LP + Askep - Gga - Andri Cipta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL AKUT DI BANGSAL MELATI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA



Tugas Mandiri Stase Keperawatan Anak



Disusun Oleh: Andri Cipta 20/458053/KU/22327



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2021



GAGAL GINJAL AKUT



A. DEFINISI Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga 6 minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolism nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Akut kidney injury ditandai dengan penurunan mendadak fungsi ginjal yang terjadi dalam beberapa jam sampai hari. Diagnosis AKI saat ini dibuat atas dasar adanya kreatinin serum yang meningkat dan blood urea nitrogen (BUN) dan urine output yang menurun, meskipun terdapat keterbatasan. Perlu dicatat bahwa perubahan BUN dan serum kreatinin dapat mewakili tidak hanya cedera ginjal, tetapi juga respon normal dari ginjal ke depresi volume ekstraseluler atau penurunan aliran darah ginjal. B. MANIFESTASI KLINIS a. Prerenal 1. Rasa haus, seperti ingin jatuh; 2. Hipotensi ortostatik, takikardi, penurunan JVP, turgor kulit kurang elastik, mukosa kering; 3. Stigmata sirosis hati dan hipertensi portal; 4. Tanda-tanda gagal jantung pada pasien gagal jantung kongestif; 5. Sepsis, dan sebagainya. (Chris Tanto, 2014) b. Renal 1. ATN (acute tubular necrosis): riwayat hipovolemia, syok sepsis, dan operasi besar; 2. SLE (systemic lupus erythematosus): demam, arthralgia, rash eritematosa. 3. Nyeri pada pinggang menandakan oklusi arteri/vena ginjal; 4. Oliguria, edema, hipertensi, hematuria menandakan glomerulonefritis; 5. Hipertensi maligna. (Chris Tanto, 2014) c. Postrenal 1. Nyeri suprapubik; 2. Nyeri pada perut; 3. Kolik menandakan adanya obstruksi pada ureter; 4. Nokturia, frekuensi, pembesaran prostat menandakan adanya patologi pada prostat. (Chris Tanto, 2014)



C. ETIOLOGI a. Prerenal (55%) Pada umumnya, disebabkan oleh gangguan perfusi ginjal. 1. Hipovolemia: perdarahan, muntah-muntah, diare, penggunaan antidiuretik, luka bakar, hipoalbuminemia berat, dehidrasi akibat kurang asupan cairan, diabetes insipidus, dan lain-lain. 2. Gangguan hemodinamik ginjal yang menyebabkan hipoperfusi renal, antara lain: a) Penurunan curah jantung: penyakit miokardium, katup jantung, dan perikardium, hipertensi pulmonal, gagal jantung atau gangguan aliran balik ke jantung; b) Vasodilatasi sistemik: sepsis, antihipertensi, anafilaksis; c) Obstruksi renovaskular: aterosklerosis, trombosis, emboli, vaskulitis; d) Vasokonstriksi ginjal; e) Gangguan autoregulasi ginjal; f) Sindrom hepatorenal (GgGA prerenal yang memperberat keadaan seperti sirosis hati stadium lanjut atau gagal hati akut). g) Sindrom kardiorenal. (Chris Tanto, 2014)



b. Renal/Intrinsik (40%) 1. Penyakit glomerulus: glomerulonefritis, vaskulitis, lupus eritematosus sistemik, koagulasi intravaskuler diseminata, skleroderma; 2. Nekrosis tubular akut: iskemia, infeksi, toksin; 3. Nefritis interstisial: reaksi alergi obat, pielonefritis, limfoma, leukemia, sindrom Sjogren; 4. Obstruksi intratubular: asam urat akibat sindrom lisis tumor, obat-obatan. (Chris Tanto, 2014)



c. Postrenal (obstruksi) pada ureter, leher kandung kemih, atau uretra (5%) Dapat disebabkan oleh urolitiasis, bekuan darah, keganasan kompresi ekstrarenal (fiberosis retroperitoneum), hipertrofi prostat atau striktur. (Chris Tanto, 2014)



D. PEMERIKSAAN PENUNJANG



a. Urinalisis: jumlah urin, berat jenis urin, sedimen, elektrolit, hematuria, piuria 1. Sedimen granuler berwarna coklat seperti lumpur merupakan karakteristik nekrosis tubular akur; 2. Sedimen eritrosit dismorfik menandakan adanya jejas pada glomerulus; 3. Sedimen leukosit dan tidak berpigmen menunjukkan nefritis interstisial; b. Indeks gangguan ginjal (renal failure indices) untuk membedakan GGA prerenal dan renal. c. Laboratorium: darah perifer lengkap, kreatinin serum, elektrolit (Na, K, fosfat, Ca), asam urat, dan kreatinin kinase. d. Pemeriksaan radiologi: USG ginjal merupakan pilihan. CT Scan dan MRI juga dapat dilakukan. e. Biopsi ginjal: untuk diagnosis pasti pasien dengan kecurigaan GGA renal.(Chris Tanto, 2014)



E. PATOFISIOLOGI Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini adalah: • Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen • Timbal balik tubuloglomerular Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1. Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI): 1. Penurunan perfusi ginjal (Gagal Ginjal Akut Pre Renal)



Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal. 2. Penyakit intrinsik ginjal (Gagal Ginjal Akut Intra Renal) Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa penyakit parenkim ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus penyebab gagal ginjal akut inta renal, yaitu : - Pembuluh darah besar ginjal - Glomerulus ginjal - Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut - Interstitial ginjal Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut disebabkan oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular. Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah sepsis, iskemik dan nefrotoksik baik endogenous dan eksogenous dengan dasar patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan perubahan perfusi regional yang dapat menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab lain yang lebih jarang ditemui dan bisa dikonsep secara anatomi tergantung bagian major dari kerusakan parenkim renal : glomerulus, tubulointerstitium, dan pembuluh darah. 3. Obstruksi renal akut (Gagal Ginjal Akut Post Renal) Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA postrenal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.



Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor – faktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal. F. PENATALAKSANAAN 1. Tata laksana spesifik 1. GGA Prerenal Apabila penyebab hipovolemia, diperlukan pengganti cairan. a) Perdarahan: tranfusi packed red cell (PRC); b) Perdarahan ringan-sedang atau hilangnya cairan plasma: infus NaCl 0,9%; c) Hilangnya cairan saluran kemih dan gastrointestinal: infus NaCl 0,45% atau NaCl 0,9%. Pada kondisi gagal jantung, dapat dipertimbangkan penggunaan agen inotropik, antiaritmia, agen penurunan afterload atau preload. 2. GGA Renal a) Glomerulonefritis atau vaskulitis: kortikosteroid atau plasmaferesis bergantung kepada patologi utama ginjal; b) Hipertensi maligna: kontrol tekanan darah secara agresif. Penggunaan penghambat ACE dan ARB dihindari pada pasien GGA. 3. GGA Postrenal a) Obstruksi uretra dan leher kandung kemih: pemasangan kateter; b) Pemasangan stent pada kasus obstruksi ureter (Chris Tanto, 2014)



b. Tata Laksana Suportif 1. Nutrisi: diet tinggi kalori untuk meminimalisasi katabolisme protein. Biasanya diberikan makanan per enteral; 2. Anemia berat: tranfusi darah. Pada GGA jarang diberikan eritropoetin karena resistensi sumsum tulang.



3. Koreksi gangguan elektrolit yang terjadi: a) Hiponatremia: pembatasan cairan enteral (< 1 L/hari). Tata laksana tergantung penyebab hiponatremia dan hindari infus cairan hipotonik; b) Hiperkalemia: retriksi kalium (< 40 mmol/hari), diuretik kuat, insulin 10 U + dextrosa 50% sebanyak 50 cc, kalsium glukonas, atau dialisis, inhalasi beta agonis. c) Hiperfosfatemia: retriksi asupan fosfat, agen pengikat fosfat, dialisis; d) Hipokalsemia: Ca glukonat atau Ca karbonat 10% (10-20 cc); e) Hipermagnesemia: hindari pemakaian antasida yang mengandung Mg. 4. Koreksi hiperurisemia: alupurinol apabila kadar asam urat > 15 mg/dL, dialisis. 5. Keluhan gastrointestinal: antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton; 6. Penggantian kateter dan akses intravena serta alat lain sebagai pencegahan infeksi; 7. Pilihan obat yang tidak nefrotoksik (Chris Tanto, 2014)



c. Indikasi Dialisis Segera Terdapat lima kondisi dilakukan dialisis segera. Perlu diingat bahwa dialisis hanya dilakukan apabila kondisi-kondisi berikut tidak bisa diperbaiki dengan terapi konvensional. 1. Gangguan asam-basa: asidosis berat (pH < 7,1); 2. Intoksikasi: metanol, litium, salisilat; 3. Uremia: perikarditis uremikum, ensefalopati uremikum, perdarahan, azotemia (ureum > 200 mg/dL). 4. Gangguan elektrolit: hiperkalemia (K >6,5 mEq/L), hiperkalsemia, sindrom lisis tumor, hipernatremia berat (Na >160 mEq/L), atau hiponatremia berat (Na