LP Asma Pada Anak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONKIAL



Dosen Pembimbing : Ns. Nopi Nur Khasanah, M.Kep., Sp.Kep.An Disusun : Lisa Aryani 30901800108



UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ISLAM SULTAN AGUNG TAHUN AJARAN 2019/2020



A. Pengertian Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012). Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas



terhadap



rangsangan



tertentu,



yang



menyebabkan



peradangan,



penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011). B. Anatomi a. Hidung Hidung atau naso atau  nasal merupakan saluran udara  yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk  menyaring  udara,  debu,  dan  kotoran  yang  masuk  ke  dalam lubang hidung. b. Faring Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus). c. Laring Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang  rawan  yang  berfungsi  pada  waktu  kita  menelan  makanan menutupi laring.



d. Trakea Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi  oleh  selaput  lendir  yang  berbulu  getar    yang  disebut  sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos. e. Bronkus Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak   terdapat   cincin   lagi,   dan   pada   ujung   bronkioli   terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli. f. Paru-paru Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2  masuk ke dalam darah dan CO2  dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus



inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini   bercabang-cabang   banyak   sekali,   cabang   ini   disebut   duktus alveolus.   Tiap   duktus   alveolus   berakhir   pada   alveolus   yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.  Paru-paru  dibungkus  oleh  selaput  yang  bernama  pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada  pembungkus)  yaitu  selaput  paru  yang  langsung  membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas. C. Etiologi a. Faktor Predisposisi Genetik merupakan faktor predisposisi dari asma bronkhial. b. Faktor Presipitasi a) Alergen Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contohnya: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi. 2. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contohnya: makanan dan obat-obatan. 3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contohnya: perhiasan, logam, dan jam tangan. b) Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. c) Stress



Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma. Stress juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada d) Lingkungan kerja Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. e) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. D. Tanda dan Gejala 1. Batuk kronis yang tak kunjung sembuh 2. Napas cepat dan terputus-putus 3. Napas pendek-pendek 4. Terjadi ketika sedang bermain, tertawa, menangis dan malam hari 5. Sering mengeluh sesak atau dadanya sakit 6. Bunyi seperti siulan/ ngik ngik saat mengembuskan napas (mengi) 7. Otot leher dan dada menjadi kaku atau tegang 8. Anak terlihat lemas atau lesu.



E. Pathway



F. Komplikasi 1. Pneumo thoraks 2. Pneumonia 3. Emfisema subkutis 4. Gagal nafas 5. Bronchitis



G. Pemeriksaan Penunjang



1. Pemeriksaan sputum 2. Pemeriksaan darah 3. Foto rontgen 4. Pemeriksaan faal paru 5. Elektrokardiografi H. Terapi Terapi farmakologi : 1. Kromolin 1x4 2. Antibiotik spectrum luas 3. Inhaler Terapi non farmakologi : 1. Pemberian oksigen 2. Bersihan jalan nafas I. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler - alveolar 3. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit. J. Rencana Keperawatan Diagnosa



Tujuan dan Kriteria Hasil



No Keperawatan (NOC) 1. Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan nafas tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : berhubungan 1. Respiratory status : Ventilation dengan tachipnea, 2. Respiratory status : peningkatan Airway patency 3. Aspiration Control, produksi mukus, Dengan kriteria hasil : kekentalan 1. Mendemonstrasikan batuk sekresi dan efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada bronchospasme. sianosis dan dyspneu



Intervensi 1. a.



b.



c.



(NIC) Airway Management Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat



(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) 3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas



d. e. f. g. h. i. j. k.



2.



jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi



dan status O2 2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan AIRWAY MANAGEMENT pertukaran gas keperawatan selama 3 x 24 1. Buka jalan nafas, jam, pasien mampu : berhubungan gunakan teknik chin lift a. Respiratory Status : Gas atau jaw thrust bila exchange dengan perlu b. Respiratory Status : perubahan a. Posisikan pasien ventilation untuk membran kapiler c. Vital Sign Status memaksimalkan Dengan kriteria hasil : - alveolar ventilasi 1. Mendemonstrasikan b. Identifikasi peningkatan ventilasi dan pasien perlunya oksigenasi yang adekuat pemasangan alat 2. Memelihara kebersihan jalan nafas paru paru dan bebas dari buatan tanda tanda distress c. Pasang mayo pernafasan bila perlu 3. Mendemonstrasikan batuk d. Lakukan efektif dan suara nafas fisioterapi dada yang bersih, tidak ada jika perlu sianosis dan dyspneu e. Keluarkan



(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 4. Tanda tanda vital dalam rentang normal



1. 2.



3. 4.



5. 6. 7.



sekret dengan batuk atau suction f. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan g. Lakukan suction pada mayo h. Berika bronkodilator bial perlu i. Barikan pelembab udara j. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. k. Monitor respirasi dan status O2 RESPIRATORY MONITORING Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal Monitor suara nafas, seperti dengkur Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot Catat lokasi trakea Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi



dan suara tambahan 8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama 9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya. 3. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : a. Pain Level, b. Pain control, c. Comfort level Dengan Kriteria Hasil : 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 5. Tanda vital dalam rentang normal



PAIN MANAGEMENT 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan



9. Kurangi faktor presipitasi nyeri 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 15. Tingkatkan istirahat 16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri



DAFTAR PUSTAKA Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Johnson, M., et all. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro