerja, kesepian, pelecehan, dll. Dan dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup dan produktivitas kerja di tempat kerja (Šalkevicius et al., 2019).



Faktor Presipitasi adalah stimulus internal maupun eksternal yang mengancam individu. Menurut Carpenito-Moyet 2010; PPNI (2016) situasi tersebut antara lain: 1. Kebutuhan dasar manusia tidak terpenuhi seperti makanan, udara, kenyamanan, dan keamanan. Perubahan situasi yang berasal dari individu atau lingkungan. 2. Situasi yang berkaitan dengan kerentanan mengancam konsep diri individu seperti: perubahan status dan kehormatan, kegagalan atau kesuksesan, dilema Ethic, kehilangan pengakuan dari orang lain, konflik dengan nilai nilai yang diyakini. 3. Kehilangan orang yang dicintai akibat dari kematian, perceraian, perpisahan akibat mobilisasi baik yang bersifat menetap maupun sementara, konflik budaya. 4. Ancaman integritas fisik seperti kondisi menjelang ajal, prosedur invasif, penyakit, kekerasan fisik, kecacatan, diagnosis penyakit yang tidak jelas, rencana tindakan operasi. 5. Perubahan lingkungan sekitar akibat penjara, pensiun, hospitalisasi, pencemaran



lingkungan,



paparan



lingkungan



yang



berbahaya,



pengungsian, bencana alam, penugasan militer. 6. Perubahan status sosial ekonomi seperti: pengangguran, promosi jabatan, memperoleh pekerjaan baru, mutasi pekerjaan. Situasi yang terkait dengan harapan harapan yang tidak realistis. 7. Kurang terpapar informasi. 8. Disfungsi sistem keluarga. 9. Penyalahgunaan zat.



10. Perubahan tahap perkembangan. 11. Perkembangan bayi atau anak anak: perpisahan dengan orang tua, perubahan lingkungan atau orang yang tidak dikenal di sekitarnya, perubahan pisikologis pengasuh, perubahan dengan teman teman bermain. 12. Perkembangan remaja: perubahan konsep diri, perubahan dengan peer, kematian. 13. Perkembangan usia dewasa: berhubungan dengan pernikahan, ke hamilan, peran sebagai orang tua, perubahan karir, penuaan, keguguran, komplikasi kehamilan, persalinan. 14. Perkembangan usia lanjut: masalah keuangan, penurunan fungsi sensorik, pensiun.



C. Klasifikasi Menurut Spilberger (1966), ia menjelaskan kecemasan dalam dua bentuk, yaitu Trait anxiety dan State anxiety. 1. Trait anxiety Trait anxiety, yaitu adanya rasa khawatir dan terancam yang menghinggapi diri seseorang terhadap kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya. Kecemasan ini disebabkan oleh kepribadian individu yang memang memiliki potensi cemas dibandingkan dengan individu yang lainnya (Annisa & Ifdil, 2016).



2. State anxiety State anxiety, merupakan kondisi emosional dan keadaan sementara pada diri individu dengan adanya perasaan tegang dan khawatir yang dirasakan secara sadar serta bersifat subjektif (Annisa & Ifdil, 2016). D. Tingkat Ansietas 1. Ansietas ringan Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. 2. Ansietas sedang. Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya. 3. Ansietas berat Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain. 4. Tingkat panik Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan



untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. E. Mekanisme koping 1. Mekanisme koping yang biasanya digunakan oleh individu dengan anxietas ringan antara lain menangis, menguap, makan berlebihan, tidur, tertawa, latihan fisik, melamun, mengumpat, merokok, minum alkohol, mengurangi intensitas interaksi dengan orang lain, kontak mata kurang, memberikan pernyataan atau pertanyaan klise, dan membatasi untuk mengungkapkan perasaan (Wuryaningsih et al., 2018). 2. Individu dengan anxietas sedang, berat, panik menimbulkan ancaman terhadap ego yang lebih besar. Individu memerlukan sumber daya yang lebih besar untuk mengatasinya. Mekanisme koping dikelompokkan menjadi 2 yaitu mekanisme koping berfokus pada masalah/tugas (problem or task focused coping) dan mekanisme koping berfokus pada emosi/ego (emotional or ego focused coping) (Wuryaningsih et al., 2018). F. Manifestasi Klinis 1. Ciri-ciri fisik dari kecemasan, diantaranya: kegelisahan, kegugupan, tremor, sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar dahi, kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada, diaforesis, pening atau pingsan, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit berbicara, sulit bernafas, bernafas pendek, jantung yang berdebar keras atau berdetak kencang, suara yang bergetar, jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin, pusing, merasa lemas atau mati rasa, sulit menelan, leher atau punggung terasa kaku,



sensasi seperti tercekik atau tertahan, terdapat gangguan sakit perut atau mual, sering buang air kecil, wajah terasa memerah, diare, dan merasa sensitif atau “mudah marah” 2. Ciri-ciri behavioral dari kecemasan, diantaranya: perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, dan perilaku terguncang. 3. Ciri-ciri kognitif dari kecemasan, diantaranya: khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas, merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian,



ketakutan



akan



kehilangan



kontrol,



ketakutan



akan



ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan, berpikir bahwa semuanya tidak lagi bisa dikendalikan, berpikir bahwa semuanya terasa sangat membingungkan tanpa bisa diatasi, khawatir terhadap hal-hal yang sepele, berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang-ulang, berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, tidak mampu menghilangkan pikiranpikiran terganggu, berpikir akan segera mati, meskipun dokter tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis, khawatir akan ditinggal sendirian, dan sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran.



G. Rentang Respon Ansietas



(Wuryaningsih et al., 2018).



H. Penatalaksanaan 1. Cognitive Behavioral Therapy Terapi perilaku kognitif (CBT) saat ini dianggap sebagai pengobatan lini pertama. Beberapa uji coba terkontrol secara acak (RCT) telah menunjukkan bahwa CBT dapat menjadi pengobatan yang bermanfaat untuk gangguan kecemasan sosial. Efek pengobatan yang stabil telah dilaporkan pada masa tindak lanjut, biasanya pada 1 bulan dan 6 bulan setelah pengobatan. 2. Virtual reality exposure therapy Virtual reality exposure therapy (VRET) dapat berdampak signifikan terhadap penilaian dan potensi pengobatan berbagai gangguan kecemasan. Salah satu kekuatan utama sistem VRET adalah memberikan kesempatan bagi psikolog untuk berinteraksi dengan lingkungan 3D virtual dan mengubah skenario terapi sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien. Namun, untuk melakukan ini secara efisien, tingkat kecemasan pasien harus dilacak selama sesi VRET. Oleh karena itu, untuk dapat sepenuhnya



menggunakan semua keunggulan yang disediakan oleh sistem VRET, diperlukan sistem deteksi tekanan mental. Sinyal fisiologis pasien dapat dikumpulkan dengan sensor biofeedback yang dapat dikenakan. Sinyal seperti tekanan volume darah (BVP), respon kulit galvanik (GSR), dan suhu kulit dapat diproses dan digunakan untuk melatih model klasifikasi tingkat kecemasan. 3. Pharmacotherapy Farmakoterapi dan CBT tampaknya memiliki kemanjuran yang serupa untuk



pengobatan



jangka



pendek



gangguan



kecemasan



sosial.



Perbandingan head-to-head yang tersedia menunjukkan bahwa perbaikan yang lebih cepat dicapai dengan farmakoterapi tetapi efek CBT lebih bertahan.



DAFTAR PUSTAKA Annisa, D. F., & Ifdil. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia). Konselor, 5(2), 1412–9760. https://doi.org/10.24036/02016526480-000 Leichsenring, F., & Leweke, F. (2017). Social Anxiety Disorder. New England Journal of Medicine, 376(23), 2255–2264. Šalkevicius, J., Damaševiˇcius, R., Maskeliunas, R., & Laukiene, I. (2019). Anxiety Level Recognition for Virtual Reality Therapy System Using Physiological Signals. Electronics, 8, 1039. doi:10.3390/electronics8091039 Wuryaningsih, E. W., Windarwati, H. D., & Dewi, E. I. (2018). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. UPT Percetakan & Penerbitan.