21 0 196 KB
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KASUS ANSIETAS/KECEMASAN
Disusun untuk Memenuhi tugas Laporan Individu Praktek Klinik Keperawatan Departemen Keperawatan Jiwa Yang dibina oleh Bapak Abdul Hanan, A.Per.Pen, S.Kep., Ns., M.Kes
Oleh : Sonia Nabila P17220194050
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN LAWANG Desember 2021
LAPORAN PENDAHULUAN A. Kasus (masalah utama) Ansietas/Kecemasan B. Proses Terjadinya Masalah (tinjauan teori) a) Definisi Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya (Sutardjo, 2005) dalam (Widyansari, 2014). Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap siatuasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan bisa muncul atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi (Savitri, 2003) dalam (Widyansari, 2014). Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil, 2010) dalam (Widyansari, 2014). Jadi, kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada situasi tertentu yang sangat mengancam yang dapat menyebabkan kegelisahan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. b) Etiologi Secara umum, ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan menghadapi situasi, masalah, dan tujuan hidup. Berikut faktor-faktor terjadinya kecemasan : -
Faktor Predisposisi Menurut (Stuart, 2005) dalam (Widyansari, 2014), terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan ansietas, diantaranya :
1) Teori Biologis Setiap orang mempunyai potensi mengalami kecemasan yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh ketidakseimbangan senyawa
kimia di dalam otak yang membuat kecemasan atau ketakutan menjadi abnormal. Hal ini terjadi karena seseorang mengalami abnormalitas elektroensefalografik pada lobus temporal yang biasanya berespons terhadap karbamazepin (suatu antikonvulsan) atau obat-obatan lain (Sullivan et al., 2000).
Teori Genetik
Ansietas dapat memiliki komponen yang diwariskan karena kerabat tingkat pertama individu yang mengalami peningkatan ansietas memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami ansietas dengan wanita berisiko dua kali lipat lebih besar daripada pria. (Horwath & Weissman, 2000) menjelaskan bahwa suatu kemungkinan sindrom kromosom 13 yang dapat terlibat dalam hubungan genetika yang mungkin pada gangguan panik, seperti sakit kepala hebat, masalah ginjal, kandung kemih, atau tiroid, prolaps katup mitral.
Teori Neurokimia
Asam gama-amino butirat (GABA) merupakan neurotransmiter asam amino yang diyakini tidak berfungsi pada gangguan ansietas. GABA, suatu neurotransmiter inhibitor, berfungsi sebagai agens antiansietas alami tubuh dengan mengurangi eksitabilitas sel sehingga megurangi frekuensi bangkitan neuron. GABA tersedia pada sepertiga sinaps saraf, terutama sinaps di sistem limbik dan lokus seruleus, tempat neurotransmitter norepinefrin diproduksi, yang menstimulasi fungsi sel.
Karena
GABA
mengurangi
ansietas
dan
noreepinefrin
meningkatkan ansietas, diperkirakan bahwa masalah pengaturan neurotransmitter ini menimbulkan gangguan ansietas. 2) Teori Psikologis
Teori Perilaku
Ansietas merupakan sesuatu yang diperlajari melalui pengalaman individu. Pola-pola perilaku tertentu mengajarkan seseorang bertindak dengan cara berbeda. Misalnya, jika sejak kecil seringkali diterapkan perilaku main sendiri atau jarang bersosialisasi, maka kondisi tersebut bisa terbawa hingga dewasa yang membuatnya menjadi takut atau cemas untuk berhadapan dengan orang lain. Ansietas merupakan
segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap sebagai dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya.
Psikodinamik (Pandangan Psikoanalitik)
Ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. Teori psikodinamik berpendapat bahwa beberapa ketakutan berakar dari trauma atau kekerasan di masa kecil seperti pernah diejek atau dipermalukan. Ketakutan ini bisa dilupakan tapi dapat muncul kembali di kemudian hari.
Pandangan Interpersonal
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan
penolakan
interpersonal.
Ansietas
berhubungan
dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang yang mengalami harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat. 3) Sosial budaya Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan
depresi.
Faktor
ekonomi,
latar
belakang
pendidikan
berpengaruh terhadap terjadinya ansietas. -
Faktor Presipitasi Faktor presipitasi dibedakan menjadi :
1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. 2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang. c) Tanda dan Gejala
Awitan gangguan ansietas sangat bervariasi. Awitan di secara akut atau bertahap. Awitan dapat timbul tanpa peristiwa pencetus atau terjadi karena peritiwa akut yang menimbulkn stres atau bahkan stresor kronis seperti masalah kesehatan, pekerjaan, nutrisi, medikasi atau keluarga. Gangguan ansietas ditandai dengan tingkat ansietas yang tinggi, yang terlihat pada perilaku yang tidak lazim, misalnya khawatir, panik, pikiran dan tindakan obsesif-kompulsif atau takut terhadap objek atau peristiwa yang tidak sesuai dengan realitas situasi. Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan psikologis diantaranya (Sheila, 2008) dalam (Widyansari, 2014): -
Respon fisiologis
1) Kardiovaskuler : tekanan arteri meingkat, denyut jantung meningkat, konstruksi pembuluh darah perifer, tekanan darah meningkat, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun 2) Pernafasan : nafas cepat dan pendek, nafas dangkal, dan terengahengah 3) Gastrointestinal : nafsu makan menuru, tidak nyaman pada perut, mual, dan diare 4) Neuromuskular : tremor, gugup, gelisah, insomnia, dan pusing 5) Traktus urinarius : sering berkemih 6) Kulit : keringat dingin, gatal, dan wajah kemerahan -
Respon perilaku Respon perilaku yang sering muncul adalah gelisah, tremor, ketegangan fisik, reaksi terkejut, gugup, bicara cepat, menghindar, kurang koordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal dan melarikan diri dari masalah
-
Respon kognitif Respon kognitif yang muncul adalah perhatian terganggu, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berpikir logis, tidak mampu
berkonsentrasi,
tidak
mampu
mengambil
keputusan,
menurunnya lapangan persepsi dan kreatifitas, bingung, takut, kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual dan takut cedera atau kematian -
Respon afektif
Respon afektif yang sering muncul adalah mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, waspada, gugup, mati rasa, rasa bersalah dan malu d) Dampak Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi yang betul-betul mengancam tidak ada, dan ketika emosi-emosi ini tumbuh berlebihan dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi ini menjadi tidak adaptif. Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakit-penyakit fisik (Cutler, 2004) dalam (Widyansari, 2014). Menurut (Yustinus, 2006) dalam (Widyansari, 2014) membagi beberapa dampak kecemasan ke dalam beberapa simtom, yaitu : -
Simtom suasana hati Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan tidak dapat tidur, sehingga dapat menyebabkan sifat mudah marah.
-
Simtom kognitif Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas.
-
Simtom motor Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak tenang, gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari kaki mengetuk-ngetuk, dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi secara tiba-tiba. Simtom motor merupakan gambaran rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan merupakan usaha untuk melindungi dirinya dari apa saja yang dirasanya mengancam.
e) Rentang Respons Tingkat Kecemasan Rentang respons kecemasan berfluktuasi antara respons adaptif dan maladaptive, yaitu (Stuart, 2013) dalam (Astuti et al., 2015) :
- Respons adaptif Hasil yang positif akan didapatkan jika individu dapat menerima dan mengatur kecemasan. Kecemasan dapat menjadi suatu tantangan, motivasi yang kuat untuk menyelesaikan masalah dan merupakan sarana untuk mendapatkan penghargaan yang tinggi. Strategi adaptif biasanya digunakan seseorang untuk mengatur kecemasan antara lain dengan berbicara kepada orang lain, menangis, tidur, latihan, dan menggunakan teknik relaksasi. - Respons maladaptif Ketika kecemasan tidak dapat diatur, individu menggunakan mekanisme koping yang disfungsi dan tidak berkesinambungan dengan yang lainnya. Koping maladaptif mempunyai banyak jenis termasuk perilaku agresif, bicara tidak jelas isolasi diri, banyak. f) Tingkat Kecemasan Tingkat kecemasan menurut (Sutejo, 2017) dalam (Astuti et al., 2015) dibagi menjadi 4, yaitu : -
Kecemasan Ringan Berhubungan dengan ketegangan hidup dalam sehari-hari sehingga menyebabkan seseorang menjadi orang waspada dan meningkatan lahan persepsinya. Kecemasan menumbuhkan motivasi belajar serta menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
-
Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang dapat membuat seseorang untuk memusatkan perhatian pada hal penting dan mengesanpingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, tetapi dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. -
Kecemasan Berat Kecemasan ini sangat mengurangi lahan persepsi orang. Adanya kecenderungan untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu hal lain.
-
Panik Kecemasan berhubungan dengan ketakutan dan merasa di teror, serta tidak mampu melakukan apapun walaupun dengan pengarahan. Panik meningatkan aktivitas motorik, menurunkan kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang, serta kehilangan rasional.
g) Penatalaksanaan -
Farmakologi menurut Departemen Kesehatan RI (2008)
1) Antiansietas
Golongan Benzodiazepam
Buspiron
2) Antidepresi Golongan Serotonin Norepinephrin Reuptake Inhibitors (SNRI). Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan kecemasan menyeluruh adalah pengobatan yang mengkombinasikan psikoterapi dan farmakoterapi. Pengobatan mungkin memerlukan cukup banyak waktu bagi klinisi yang terlibat (Mansjoer, 2010) dalam (Stuart et al., 2016). -
Non farmakologi
1) Distraksi Merupakan
metode
menghilangkan
kecemasan
dengan
cara
mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin yag bisa menghambat stimulus
cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak, sehingga dapat menurunkan hormon-hormon stresor,
mengaktifkan
hormon
endorfin
alami,
meningkatkan
perasaaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih Isolasi Sosial lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik (Perry & Potter, 2010).Harga Diri Rendah Kronis C. Pohon Masalah Koping Tidak Efektif Gangguan Persepsi Ansietas
Sensori
Stressor
D. Data yang Perlu Dikaji Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. -
Kaji faktor predisposisi Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan, seperti :
1) Peristiwa traumatic yang dapat memicu terjadinya kecemasandengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional. 2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan super ego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu. 3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realistissehingga akan menimbulkan kecemasan. 4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego. 5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. 6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani setres akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga. 7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya. 8) Medikasi
yang
dapat
memicu
terjadinya
kecemasan
adalah
pengobatan yang mengandung benzodiepin, karena benzodizepin dapat menekan neurotrasmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan -
Kaji stressor presipitasi Stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik, meliputi :
Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (mis. hamil).
Sumber eksternal, meliputi paparan terhadapinfeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancanm harga diri.
Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, social budaya.
-
Kaji perilaku Secara langsung kecemasan dapat di ekspresikan melalui respon fisiologis dan psikologis dan secara tidak langsung melalui pengambangan mekanisme koping sebagai pertahanan melawan kecemasan.
1) Respon fisiologis : Mengaktifkan system saraf otonom (simpatis dan parasimpatis). 2) Respon psikologologis : Kecemasan dapat mempengaruhi aspek intrapersonal maupun personal. 3) Respon kognitif : Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses pikir maupun isis pikir, diantaranya adalah tidak mampu
memperhatikan,
konsentrasi
menurun,
mudah
lupa,
menurunya lapangan persepsi, bingung. 4) Respon afektif : Klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan. -
Kaji penilaian terhadap stressor
1) Kognitif (kerusakan perhatian, kurang konsentrasi, pelupa, kesalahan dalam menilai, preokupasi, bloking, penurunan lapangan pandang, berkurangnya kreativitas, produktivitas menurun, bingung, sangat waspadai, berkurangnya objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut bayangan visual, takut akan terluka atau kematian, kesadaran diri meningkat, mimpi buruk).
2) Afektif (mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, nervous, takut, alarm, frustasi, teror, gugup, gelisah, merasa bersalah, pemalu, frustasi). 3) Fisiologik
Kardiovaskular (palpitasi, jantung berdebar, td meningkat, rasa mau pingsan, pingsan, TD menurun, denyut nadi menurun).
Pernafasan (nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorok, sensasi tercekik, terengah-engah).
Neuromuskular (refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang).
Gastrointestinal (kehilangan nafsu makan, menolak makanan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar di perut, diare, perut melilit).
Traktus urinarius (tidak dapat menahan kencing, sering berkemih).
Reproduksi
(tidak
datang
berlebihan,
darah
haid
bulan/amenore, amat
sedikit,
darah
haid
masa
haid
berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin, ejakulasi dini).
Integumen (wajah kemerahan, berkeringat setempat/telapak tangan, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh).
Behavioral (gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, menghalangi, melarikan diri dari masalah, menghindar, hiperventilasi).
Respon sosial (kadang kadang menghindari kontak sosial/ aktivitas sosial menurun, kadang-kadang menunjukkan sikap bermusuhan).
-
Kaji sumber dan mekanisme koping
1) Sumber koping Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari
sosial,
intrapersonal
dan
interpersonal.
Sumber
koping
diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumbersumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005) dalam (Widyansari, 2014). 2) Mekanisme koping Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005) dalam (Widyansari, 2014). Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut (Suliswati, 2005) dalam (Widyansari, 2014), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Merupakan pemecahan masalah secara sadar digunakan untuk menanggulangi ancaman stressor yang ada secara realistis, yaitu :
1. Perilaku menyerang (agresif) Biasanya digunakan individu untuk mengatasi rintangan agar memenuhi kebutuhan. 2. Perilaku menarik diri Digunakan untuk menghilangkan sumber ancaman baik secara fisik maupun secara psikologis. 3. Perilaku kompromi.
Digunakan
untuk
mengubah
tujuan-tujuan
yang
akan
dilakukan atau mmengorbankan kebutuhan personal untuk mencapai tujuan.
Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Mekanisme pertahanan Ego membantu mengatasi ansietas ringan maupun sedang yang digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara tidak sadar untuk mempertahankan ketidakseimbangan.
Adapun
mekanisme
pertahanan
ego
adalah: 1. Kompensasi Adalah proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya. 2. Penyangkalan (Denial) Menyatakan
ketidaksetujuan
terhadap
realitas
dengan
mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan primitif. 3. Pemindahan (Displacemen) Pengalihan emosi yag semula ditujukan pada seseorang/benda tertentu yang biasanya netral atau kurang mengancam terhadap dirinya. 4. Disosiasi Pemisahan dari setiap proses mental atau prilaku dari kesadaran atau identitasnya. 5. Identifikasi (Identification) Proses dimana seseorang mencoba menjadi orang yang ia kagumi dengan mengambil/menirukan pikiran-pikiran,prilaku dan selera orang tersebut. 6. Intelektualisasi (Intelektualization) Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk memghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya. 7. Introjeksi (Intrijection) Mengikuti norma-norma dari luar sehingga ego tidak lagi terganggu oleh ancaman dari luar (pembentukan superego).
8. Fiksasi Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek tertentu (emosi atau tingkah laku atau pikiran) sehingga perkembangan selanjutnya terhalang. 9. Proyeksi Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang lain terutama keinginan. Perasaan emosional dan motivasi tidak dapat ditoleransi. 10. Rasionalisasi Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya menurut alasan yang seolah-olah rasional,sehingga tidak menjatuhkan harga diri. 11. Reaksi formasi 12. Bertingkah laku yang berlebihan yang langsung bertentangan dengan keinginan-keinginan,perasaan yang sebenarnya. 13. Regressi Kembali ketingkat perkembangan terdahulu (tingkah laku yang primitif), contoh; bila keinginan terhambat menjadi marah, merusak, melempar barang, meraung, dan sebagainya. 14. Represi Secara tidak sadar mengesampingkan pikiran, impuls, atau ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, merupakan pertahanan ego yang primer yang cenderung diperkuat oleh mekanisme ego yang lainnya. 15. Acting Out Langsung mencetuskan perasaan bila keinginannya terhalang. 16. Sublimasi Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyalurannya secara normal. 17. Supresi Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang disadari, pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari
kesadaran seseorang, kadang-kadang dapat mengarah pada represif berikutnya. 18. Undoing Tindakan/perilaku
atau
komunikasi
yang menghapuskan
sebagian dari tindakan/perilaku atau komunikasi sebelumnya merupakan mekanisme pertahanan primitif. E. Diagnosa Keperawatan Masalah yang sering muncul pada gangguan ansietas menurut (SDKI, 2016) sebagai berikut : 1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional 2. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri mengatasi masalah 3. Harga diri rendah kronis berhubungan dengan terpapar situasi traumatis 4. Isolasi sosial berhubungan dengan keterlambatan perkembangan 5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan usia lanjut F. Rencana Tindakan Keperawatan Intervensi keperawatan yang digunakan pada pasien dengan harga diri rendah menggunakan perencanaan keperawatan menurut (SIKI PPNI, 2018) standar intervensi keperawatan Indonesia serta untuk tujuan dan kriteria hasil menggunakan standar luaran keperawatan Indonesia (SLKI PPNI, 2019) : No 1.
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Keperawatan (D. 0080)
Hasil (L. 09093) Tingkat
(Intervensi 1.09314) Reduksi
Ansietas
Ansietas
Ansietas
berhubungan dengan
Setelah dilakukan
1.
krisis situasional
tindakan keperawatan
ansietas berubah (mis.
selama …x24 jam
kondisi, waktu, stresor)
diharapkan ansietas
2.
Identifikasi saat tingkat
Monitor tanda-tanda
membaik. Dengan
ansietas (verbal dan
kriteria hasil :
nonverbal
1. Verbalisasi
3.
Pahami situasi yang
kebingungan menurun (5)
membuat ansietas 4.
2. Verbalisasi
termasuk sensasi yang
khawatir akibat kondisi yang
mungkin dialami 5.
dihadapi menurun (5) 3. Perilaku gelisah menurun (5)
Jelaskan prosedur,
Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6.
Latih teknik relaksasi
7.
Kolaborasi pemberian obat antiansietas
4. Pola tidur 2.
(D. 0096)
membaik (5) (L. 09086) Status
(Intervensi 1.09266)
Koping tidak efektif
Koping
Dukungan Pengambilan
berhubungan dengan
Setelah dilakukan
Keputusan
ketidakpercayaan
tindakan keperawatan
1. Identifikasi persepsi
terhadap
selama …x24 jam
mengenal masalah saat
kemampuan diri
diharapkan koping
pembuatan keputusan
mengatasi masalah
efektif. Dengan
kesehatan
kriteria hasil : 1. Kemampuan memenuhi peran sesuai usia meningkat (5) 2. Perilaku koping adaptif meningkat (5) 3. Verbalisasi kemampuan
2. Fasilitasi mengklarifikasi nilai dan harapan yang membantu membuat pilihan 3. Diskusikan kelebihan dan kekurangan dari setiap solusi 4. Motivasi mengungkapkan tujuan perawatan yang diharapkan 5. Fasilitasi pengambilan
mengatasi masalah
keputusan secara
meningkat (5)
kolaboratif 6. Informasikan alternatif
3.
(D. 0086)
(L. 09069) Harga
solusi secara jelas (Intervensi 1.12463)
Harga diri rendah
Diri
Manajemen Perilaku
kronis berhubungan
Setelah dilakukan
dengan terpapar
tindakan keperawatan
situasi traumatis
selama …x24 jam
1. Identifikasi harapan untuk mengendalikan perilaku 2. Diskusikan tanggung jawab
diharapkan harga diri rendah kronis
terhadap perilaku 3. Jadwalkan kegiatan
membaik. Dengan kriteria hasil :
terstruktur 4. Bicara dengan nada rendah
1. Penilaian diri positif meningkat
dan tenang 5. Cegah perilaku pasif dan
(5) 2. Minat mencoba
agresif 6. Hindari sikap mengancam
hal baru
dan berdebat
meningkat (5) 3. Tidur meningkat (5) 4. Perasaan malu 4.
(D. 0121)
menurun (5) (L. 13116)
(Intervensi 1.13498) Promosi
Isolasi sosial
Keterlibatan Sosial
Sosialisasi
berhubungan dengan
Setelah dilakukan
1.
keterlambatan
tindakan keperawatan
melakukan interaksi
perkembangan
selama …x24 jam
dengan orang lain
diharapkan isolasi
2.
Identifikasi kemampuan
Identifikasi hambatan
sosial membaik.
melakukan interaksi
Dengan kriteria hasil :
dengan orang lain
1. Minat interaksi
3.
meningkat (5)
dalam aktivitas baru dan
2. Minat terhadap aktivitas meningkat
kegiatan kelompok 4.
(5) 3. Verbalisasi isolasi
Motivasi berpartisipasi
Motivasi berinteraksi di luar lingkungan
5.
menurun (5)
Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
6.
Anjurkan ikut serta
kegiatan sosial dan kemasyarakatan 7.
Latih bermain peran untuk meningkatkan
5.
(D. 0085)
(L. 09083) Persepsi
keterampilan komunikasi (Intervensi 1.08241)
Gangguan persepsi
Sensori
Minimalisasi Rangsangan
sensori berhubungan
Setelah dilakukan
1. Periksa status mental,
dengan usia lanjut
tindakan keperawatan
status sensori, dan tingkat
selama …x24 jam
kenyamanan (mis. nyeri)
diharapkan gangguan persepsi sensori
2. Batasi stimulus lingkungan (mis. aktivitas)
membaik. Dengan
3. Jadwalkan aktivitas harian
kriteria hasil :
dan waktu istirahat
1. Distorsi sensori
4. Ajarkan cara
menurun (5)
meminimalisasi stimulus
2. Melamun menurun (5)
(mis. mengurangi kebisingan)
3. Respons sesuai
5. Kolaborasi dalam
stimulus membaik
meminimalkan
(5)
prosedur/tindakan
G. Implementasi Keperawatan Implementasi adalah proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Sebelum mengimplementasikan intervensi keperawatan, gunakan pemikiran kritis untuk menentukan ketepatan intervensi terhadap situasi klinis. Persiapan proses implementasi akan memastikan asuhan keperawatan yang efisien, aman, dan efektif. Lima kegiatan persiapan tersebut adalah pengkajian ulang, meninjau dan merevisi rencana asuhan keperawatan yang ada, mengorganisasikan sumber daya dan pemberian asuhan,
mengantisipasi
dan
mencegah
komplikasi,
serta
mengimplementasikan intervensi keperawatan [ CITATION Pot09 \l 1057 ]. Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun sebelum ke pasien.
H. Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien. Selama evaluasi, lakukan berfikir kritis dalam membuat keputusan dan mengarahkan asuhan keperawatan dalam upaya memenuhi kebutuhan klien. Pencapaian tujuan keperawatan dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dengan hasil yang diharapkan [ CITATION Pot09 \l 1057 ].
DAFTAR PUSTAKA
Widyansari, F. (2014). Laporan Pendahuluan Kecemasan (Ansietas). Modal Sosial Dalam Pendidikan Berkualitas Di Sekolah Dasar Muhammadiyyah Muitihan, September. Sullivan, G. M., Kent, J. M., & Coplan, J. D. (2000). The Neurobiology of Stress and Anxiety. Horwath, E., & Weissman, M. M. (2000). Anxiety Disorders: Epidemiology. Kaplan and
Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. Seventh Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 1444–1450. Astuti, S. I., Arso, S. P., & Wigati, P. A. (2015). Laporan Pendahuluan Kecemasan. Analisis Standar Pelayanan Minimal Pada Instalasi Rawat Jalan Di RSUD Kota Semarang, 3, 103–111. Stuart, G. W., Keliat, B. A., & Pasaribu, J. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier, 1–31. Perry, A. G., & Potter, P. A. (2010). Mosby’s Pocket Guide to Nursing Skills and Procedures-E-Book. Elsevier Health Sciences. Karam, H. (2012). Laporan Pendahuluan Kecemasan. Kendari. SDKI, P. (2016). SDKI – Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. http://budirahayu.ipdynamic.com:81/sdki/ SIKI PPNI, T. P. S. D. (2018). Tim Pokja SIKI. SLKI PPNI. (2019). Daftar Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) – SLKI – Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Potter, & Perry. (2009). Fundamental Of Nursing Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.