LP ASFIKSIA (Rg. BAYI) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA DI RUANG BAYI RSUD Dr. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN



I I



S T I K E S E



A



R



OLEH : SUTARI NIM.18.31.1333



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS STIKES CAHAYA BANGSA BANJARMASIN TAHUN AKADEMIK 2019/2020



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA DI RUANG BAYI RSUD Dr. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN



I I



S T I K E S E



A



R



OLEH : SUTARI NIM.18.31.1333



Banjarmasin,



Desember 2019



Mengetahui, Preseptor Akademik



(



Preseptor Klinik



)



(



)



STASE KEPERAWATAN ANAK LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA 1. Konsep Dasar Asfiksia A. Definisi Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Jadi, berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat menangis secara spontan setelah lahir. B. Etiologi Keadaan asfiksia terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru. Proses terjadinya asfiksia ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. Penyebab asfiksia adalah: 1) Asfiksia dalam kehamilan a) Penyakit infeksi akut b) Penyakit infeksi kronik c)



Keracunan oleh obat-obat bius



d) Uraemia dan toksemia gravidarum e)



Anemia berat



f)



Cacat bawaan



g) Trauma 2) Asfiksia dalam persalinan a) Kekurangan O2 b) Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri) c)



Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri



d) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta e)



Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul



1



2



f)



Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.



g) Pendarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta. h) Kalau plasenta sudah tua: postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri i)



Paralisis pusat pernapasan



j)



Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps



k) Trauma dari dalam: akibat obat bius. C. Manifestasi Klinis 1) Asfiksia ringan a) Takipnea dengan napas > 60x/menit b) Bayi tampak sianosis c) Adanya retraksi sela iga d) Bayi merintih e) Adanya pernapasan cuping hidung f)



Bayi kurang aktif



g) Dari pemeriksaan auskultasi deperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif 2) Asfiksia sedang a) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit b) Usaha napas lambat c) Adanya pernapasan cuping hidung d) Adanya retraksi sela iga e) Tonus otot dalam keadaan baik/lemah f)



Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan namun tampak lemah



g) Bayi tampak sianosis h) Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses persalinan 3) Asfiksia berat a) Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40x/menit



3



b) Tidak ada usaha adanya retraksi sela iga c) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada d) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberi rangsangan e) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu f)



Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.



D. Klasifikasi 1) Asfiksia Ringan Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa. 2) Asfiksia Sedang Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. 3) Asfiksia Berat Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung  fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum  pemeriksaan fisik sama asfiksia berat.



4



E. Patofisiologi (patway) Patway Hipoksia, Iskemik jaringan Perubahan fungsional dan biokimia pada janin ASFIKSIA



Janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat



Kelemahan otot pernapasan



Suplai O2 dalam darah menurun



Apneu Pola napas tidak efektif



Terpapar lingkungan luar



Resiko hipotermi



Paru-paru terisi cairan Bersihan jalan napas tidak efektif



5



Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernapasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernapasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernapasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernapasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernapasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.  F. Komplikasi 1)



Edema otak dan perdarahan otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.



6



2)



Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia padapembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.



3)



Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.



4)



Koma Apabila pada klien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.



G. Pemeriksaan Fisik 1) Pernapasan Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat. Lakukan auskultasi bila perlu lalu kaji pola pernafasan abnormal, seperti pergerakan dada asimetris, nafas tersengal, atau mendengkur. Tentukan apakah pernapasannya adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat (lambat dan tidak teratur), atau tidak sama sekali. 2) Denyut jantung Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasi denyut apeks atau merasakan denyutan umbilicus. Klasifikasikan menjadi >100 atau 100 x/ menit



Batuk/Bersin/M enangis



ada Fleksi ekstremitas Fleksi (lemah)



kuat,



gerak aktif



Lambat atau  tidak Menangis teratur (merintih)



atau keras



Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian



kuat



9



dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai APGAR berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor APGAR). I.



Pentalaksanaan Cara penatalaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain: 1) Asfiksi ringan (apgar score 7-10) a)



Bayi dibungkus dengan kain hangat



b) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut. c)



Bersihkan badan dan tali pusat



d) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator. 2) Asfiksia sedang (apgar score 4-6) a)



Bersihkan jalan napas



b) Berikan oksigen 2 liter per menit c)



Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag)



d) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat 3) Asfiksia berat (Apgar skor 0-3) a)



Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambung



b) Berikan oksigen 4-5 liter per menit c)



Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube)



d) Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube)



10



e)



Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.



2. Rencana Asuhan Keperawatan dengan Klien Asfiksia A. Pengkajian 1) Biodata Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa asfiksia neonatorum. 2) Keluhan nama Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak napas. 3) Riwayat kehamilan dan persalinan Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki atau sungsang 4) Kebutuhan dasar a) Pola Nutrisi Neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia. b) Pola eliminasi Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama pencernaan belum sempurna. c)



Kebersihan diri Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat BAB dan BAK harus diganti popoknya.



d) Pola tidur Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak napas.



11



5) Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak napas, pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama. b) Tanda-tanda vital Pada umunya terjadi peningkatan respirasi. c) Kulit Pada kulit biasanya terdapat sianosis. d) Kepala Inspeksi: bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak. e) Mata Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya. f)



Hidung Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernapasan cuping hidung.



g) Dada Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekuensi pernafasan yang cepat. h) Neurology / reflek Reflek



morrow:



kaget



menggenggam). B. Diagnosa Keperawatan 1) Pola napas tidak efektif 2) Hipotermi 3) Bersihan jalan napas tidak efektif 4) Resiko cedera 5) Kerusakan pertukaran gas 6) Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh.



bila



dikejutkan



(tangan



C. Nursing Care Plannning (NCP) No 1.



Diagnosa



NOC



NIC



Keperawatan (Nursing Outcome) Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..... x efektif dengan



berhubungan 24 jam diharapkan pola napas tidak efektif



(Manajemen jalan napas)



kelemahan dapat teratasi



otot pernapasan



1) Buka jalan napas, gunakan teknik chin



Kriteria Hasil:



lift atau jaw thurst bila perlu



Indikator 1) Frekuensi pernapasan sesuai yang diharapkan 2) Irama



(Nursing Intervention Clasification) Airway Management



napas



IR



ER



2) Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi 3) Indentifikasi klien perlunya pemasangan



sesuai



yang



diharapkan



alat jalan napas buatan 4) Pasang mayo bila perlu



3) Kedalaman inspirasi



5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu



4) Ekspansi dada simetris



6) Keluarkan sekret dengan batuk atau



5) Bernapas mudah 6) Pengeluaran sputum pada jalan napas 7) Bersuara secara adekuat 8) Ekspulsi udara



suction 7) Auskultasi suara napass, catat adanya suara tambahan 8) Lakukan suction pada mayo



12



9) Tidak



didapatkan



9) Monitor respirasi dan status O2



penggunaan



otot-otot tambahan 10) Tidak didapatkan kontraksi dada 11) Tidak didapatkan suara napas tambahan Ket: 1.



Keluhan ekstrim



2.



Keluhan berat



3.



Keluhan sedang



4.



Keluhan ringan



5.



Tidak ada keluhan



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..... x 2.



Hipotermi



24 jam diharapkan hipotermi dapat teratasi



Hypothermi Treatment



Kriteria Hasil: Indikator 1) Temperatur kulit sesuai yang diharapkan 2) Temperatur tubuh sesuai yang diharapkan



(Penatalaksaan Hipertermi) IR



ER



1) Pindahkan klien ke tempat yang lebih hangat 2) Ganti pakaian klien dengan pakaian yang kering dan hangat



13



3) Tidak ada sakit kepala



3) Monitor suhu tubuh klien



4) Tidak ada nyeri otot



4) Monitor gejala yang berhubungan



5) Tidak ada perubahan warna kulit



dengan hipotermi seperti fatigue,



6) Tidak ada tremor/ gemetar



kelemahan, bingung, perubahan warna



7) Berkeringat saat kepanasan



kulit 5) Identifikasi faktor penyebab hipotermi



8) Menggigil saat kedinginan 9) Denyut



nadi



sesuai



yang



diharapkan



6) Berikan oksigen 7) Berikan cairan yang hangat



10) Melaporkan kenyamanan suhu tubuh Ket: 1.



Keluhan ekstrim



2.



Keluhan berat



3.



Keluhan sedang



4.



Keluhan ringan



5.



Tidak ada keluhan



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..... x 24 jam diharapkan bersihan jalan napas tidak efektif



14



3.



Bersihan jalan napas



dapat teratasi



tidak efektif



Kriteria Hasil:



berhubungan dengan paru-paru berisi cairan



Indikator 1) Tidak didapatkan kecemasan



1) Observasi RR dan status oksigen klien/ jam IR



ER



2) Frekuensi pernapasan sesuai yang diharapkan 3) Pengeluaran sputum pada jalan napas 4) Bebas dari suara napas tambahan Ket: 1.



Keluhan ekstrim



2.



Keluhan berat



3.



Keluhan sedang



4.



Keluhan ringan



5.



Tidak ada keluhan



2) Berikan O2 3) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 4) Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi



identifikasi



klien



perlunya



pemasangan alat jalan napas buatan 5) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..... x 24 jam diharapkan klien terbebas dari resiko injuri Kriteria Hasil:



15



4.



Resiko cedera



Indikator 1) Pengetahuan tentang resiko 2) Memonitor



faktor



IR



ENVIRONMENTAL MANAGEMENT (Manajemen Lingkungan)



resiko



dari



lingkuangan



1) Sediakan lingkungan yang aman untuk klien



3) Memonitor



faktor



resiko



dari



perilaku personal resiko yang efektif strategi



pengontrolan



dengan



strategi



kontrol resiko yang direncanakan 7) Melaksanakan



strategi



kontrol



resiko yang dipilih mengurangi resiko



(misalnya memindahkan perabotan) 4) Pasang side rail tempat tidur 5) Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih mudah dijangkau klien 7) Batasi pengunjung



9) Menghindari paparan yang bisa mengancam kesehatan dalam



3) Hindarkan lingkungan yang berbahaya



6) Tempatkan saklar lampu ditempat yang



8) Memodifikasi gaya hidup untuk



10) Berpartisipasi



kognitif klien dan riwayat penyakit terdahulu klien



resiko seperti yang dibutuhkan 6) Berkomitmen



2) Identifikasi kebutuhan keamanan klien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi



4) Mengembangkan strategi kontrol 5) Mengatur



ER



8) Berikan penerang yang cukup 9) Anjurkan keluarga untuk menemani



skrining



klien



16



10) Kontrol lingkungan dari kebisingan



masalah kesehatan 11) Berpartisipasi



dalam



skrining



resiko yang telah teridentifikasi 12) Memperoleh imunisasi yang sesuai Ket:



11) Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan 12) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga atau pengunjung adanya



1.



Tidak pernah menunjukkan



perubahan status kesehatan dan



2.



Jarang menunjukkan



penyebab penyakit



3.



Kadang-kadang menunjukkan



4.



Sering menunjukkan



5.



Selalu menunjukkan



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..... × 24 jam diharapkan kerusakan pertukaran gas tertangani Kriteria Hasil



17



5.



Kerusakan pertukaran gas



Indikator 1) Status



IR mental



daam



rentang yang diharapkan 2) Kemudahan



dalam



bernapas 3) Dispnea



saat



istirahat



saat



aktivitas



1) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu 2) Posisikan klien untuk memaksimalkan 3) Indentifikasi klien perlunya pemasangan alat jalan napas



tidak ada



4) Pasang mayo bila perlu 5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu



5) Tidak terdapat kelemahan 6) Sianosis tidak ada 7) Somnolen tidak ada 8) PaO2 dalam batas normal 9) PH arteri dalam batas normal 10) Saturasi



AIRWAY MANAGEMENT



ventilasi



tidak ada 4) Dispnea



ER



6) Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suction 7) Auskultasi suara napas, catar adanya suara tambahan 8) Lakukan suction pada mayo 9) Berikan bronkodilator bila perlu



oksigen dalam



batas normal 11) ET (end tidal) CO2 dalam rentang yang diharapkan



10) Berikan pelembab udara 11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan 12) Monitor respirasi dan status



18



12) Foto toraks dalam rentang



RESPIRATORY MONITORING (Monitor Respirasi)



yang diharapkan 13) Perfusi-ventilasi seimbang Ket:



1) Monitor rata-rata kedalaman irama dan



1.



Keluhan ekstrim



2) Catat pergerakan dada, amati



2.



Keluhan berat



kesimetrisan, penggunaan otot



3.



Keluhan sedang



tambahan, retraksi otot supraclavicular



4.



Keluhan ringan



dan intercostalis



5.



Tidak ada keluhan



usaha respirasi



3) Monitor suara napas seperti dengkur 4) Monitor pola napas bradipneu, takipneu, kusmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot 5) Palpasi kedalamanespansi paru



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..... × 24 jam diharapkan resiko ketidakseimbangan suhu tubuhdapat dicegah



19



6.



Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh



Kriteria Hasil



NEWBORN CARE



Indikator 1) Suhu kulit normal



IR



ER



1) Pengaturan suhu: mencapai dan atau mempertahankan suhu tubuh dalam



o



2) Suhu badan 36,0 C-37,0 o



C



3) TTV dalam batas normal 4) Hidrasi adekuat 5) Tidak hanya menggigil



range normal 2) Pantau suhu bayi baru lahir sampai stabil 3) Pantau tekanan darah, nadi, dan pernapasan dengan tepat



6) Gula darah DBN



4) Pantau warna dan suhu kulit



7) Keseimbangan asam basa



5) Pantau dan laporkan tanda dan gejala



DBN 8) Bilirubin DBN Ket: 1.



Keluhan ekstrim



2.



Keluhan berat



3.



Keluhan sedang



4.



Keluhan ringan



5.



Tidak ada keluhan



hipotermi dan hipertermi 6) Tingkatkan keadekuatan masukan cairan dan nutrisi tempatkan bayi baru lahir pada ruangan isolasi atau bawah pemanas 7) Pertahankan panas tubuh bayi 8) Gunakan matras panas dan selimut hangat yang disesuaikan dengan kebutuhan



20



9) Berikan pengobatan dengan tepat untuk mencegah atau kontrol menggigil 10) Gunakan matras sejuk dan mandi dengan air hangat untuk menyesuaikan dengan suhu tubuh dengan tepat TEMPERATURE REGULATION (Pengaturan Suhu) 1) Monitor suhu minimal tiap 2 jam 2) Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu 3) Monitor TD, nad, dan RR 4) Minitor warna dan kulit 5) Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi 6) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi 7) Selimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh 8) Berikan antipiretik jika perlu 21



DAFTAR PUSTAKA Manuaba, I. (2016). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC. Straight, B. (2015). Keperawatan Ibu dan Bayi Baru Lahir. Jakarta EGC. Wiknjosastro, H. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP. NANDA International. 2015. Diagnoses: Definitions & Classification 2015 – 2017 Ed. 10. Jakarta: EGC.