20 0 653 KB
LAPORAN PENDAHULUAN “ATRIAL SEPTAL DEFECT” RUANG PERAWATAN PUSAT JANTUNG TERPADU DI RS WAHIDIN SUDIROHUSODO TAHUN 2019
Disusun oleh: MERSI SAMBA BURA R014 19 1025
PRESEPTOR LAHAN
(
PRESEPTOR INSTITUSI
)
(Dr. Yuliana Syam, S.Kep., Ns., M.Si)
PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019
BAB I KONSEP MEDIS A. Definisi Atrial septal defect (ASD) merupakan kelainan akibat adanya lubang septum intersisial yang memisahkan ruang antara atrium kanan dan atrium kiri. Hal
ini
menyebabkan pencampuran darah yang bersih yang menuju ke seluruh tubuh dengan darah yang kotor yang menuju jantung, yang akhirnya mengakibatkan jantung kanan membesar dan tekanan tinggi pada paru-paru hipertensi pulmonal). Atrial septal defect adalah gangguan septum atau sekat antara rongga atrium kanan dan kiri. Septum tersebut tidak menutup secara sempurna dan membuat aliran darah atrium kiri dan kanan bercampur (Wardhana & Cindy Elfira Boom, 2017). Adanya aliran ini disebabkan karena perbedaan tekanan, yang mana membuat darah yang kaya akan oksigen pada atrium kiri kembali bercampur dengan darah yang kurang oksigen pada ventrikel kanan, sehingga membuat total darah yang dipompa ke seluruh tubuh berkurang akibat adanya left to ringt shunt.
B. Klasifikasi a. Ostium secundum Ostium secundum merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang terjadi terletak pada bagian tengah septum atrial dan fossa ovalis. Sekitar 8 dari 10 bayi lahir dengan ASD ostium secundum dan setengahnya ASD menutup dengan sendirinya. Tipe kerusakan ini dibedakan dengan patent foramen ovale. Foramen ovale normalnya akan menutup segera setelah kelahiran, namun pada beberapa orang tidak terjadi hal ini dan disebut paten foramen ovale.
b. Ostium primun Ostium primum merupakan kerusakan yang terjadi pada bagian bawah septum atrial. Biasanya disertai dengan berbagai kelainan seperti katup atrioventikuler dan septum ventrikel bagian atas. Kerusakan primum yang jarang terjadi dan tidak menutup dengan sendirinya. c. Sinus venosus Sinus venosus merupakan kerusakan yang terjadi pada bagian atas septum atrial, dekat vena besar (vena cava superior) membawa darah ke atrium kanan. Sering disertai dengan kelainan aliran balik vena pulmonal, dimana vena pulmonal dapat berhubungan dengan vena cava superior maupun atrium kanan.
C. Etiologi ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehinga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan. Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada septum atrium ini belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang di duga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD : Faktor-faktor tersebut diantaranya. 1. Faktor Prenatal a. Ibu yang menderita infeksi rubella b. Umur ibu lebih dari 40 tahun c. Ibu menderita IDDM (insulin dependent diabetes melitus) d. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2. Faktor genitik a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB (penyakit jantung bawaan) b. Ayah atau ibu menderita PJB c. Kelainan kromosom misalnya, sindroma down d. Lahir dengan kelainan bawaan lain 3. Faktor hemodinamik Tekanan di atrium kiri lebih tinggi daripada tekanan di atrium kanan sehingga memungkinkan aliran darah dari atrium kiri ke atrium kanan.
D. Manifestasi Klinis Berdasarkan Wardhana & Cindy Elfira Boom ( 2017) adapun manifestasi kliniknya yakni: 1. Sesak Sesak (dyspnea) di sebabkan oleh hipervaskularisasi paru yang menyebabkan vascular paru sehingga mengisi ruang intertisial dan menghalangi proses difusi oksigen. Sesak ini cenderung bertambah jika beraktivitas, karena pada saat beraktivitas kebutuhan oksigen meningkat, disamping itu pada saat aktivitas terjadi takikardi dimana periode diastolik menurunn dan cardiac output ke paru meningkat sehingga menyebabkan darah cenderung tertahan paru. 2. Cepat lelah Keluhan cepat lelah disebabkan karena menurunnya cardiac output ke seluruh tubuh sehingga suplai darah dan oksigen ke seluruh organ menurun menyebabkan menurunnya kapasitas kerja setiap organ. Bahkan pada sebagian kasus terjadi perlambatan pertumbuhan pada anak akibat kurangnya sirkulasi sistemik. 3. Nyeri dada Keluhan nyeri dada disebabkan oleh ketidakseimbangan kebutuhan oksigen dengan suplai oksigen. Mekanisme yang mendasari yakni kelelahan tubuh karena terdapat pirau dari kiri ke kanan, maka suplai darah koroner cenderung berkurang, disaat yang bersamaan jantung bagian kanan terus bekerja keras karena beban yang berlebihan. Keadaan hipoksia ditingkat selular menyebabkan metabolisme bergeser dari aerob ke anaerob dan dilepaskannya sejumlah zat termasuk adenosine, laktat, norepinefrin yang merangsang serabut saraf simpatik aferen yang menyebabkan terjadinya nyeri.
4. Berdebar-debar Adanya pirau kiri ke kanan menyebabkan dilatasi atrium kanan. Adanya dilatasi menyebabkan perpanjangan jalur konduksi. Jalur kondiksi yang memanjang rentan mencetuskan fenomena re-entry. Hal ini dapat mencetuskan terjadinya aritmia, terutama fibrilasi atrial, flutter atrial, dan proksimal atrial takikardia yang dapat dirasakan sebagai keluhan berdebar-debar. 5. Infeksi Saluran Napas Berulang Infeksi saluran napas berulang pada masa kanak-kanak bisa menjadi petunjuk bahwa terdapat kelainan jantung kongenital. Pasien dengan kelainan jantung kongenital dengan left to right shunt seperti defek septum ventrikel, defek septum atrium dan paten duktus arteri menyebabkan aliran darah paru meningkat, yang pada ujungnya menyebabkan edema paru. Edema paru dapat menjadi focus infeksi bakteri yang menyebabkan seseorang rentan terhadap infeksi saluran napas bagian bawah berulang. Gejala berupa batuk, sesak, dan demam.
E. Komplikasi Adapun komplikasinya menurut Naisylla (2017) yakni : 1. Hipertensi pulmonal Pirau kiri ke kanan seperti pada ASD akan meningkatkan aliran darah pulmonal. Kondisi tersebut merupakan penyebab hipertensi pulmunal dan hipertrofi ventrikel kanan pada usia dini. Jika terus menerus berlanjut maka hipertensi pulmonal akan menetap dan ireversibel, bahkan setelah tindakan pembedahan korektif. Arteri pulmonalis normal merupakan suatu struktur “compliant” dengan sedikit serat otot yang memungkinkan fungsi “pulmonary vascular bed” sebagai sirkuit yang low pressure dan high flow. Hipertensi pulmonal akan menyebabkan pengerasan pembuluh darah di dalam paru. Kondisi tersebut akan memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paruh. 2. Gagal jantung kanan akibat volume overload dan pressure overload dari sirkulasi paru. 3. Sindrom Eisenmenger Sindrom eisenmenger merupakan suatu kondisi patofisiologis adanya defek jantung kongenital yang awalnya menyebabkan pirau dari kiri ke kanan, kemudian memicu penyakit vaskuler pulmonal berat disertai hipertensi pulmonal dan akhirnya mengakibatkan aliran arah pirau berbalik sehingga menampilkan kondisi
sianosis. Pada ASD, volume pirau peningkatan resistensi vaskuler pulmonal terjadi pada dekade ke 3 atau 4, beban tekanan akan terus bertambah dan miokardium ventrikel kanan dapat terdekompensasi. Hal tersebut memperburuk sianosis dengan peningkatan pirau kanan ke kiri akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kanan.
F. Pemeriksaan penunjang Berdasarkan Naysilla (2017), adapun pemeriksaan penunjang yaitu: 1. EKG Karakteristik dasar yang dapat ditemukan pada pemeriksaan EKG yaitu tanda-tanda hipertrofi ventrikel kanan, yang sering disertai dengan tanda-tanda pembesaran atrium kanan dengan gelombang p pulmonal. Pada ASD tipe sekundum, terdapat deviasi axis ke kanan dengan konfigurasi rSR’ di V1 yang menandakan perlambatan konduksi atau blockade jalur berkas kanan pada ventrikel. Pada ASD tipe sinus venosus, terdapat deviasi axis ke kiri dan gelombang P negatif dilead III. Terkadang dapat ditemukan perpanjangan interval PR pada ostium primum ASD karena pembesaran atrium kiri sehingga menambah jarak antara nodus.
2. Rontgen foto thoraks Pada defek kecil gambaran foto dada masih dalam batas normal. Bila defek bermakna mungkin didapatkan tampak kardiomegali akibat pembesaran jantung kanan. 3. Echocardiography Pemeriksaan echocardiography merupakan pemeriksaan yang sangat dianjurkan dalam mendiagnosis ASD. Pemeriksaan ini terbagi menjadi dua yaitu, TTE ( transthoracal echocardiography), yaitu sedapan diletakkan di dinding dada dan TEE (transesophageal echocardiography) yaitu sedapan dimasukkan melalui esophagus untuk menangkap gambar yang lenih akurat. Pemeriksaan TTE
biasanya dilanjutkkan dengan TEE untuk lebih memperjelas pemeriksaan, mengkonfirmasi luas defek, mencari kelainan lain yang mungkin menyertai ASD. 4. Pemeriksaan darah rutin Pada pemeriksaan darah rutin didatkan HB, HCT,RBC, dan Kreatinin meningkat. G. Penatalaksanaan 1. Terapi simptomatik dengan pengobatan 2. Terapi definitif dengan penutupan defek baik secara transkateter atau operatif Indikasi penutupan ASD adalah jika terdapat pembesaran atrium kanan atau ventrikel kanan baik itu simtomatik maupun asimtomatik. Tindakan penutupan dapat dilakukan dengan operasi terutama untuk defek yang sangat besar lebih dari 40 mm, atau tipe ASD selain tipe sekundum, sedangkan untuk ASD tipe sekundum dengan defek kurang dari 40 mm dapat dipertimbangkan penutupan dengan Amplatzer Septal Occluder (ASO), dimana penutupan dilakukan dengan perkutan melalui kateter yang dimasukkan ke dalam vena femoralis menuju ke atrium kanan dengan bantuan TEE atau fluuroskopi untuk mengarahkan kateter hingga sampai ke lokasi defek kemudian penutup dikembangkan. 3. Terapi medikamentosa Dapat diberikan sesuai gejala yang timbul. Jika terdapat tanda-tanda edema paru dapat diberikan furosemid. Jika terdapat gangguan ritme dapat diberikan antiaritmia. (Ghanie, 2010)
BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian Anamnesa 1. Identitas / Data demografi Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien. 2. Keluhan utama Sesak napas, ada beberapa macam sesak napas yang biasanya dikeluhkan oleh klien, antara lain : 1) Ortopnea terjadi karena darah terkumpul pada kedua paru pada posisi terlentang, menyebabkan pembuluh darah pulmonal mengalami kongesti secara kronis dan aliran balik vena yang meningkat tidak diejeksikan oleh ventrikel kiri. 2) Dyspnea nocturnal paroximal merupakan dispnea yang berat. Klien sering terbangun dari tidurnyaatau bangun, duduk atau berjalan menuju jendela kamar smabil terengah-engah. Hal ini terjadi karena ventrikel kiri secara mendadak gagal mengeluarkan curah jantung, sehingga tekanan vena dan kapiler pulmonalis meningkat menyebabkan transudasi cairan kedalam jaringan interstisial yang meningkatkan kerja pernapasan. 3. Riwayat penyakit dahulu 1) penyakit jantung rematik 2) penyakit jantung koroner 3) trauma 4. Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada riwayat penyakit jantung atau penyakit kardiovaskular lainnya. 5. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum Inspeksi
: bentuk tubuh, pola pernapasan, emosi/perasaan
Palpasi
: suhu dan kelembaban kulit, edema, denyut dan tekanan arteri
Perkusi
: batas-batas organ jantung dengan sekitarnya.
Auskultasi
:Bising yang bersifat meniup (blowing) di apeks, menjalar ke aksila dan mengeras pada ekspirasi Bunyi jantung I lemah karena katup tidak menutup sempurna
Bunyi jantung III yang jelas karena pengisian yang cepat dari atrium ke ventrikel pada saat distol. 6. Tanda-tanda vital : Pemeriksaan tanda vital secara umum terdiri atas nadi, frekuensi pernapasan, tekanan darah, dan suhu tubuh. 1) Pemeriksaan persistem B1 (Breath)
: Dyspnea, Orthopnea, Paraxymal nocturnal dyspnea
B2 (Blood)
:Thrill sistolik di apeks, hanya terdengar bising sistolik di apeks, bunyi jantung 1 melemah,
B3 (Brain)
: pucat, sianosis
B4 (Bladder)
: output urin menurun
B5 (Bowel)
: nafsu makan menurun, BB menurun
B6 (Bone)
: lemah
2) Pemeriksaan diagnostik Elektrokardiogram : Menilai derajat insufisiensi, gambaran P mitral dengan aksis dan kompleks QRS yang normal, axis yang bergeser ke kiri dan adanya hipertrofi ventrikel kiri Foto thorax
: Pembesaran atrium kiri dan ventrikal kiri
B. Diagnosa keperawatan 1. Domain 4: Aktivitas / Istrahat, Kelas 4: Respons kardiovaskuler/ pulmonal Penurunan curah jantung berhubungan dengan 2. Domain 4: Aktivitas / Istrahat, Kelas 4: Respons kardiovaskuler/ pulmonal Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke peredaran sistemik 3. Domain 4: Aktivitas / Istrahat, Kelas 4: Respons kardiovaskuler/ pulmonal Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kongestif paru akibat peningkatan tekanan atrium 4. Domain 3: Nutrisi, Kelas 4: Hidrasi Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (aliran darah balik)
C. Rencana/Intervensi Keperawatan NO Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan
NOC (Tujuan & NIC (Intervensi) Kriteria Hasil) curah Keefektifan pompa Perawatan Jantung: Akut
jantung berhubungan dengan
gangguan
Jantung
a. Evaluasi nyeri dada (intensitas,
Status sirkulasi
lokasi, radiasi, durasi, factor
kontraksi Setelah Domain 4 Aktivitas/istirahat
dilakukan
tindakan selama
...
pemicu dan yang mengurangi)
keperawatan
b. Monitor TTV
x
c. Instruksikan
24
jam
pasien
akan
Kelas 4
diharapkan curah jantung
pentingnya melaporkan segera
Respon
klien
jika
kembali
normal,
kardovaskular/pulmona dengan kriteria hasil:
merasakan
ketidaknyamanan
l
di
bagian
dada Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi:
60-80
pernafasan: 20x/menit)
x/menit, 16-
d. Monitor mestinya,
EKG
sebagaimana
apakah
terdapat
perubahan segmen ST e. Monitor irama jantung dan kecepatan denyut jantung f. Auskultasi suara jantung g. Pertahankan lingkungan yang kondusif untuk istirahat h. Hindari
memicu
situasi
emosional i. Monitor
cairan
masuk
dan
keluar j. Lakukan perekaman EKG k. Monitor
nilai
elektrolit
laboratorium
yang
dapat
meningkatkan risiko disritmia (kalium dan magnesium) l. Menganjurkan makan sering
klien
sedikit-sedikit
untuk tapi
m. Batasi stimulus lingkungan n. Kolaborasi terapi medikasi 2.
Intoleransi
aktivitas Setelah dilakukan
Manajemen Energy
berhubungan dengan tindakan keperawatan penurunan
suplai 3x24 jam, pasien mampu
oksigen ke peredaran bertoleransi terhadap aktivitas dengan kriteria
sistemik Domain 4 Aktivitas/istirahat Kelas 4 Respon kardovaskular/pulmona l
hasil :
a. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan konteks usia dan perkembangan. b. Pilih
intervensi
untuk
Kelelahan : efek yang
mengurangi
mengganggu
secara farmakologi maupun non
a. Tidak
terjadi
penurunan energi. b. Tidak ada gangguan dengan aktivitas sehari – hari. c. Tidak
terdapat
perubahan nutrisi. d. Tidak ada malaise. Daya tahan
baik
farmakologi dengan tepat. c. Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan untuk menjaga ketahanan. d. Monitor
intake
dan
output
nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat. e. Monitor sistem kardiorespirasi pasien
selama
kegiatan
(misalnya takikardia, disritmia,
a. Dapat
melakukan
b. Pemulihan energi saat istirahat
tidak
c. Konsentrasi dan daya
terganggu.
lokasi
dan
sumber
ketidaknyamanan/nyeri
yang
dialami pasien selama aktivitas. g. Buat batasan untuk aktivitas
terganggu.
otot
dyspnea, diaphoresis, dll). f. Montor
aktivitas rutin.
tahan
kelelahan
tidak
yang
hiperaktif
menggangu
pasien
saat
lain
atau
yang
dirinya sendiri. h. Ajarkan
pasien
mengenai
pengelolaan kegiatan dan teknik manajemen
waktu
mencegah kelelahan.
untuk
i. Bantu pasien memproritaskan kegiatan untuk mengakomodasi energi yang diperlukan. j. Bantu pasien unttuk menetapkan tujuan
aktivitas
yang
akan
dicapai secara realistis. k. Lakukan ROM aktif/pasif untuk menghilangkan ketegangan otot. l. Berikan yang
kegiatan
pengalihan
menenangkan
untuk
meningkatkan relaksasi. 3.
Pola
nafas
efektif
tidak Status pernafasan
berhubungan
dengan
kongestif
paru
akibat
peningkatan tekanan atrium Domain 4 Aktivitas/istirahat Kelas 4 Respon kardovaskular/pulmona l
Setelah
dilakukan
tindakan selama
Oxygen Therapy a.
keperawatan ...
x
24
pertahankan jalan nafas yang paten
jam
b.
Atur peralatan oksigenasi
diharapkan
status
c.
Monitor aliran oksigen
pernafasan
kembali
d.
Pertahankan posisi pasien
normal, dengan kriteria
e.
-Monitor adanya kecemasan
hasil:
pasien terhadap oksigenasi
Tanda Tanda vital dalam rentang (pernafasan: 20x/menit)
normal 16-
f.
Vital sign monitoring
g.
Monitor TD, nadi, suhu dan RR
h.
Monitor
V5
saat
pasien
berbaring, duduk, atau berdiri i.
Monitor
TD,
nadi,
RR
sebelum,selama, dan setelah aktivitas j.
Monitor frekuensi dan irama pernpasan
k.
Monitor suara paru
l.
Monitor abnormal
pola
pernapasan
m. Identifikasi
penyebab
dari
perubahan vital sign. 4.
Kelebihan cairan
volume Status jantung paru
berhubungan
dengan
gangguan
mekanisme
regulasi
(aliran darah balik)
Domain 2 Nutrisi Kelas 5 Hidrasi
Setelah
dilakukan a.
tindakan selama
keperawatan ...
x
diharapkan
24
Pertahankan
catatan
intake
dan output yang akurat
jam b. Pasang
kelebihan
urin
kateter
jika
diperlukan
volume
cairan
teratasi c.
Monitor hasil lab yang sesuai
kriteria
hasil
edema,
dengan retensi cairan (BUN ,
anasarka berkurang.
Hmt , osmolalitas urin ) d.
Monitor vital sign
e.
Monitor indikasi retensi / kelebihan
cairan
(cracles,
CVP, edema, distensi vena leher, asites) f.
Kaji lokasi dan luas edema
g.
Monitor masukan makanan / cairan
h. Monitor status nutrisi i.
Berikan
diuretik
sesuai
interuksi j.
Kolaborasi pemberian obat:
k. Monitor berat badan l.
Monitor elektrolit
m. Monitor tanda dan gejala dari edema
DAFTAR PUSTAKA Bulechek, G. M., M Dochterman, J., & Butcher, H. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. Philadelphia: Elsevier. Ghanie, A. (2010). Penyakit Jantung Kongenital pada Dewasa. Jakarta: Interna Publishing . Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan. Philadelphia: Elsevier. Naysilla, A. M. (2017). Komplikasi pada Pasien Atrial Septal Defect Dewasa Dengan Survivalitas Alami. IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine, 4(2), 23–37. Wardhana, W., & Cindy Elfira Boom. (2017). Penanganan Perioperatif Pasien Penyakit Jantung Kongenital Dewasa dengan ASD, Suspek Hipertensi Pulmonal, LV Smallish. Jurnal Anestesiologi Indonesia, IX(2), 71–86.