13 0 301 KB
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SECTIO CAESAREA
Oleh: DESAK NYOMAN RISKA KRISMAYANTI NIM: 20.901.2550 KELOMPOK 16
PROGRAM STUDI PROFESI NERS NON REGULER SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI DENPASAR 2021
LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA
A. KONSEP DASAR POST PARTUM 1.
Definisi/Pengertian Post partum / masa nifas merupakan masa pemulihan setelah melalui masa kehamilan dan persalinan yang dimulai sejak setelah lahirnya plasenta dan berakhir ketika alat-alat reproduksi kembali dalam kondisi wanita yang tidak hamil, rata-rata berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari (Handayani & Pujiastuti, 2016)
2.
Tahapan Post Partum Menurut Maryunani (2017), post partum dibagi dalam 3 tahapan yaitu sebagai berikut : a. Puerperium dini (periode immediate postpartum) 1) Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam 2) Yaitu masa segera setelah plasenta lahir sampai kepulihan dimana ibu sudah diperbolehkan mobilisasi jalan 3) Peran
:
teratur
melakukan
pemeriksaan
kontraksi
terus,
pengeluaran lochea, tekanan darah dan suhu b. Puerperium intermedial (periode early postpartum 24 jam – 1 minggu) 1) Masa kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu 2) Peran : memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dari cairan serta ibu dapat menyusui dengan baik c. Remote puerperium (periode late postpartum, 1 minggu – 5 minggu) 1) Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat, terutama bila ibu selama hamil maupun bersalin, ibu mempunyai komplikasi, masa ini berlangsung 3 bulan bahkan lebih lama sampai tahunan 2) Peran : pada periode ini tahap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB
3.
Perubahan Fisiologis Post Partum Ketika hamil, ibu mengalami beberapa perubahan pada bentuk tubuhnya. Begitu juga pasca melahirkan akan terjadi banyak sekali perubahan dari kondisi saat hamil. Menurut Bobak dalam Indriyani,dkk (2016) perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu post partum antara lain : a. Sistem reproduksi dan struktur terkait 1) Uterus a) Proses involusi Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Involusi Uterus Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-9 Hari ke-10 atau k-12
TFU Setinggi pusat 1-2 jari dibawah pusat Pertengahan simpisis 3 jari diatas simpisis 1 jari diatas simpisis Tidak teraba dari luar
b) Kontraksi Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intra uterin yang sangat besar. c) Afterpains Kondisi ini banyak terjadi pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodic sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bisa bertahan sepanjang awal puerperium. 2) Tempat plasenta Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskuler dan thrombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi
dan
bernodul
dan
tidak
teratur.
Pertumbuhan
endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik
dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. 3) Lokhea Lokhea adalah cairan secret yang berasal dari kavum uteri dan vagina selama masa nifas. Terbagi menjadi 3 yaitu : a) Lokhea rubra Lokhea yang terjadi pada hari ke 1-3 setelah persalinan, warna merah terang sampai dengan merah tua. Merupakan darah segar dan terdapat sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vetriks caseora, lanugo dan mechonium. Cairan ini berbau amis b) Lokhea serosa Lokhea Serosa adalah pengeluaran secret berwarna merah muda sampai dengan kekuning-kuningan dan kemudian berubah menjadi kecoklatan terjadi pada hari ke 3 sampai hari ke 14 pasca persalinan. c) Lokhea alba Lokhea Alba adalah lokhea yang terakhir. Dimulai dari hari ke14 kemudian makin lama semakin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai 1 atau 2 minggu berikutnya. Berbentuk seperti cairan putih, merupakan keluaran yang hampir tidak berwarna. 4) Serviks Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan, 18 jam pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi padat dan kembali ke bentuk semula. 5) Vagina dan perineum Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae.vagina yang semula sangat meregang akan kembali bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6 sampai 8 minggu setelah bayi lahir, rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke 4. Mukosa akan tetap atropik pada wanita yang menyusui sekurang-kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali.
6) Topangan otot panggul Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul dikemudian hari. b. Sistem endokrin 1) Hormon plasenta Dengan terjadi perubahan hormon yang menyebabkan penurunan hormon-hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. 2) Hormon hipofisis dan fungsi ovarium Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolactin serum yang tinggi pada wanita menyusui dampaknya berperan dalam menekan ovulasi. c. Abdomen Abdomen akan terlihat menonjol ketika wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan dan tampak seperti masih hamil. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil. d. Sistem urinarius Perubahan hormonal pada masa hamil menyebabkan fungsi ginjal meningkat, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan menurunkan fungsi ginjal selama post partum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan setelah melahirkan. Diperlukan kira-kira 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi pada ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil. e. Sistem cerna 1) Nafsu makan Ibu
biasanya
lapar
segara
setelah
melahirkan,
sehingga
diperbolehkan mengkonsumsi makanan ringan. Setelah benarbenar pulih dari efek analgesia, anastesia, dan keletihan kebanyakan ibu merasa sangat lapar 2) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus otot dan motilitas otor tratus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal. 3) Defekasi BAB secara spontan bisa tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot menurun selama proses persalinan dan pada awal masa post partum. Diare setelah melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi. f. Payudara Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil (estrogen, progesterone, human chorionic gonadotropin, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan oleh hormone-hormon ini untuk kembali ke keadaan sebelum hamil sebagian ditentukan oleh ibu apakah menyusui atau tidak. 1) Ibu tidak menyusui Payudara biasanya teraba nodular (pada wanita tidak hamil teraba granular). Nodularitas bersifat bilateral dan difus.pada wanita tidak menyusui sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah melahirkan. Pada saat hari ke 3 atau ke 4 post partum bisa terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara teregang (bengkak), keras, nyeri bila ditekan dan hangat bila diraba (kongesti pembuluh darah menimbulkan rasa hangat). 2) Ibu menyusui Ketika laktasi terbentuk teraba suatu massa (benjolan). Tetapi kantong susu yang terisi berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan, yaitu kolostrum, dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai payudara teraba keras dan hangat bila disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kekuningan (tampak seperti susu krim) dapat dikeluarkan dari
puting susu. Putting susu harus dikaji erektilitasnya, sebagai kebalikan dari inverse dan untuk menemukan adanya fisura atau keretakan. g. Sistem kardiovaskuler 1) Volume darah Perubahan volume darah tergantung dari beberapa faktor, missal kehilangan
daeah
selama
melahirkan
dan
mobilitas
serta
pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis). Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang tepat tetapi terbatas. 2) Curah jantung Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat selama masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit euro plasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua jenis kelahiran. 3) Tanda-tanda vital Beberapa tanda vital bisa terlihat jika wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan darah sistole maupun diastole dapat timbul dan berlangsung selama sekitae 4 hari setelah wanita melahirkan. 4) Varises Varises di tungkai atau disekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil. Varises bukan varises vulva yang jarang dijumpai akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir. Operasi varises tidak dipertimbangkan selama hamil.
h. Sistem neurologi Perubahan neurologis selama masa puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan
disebabkan trauma yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan. i. Sistem musculoskeletal Adaptasi sistem musculoskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara terbalik pada masa post partum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan perubahan ibu akibat pembesaran rahim. j. Sistem integument Kloasma yang muncul selama masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi di areola dan di liniea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, dan panggul mungkin memudar tetapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah seperti spider angioma (nevi), eritema palmar, dan epulis biasanya berkurang sebagai respon terhadap penurunan kadar estrogen setelah kehamilan berakhir. Rambut halus yang lebat yang tumbuh pada waktu hamil biasanya akan menghilang setelah wanita melahirkan. Rambut kasar yang timbul selama hamil biasanya akan menetap. Konsentrasi dan kekuatan kuku biasanya akan kembali ke keadaan sebelum hamil. 4.
Perubahan Psikologis Post Partum Masa nifas merupakan masa transisi peran seorang ibu dimana memerlukan adaptasi psikologis yang tidak mudah. Masa nifas merupakan masa rentan gangguan psikologis sehingga terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran dengan bertambahnya tanggung jawab. Masa nifas merupakan masa bertambahnya kecemasan ibu berhubungan dengan pengalaman unik selama persalinan. Fase perubahan psikologi masa nifas menurut Handayani & Pujiastuti, (2016) :
a. Fase taking in Merupakan
periode
ketergantungan
(dependent),
yang
berlangsung hari 1 sampai 2 hari pertama, dengan ciri khas ibu fokus
pada diri sendiri dan pasif terhadap lingkungan, menyatakan adanya rasa ketidaknyamanan yang dialami : rasa mules, nyeri luka jahitan, kurang tidur dan kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan : istirahat cukup, komunikasi yang baik dan asupan nutrisi yang adekuat. Gangguan psikologi yang terjadi pada masa ini antara lain kekecewaan terhadap bayinya, ketidaknyamanan pada perubahan fisik yang dialami, rasa bersalah karena belum bisa menyusui dan kritikan suami atau keluarga tantang perawatan bayinya. b. Fase taking hold Berlangsung dalam 3 hari sampai sepuluh hari setelah melahirkan, menunjukkan
bahwa
ibu
mengalami
kekhawatiran
terhadap
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan bayinya, ibu lebih sensitive sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan antara lain teknik komunikasi yang baik, dukungan moril, pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan bayinya. c. Fase letting go Merupakan fase dimana ibu mulai menerima tanggung jawab peran barunya, berlangsung setelah 10 hari setelah melahirkan, pada masa ini ibu mulai dapat beradaptasi dengan ketergantungan bayinya, terjadi peningkatan perawatan bayi dan dirinya, ibu merasa percaya diri, lebih mandiri terhadap kebutuhan bayi dan dirinya. Ibu memerlukan dukungan keluarga terhadap perawatan bayinya. B. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA 1. Definisi/Pengertian Sectio Caesarea (SC) adalah suatu cara untuk melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Nurarif & Kusuma, 2015). Sectio Caesarea (SC) adalah proses persalinan dengan melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di perut untuk mengeluarkan seorang bayi (Endang Purwoastuti and Siwi Walyani, 2014).
Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal (Mitayani, 2012). Sectio Caesarea merupakan suatu persalinan buatan, yaitu janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta bobot janin diatas 500 gram (Solehati, 2015). Beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan yang tujuannya untuk mengeluarkan janin didalam rahim melalui insisi pada dinding dan rahim perut ibu dengan syarat rahim harus dalam keadaan utuh dan bobot janin diatas 500 gram. 2. Manifestasi Klinis Persalinan dengan section caesarea memerlukan perawatan yang lebih komprehensif yaitu perawatan post operatf dan post partum. Adapun manifestasi klinis section caesarea menurut Dongoes 2012 adalah sebagai berikut : a.
Nyeri akibat ada luka pembedahan
b.
Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c.
Fundus uterus terletak di umbilicus
d.
Aliran lokhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan
e.
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 7501000cc
f.
Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan
g.
Biasanya terpasang kateter urinarius
h.
Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
i.
Akibat nyeri terbatas untuk melakukan pergerakan
j.
Bonding attachment pada anak yang baru lahir
3. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi section caesarea menurut Purwoastuti & Walyani (2015), seperti berikut ini : a.
Sectio caesarea klasik Yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga memungkinkan ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Akan tetapi jenis ini sudah sangat jarang dilakukan karena sangat berisiko terhadap terjadinya komplikasi.
b.
Sectio caesarea transperitonel profunda Yaitu sayatan mendatar dibagian atas dari kandung kemih sangat umum dilakukan pada masa sekarang ini. Metode ini meminimalkan risiko terjadinya pendarahan dan cepat penyembuhannya.
c.
Histerektomi caesarea Yaitu bedah Caesarea diikuti dengan pengangkatan rahim. Hal ini dilakukan dalam kasus-kasus dimana pendarahan yang sulit tertangani atau ketika plasenta tidak dapat dipisahkan dari rahim.
d.
Sectio caesarea extraperitoneal Yaitu Sectio Caesarea berulang pada seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan di atas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan faisa abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.
4. Indikasi Menurut Amin & Hardi (2013), operasi section caesarea dilakukan atas indikasi sebagai berikut : a.
Indikasi yang berasal dari ibu Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, Cefalo Pelvik Disproportion (disproporsi janin/ panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan yang parah, komplikasi kehamilan yaitu pre eklampsia dan eklampsia berat, atas permintaan, kehamilan
yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya). b.
Indikasi yang berasal dari janin Fetal distress/gawat janin, mal persentasi dan mal posisi kedudukan janin seperti bayi yang terlalu besar (giant baby), kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang, kelainan tali pusat dengan pembukaan kecil seperti prolaps tali pusat, terlilit tali pusat, adapun faktor plasenta yaitu plasenta previa, solutio plasenta, plasenta accreta, dan vasa previa. kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi, dan bayi kembar (multiple pregnancy).
5. Penyebab Menurut Falentina (2019), penyebab section caesura adalah sebagai berikut : a.
CPD (Chepalo Pelvik Disproportion) Chepalo pelvik disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b.
PEB (Pre-Eklamsi Berat) Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c.
KPD (Ketuban Pecah Dini) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan dibawah 36 minggu. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi khoriokarsinoma sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Ketuban pecah dini disebebkan oleh berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
d.
Bayi kembar Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Caesarea. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e.
Faktor penghambat jalan lahir Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor, dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernapas.
f.
Kelainan letak janin 1) Kelainan pada letak kepala a) Letak kepala tengadah Bagaian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan panggul. b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kirakira 0,27-0,5 %. c) Presentasi dahi Posisi kepala antara fleksi dan defleksi. Dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan menjadi letak muka atau letak belakang kepala. 2) Letak sungsang Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibagaian bawah kavum uteri.dikenal beberapa jenis sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki. 3) Kelainan letak lintang Letak lintang ialah jika letak bayi di dalam Rahim sedemikian rupa hingga paksi tubuh bayi melintang terhadap paksi Rahim. Sesungguhnya letak lintang sejati (paksi tubuh bayi tegak lurus pada Rahim dan menjadikan sudut 90°). Pada letak lintang, bahu biasanya berada diatas pintu atas panggul sedangkan kepala terletak pada salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain. Pada keadaan ini, janin biasa berada pada presentase bahu atau acromion. 6. Patofisiologi terjadinya penyakit Seksio cesarea adalah suatu proses persalinan melalui pembedahan pada bagian perut dan rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Selain berasal dari faktor ibu seperti panggul sempit absolut, kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi,
stenosis
serviks/vagina,
plasenta
previa,
disproporsi
sefalopelvik, ruptura uteri membakat, indikasi dilakukannya sectio caesarea dapat berasal dari janin seperti kelainan letak, gawat janin,
prolapsus plasenta, perkembangan bayi yang terlambat, mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia. Setiap operasi sectio caesarea anestesi spinal lebih banyak dipakai dikarenakan lebih aman untuk janin. Tindakan anestesi yang diberikan dapat mempengaruhi tonus otot pada kandung kemih sehingga mengalami penurunan yang menyebabkan gangguan eliminasi urin. Sayatan pada perut dan rahim akan menimbulkan trauma jaringan dan terputusnya inkontinensia jaringan, pembuluh darah, dan saraf disekitar daerah insisi. Hal tersebut merangsang keluarnya histamin dan prostaglandin. histamin dan prostaglandin ini akan menyebabkan nyeri pada daerah insisi. Rangsangan nyeri yang dirasakan dapat menyebabkan munculnya masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik. Selanjutnya hambatan mobilisasi fisik yang dialami oleh ibu nifas dapat menimbulkan masalah keperawatan defisit perawatan diri. Adanya jaringan terbuka juga akan menimbulkan munculnya risiko tinggi terhadap masuknya bakteri dan virus yang akan menyebabkan infeksi apabila tidak dilakukan perawatan luka yang baik.
7.
Pathway / WOC CPD (Chepalo Perlvik Disproportion)
PEB
KPD
Bayi kembar
Faktor penghambat jalan lahir (tumor, tali pusat pendek dan ibu sulit Sectio Caesarea
Kelainan letak janin Taking In
Psikologis
Taking Hold
Post Operasi SC Letting Go Post Anestesi Spinal
Penurunan Medulla Oblongata
Penurunan refleksi batuk
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Penurunan kerja pons
Penurunan kerja otot eliminasi
Luka Post Operasi
Nifas
Kontuitas jaringan terputus Merangsang area sensorik motorik
Konstipasi Menyusui Lochea Perdarahan Nyeri Akut Tidak Efektif
Proteksi tubuh kurang
Adekuat Peningkatan secret/sputum
Risiko Infeksi
Laktasi
Kontraksi uterus
Tidak adekuat
Progesteron dan estrogen menurun, Penurunanoksitosin Menimbulkan Invasi Pengelua Atonia tidak Pengeluaran adekuat peristaltic usus uteri refleks spasme ran ASI bakteri sedikit otot desidua
HB
Kekurangan cairan dan elektrolit
Kurang O2
Kelemahan
Defisit Perawatan Diri
Risiko Ketidakseimba ngan Volume Cairan
8. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang Menurut Nugroho (2010) pemeriksaan penunjang yaitu : a.
Pemeriksaan Laboratorium -
Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b.
-
Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
-
Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
-
Urinalisis / kultur urine
-
Pemeriksaan elektrolit Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
9. Terapi / Tindakan penanganan Menurut Hartanti (2014), ibu post section caesarea perlu mendapatkan perawatan atau tindakan penanganan sebagai berikut: a.
Ruang pemulihan Pasien dipantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan dilakukan palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan kuat. Selain itu, pemberian cairan intravena juga dibutuhkan karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan intravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Wanita dengan berat badan rata-rata dengan hematokrit kurang dari atau sama dengan 30 dan volume darah serta cairan ekstraseluler yang normal umumnya dapat mentoleransi kehilangan darah sampai 2.000 ml
b.
Ruang perawatan 1) Monitor tanda-tanda vital Tanda-tanda vital yang perlu di evaluasi adalah tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, jumlah urine, jumlah perdarahan, dan status fundus uteri. 2) Pemberian obat-obatan
Analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk menghilangkan nyeri seperti, Tramadol, Antrain, Ketorolak. Pemberian antibiotik seperti Ceftriaxone,
Cefotaxime, dan
sebagainya. 3) Terapi cairan dan diet Pemberian cairan intravena, pada umumnya mendapatkan 3 liter cairan memadai untuk 24 jam pertama setelah dilakukan tindakan, namun apabila pengeluaran urine turun, dibawah 30 ml/jam, wanita tersebut harus segera dinilai kembali. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 1%, garam fisiologi dan RL sevara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah dapat diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan. Pemberian cairan infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus, lalu dianjurkan untuk pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-8 jam pasca operasi, berupa air putih. 4) Perawatan fungsi vesika urinaria dan usus Kateter umumnya dapat dilepas dalam waktu 12 jam pasca operasi atau keesokan paginya setelah pembedahan dan pemberian makanan padat bisa diberikan setelah 8 jam, bila tidak ada komplikasi. 5) Ambulasi dini Ambulasi dilakukan 6 jam pertama setelah operasi harus tirah baring dan hanya bisa menggerakan lengan, tangan, menggerakan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki. Setelah 6 jam pertama dapat dilakukan miring kanan dan kiri. Latihan pernafasan dapat dilakukan sedini mungkin setelah ibu sadar sambil tidur telentang. Hari kedua post operasi, pasien dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. Pasien dapat diposisikan setengah duduk atau
semi fowler. Selanjutnya pasien dianjurkan untuk belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke tiga sampai hari ke lima pasca operasi. 6) Menyusui Menyusui dapat dimulai pada hari pasca operasi Sectio Caesarea 7) Keluarga berencana Keluarga Berencana adalah salah satu usaha membantu keluarga/individu merencanakan kehidupan berkeluarganya dengan baik, sehingga dapat mencapai keluarga berkualitas. 8) Perawatan luka Luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit, bila balutan basah dan berdarah harus segera dibuka dan diganti. Perawatan luka juga harus rutin dilakukan dengan menggunakan prinsip steril untuk mencegah luka terinfeksi c.
Personal hygiene 1) Perawatan payudara Sebaiknya perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan menyusui bayinya. 2) Perawatan perineum Apabila setelah buang air kecil atau besar perineum dibersihkan secara rutin, dengan lembut dari sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang, kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Untuk cara mengganti pembalut yaitu bagian dalam jangan sampai terkontamitasi dengan tangan. Pembalut yang sudah kotor harus diganti paling sedikit 4 kali sehari.
10. Komplikasi Komplikasi pada sectio caesarea menurut (Mochtar, 2012) adalah saebagai berikut : a. Infeksi Puerferal (nifas) 1) Ringan dengan kenaikan suhu hanya beberapa hari saja.
2) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung. 3) Berat dengan peritonitis, sepsisdan illeus paralitik. Infeksi berat sering kita jumpai pada partus terlantar, sebelum timbul infeksinifas, telah terjadi infeksi intra partum karena ketuban pecah terlalu lama. b. Perdarahan karena : 1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka. 2) Atonia uteri. 3) Perdarahan pada placental bed. c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.
C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1.
Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, untuk mengidentifikasi, mengenal masalah kebutuhan kesehatan, keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012). Pengkajian keperawatan pada ibu post sectio caesarea menurut (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012) adalah : a. Identitas Identitas yang dikaji adalah identitas pasien yang meliputi nama,umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku, alamat. Sedangkan identitas penanggung jawab yang perlu dikaji adalah nama, umur, pendidikan, pekerjaan dan alamat b. Alasan Dirawat Yang perlu dikaji adalah alasan MRS dan keluhan pada saat dikaji c. Riwayat Obstetri dan Ginekologi 1) Riwayat menstruasi
Kaji umur berapa pasien menarche, siklus menstruasi apakah teratur atau tidak, banyaknya pengeluaran darah pada saat menstruasi, lama menstruasi, keluhan yang dirasakan saat menstruasi dan HPHT 2) Riwayat pernikahan Kaji berapa kali pasien menikah dan lama pernikahan dengan suami saat ini 3) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu Kaji jumlah anak, umur kehamilan pada anak sebelumnya, adakah penyulit yang dialami saat hamil jenis persalinan yang dilakukan sebelumnya, adakah komplikasi selama nifas, jenis kelamin anak, serta data antropometri anak 4) Riwayat kehamilan saat ini Yang perlu dikaji adalah usia kehamilan ibu, tafsiran persalinan, riwayat pemeriksaan ANC, riwayat keluarga berencana : apakah ada penggunaan akseptor KB sebelumnya dengan pengkajian jenis, lama dan masalah yang dialami selama pemakaian d. Pola Fungsional Kesehatan 1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan Dikaji mengenai pengetahuan tentang keperawatan kehamilan sekarang 2) Pola nutrisi Pada pasien nifas biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya 3) Pola eliminasi Pengkajian pada pola ini meliputi berapa kali buang air besar (BAB) disertai dengan konsistensi, warna dan bau. Pasien dengan post section caesarea untuk BAK biasanya melalui dawer kateter yang sebelumnya telah terpasang 4) Pola aktivitas dan latihan Pada pasien post partum dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktivitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat leah dan pada pasien nfas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri, selain itu juga pasien post section caesarea terjadi gangguan gerak dan aktivitas karena pengaruh anestesi pasca pembedahan 5) Oksigenasi Pada pasien dengan post section caesarea terjadi kesulitan dalam menarik nafas maupun saat menghembuskan nafas 6) Pola perseptual Pola sensori pasien merasakan nyeri pada luka bekas operasi dan pola kognitif pasien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan dalam merawat bayinya 7) Pola persepsi diri Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilannya, lebihlebih menjelang persalinan dampak psikologis pasien terjadi perubahan konsep diri antara lain body image dan ideal diri 8) Pola seksual dan reproduksi Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas 9) Pola peran-hubungan Peran pasien dalam keluarga meliputi hubungan pasien dengan keluarga dan juga orang lain 10) Pola manajemen koping stress Kaji terhadap apa yang dilakukan pasien apabila mengalami masalah atau stress 11) Sistem nilai dan keyakinan Sebelum persalinan biasanya pasien tetap rajin melakukan ibadah e. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum Keadaan umum yang perlu dikaji pada pasien yaitu GCS, tingkat kesadaran,
tanda-tanda
vital
seperti
tekanan
darah,
respiration, dan suhu. Serta kaji BB, TB dan LILA ibu
nadi,
2) Head to toe -
Kepala dan wajah Meliputi bentuk wajah apakah simetris atau tidak, keadaan rambut apakah merata atau tidak, keadaan kulit dan kepala. Pada wajah apakah terlihat pucat dan tanpak menahan sakit
-
Leher Kaji ada tidaknya pembesaran tiroid
-
Dada Perlu dkaji kesimetrisan dada, ada tidaknya retraksi intercostal, pernafasan tertinggal, suara nafas tambahan, bagaimana irama dan frekuensi pernapasan. Perlu dikaji juga pada bagian payudara meliputi bentuk payudara, putting susu menonjol atau tidak dan pengeluaran ASI lancar atau tidak
-
Abdomen Kaji ada tidaknya distensi abdomen, bagimana keadaan luka operasi apakah terdapat perdarahan, kaji tinggi fundus uteri, kontraksi, bagaimana keadaan bising usus dan ada atau tidak kah nyeri tekan
-
Genetalia Kaji apakah terdapat oedema atau tidak, kaji kebersihan genetalia dan kaji pengeluaran lokhea dan wananya. Biasanya pasien menggunakan dower kateter
-
Perineum dan anus Kaji apakah terdapat hemoroid atau tidak
-
Ekstremitas Kaji secara menyeluruh ekstremitas atas dan bawah apakah terdapat oedema dan varises, serta kaji CRT pasien
f. Data Penunjang Observasi pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematocrit dan sel darah putih) serta pemeriksaan radiologi
g. Pengobatan Cantumkan obat yang diberikan pada ibu 2.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul Diagnosa keperawatan ialah suatu penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Tujuan diagnosis keperawatan adalah untuk mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016). Adapun diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada pasien section caesarea adalah sebagai berikut : a. Nyeri akut berhubungan dengan (b/d) agen pencedera fisiologis (mis.inflamasi,
iskemia,
neoplasma),
agen
pencedera
kimiawi
(mis.terbakar, bahan kimia iritan), agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) dibuktikan dengan (d/d) mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (mis.waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaphoresis b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan (b/d) fisiologis : spasme jalan napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuscular, benda asing dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan, hyperplasia dinding jalan napas, proses infeksi, respon alergi, efek agen farmakologis (mis.anestesi), situasional : merokok aktif, merokok pasif, terpajan polutan dibuktikan dengan (d/d) batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan.atau ronkhi kering, meconium di jalan napas (pada neonatus), dyspnea, sulit bicara, ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah
c. Defisit
perawatan
diri
berhubungan
dengan
(b/d)
gangguan
musculoskeletal, gangguan neuromuskuler, kelemahan, gangguan psikologis dan/atau psikotik, penurunan motivasi/minta dibuktikan dengan (d/d) menolak melakukan perawatan diri, tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri d. Konstipasi berhubungan dengan (b/d) fisiologi : penurunan motilitas gastrointestinal, ketidakadekuatan pertumbuhan gigi, ketidakcukupan diet, ketidakcukupan asupan serat, ketidakcukupan asupan cairan, aganglionik (mis.penyakit hirscprung), kelemahan otot abdomen, psikologis : konfusi, depresi, gangguan emosional, situasional : perubahan kebiasaan makan (mis.jenis makanan, jadwal makan), ketidakadekuatan toileting, aktivitas harian kurang dari yang dianjurkan,
penyalahgunaan
latasif,
efek
agen
farmakologis,
ketidakadekuatan kebiasaan defekasi, kebiasaan menahan dorongan defekasi, perubahan lingkungan dibuktikan dengan (d/d) defekasi kurang dari 2x seminggu, pengeluaran feses lama dan sulit, feses keras, peristaltic usus menurun, mengejan saat defekasi, distensi abdomen, kelemaha umum, teraba masa pada rektal e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan (b/d) kerusakan integritas struktur tulang, perubahan metabolism, ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot, keterlambatan perkembangan, kelakuan sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuscular, indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia, efek agen farmakologis, program pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik, kecemasan, gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan, gangguan sensori persepsi dibuktikan dengan (d/d) mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah
f. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan (b/d) psikologis : ketidakadekuatan
suplai ASI, hambatan pada neonatus (mis.
prematuritas, sumbing), anomaly payudara ibu (mis.putting yang masuk
ke
dalam),
ketidakadekuatan
refleks
oksitosin,
ketidakadekuatan refleks menghisap bayi, payudara bengkak, riwayat operasi payudara, kelahiran kembar, situasional : tidak rawat gabung, kurang terpapar informasi tentang pentingnya menyusui dana tau metode menyusui, kurangnya dukungan keluarga, faktor budaya dibuktikan dengan (d/d) kelelahan maternal, kecemasan maternal, bayi tidak
mampu
melekat
pada
payudara
ibu,
ASI
tidak
menetes/memancar, BAK bayi kurang dari 8 kali dalam 24 jam, nyeri dana tau lecet terus menerus setelah minggu kedua, intake bayi tidak adekuat, bayi menghisap tidak terus menerus, bayi menangis saat disusui, bayi rewel dan menangis terus dalam jam-jam pertama setelah menyusui, menolak untuk menghisap g. Risiko infeksi berhubungan dengan(b/d) faktor risiko penyakit kronis (mis.diabetes
mellitus),
peningkatan
paparan
efek
prosedur
organisme
invasive, pathogen
malnutrisi, lingkungan,
ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (gangguan peristaltic, kerusakan integritas kulit, perubahan sekresi pH, penurunan kerja siliaris, ketuban pecah lama, ketibah pecah sebelum waktunya, merokok, statis cairan tubuh), ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (penurunan hemoglobin, imunosupresi, leukopenia, supresi respon inflamasi, vaksinasi tidak adekuat) h. Risiko ketidakseimbangan carian berhubungan dengan (b/d) prosedur pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, asites, obstruksi intestinal, peradangan pancreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal
3. No 1
Rencana asuhan keperawatan (tujuan, Kriteria evaluasi, Intervensi)
Diagnosis Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Nyeri akut berhubungan Setelah dengan
(b/d)
pencedera
agen keperawatan
fisiologis diharapkan
(mis.inflamasi,
asuhan Manajemen Nyeri
selama nyeri
….x…. Observasi
melahirkan
kimiawi Tingkat Nyeri bahan
(mis.terbakar, iritan),
agen
(mis.abses,
fisik amputasi,
terbakar,
terpotong,
mengangkat
berat,
Keluhan nyeri menurun
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respon nyeri non verbal
Identifikasi
faktor
memperberat dan memperingan
Frekuensi nadi membaik
nyeri
Identifikasi
pengetahuan
Monitor
keberhasilan
komplementer diberikan
protektif posisi
(mis.waspada, menghindari
nyeri), gelisah, frekuensi nadi
meningkat,
sulit
tidur,
tekanan
darah
meningkat, pola napas berubah,
nafsu
makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus
pada
sendiri, diaphoresis
diri
dan
keyakinan tentang nyeri
mengeluh nyeri, tampak bersikap
yang
Kesulitan tidur menurun
dibuktikan dengan (d/d) meringis,
kualitas,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
frekuensi,
intensitas nyeri
Meringis menurun Gelisah menurun
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
agen hasil :
pencedera
pencedera
iskemia, dapat dikontrol dengan kriteria
neoplasma),
kimia
(SLKI) diberikan
Rencana Keperawatan (SIKI)
Monitor
yang efek
terapi sudah sampig
penggunaan analgetik Terapeutik Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (misal
TENS,
akupresur,
terapi
biofeedback, aromaterapi,
terapi teknik
terbimbing,
hipnosis, musik, pijat, imajinasi kompres
hangat/dingin, terapi bermain Kontrol
lingkungan
memperberat
rasa
yang nyeri
(mis.suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) Fasilitasi istirahat dan tidur Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri Anjurkan
memonitor
nyeri
secara mandiri Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu Pemberian Analgetik Observasi Identifikasi karakteristik nyeri (mis.pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas,frekuensi,
durasi) Identifikasi riwayat alergi obat Identifikasi
kesesuaian
jenis
analgetik (mis.narkotika, nonnarkotik atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
Monitor
tanda-tanda
vital
sebelum dan sesudah pemberian analgetik Monitor efektifitas analgetik Terapeutik Diskusikan jenis analgetik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu Dokumentasikan
respons
terhadap efek analgesik dan efek yang tidak diinginkan Edukasi Jelaskan efek terapi dan efek samping obat Kolaborasi Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgetik, sesuai indikasi Terapi Relaksasi Observasi Periksa
ketegangan
otot,
frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan Monitor
respons
terhadap
relaksasi Terapeutik Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan
dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan Berikan
informasi
tertulis
tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi Gunakan pakaian longgar Gunakan
nada
dengan
irama
suara
lembut
lambat
dan
berirama Gunakan
relaksasi
sebagai
strategi
penunjang
dengan
analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai Edukasi Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi yang tersedia (mis.musik,
meditasi,napas
dalam, relaksasi otot progresif) Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih Anjurkan
megambil
posisi
nyaman Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi peregangan
(mis.napas atau
dalam, imajinasi
terbimbing 2
Bersihan
jalan
nafas Setelah
tidak efektif berhubungan keperawatan
diberikan selama
asuhan Latihan Batuk Efektif ….x…. Observasi
dengan (b/d) fisiologis : diharapkan bersihan jalan nafas
Identifikasi kemampuan batuk
spasme
Monitor adanya retensi sputum
jalan
napas, tidak efektif dapat teratasi dengan
hipersekresi jalan napas, kriteria hasil :
disfungsi neuromuscular, Bersihan Jalan Napas
Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
benda asing dalam jalan
Batuk efektif meningkat
napas, adanya jalan napas
Produksi sputum menurun
buatan,
Mengi menurun
Terapeutik
Wheezing menurun
sekresi
yang hyperplasia
tertahan, dinding
jalan
napas,
proses
infeksi,
respon
alergi,
efek
agen
farmakologis (mis.anestesi), situasional : merokok aktif, merokok
Dspnea membaik
Sianosis membaik
Gelisah membaik
Frekuensi napas membaik
Pola napas membaik
(mis.jumlah dan karakteristik)
napas
neonatus), dyspnea, sulit bicara, ortopnea, gelisah, sianosis,
bunyi
napas
menurun, frekuensi napas berubah, berubah
pola
tarik
napas
dalam
ditahan selama 2 detik kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
di
(pada
Anjurkan
melalui hidung selama 4 detik,
wheezing dan.atau ronkhi jalan
Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
mengi, meconium
Buang sekret pada
Edukasi
mampu batuk, sputum
kering,
Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
batuk tidak efektif, tidak berlebih,
Atur posisi semi-fowler atau fowler
pasif, terpajan polutan dibuktikan dengan (d/d)
Monitor input dan output cairan
mencucu
(dibulatkan)
selama 8 detik
Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
napas
Manajemen Jalan Napas Observasi
Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Monitor bunyi napas tambahan (mis.gargling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
Terapeutik
Pertahankan
kepatenan
jalan
napas dengan head-tilt dan chinlift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
Posisikan
semi-fowler
atau
fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan
penghisapan
lendir
kurang dari 15 detik
Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Anjurkan
asupan
2000ml/hari,
jika
cairan tidak
ada
kontraindikasi
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu Pemantauan Respirasi Observasi
Monitor
frekuensi,
kedalamn dan upaya napas
irama,
Monitor
pola
napas
bradipnea,
(seperti takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheynestokes, biot, ataksik)
Monitor
kemampuan
batuk
efektif
Monitor adanya produksi sputum
Monitor adanya sumbatan jalan napas
Palpasi
kesimetrisan
ekspansi
paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
Atur
interval
pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan
hasil
pemantauan Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3
Defisit
perawatan
berhubungan (b/d)
diri Setelah
dengan keperawatan
diberikan selama
asuhan Dukungan Perawatan Diri ….x…. Observasi
gangguan diharapkan defisit perawatan diri
musculoskeletal,
dapat teratasi dengan kriteria
gangguan
hasil:
Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
Monitor tingkat kemandirian
neuromuskuler,
gangguan
kelemahan, psikologis
dan/atau
psikotik,
Perawatan Diri Kemampuan
mandi
dibuktikan dengan (d/d)
Verbalisasi
menolak
melakukan
diri,
tidak
mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias mandiri
-
Sediakan
perawatan
lingkungan
yang
terapeutik (mis.suasana hangat,
keinginan
rileks, privasi)
diri
meningkat
berpakaian,
mengenakan Terapeutik
Kemampuan
pakaian meningkat
melakukan
diri,
berhias, dan makan
motivasi/minta
perawatan
kebersihan
meningkat
penurunan
Identifikasi kebutuhan alat bantu
-
Siapkan
keperluan
Minat melakukan perawatan
(mis.parfum,
diri meningkat
sabun mandi) -
Dampingi
secara
sikat
pribadi gigi,
dalam
dan
melakukan
perawatan diri sampai mandiri -
Fasilitasi
untuk
menerima
keadaan ketergantungan -
Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
mampu
melakukan
perawatan diri -
Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi -
Anjurkan melakukan perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
Dukungan
Perawatan
Diri
:
Berpakaian Observasi -
Identifikasi
usia
dalam berpakaian/berhias
dan budaya membantu
Terapeutik -
Sediakan pakaian pada tempat yang mudah dijangkau
-
Sediakan pakaian pribadi, sesuai kebutuhan
-
Fasilitasi penggunaan pakaian, jika perlu
-
Fasilitasi berhias (mis.menyisir rambut)
-
Jaga privasi selama berpakaian
-
Berikan
pujian
terhadap
kemampuan berpakaian secara mandiri Edukasi
Informasikan
pakaian
yang
tersedia untuk dipilih, jika perlu
Ajarkan
mengenakan
pakaian
Perawatan
Diri
jika perlu Dukungan
:
Mandi Observasi
Identifikasi
usia
dan budaya
dalam membantu kebersihan diri
Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
Monitor
kebersihan
tubuh
(mis.rambut, mulut, kulit, kuku)
Monitor integritas kulit
Terapeutik
Sediakan peralatan mandi
Sediakan lingkungan yang aman
dan nyaman
Fasilitasi menggosok gigi sesuai kebutuhan
Pertahankan
kebiasaan
kebersihan diri
Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian
Edukasi
Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap kesehatan
Anjurkan kepada keluarga cara memandikan pasien, jika perlu
4
Konstipasi berhubungan
Setelah
dengan (b/d) fisiologi :
keperawatan
penurunan motilitas
diharapkan
gastrointestinal,
teratasi dengan kriteria hasil :
ketidakadekuatan
Eliminasi Fekal
pertumbuhan gigi,
ketidakcukupan diet, ketidakcukupan asupan
serat, ketidakcukupan asupan cairan,
aganglionik
diberikan
Kontrol
asuhan Manajemen Eliminasi Fekal
selama
….x…. Observasi dapat
konstipasi
penggunaan obat pencahar
pengeluaran
Identifikasi masalah usus dan
feses
Identifikasi
pengobatan
berefek
pada
meningkat
gastrointestinal
Keluhan defekasi lama dan
Monitor
sulit menurun
(mis.warna,
Mengejan
saat
defekasi
menurun
Distensi abdomen menurun
hirscprung), kelemahan
Teraba massa pada rektal Terapeutik
besar
frekuensi,
konstipasi dan impaksi
menurun
Berikan air hangat setelah makan
Jadwalkan
psikologis : konfusi,
Konsistensi feses membaik
depresi, gangguan
Frekuensi defekasi membaik
Peristaltik usus membaik
perubahan kebiasaan
air
Monitor tanda dan gejala diare,
emosional, situasional :
kondisi
konsistensi, volume)
(mis.penyakit otot abdomen,
buang
yang
waktu
defekasi
bersama pasien
Sediakan makanan tinggi serat
Edukasi
makan (mis.jenis
Jelaskan jenis makanan yang
makanan, jadwal makan),
membantu
ketidakadekuatan
keteraturan peristaltik usus
toileting, aktivitas harian
meningkatkan
Anjurkan
mencatat
warna,
kurang dari yang
frekuensi, konsistensi, volume
dianjurkan,
feses
penyalahgunaan latasif,
efek agen farmakologis, ketidakadekuatan
Anjurkan meningkatkan aktifitas fisik, sesuai toleransi
Anjurkan pengurangan asupan
kebiasaan defekasi,
makanan
kebiasaan menahan
pembentukan gas
dorongan defekasi,
perubahan lingkungan dibuktikan dengan (d/d)
yang
meningkatkan
Anjurkan mengonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat
Anjurkan meningkatkan asupan
defekasi kurang dari 2x
carian,
seminggu, pengeluaran
kontraindikasi
feses lama dan sulit,
Kolaborasi
feses keras, peristaltic
usus menurun, mengejan
jika
Kolaborasi
tidak
ada
pemberian
obat
supositoria, jika perlu
saat defekasi, distensi abdomen, kelemaha umum, teraba masa pada rektal
Manajemen Konstipasi Observasi
Periksa
tanda
dan
gejala
pergerakan
usus,
konstipasi
Periksa
karakteristik feses (konsistensi, bentuk, volume dan warna)
Identifikasi
faktor
risiko
konstipasi (mis.obat-obatan, tirah baring, dan diet rendah serat)
Monitor tanda dan gejala ruptur usus dan atau peritonitis
Terapeutik
Anjurkan diet tinggi serat
Lakukan massase abdomen, jika perlu
Lakukan evakuasi fekal manual, jika perlu
Berikan enema atau irigasi, jika perlu
Edukasi
Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
Anjurkan
peningkatan
cairan,
jika
tidak
asupan ada
kontraindikasi
Latih buang air besar secara teratur
Ajarkan
cara
mengatasi
konstipasi/impaksi Kolaborasi
Kolaborasi dengan tim medis tentang
penurunan/peningkatan
frekuensi suara usus
Kolaborasi
penggunaan
obat
pencahar, jika perlu 5
Gangguan mobilitas fisik
Setelah
berhubungan dengan
keperawatan
diberikan selama
asuhan Dukungan Ambulasi ….x…. Observasi
(b/d) kerusakan integritas diharapkan gangguan mobilitas
Identifikasi adanya nyeri atau
struktur tulang,
keluhan fisik lainnya
fisik dapat teratasi dengan kriteria
perubahan metabolism,
hasil :
ketidakbugaran fisik,
Mobilitas Fisik
penurunan kendali otot,
penurunan massa otot,
toleransi
fisik
melakukan ambulasi ekstremitas
Pergerakan
Monitor frekuensi jantung dan
meningkat
tekanan darah sebelum memulai ambulasi
penurunan kekuatan otot,
Kekuatan otot meningkat
keterlambatan
Rentang
perkembangan, kelakuan
Identifikasi
gerak
(ROM)
Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
meningkat
sendi, kontraktur,
Nyeri menurun
Terapeutik
malnutrisi, gangguan
Kecemasan menurun
musculoskeletal,
Gerakan terbatas menurun
dengan alat bantu (mis tongkat,
Kelemahan fisik menurun
kruk)
gangguan neuromuscular, indeks masa tubuh diatas
persentil ke-75 sesuai usia, efek agen
Fasilitasi
aktivitas
ambulasi
Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
Libatkan
keluarga
untuk
pasien
dalam
farmakologis, program
membantu
pembatasan gerak, nyeri,
meningkatkan ambulasi
kurang terpapar
Edukasi
informasi tentang
aktivitas fisik, kecemasan, gangguan
ambulasi
kognitif, keengganan melakukan pergerakan, gangguan sensori
harus
sederhana
dilakukan
(mis
kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan
ekstremitas, kekuatan
sesuai toleransi
otot menurun, rentang
pergerakan, merasa
ambulasi
berjalan dari tempat tidur ke
sulit menggerakkan
enggan melakukan
Ajarkan yang
dengan (d/d) mengeluh
nyeri saat bergerak,
Anjurkan melakukan ambulasi dini
persepsi dibuktikan
gerak (ROM) menurun,
Jelaskan tujuan dan prosedur
Dukungan Mobilisasi Observasi
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak
Identifikasi
toleransi
fisik
melakukan pergerakan
terkoordinasi, gerakan
terbatas, fisik lemah
Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
Fasilitasi
aktivitas
mobilisasi
dengan alat bantu (mis. Pagar tempat tidur)
Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
Libatkan
keluarga
untuk
pasien
dalam
membantu
meningkatkan pergerakan Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Ajarkan
mobilisasi
sederhana
yang harus dilakukan (mis.duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi) 6
Menyusui tidak efektif Setelah berhubungan (b/d)
dengan keperawatan
psikologis
diberikan selama
asuhan Eduksi Menyusui ….x…. Observasi
: diharapkan menyusui tidak efektif
ketidakadekuatan suplai dapat teratasi dengan kriteria ASI,
hambatan
pada hasil:
Identifikasi
kesiapan
dan
kemampuan menerima informasi
Identifikasi tujuan atau keinginan
(mis.
neonatus prematuritas,
sumbing),
Perlengkatan
bahi
Terapeutik
payudara ibu meningkat
ibu
anomaly payudara ibu
Kemampuan
(mis.putting yang masuk
memposisikan bayi dengan
ke
benar meningkat
dalam),
Miksi bayi lebih dari 8 kali/24
oksitosin,
jam
ketidakadekuatan refleks menghisap bayi,
Tetesan/pancaran
payudara
bengkak, riwayat operasi payudara,
Ssuplai
kelahiran
Kepercayaan
gabung, kurang terpapar informasi
tentang
pentingnya dana
menyusui
tau
metode
menyusui,
kurangnya
dukungan
keluarga,
diri
maternal, maternal, mampu
kecemasan bayi melekat
menghisap
tidak
ibu
meningkatkan
Libatkan sistem pendukung : keluarga,
tenaga
Kelelahan maternal menurun
Kecemasan maternal menurun
Jelaskan manfaat menyusui bagi
Bayi rewel menurun
ibu dan bayi
Berikan konseling menyusui
Ajarkan
empat
(4)
posisi
menyusui dan perlekatan (lacth on) dengan benar
Ajarkan
perawatan
payudara
antepartum mengkompres
dengan dengan
kapas
yang telah diberikan minyak kelapa
Ajarkan
perawatan
payudara
postpartum (mis.memerah ASI, pijat oksitosin)
tau lecet terus menerus
bayi
Dukung
Edukasi
dalam 24 jam, nyeri dana
intake bayi tidak adekuat,
untuk
Lecet pada putting menurun
payudara ibu, ASI tidak
setelah minggu kedua,
kesempatan
pada
bayi kurang dari 8 kali
Berikan
kesehatan dan masyarakat
meingkat
tidak
menetes/memancar, BAK
Jadwalkan pendidikan kesehatan
suami,
ibu
faktor budaya dibuktikan dengan (d/d) kelelahan
media
kepercayaan diri dalam menyusui
adekuat
meningkat
dan
bertanya
ASI
ASI
materi
sesuai kesepakatan
meningkat
Sediakan
pendidikan kesehatan
ketidakadekuatan refleks
kembar, situasional : tidak rawat
menyusui
pada
Konseling Laktasi Observasi
Identifikasi keadaan emosional
terus
menerus,
bayi
bu saat akan dilakukan konseling
menangis saat disusui,
laktasi
bayi rewel dan menangis terus
dalam
jam-jam
pertama menyusui,
Identifikasi keinginan dan tujuan menyusui
setelah
menolak
Identifikasi permasalahan yang ibu
untuk menghisap
alami
selama
proses
menyusui Terapeutik
Gunakan teknik mendengarkan aktif (mis.duduk sama tinggi, dengarkan permasalahan ibu)
Edukasi
Ajarkan teknik menyusui yang tepat sesuai kebutuhan ibu
7
Risiko infeksi
Setelah
diberikan
berhubungan dengan(b/d) keperawatan
selama
asuhan Pencegahan Infeksi ….x…. Observasi
faktor risiko penyakit
diharapkan risiko infeksi dapat -
Monitor tanda dan gejala infeksi
kronis (mis.diabetes
teratasi dan tidak menjadi actual
lokal dan sistemik
mellitus), efek prosedur
dengan kriteria hasil :
Terapeutik
invasive, malnutrisi,
Tingkat Infeksi
-
Batasi jumlah pengunjung
peningkatan paparan
Demam menurun
-
Berikan perawatan kulit pada
organisme pathogen
Kemerahan menurun
lingkungan,
Nyeri menurun
ketidakadekuatan
Bengkak menurun
pertahanan tubuh primer
Kadar
(gangguan peristaltic,
membaik
sel
area edema -
darah
Cuci
tangan
sebelum
dan
sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
putih -
kerusakan integritas
Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
kulit, perubahan sekresi
Edukasi
pH, penurunan kerja
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
siliaris, ketuban pecah
lama, ketibah pecah
Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
sebelum waktunya,
Ajarkan etika batuk
merokok, statis cairan
Ajarkan cara memeriksa kondisi
tubuh), ketidakadekuatan pertahanan tubuh
luka atau luka operasi
sekunder (penurunan hemoglobin,
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
imunosupresi,
Anjurkan meningkatkan asupan carian
leukopenia, supresi
Kolaborasi
respon inflamasi,
-
vaksinasi tidak adekuat)
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
Perawatan Area Insisi Observasi -
Periksa
lokasi
insisi
adanya
kemerahan, bengkak atau tandatanda dehisen atau eviserasi -
Identifikasi karakteristik drainase
-
Monitor
proses
penyembuhan
area insisi -
Monitor tanda dan geja;a infeksi
Terapeutik -
Bersihkan area insisi dengan pembersih yang tepat
-
Usap area insisi dari area bersih menuju area yang kurang bersih
-
Bersihkan area di sekitar tempat pembuangan
atau
tabung
posisi
tabung
drainase -
Pertahankan drainase
-
Berikan salem antiseptik, jika perlu
-
Ganti balutan luka sesuai jadwal
Edukasi
Jelaskan prosedur kepada pasien, denganmenggunakan alat bantu
Ajarkan meminimalkan tekanan pada tempat insisi
Ajarkan cara merawat area insisi
Perawatan Pasca Persalinan Observasi
Monitor tanda-tanda vital
Monitor
keadaan
lokhea
(mis.warna, bau dan bekuan)
Monitor nyeri
Monitor status pencernaan
Monitor tanda Homan
Identifikasi
kemampuan
ibu
merawat bayi
Identifikasi
adanya
adaptasi
psikologis
masalah ibu
postpartum Terapeutik -
Kosongkan
kandung
kemih
sebelum pemeriksaan -
Dukung ibu melakukan ambulasi dini
-
Berikan kenyamanan pada ibu
-
Fasilitasi ibu berkemih secara normal
-
Diskusikan kebutuhan aktivitas
dan istirahat selamamasa post partum Edukasi
Jelaskan tanda bahaya nifas pada ibu dan keluarga
Jelaskan pemeriksaan ibu dan bayi secara rutin
Ajarkan ibu mengatasi nyeri secara
nonfarmakologis
(mis.teknik distraksi, imajinasi) Kolaborasi
Rujuk ke konselor laktasi, jika perlu
8
Risiko
Setelah
ketidakseimbangan
keperawatan
carian dengan
diberikan selama
asuhan Manajemen Cairan ….x…. Observasi risiko
berhubungan diharapkan (b/d)
prosedur ketidakseimbangan cairan dapat
pembedahan
Monitor
status
(mis.frekuensi
mayor, teratasi dan tidak menjadi actual
hidrasi
nadi,
kekuatan
nadi, akral, pengisian kapiler,
trauma/perdarahan, luka dengan kriteria hasil :
kelembapan mukosa, turgor kulit,
bakar, apheresis, asites, Keseimbangan Cairan
tekanan darah)
obstruksi
intestinal,
Asupan cairan meningkat
Monitor berat badan harian
peradangan
pancreas,
Haluaran urin meningkat
Monitor berat badan sebelumdan
penyakit
ginjal
kelenjar,
dan disfungsi
intestinal
Edema menurun
laboratorium
Dehidrasi menurun
Na, K, Cl, berat jenis urine,
Tekanan darah membaik
BUN)
Denyut nadi radial membaik
Tekanan
Kelembapan
mukosa meningkat
arteri
rata-rata
membaik
sesudah dialisis
membrane
Membran mukosa membaik
Monitor
Monitor
hasil
status
pemeriksaan (mis.hematokrit,
hemodinamik
(mis.MAP, CVP, PAP, PCWP jika tersedia) Terapeutik
Mata cekung membaik
Turgor kulit membaik
Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam
Berikanasupan
cairan,
sesuai
kebutuhan
Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
Pemantauan Cairan Observasi
Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Monitor frekuensi napas
Monitor tekanan darah
Monitor berat badan
Monitor waktu pengisian kapiler
Monitor elastisitas atau turgor kulit
Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
Monitor
kadar
albumin
dan
protein total
Monitor
hasil
pemeriksaan
serum(mis.osmolaritas hematokrit,
natrium,
serum, kalium,
BUN)
Monitor intake-output cairan
Identifikasi hipovolemia
tanda-tanda
Identifikasi
tanda-tanda
hipervolemia
Identifikasi
faktor
ketidakseimbangan (mis.prosedur
resiko cairan
pembedahan
mayor, trauma/perdarahan, luka bakar,
aferesis,
obstruksi
intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal) Terapeutik
Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
Dokumentasikan
hasil
pemantauan Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
DAFTAR PUSTAKA Amin, Hardi. (2013). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan;Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja. (T. R. D.Dermawan, Ed.). Yogyakarta. Dongoes, Moorhouse, Geissler. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Endang Purwoastuti, T., & Siwi Walyani, E. (2014). Panduan Materi Kesehatan Reproduksi & Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustakabarupress. Falentina, D. (2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Post Op Sectio Caesarea di Ruang Mawar Nifas RSUD. Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Diakses pada 19 Mei 2021. http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/284/1/Untitles.pdf
Handayani, E & Pujiastuti W. (2016). Asuhan Holistik Masa Nifas dan Menyusui. Yogyakarta : Trans Medika Hartanti S, (2014). Penatalaksanaan Post Op Sectio Caesarea pada Ibu. Published thesis for University Of Muhammadiyah Purwokerto Indriyani, dkk (2016). Edukasi Post Natal. Yogyakarta : Trans Medika Jitowiyono, S., & Kristiyanasari, W. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi (2nd ed.). Yogyakarta: Nuha Medika. Mitayani, (2012). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika Manuaba, Ida A.C. (2012). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC Maryunani, A (2017). Asuhan Ibu Nifas Dan Asuhan Ibu Menyusui. Bogor : In Media Mochtar, Rustam. (2012). Sinopsis Obstetri (Jilid 1-2). Jakarta: EGC Nugroho, T. 2010. Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta : Nuha Medika Nurarif,
amin huda, & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC (edisi jilid 3). Jogjakarta: Mediaction Publishing Jogjakarta.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. (T. pokja S. D. PPNI, Ed.) (1st ed.). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id PPNI, T. (2018). Standar lntervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta Selatan: gurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. (T. P. S. D. PPNI, Ed.) (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Purwoastuti, E., & Walyani, E. S. (2015). Ilmu Obstetri & Ginekologi Sosial untuk Kebidanan. Perpustakaan Nasional RI : Katalog dalam Terbitan (KDT). Yogyakarta : Pustaka Baru Press Solehati, (2015). Konsep dan Aplikasi Relaksasi dalam Keperawatan Maternitas. Bandung : PT. Refika Aditama
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. B DENGAN P2002 POST SC HARI KE-1 DI RUANG DRUPADI RSUD SANJIWANI GIANYAR TANGGAL 21-22 MEI 2021 I.
PENGKAJIAN A. IDENTITAS PASIEN
PENANGGUNG/ SUAMI
Nama
: Ny. B
Nama
: Tn.A
Umur
: 26 tahun
Umur
: 28 tahun
Pendidikan
: SMA
Pendidikan
: Diploma
Pekerjaan
: Swasta
Pekerjaan
: Swasta
Status perkawinan
: Menikah
Alamat
: Sukawati
Agama
: Hidu
Suku
: Bali
Alamat
: Tegeha Batuan, Sukawati
No. CM
: 11-695150
Tangal MRS
: 20 Mei 2021
Tanggal Pengkajian : 21 Mei 2021 Sumber informasi
: Pasien
B. ALASAN DIRAWAT 1.
Alasan MRS Pasien datang ditemani oleh suami ke UGD Sanjiwani Gianyar dikarenakan sudah keluar air sejak pukul 01.00 wita, tidak dirasakan sakit perut hilang timbul, gerak anak baik dirasakan dari Desember 2020. Pasien diindikasikan untuk melakukan SC, setelah dilakukan tindakan pembedahan, pasien dipindahkan ke ruang Drupadi (Nifas).
2. Keluhan saat dikaji Pengkajian dilakukan tanggal 21 Mei 2021 pukul 08.00 Wita, pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi.
C. RIWAYAT OBSTETRI DAN GINEKOLOGI 1
2
Riwayat Menstruarsi :
Menarche : umur 13 tahun Siklus : 30 hari teratur (√) tidak ( )
Banyaknya : volue 50cc
Lama : 5 hari
Keluhan : tidak ada
HPHT : lupa
Riwayat pernikahan
3
Menikah : 1 kali
Lama : 6 tahun
Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu : Anak pertama perempuan dengan berat badan lahir 3400 gram, aterm, SC tahun 2016
4
Riwayat kehamilan saat ini Status Obstetrikus :
P2A00H2
TP
ANC kehamilan sekarang : > 3x SpOG dan >3 kali bidan
UK : 38 minggu
: 04/06/2021
Trimester I : pasien mengeluh mual Trimester II : pasien mengeluh cepat merasa lelah Trimester III : pasien mengeluh nyeri perut hilang timbul 4
Riwayat keluarga berencana
5
o
Tahun
1
Akseptor KB
Jenis: KB suntik Lama : 1 tahun
Masalah : tidak ada
: suntik KB stop sejak tahun 2020
Riwayat kelahiran, persalinan, nifas yang lalu :
Anak ke N
4 tahun
Kehamilan Umur Pen keha yulit milan 38 -
Persalinan Jen
Penol
Peny
is
ong
ulit
SC
Dokte
Leta
mingg
r dan
k
u
bidan
sung
Komplikasi nifas Peda Laser Infe raha asi ksi n -
Anak Jenis kelami
BB
PJ
n peremp
3400
49
uan
sang 2
Hamil ini
D. POLA FUNGSIONAL KESEHATAN
Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan : Pasien mengatakan jika pasien atau keluarga mengalami sakit maka akan langsung memeriksakan diri dan berobat ke pelayanan kesehatan
Nutrisi : Pasien mengatakan mampu menghabiskan 1 porsi makan yang disediakan dari rumah sakit setelah menjalani operasi, pasien tidak merasakan mual atau muntah. Pasien mengatakan minum sebanyak 2L/8 jam air putih dan tidak mengalami kesulitan dalam menelan makanan atau minuman
Pola eliminasi :
Pasien mengatakan setelah selesai operasi sudah flatus namun belum bisa buang air besar(BAB), untuk buang air kecil (BAK) pasien terpasang kateter dengan urine output 600mL/8 jam. Pasien tidak memiliki riwayat hemoroid
Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri Makan/ minum Mandi Toileting Berpakaian Mobilisasi ditempat tidur Berpindah Ambulasi ROM
0 √
1
2
3
4
√ √ √ √ √ √
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total.
Oksigensi : Pasien
mengatakan
tidak
mengalami
masalah/gangguan
dalam
menghirup dan menghembuskan napas, sesak (-), RR = 20x/menit
Pola Tidur dan istrahat : Pasien mengatakan tidurnya kurang teratur karena harus terbangun beberapa kali di malam hari untuk menyusui anaknya
Pola perseptual : Pasien mengatakan merasa bersyukur anaknya dapat lahir dengan selamat dan sehat serta cukup bulan
Pola persepsi diri : Pasien mengatakan tidak menggunakan alat bantu pendengaran serta tidak ada masalah dalam berkomunikasi. Pasien hanya ingin cepat pulang dan merawat anaknya dengan keluarga lainnya
Pola seksual dan reproduksi : Pasien mengatakan ini adalah kelahiran anak keduanya dan sejak hamil pasien mengatakan membatasi hubungan seksual dengan suaminya
Pola peran-hubungan :
Pasien mengatakan di dalam keluarga berperan sebagai seorang istri dan ibu dari kedua anaknya dan memiliki hubungan yang baik dengan keluarga serta orang-orang di sekitarnya
Pola manajemen koping stress : Pasien mengatakan akan bercerita dan berdiskusi dengan suaminya apabila mengalami suatu masalah
Sistem nilai dan keyakinan : Pasien dan keluarga mengantu Agama Hindu dan rajin melakukan persembahyangan di rumah maupun di Pura, saat di Rumah Sakit pasien mengatakan hanya berdoa melalui tempat tidur
E. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum -
GCS : E4M5V6
-
Tingkat kesadaran : Composmentis
-
Tanda-tanda Vital : TD = 110/70 mmHg
N = 82x/menit RR =
20x/menit T = 36,3oC -
BB : 50 kg TB : 144 cm
LILA : 26 cm
Head to toe Kepala Wajah o Inspeksi : Bentuk kepala normocephali, distribusi rambut baik, warna rambut hitam dan bergelombang, keadaan rambut kurang tertata dengan baik o Palpasi
: Tidak terdapat benjolan dan nyeri tekan
Leher o Inspeksi : Tidak terdapat lesi o Palpasi
: Tidk terdapat nyeri tekan, tidak ada peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Dada
o Inspeksi
: Dinding thorax simetris saat statis atau dinamis, tidak terdapat retraksi otot dinding dada, tidak tampak ictus cordis
o Palpasi
: Tidak ada lesi dan nyeri tekan, tidak teraba ictus cordis
o Perkusi
: Terdengar suara sonor di kedua lapang paru, batas jantung-paru dalam batas normal
o Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-) Abdomen
:
o Linea
: nigra
o TFU
: 2 jari dibawah umbilicus
o Kontraksi
: (+) baik
Satriae : Gravidarum
o Diastasi rectus abdominis : ada o Bising usus
: 16x/menit
Genetalia o Kebersihan
: Bersih
o Lokhea
: Rubra
o Karakteristik
: Darah segar warna merah
Perineum dan anus o Perineum
: REEDA (tidak ada tanda gejala infeksi)
o Hemoroid
: Tidak ada
Ekstremitas
:
Atas
: Hangat
Oedema
: Tidak ada
Varises
: Tidak ada
CRT
: