LP Askep Retardasi Mental [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang “Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup,



diperkirakan lebih dari 120 juta orang di seluruh dunia menderita kelainan ini.” Kata Kepala Subbagian Pediatri Sosial, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSCM (Dr. Titi Sunarwati Sularyo, Sp.A(K)), Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jakarta (Dr. Muzal Kadim). Oleh karena itu retardasi mental merupakan masalah di bidang kesehatan masyarakat,kesejahteraan sosial dan pendidikan baik pada anak yang mengalami retardasi mental tersebut maupun keluarga dan masyarakat. Retardasi mental merupakan suatu keadaan penyimpangan tumbuh kembang seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri merupakan proses utama, hakiki, dan khas pada anak serta merupakan sesuatu yang terpenting pada anak tersebut. Terjadinya retardasi mental dapat disebabkan adanya gangguan pada fase pranatal, perinatal maupun postnatal. Mengingat beratnya beban keluarga maupun masyarakat yang harus ditanggung dalam penatalaksanaan retardasi mental, maka pencegahan yang efektif merupakan pilihan terbaik. Pada zaman dahulu orang tidak begitu membedakan antara deformitas fisik bawaan seperti kerdil dan lain-lain dengan retardasi mental. Penderita epilepsi, psikosis, tuna rungu-wicara sering dicampuradukkan dengan mereka yang terganggu intelektualnya. Pada kenyataannya memang keadaan-keadaan tersebut sering menyertai penderita retardasi mental, sehingga menyulitkan untuk membuat diagnosis klinis. Pada masa kerajaan Yunani di bawah hukum Lycurgus anak dengan retardasi mental mengalami perlakuan yang sangat mengenaskan, yang dibolehkan untuk dimusnahkan, atau dibuang di sungai Eurotes. Di Romawi kuno ada hukum yang membenarkan pembunuhan pada anak-anak yang cacat atau yang lemah, walaupun kadang-kadang anak cacat tersebut masih dipertahankan hidup bila masih mampu menghibur para pembesar.



Prevalens retardasi mental pada anak-anak dibawah umur 18 tahun di negara maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang berkisar 4,6%. Insidens retardasi mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahun terakhir. Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup.1 Banyak penelitian melaporkan angka kejadian retardasi mental lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan perempuan. 1.2



Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana dasar penyakit retardasi mental? 1.2.2 Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada anak dengan retardasi mental? 1.2.3 Bagaimana contoh asuhan keperawatan pada anak dengan retardasi mental?



1.3



Tujuan Penulisan 1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar penyakit retardasi mental 1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada anak dengan retardasi mental 1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana contoh asuhan keperawatan pada anak dengan retardasi mental



1.4



Manfaat Penulisan 1.4.1 Manfaat teoritis dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa memperoleh pengetahuan tambahan dan dapat mengembangkan wawasan mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan retardasi mental. 1.4.2 Manfaat praktis dari penyusunan makalah ini agar para pembaca mengetahui bagaimana cara untuk menyusun sebuah asuhan keperawatan pada anak dengan retardasi mental dan dapat menerapkannya dalam melakukan tindakan keperawatan.



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Tinjauan teoritis A. Pengertian retardasi mental American Association on Mental Deficiency(AAMD) membuat definisi retardasi mental yang kemudian direvisi oleh Rick Heber, 1961 (dalam sunarwati,2000) sebagai suatu penurunan fungsi intelektual secara menyeluruh yang terjadi pada masa perkembangan dan dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial. Ada 3 hal penting yang merupakan kata kunci dalam definisi ini yaitu penurunan fungsi intelektual, adaptasi sosial, dan masa perkembangan. Retardasi mental ialah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai dengan adanya rendahnya (impairment) keterampilan ( kecakapan, skill ) selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh terhadap intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. ICG ( WHO, 1992 ) Menurut Crocker AC (1983), retadarsi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya timbul pada masa perkembangan. Retardasi Mental adalah kelainan fungsi intelektual yang subnormal terjadi pada masa perkembangan dan berhubungan dengan satu atau lebih gangguan dari: a. Maturasi b. Proses belajar c. Penyesuaian diri secara social



B. Etiologi Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal dan postnatal. Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000 macam penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat dicegah. Ditinjau dari penyebab secara langsung dapat digolongkan atas penyebab biologis dan psikososial. Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: • Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat • Tampak sejak lahir atau usia dini • Secara fisis tampak berkelainan/aneh • Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun postnatal • Tidak berhubungan dengan kelas sosial Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokultural mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : • Biasanya merupakan retardasi mental ringan • Diketahui pada usia sekolah • Tidak terdapat kelainan fisis maupun laboratorium • Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah) • Ada hubungan dengan kelas sosial Melihat struktur masyarakat Indonesia, golongan sosio ekonomi rendah masih merupakan bagian yang besar dari penduduk, dapat diperkirakan bahwa retardasi mental di Indonesia yang terbanyak adalah tipe sosiokultural. Penyebab retardasi mental tipe klinis atau biologikal dapat dibagi dalam: a. Faktor organik Faktor Prakonsepsi 1) Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolic,kelainan neurocutaneos)



2) Kelainan kromosom (X-linked,translokasi,fragile-X) – sindrom polygenic familial b. faktor pranatal 1) Gangguan pertumbuhan otak trimester I 2) Kelainan kromosom (trisomi,mosaic) 3) Infeksi intrauterine,misalnya TORCH,HIV (Human Immunodeficiency virus ) 4) Zat-zat teratogen (alcohol,radiasi,kokain,logam berat) 5) Disfungsi plasenta 6) Kelainan congenital dari otak (idiopatik) 7) Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III 8) Ibu:diabetes mellitus,PKU(Phenylketonuria) 9) Toksemia gravidarum 10) Ibu malnutrisi c. Penyebab perinatal 1) Sangat premature 2) Asfiksia neonatorum 3) Trauma lahir : Perdarahan Intakranial 4) Meningitis 5) Kelainan metabolic : Hipoglikemia,Hiperbilirubinemia d. Penyebab postnatal 1) Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat 2) Neuro toksin,misalnya logam berat 3) CVA (Cerebrovascular accident) 4) Anoksia,misalnya tenggelam 5) Metabolic 6) Gizi buruk 7) Kelainan hormonal,misalnya hipotiroid,pseudohipoparatirid 8) Aminoaciduria,misalnya PKU (phenyl ketonuria) 9) Kelainan metabolism karbohidrat,galaktosemia 10) Polisakaridosis,misalnya sindrom Hurler 11) Cerebral lipidosis (Tay Sachs),dengan hepatomegali (Gaucher)



12) Penyakit degeneratif /metabolic lainnya 13) Infeksi 14) Meningitis,ensefalitis 15) Subakut sklerosing panesefalitis e. Penyebab non organik 1) Kemiskinan dan keluarga tidak harmonis 2) Sosial cultural 3) Interaksi anak kurang 4) Penelantaran anak



C. Manisfestasi Klinik a. Gangguan kognitif ( pola, proses pikir ) b. Lambatnya ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa c. Gagal melewati tahap perkembangan yang utama d. Lingkar kepala diatas atau dibawah normal ( kadang-kadang lebih besar atau lebih kecil dari ukuran normal ) e. Kemungkinan lambatnya pertumbuhan f. Kemungkinan tonus otot abnormal ( lebih sering tonus otot lemah ) g. Kemungkinan ciri-ciri dismorfik h. Terlambatnya perkembangan motoris halus dan kasar



D. Patofisiologi Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari.



Retardasi



mental



ini



termasuk



kelemahan



atau



ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun ) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di bawah normal ( IQ 70 sampai 75 atau kurang ) dan disertai keterbatasanketerbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif : berbicara dan berbahasa, kemampuan/ketrampilan merawat diri, kerumah tanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, bersantai dan bekerja. Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal,



perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak. E. Diagnosis dan gejala klinis Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan fisik yang merupakan stigmata congenital,yang kadang-kadang gambaran stigmata mengarah ke suatu sindrom penyakit tertentu.Dibawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental yaitu (Swaiman,1989): 1. Kelainan pada mata 1.1. Katarak a. Sindrom Cockayne b. Sindrom Lowe c. Galaktosemia d. Sindrom down e. Kretin f. Rubella prenatal 1.2. Bintik cherry-merah pada daerah macula a. Mukolipidosis b. Penyakit niemann-pick c. Penyakit Tay-Sachs 1.3. Korioretinitis a. Lues Kongenital b. Penyakit sitomegalo virus c. Rubela prenatal 1.4.Kornea keruh a. Lues Kongenital b. Sindrom Hunter c. Sindrom Hurler d. Sindrom Lowe 2. Kejang 2.1.Kejang umum tonik klonik a. Defisiensi glikogen shintetase



b. Hiperlisinemia c. Hipoglikemia,terutama yang disertai glycogen storage disease I,III,IV,VI d. Phenyl ketonuria e. Sindrom malabsorbsi methionin 2.2.Kejang pada masa neonatal a. Arginosuccinic asiduria b. Hiperammonemia I dan II c. Laktik asidosis



3. Kelainan kulit 3.1.Bintik café-au-lait a. Ataksia – telengiektasia b. Sindrom Bloom c. Neurofibromatosis d. Tuberous sclerosis 4. Kelainan rambut 4.1.Rambut rontok a. Familial laktik asidosis dengan necrotizing ensefalopatik 4.2.Rambut cepat memutih a. Atrofi progresif serebral hemisfer b.



Ataksia telangiektasia



c. Sindrom malabsorbsi methionin 4.3.Rambut halus a. Hipotiroid b. Malnutrisi



5. Kepala a. Mikrosefali b. Makrosefali c. Hidrosefalus d. Mucopolisakaridase



e. Efusi subdural 6. Perawakan pendek a. Kretin b. Sindrom Prader-wili 7. Distonia a. Sindrom Hallervorden-spaz Pada bayi dapat dinilai perkembangan motorik halus maupun kasar, serta perkembangan bicara dan bahasa. Biasanya penderita retardasi mental juga mengalami keterlambatan motor dan American Psychiatric Association (APA) pada tahun 1994, mensyaratkan tiga diagnosis keterbelakangan mental, yaitu:  Fungsi intelektual secara signifikan dibawah rata-rata: IQ sekitar 70 atau kurang menurut tes IQ yang diadakan secara individu.  Ketidakmampuan atau kelemahan yang terjadi bersamaan dengan fungsi adaptasi saat ini (yakni efektivitas seseorang dalam memenuhi standar yang diharapkan pada usianya dengan kelompok budayanya) setidaknya dalam bidang berikut ini: yaitu komunikasi, perhatian diri sendiri, kehidupan rumah tangga, keterampilan sosial-interpersonal, penggunaan sumber dalam komunitas, self dierection, keterampilan akademik fungsional, pekerjaan, waktu luang, kesehatan dan keamanan.  Terjadi sebelum berusia 18 tahun. Tingkatan keterbelakangan mental menurut APA, diklasifikasikan menjadi mild retardation (tingkat IQ 50 atau 55 sampai sekitar 70), moderate mental retardation (tingkat IQ 35 atau 40 sampai 50 atau 55), severe mental retardation (tingkat IQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40), dan profound mental retardation (tingkat IQ dibawah 20 atau 25). Dibawah ini sekilas tentang perubahan perilaku terkait usia pada anak dengan keterbelakangan mental : 1. Keterbelakangan Mental Ringan (IQ = 50 -70)



 Anak prasekolah (0-5 tahun): lebih lambat daripada rata-rata dalam berjalan, makan sendiri, dan berbicara, namun pengamat sambil lalu tidak melihat keterbelakangan ini.  Usia sekolah (6- 21 tahun): Belajar keterampilan motorikpemahaman dan kognisi (membaca dan arithmatic) di kelas tiga sampai kelas enam oleh remaja tahap ini, dapat belajar untuk menyesuaikan diri secara sosial.  Dewasa (21 tahun keatas): Biasanya mencapai keterampilan sosial dan kejuruan yang diperlukan untuk merawat diri, membutuhkan bimbingan dan bantuan ketika berada pada kondisi ekonomi sulit atau stress sosial. 2. Keterbelakangan Mental menengah (IQ = 35-49)  Anak prasekolah (0-5 tahun): sebagian besar perkembangan kelihatan dengan jelas terlambat.  Usia sekolah (6 -21 tahun): belajar berkomunikasi dan merawat kesehatan dasar dan kebutuhan keamanan.  Dewasa (21 tahun keatas): melakukan tugas tanpa keterampilan atau semi terampil sederhana pada kondisi yang diawasi, berpartisipasi pada permainan sederhana dan melakukan perjalanan sendiri di tempat yang dikenal, mampu merawat diri sendiri. 3. Keterbelakangan Mental Berat (IQ = 20- 34)  Anak prasekolah (0-5 tahun): perkembangan motorik sangat tertunda, sedikit atau tidak berbicara, mendapat mamfaat dari pelatihan mengerjakan sendiri (misalnya makan sendiri).  Usia sekolah (6-21 tahun): biasanya berjalan kecuali jika terdapat ketidakmampuan motorik, dapat memahami dan merespon pembicaraan, dapat mengambil mamfaat dari pelatihan mengenai kesehatan dan kebiasaan lain yang dapat diterima.  Dewasa (21 tahun keatas): melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan memperbesar perawatan diri sendiri, memerlukan petunjuk dan pengawasan ketat dalam lingkungan yang dapat dikendalikan.



4. Keterbelakangan Mental Sangat Berat (IQ dibawah 20)  Anak prasekolah (0-5 tahun): keterbelakangan ekstrem disemua bidang, kemampuan sensorik minimal, membutuhkan bantuan perawatan diri.  Usia sekolah (6-21 tahun): semua bidang perkembangan tampak jelas tertunda, respon berupa emosi dasar dan mendapatkan manfaat dari pelatihan dalam penggunaan anggota badan dan mulut, harus diawasi dengan ketat.  Dewasa (21 tahun keatas): barangkali dapat berjalan dan berbicara dengan cara primitive, mendapatkan mamfaat dari aktivitas fisik regular, tidak dapat merawat diri sendiri, tetapi membutuhkan bantuan perawatan diri.



F. Pemeriksaan Penunjang Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita retardasi mental, yaitu dengan: 1. Kromosomal Kariotipe a. Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas b. Anamnesis ibu tercemar zat-zat teratogen c. Terdapat beberapa kelainan kongenital d. Genetalia abnormal 2. EEG ( Elektro Ensefalogram) a. Gejala kejang yang dicurigai b. Kesulitan mengerti bahasa yang berat 3. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI ( Magnetic Resonance Imaging) a. Pembesaran kepala yang progresif b. Tuberous sklerosis c. Dicurigai kelainan otak yang luas b. Kejang lokal c. Dicurigai adanya tumor intrakranial 4. Titer virus untuk infeksi kongenital



a. Kelainan pendengaran tipe sensorineural b. Neonatal hepatosplenomegali 2. Petechie pada periode neonatal 3. Chorioretinitis 4. Mikroptalmia 5. Kalsifikasi intrakranial 6. Mikrosefali 5. Serum asam urat (uric acid serum) a. Gout b. Sering mengamuk 6. Laktat dan piruvat darah a. Asidosis metabolik b. Kejang mioklonik Beberapa uji tumbuh kembang: 



Uji intelegensi standar ( stanford binet, weschler, Bayley Scales of infant development )







Uji perkembangan seperti DDST II







Pengukuran fungsi adaftif ( Vineland



adaftive behaviour



scales, Woodcock-Johnson Scales of independent Behaviour, School edition of the adaptive behaviour scales ).



G. Pathway Faktor prenatal



Faktor perinatal



Faktor postnatal



Faktor non organik



Faktor organik



1. 1. Gangguan



1. Prematuritas



metabolisme 2. Kelainan Kromosom 3. Infeksi



1. Infeksi (meningitis,



dan keluarga



3. Kernikterus



ensefalitis)



tidak



4. Hipoglikemia



maternal



selama kehamilan



2. Trauma fisik 3. Kejang lama 4. Intoksikasi



4. Komplikasi



(timah



kehamilan



lingkungan dan kelainan



1. Kemiskinan



2. Asfiksia



hitam,



merkuri)



Keturunan,pengaruh



mental lain 2.



harmonis



Retardasi mental dapat juga disebabkan oleh gangguan



2. Sosial



berat



cultural 3. Interaksi anak kurang 4. Penelantaran



atau



lingkungan



(Ilmu



Kesehatan Anak FKUI,



Kerusakan pada fungsi otak :  Hemisfer kanan : keterlambatan perkembangan motorik kasar dan halus  Hemisfer kiri : keterlambatan perkembangan bahasa, social, dan kognitif



Penurunan fungsi intelektual secara umum Gangguan perilaku adaptif social perkembangan



 Gangguan



proses keluarga



Hubungan sosial  Gangguan



komunikasi verbal  Gangguan interaksi sosial



deviasi



psikososial



Jakarta )



anak



keluarga



dengan



psikiatris



 Defisit



perawatan diri  Gangguan pertumbuhan dan perkembangan  Risiko cedera



H. Pencegahan 1. Pencegahan primer Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak pada anak-anak). 2. Pencegahan sekunder Meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kogenital, operasi tidak menolong). 3. Pencegahan tersier Merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya disekolah luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau dektrukstif. Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan Retardasi mental.



I. Penatalaksanaan Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental adalah multidimensi dan sangat individual oleh sebab itu sebaiknya : a. Dibuat rancangan suatu strategi pendekatan bagi setiap anak secara individual untuk mengembangkan potensi anak tersebut seoptimal mungkin b. Melibatkan psikolog untuk menilai perkembangan mental anak terutama kemampuan kognitifnya,dokter anak untuk memeriksa fisik anak,menganalisis penyebab,dan mengobati penyakit atau kelainan yang mungkin ada,pekerja social diperlukan untuk menilai situasi keluarganya. c. Melibatkan ahli saraf bila anak juga menderita epilepsi,cerebral palsy



d. Melibatkan psikiater bila anak menunjukkan kelainan tingkah laku atau bila orangtuanya membutuhkan dukungan terapi keluarga e. Melibatkan ahli rehabilitasi medis bila diperlukan untuk merangsang perkembangan motorik dan sensoriknya f. Melibatkan ahli terapi wicara untuk memperbaiki gangguan bicaranya atau untuk merangsang perkembangan bicaranya serta diperlukan guru pendidikan luar biasa untuk anak-anak yang retardasi mental. g. Bagi orang tuanya perlu diberi penerangan yang jelas mengenai keadaan anaknya dan apa yang dapat diharapkan dari terapi yang diberikan serta diperlukan kerjasama yang baik antara guru dengan orang tuanya,agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam strategi penanganan anak di sekolah dan di rumah,anggota keluarga lainnya juga harus diberi pengertian agar anak tidak diejek atau dikucilkan h.



Masyarakat perlu diberikan penerangan tentang retardasi mental agar mereka dapat menerima anak tersebut dengan wajar



i. Diberikan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan taraf IQ-nya mereka digolongkan yang mampu didik untuk golongan retardasi mental ringan dan yang mampu dilatih untuk anak dengan retardasi mental sedang, j. Sekolah khusus untuk anak retardasi mental adalah SLB-C di sekolah ini diajarkan juga keterampilan-keterampilan dengan harapan mereka dapat mandiri dikemudian hari diajarkan pula tentang baik buruknya suatu tindakan tertentu sehingga mereka diharapkan tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji sperti mencuri,merampas,kejahatan seksual k. Semua anak yang retardasi mental ini juga memerlukan perawatan seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin,imunisasi,dan monitoring terhadap tumbuh kembangnya. l. Masalah nutrisi juga perlu mendapat perhatian Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat multidimensi dan sangat individual. Walaupun harus dipikirkan perlunya upaya multidisiplin yang sangat terspesialisasi, namun tidak semua anak dengan



retardasi mental ditangani paling baik dengan sederetan pelayanan dan profesional yang kompleks. Keputusan yang bijaksana mengenai sumber kebutuhan adalah paling mungkin terjadi bila mereka diberikan informasi mengenai perkembangan rencana yang diindividualisasikan tujuan dan objektif yang timbul dari perkembangan yang cermat mengenai risiko tertentu dan faktor – faktor protektif yang ada dalam diri anak dan keluarga. Salah satu peran yang penting dan paling utama yang dilakukan dokter mencakup sintesis awal dan penyajian temuan – temuan diagnostik kepada keluarga penderita. Proses ini melibatkan interaksi sensitif yang rinciannya sering diingat dan diceritakan kata demi kata oleh para orang tua selama bertahun – tahun kemudian. Klinis yang terampil memberikan informasi lengkap dan akurat mengenai apa saja yang diketahui menyangkut



sifat



dan



kemungkinan



penyebab



kecacatan



anak,



mengidentifikasi daerah kemampuan relatif dan perilaku adaptif, memberikan dukungan emosional, bekerja sama dengan keluarga untuk menentukan tujuan dan sasaran tertentu dan merumuskan strategi untuk menajemen lebih lanjut, memberikan cukup kesempatan pada orangtua untuk mengenali kebutuhan-kebutuhannya sendiri terhadap informasi yang lebih lanjut, dan berespon secara jujur terhadap pertayaan-pertayaan yang tidak dapat dijawab. Bila ditangani dengan baik, wawancara awal yang penuh informasi dapat memberikan dasar yang kuat untuk kerja sama terus menerus antara orangtua dan para ahli. Pelayanan pendidikan dan terapeutis yang terspesialisasi merupakan unsur pokok dalam penanganan secara multi disiplin pada anak dengan retardasi mental. Selama tahun-tahun masa remaja berbagai masalah yang terkait dengan seksualitas, pelatihan kerja, dan kehidupan bermasyarakat menjadi lebih menonjol daripada stadiun sebekumnya. Peran dokter perlu bervariasi sesuai dengan kebutuhan anak dan keluarganya. Semua anak harus dipastikan mendapat pelayanan rumatan kesehatan rutin yang meliputi imunisasi, pemantauan pertumbuhan, dan pengobatan segera



umtuk penyakit-penyakit minor. Komplikasi medis tertentu yang terjadi dengan frekuensi yang lebih besar pada anak dengan kecacatan perkembangan (misalnya, gangguan kejang-kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran dan masalah nutrisi) memerlukan diagnosis yang tepat dan manajemen yang cepat. Pengawasan kesehatan terus menerus harus didasari dengan pengetahuan mengenai risiko relatif gangguan tertentu yang terkait (misanya, gangguan pendengaran sensorineural yang progresivitasnya lambat pada anak dengan infeksi CMV kongenital, atau perkembangan hipotiroidisme, ketidakstabilan atlantoaksial, tuli konduktif atau penyakit seliakus pada anak dengan sindrom Down). Akhirnya, dokter mempunyai tanggung jawab penting untuk memastikan adanya konseling genetik yang canggi kapanpun diagnosis gangguan yang dapat diwariskan dipikirkan. Kerjasama antara dokter puskesmas dan sistem pelayanan intervensi awal



sangat



penting



pada



manajemen



anak



dengan



gangguan



perkembangan pada usia tahun-tahun pertama. Identifikasi dini dan rujukan segera menjamin adanya jadi individualisasi untuk anak bersama pelayanan pendukung fleksibel untuk keluarganya. Pelayanan demikian disampaikan paling baik bila mereka memfokuskan pada keluarga sebagai sistem yang dinamis dan memandang adaptasi anak dan keluarga sebagai sesuatu yang saling tergantung dan sama-sama dipengaruhi oleh lingkungan tempat mereka tinggal. Meskipun keterbatasan metodologi secara bermakna menurunkan kemampuan untuk melakukan evaluasi yang adekuat terhadap kisaran pengaruh program intervensi awal pada anak kecil yang cacat, penelitian yang besar menunjukkan adanya manfaat positif jangka-pendek pada skor uji perkembanagan yang telah distandarisasi. Pengaruh jangka-panjang intervensi awal pada kemampuan sosial anak dan adaptasi keluarga sebagian besar belum diketahui



J. Komplikasi 1. Serebral palcy 2. Gangguan kejang 3. Gangguan kejiwaan 4. Gangguan konsentrasi /hiperaktif 5. Defisit komunikasi 6. Konstipasi



K. Perencanan Pulang dan Perawatan di Rumah a) Rujuk anak dan keluarga ke lembaga dan ahki yang dapat memberi bantuan khusus sehubungan dengan perawatan anak serta perawatan dan hygene gigi b) Rujuk keluarga ke lembaga-lembaga kemasyarakatan untuk konseling genetik, bantuan keuangan, peralatan adaptif, dan layanan-layanan pendukung c) Bekerja



sama



dengan



kelurga



dalam



membentuk



dan



mengimplementasikan renacana perbaikan perilaku d) Fasilitas pembelajaran keterampilan yang benar dalam hal sosial, kemasyarakatan,



komunikasi,



keamamanaan



masyarakat,



dan



menghindari orang asing ,serta perkembangan minat berhubungan dengan kelompok sebaya dan bersantai dan berekreasi. e) Fasilitas keikutsertaan anak dalam program sekolah, program rekreasi, dan lingkungan masyarakat.



2.2 Konsep asuhan keperawatan A. Pengkajian keperawatan Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai kekurangan dan kekuatan yang berhubungan dengan ketrampilan adaptif ; komunikasi, perawatan diri, interaksi sosial, penggunaan sarana-sarana di masyarakat pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, pembentukan ketrampilan rekreasi dan ketenangan dan bekerja.



1. Identitas pasien 2. Keluhan utama 3. Riwayat Kesehatan a.



Riwayat kesehatan sekarang Pasien menunjukkan Gangguan kognitif ( pola, proses pikir), Lambatnya ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa, Gagal melewati tahap perkembangan yang utama, Lingkar kepala diatas atau dibawah normal ( kadang-kadang lebih besar atau lebih kecil dari ukuran normal ), lambatnya pertumbuhan, tonus otot abnormal ( lebih sering tonus otot lemah ), ciri-ciri dismorfik, dan terlambatnya perkembangan motoris halus dan kasar.



b. Riwayat kesehatan dahulu Kemungkinan besar pasien pernah mengalami Penyakit kromosom Trisomi 21 ( Sindrom Down), Sindrom Fragile X, Gangguan Sindrom (distrofi otot Duchene ), neurofibromatosis ( tipe 1), Gangguan metabolisme sejak lahir ( Fenilketonuria ), Abrupsio plasenta, Diabetes maternal, Kelahiran premature, Kondisi



neonatal



termasuk



meningitis



dan



perdarahan



intracranial, Cedera kepala, Infeksi, Gangguan degenerative. c. Riwayat prenatal d. Riwayat perinatal e. Riwayat post natal f. Riwayat kesehatan keluarga Ada kemungkinan besar keluarga pernah mengalami penyakit yang serupa atau penyakit yang dapat memicu terjadinya retardasi mental, terutama dari ibu tersebut. g. Riwayat sosial 4. Pengkajian pola fungsional gordon a. Persepsi dan pola manajemen kesehatan 1) status kesehatan anak sejak lahir 2) pemeriksaan kesehatan secara rutin, imunisasi 3) Penyakit yang menyebabkan anak absen dari sekolah



4) Praktek pencegahan kesehatan ( pakaian, menukar popok, dll) 5) Apakah orang tua merokok ?, didekat anak ? 6) Mainan anak/bayi (aman?) keamanan kendaraan ? 7) Praktek



keamanan



orang



tua



(produk



rumah



tangga,



menyimpan obat-obatan , dll) b. Nutrisi – Pola Metabolic 1) Pemberian ASI/PASI, perkiraan jumlah minum, kekuatan menghisap



( bagi yang masih bayi )



2) Selera makan, makanan tidak disukai/disukai 3) Masukan makanan selama 24 jam ? makanan tambahan ? vitamin ? 4) Kebiasaan makan 5) Alat makan yang digunakan 6) Berat badan lahir? Berat badan saat ini? 7) Masalah kulit : rash, lesi, dll Orang tua -



status nutrisi orang tua/keluarga? Masalah?



c. Pola Eliminasi 1) Pola defekasi (gambarkan: frekuensi, kesulitan, kebiasaan ada darah/tidak) 2) Mengganti pakaian dalam/diapers ( bagi bayi ) 3) Pola eliminasi urin (gambarkan : berapa kali popok basah/hari, perkiraan jumlah , kekuatan keluarnya urin, bau, warna) Orang tua -



Pola eliminasi ? masalah ?



d. Aktivitas – Pola Latihan 1) Rutin mandi ? ( kapan, bagaimana, dimana, menggunakan sabun apa?) 2) Kebersihan rutin ( pakaian, dll) 3) Aktivitas sehari-hari dirumah, bermain, tipe mainan yang digunakan, teman bermain, penampilan anak saat bermain, dll) 4) Level aktivitas anak/bayi secara umum, tolerans



5) Persepsi anak terhadap kekuatan ( kuat atau lemah ) 6) Kemampuan kemandirian anak ( mandi, makan, toileting, berpakaian, dll ) Orang tua -



Aktivitas/pola latihan, pemeliharaan anak, pemeliharaan rumah ?



e. Pola Istirahat – Tidur 1) Pola istirahat/tidur anak, perkiraan jam, dll 2) Perubahan pola istirahat, mimpi buruk, nocturia ? 3) Posisi tidur anak? Gerakan tubuh ? f. Pola Kognitif – Persepsi 1) Responsive anak secara umum 2) Respons anak untuk berbicara, suara, object, sentuhan? 3) Apakah anak mengikuti object dengan matanya ? respon untuk meraih mainan 4) Vokal suara, pola bicara, mainan, dsb 5) Kemampuan anak untuk mengatakan nama, waktu, alamat, nomor telepon, dsb 6) Kemampuan anak untuk mengatakan kebutuhan : lapar, haus, nyeri, tidak nyaman ? Orang tua -



Kesulitan membuat keputusan, judgments ?



g. Persepsi Diri – Pola Konsep Diri 1) status mood bayi/anak ( iritabilitas ) 2) Pemahaman anak terhadap identitas diri, kompetyensi,dll Anak/Bayi : a. Status mood? b. Banyak teman / seperti yang lainnya / c. Persepsi diri (”baik” umumnya waktu, sulit untuk menjadi ”baik” ) d. Kesepian ? e. Takut ?



Orang tua -



Persepsi diri sebagai orang tua



h. Pola Peran – Hubungan 1) struktur keluarga 2) Masalah / Stressor keluarga 3) Interaksi antara anggota keluarga dan anak 4) Respon anak/bayi terhadap perpisahan 5) Anak : ketergantungan? 6) Anak : pola bermain / 7) Anak : temper tantrum ? masalah disiplin / penyesuaian sekolah ? Orang tua : -



Peran ikatan ? kepuasan ?



-



Pekerjaan/ sosial / hubungan perkawinan ?



i. Sexualitas j. Koping – Pola Toleransi Stress 1) Apa yang menyebabkan stress pada anak?



Level stress?



Toleransi ? 2) Pola penanganan masalah, support system ? k. Nilai – Pola Keyakinan 1) Perkembangan moral anak, pemilihan perilaku, komitmen / 2) Keyakinan akan kesehatan, keyakinan agama Orang tua -



sesuatu yang bernilai dalam hidupnya ( spirituality) semangat untuk masa depan ?



-



Keyakianan akan kesembuhan, dampak penyakit dan tujuan ?



5. Pemeriksaan fisik 1.



Kepala



:Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala



tdk simetris) 2.



Rambut



: Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus,



mudah putus dan



cepat berubah



3.



Mata



: mikroftalmia, juling, nistagmus, dll



4.



Hidung



: jembatan/punggung hidung mendatar,



ukuran kecil, cuping melengkung ke atas, dll 5.



Mulut



: bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas,



langit-langit lebar/melengkung tinggi 6.



Geligi



: odontogenesis yang tdk normal



7.



Telinga



: keduanya letak rendah; dll



8.



Muka



: panjang filtrum yang bertambah,



hipoplasia 9.



Leher



: pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak



sempurna 10. Tangan



: jari pendek dan tegap atau panjang kecil



meruncing, ibujari gemuk dan lebar, klinodaktil, dll 11. Dada & Abdomen



: tdp beberapa putting, buncit, dll



12. Genitalia



: mikropenis, testis tidak turun, dll



13. Kaki



: jari kaki saling tumpang tindih, panjang &



tegap/panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk.



6. Pengkajian perkembangan anak (Penilaian berdasarkan format DDST/Denver II ) bagi anak usia 0 – 6 tahun a. kemandirian dan bergaul b. Motorik halus c. Kognitif dan bahasa d. Motorik kasar Bagi anak diatas 6 tahun, maka ditanyakan tumbuh kembang secara umum sbb: 1) Berat badan lahir, 6 bulan, 1 tahun dan saat ini 2) Pertumbuhan gigi -



usia tumbuh gigi



-



jumlah



-



masalah dengan pertumbuhan gigi



e. Usia mulai menegakkan kepala, duduk, berjalan, kata-kata pertama f. Perkembangan sekolah, lancar ? masalah apa ? g. Interaksi dengan peers dan orang dewasa h. Partisipasi dengan kegiatan organisasi ( kesenia, Olahraga, dsb)



7. Pemeriksaan diagnostik a. Pemeriksaan Kromosom b. Pemeriksaan urin,scrum atau titer virus c. Test Diagnostik seperti :EEG,CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak,injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.



B. Diagnosa Keperawatan no



Diagnosa keperawatan



kode



1.



Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan kelainan fungsi kognitif



2.



Gangguan proses keluarga berhubungan dengan D.0120 perubahan status kesehatan anggota keluarga Gangguan komunikasi verbal berhubungan D.0119 dengan lambatnya keterampilan ekspresi dan resepsi bahasa Gangguan interaksi sosial berhubungn dengan D.0118 kesulitan bicara/kesulitan adaptasi social.



3.



4. 5.



6.



Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan mobilitas fisik/kurangnya kematangan perkembangan Risiko cedera berhubungan dengan dengan perilaku agresif/ketidakseimbangan mobilitas fisik



D.0106



D.0109



D.0136



C. Intervensi Keperawatan Dignosa keperawatan Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan kelainan fungsi kognitif



NOC  Growth and Development Delayed  Requirements Kriteria Hasil : 1. Anak berfungsi optimal sesuai dengan tingkatannya 2. Keluarga dan anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya ketidakmampuan 3. Keluarga mampu mendapatkan sumber-sumber sarana komunitas 4. Kematangan fisik wanita : perubahan fisik normal pada wanita yang terjadi dengan transisi dan masa kanak-kanak ke dewasa 5. Kematangan fisik pria : perubahan fisik normal pada pria yang terjadi dengan transisi dan masa kanak-kanak ke dewasa



Gangguan proses keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan anggota keluarga



 



Fungsi keluarga Normalisasi keluarga Kriteria hasil : 1. Mampu merawat anggota keluarga yang mengalami ketergantungan 2. Anggota keluarga mampu saling mendukung



NIC  Peningkatan perkembangan anak dan remaja 1. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak 2. Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang optimal 3. Berikan perawatan yang konsisten 4. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulsi taktil 5. Dorong anak untuk melakukan perawatan sendiri 6. Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok 7. Ciptakan lingkungan yang aman



 Peningkatan koping  Dukungan keluarga 1. Dukung keterlibatan keluarga dengn cara yang tepat 2. Dukung keluarga memverbalisasikan perasaannya mengenai sakitnya anggota keluarga 3. Dengarkan



Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan lambatnya keterampilan ekspresi dan resepsi bahasa



Gangguan interaksi sosial berhubungn dengan kesulitan bicara/kesulitan adaptasi social



3. Mampu menerima keanekaragaman diantara anggota keluarga 4. Menggunakan kelompok dukungan masyarakat  Coping  Sensori Function : hearing and vision  Fear Self Control Kriteria Hasil : 1. Penerimaan, interpretasi dan ekspresi pesan, lisan, tulisan, dan non verbal meningkat 2. Ekspresi pesan verbal dan atau non verbal yang bermakna 3. Pasien mampu menggunakan, memperoleh, dan mengatur informasi 4. Pasien mampu mengkomunikasikan kebutuhan dengan lingkungan sosial 



Self Esteem, Situational  Communication Impaired Verbal Kriteria Hasil : 1. Menggunakan aktivitas yang menenangkan, menarik, dan menyenangkan untuk meningkatkan kesejahteraan, interaksi sosial dengan orang, kelompok, atau organisasi. 2. Memahami dampak dari perilaku diri



kekhawatiran, perasaan pertanyaan keluarga







1. 2. 3. 4.



5.



6. 7.



 1. 2.



3. 4.



dan dari



Communication Enhancement : Speech Deficit Kaji kemampuan komunikasi pasien Berdiri di depan pasien ketika sedang berbicara Dengarkan dengan penuh perhatian Beri satu kalimat sederhana setiap bertemu jika diperlukan Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan Berikan pujian positif jika diperlukan Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi bicara



Socialization Enhancement : Buat interaksi terjadwal Dorong pasien ke kelompok atau program keterampilan interpersonal yang membantu meningkatkan pemahaman tentang pertukaran infomasi atau sosialisasi jika perlu Identifikasi perubahan perilaku tertentu Berikan umpan balik positif jika pasien berinteraksi dengan



pada interaksi sosial orang lain 3. Mengungkapkan 5. Gunakan teknik keinginan untuk bermain peran untuk berhubungan dengan meningkatkan orang lain keterampilan dan teknik 4. Perkembangan fisik, komunikasi kognitif, dan 6. Minta dan harapkan psikososial anak adanya komunikasi sesuai dnegan verbal usianya Defisit perawatan diri  Self Care Status  Self Care assistane : berhubungan dengan ADLs  Activity Tolerance perubahan mobilitas 1. Monitor kemampuan Kriteria Hasil : fisik/kurangnya kematangan 1. Mampu melakukan pasian untuk perkembangan perawatan diri yang tugas fisik yang mandiri paling mendasar dan 2. Monitor kebutuhan aktivitas perawatn pasien untuk alat-alat pribadi secara bantu perawatan diri mandiri dengan atau 3. Sediakan bantuan tanpa alat bantu sampai pasien mampu 2. Mampu secara utuh untuk mempertahankan melakukan perawatan kebersihan pribadi diri secara mandiri 4. Ajarkan dengan atau tanpa pasien/keluarga pasien alat bantu untuk mendorong kemandirian, utnuk memberikan antuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya 5. Beri aktivitas ruti sehari-hari sesuai dnegan kemampuan pasien 6. Pertimbangkan usia pasien jika mendorong pelaksanaan akivitas sehari-hari Risiko cedera berhubungan dengan dengan perilaku agresif/ketidakseimbangan mobilitas fisik



 Risk Control  Kriteria Hasil : 1. Pasien terbebas dari cedera 2. Pasien menggunakan fasilitas kesehatan



Environment management (Manajemen Lingkungan



yang ada 3. Keluarga pasien mampu menjelaskan cara atau metode untuk mencegah cedera 4. Keluarga pasien mampu menjelaskan faktor risiko dari lingkungan atau perilaku personal



1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien 3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya 4. Memasang side rail tempat tidur 5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih 6. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien 7. Memindahkan barangbarang ang dapat membahayakan



D. Implementasi Keperawatan Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan,mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Rencana tindakan tersebut diterapkan dalam situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dan hasil yang di harapakan. Tindakan keperawatan harus mendetail. Agar semua tenaga keperwatan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan di lakukan sesuai dengan kondisi pasien. E. Evalusi Keperawatan Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi berfokus pada ketepatan perawatan yang diberikan dan kemajuan pasien atau kemunduran pasien terhadap hasil yang diharapkan. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon klien dicatat dan dievaluasi dalam



hubungannya dengan hasil yang yang diharapkan. Kemudian berdasarkan respon klien, direvisi intervensi keperawatan atau hasil yang diperlukan. Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan computer keperawatan, yaitu : 1. Proses (sumatif) Fokus tipe ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan sesudah perencanaan keperawatan, dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. 2. Hasil (formatif) Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan klien



DAFTAR PUSTAKA Soetjiningsih.1995.Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC Crocker, dan Nelson, 1983, Developmental Behavioral Pediatrics, 1st ed., Philadelphia, WB Saunders. Swaiman, K.F., 1989. Mental Retardation, Pediatric Neurology: Principles And Practice, 1st ed, Mosby, St.Louis, h. 67. Titi Sunarwati Sularyo, M. K.2000. Retardasi Mental. Sari Pediatri, II, 170- 177. American Psychiatric Association.1994. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition. Washington, DC : American Psychiatric Association. SDKI, DPP & PPNI, 2016. Sandar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan indicator diagnostik Edisi 1. Jakarta : DPPPPNI Moorhead,Sue; Johnson, Marion; Maas Meridean.2012.Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th Edition. US: Elsevier Butcher,Howard;Bulechek,Gloria;



Dochtherman,Joanne



McCloskey.2012.



Nursing Intervention Clasification (NIC) 6th Editions. US: Elsevier