LP Bedah (Luka Bakar) PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR DI IGD RSUP SANGLAH DENPASAR



OLEH: AYU INDRI AGUSTIN NIM. 1902621033



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2019



Konsep Teori Luka Bakar A. Definisi Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Artawan, 2013). Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas dan suhu sangat rendah (Adhy dkk, 2014). Luka bakar adalah salah satu cedera yang paling luas yang berkembang di dunia. Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Pitoyo, 2013). B. Epidemiologi Luka bakar telah menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 195.000 orang per tahun. Berdasarkan angka kejadian di Amerika Serikat luka bakar menjadi penyebab kematian terbesar yang setiap tahunnya sejumlah 2,5 juta orang mengalami luka bakar dan sekitar 12.000 orang meninggal dunia yang disertai cedera inhalasi. Menurut World Fire Statistics Centre pada tahun 2003 sampai 2005 mengenai terjadinya luka bakar negara dengan prevalensi terendah yaitu Singapura dengan persentase 0,12% per 100.000 orang. Dan yang tertinggi adalah Hongaria dengan persentase 1,98% (Artawan, 2013 dan Adhy dkk, 2014). Menurut Riskesdas 2013, prevalensi luka bakar di Jawa Tengah adalah 7,2 % dari seluruh kejadian cedera total. Data yang diperoleh dari Unit Luka Bakar RSCM dari tahun 2009-2010 menunjukkan bahwa penyebab luka bakar terbesar adalah ledakan tabung gas LPG (30,4 Persen) diikuti kebakaran (25,7 %) dan tersiram air panas (19,1 %) dengan mortalitas pasien luka bakar mencapai 34 %. C. Etiologi Terdapat empat jenis cedera luka bakar yaitu termal, kimia, listrik, dan radiasi (Musliha, 2010). 1) Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) : gas, cairan, bahan padat



Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lain-lain). 2) Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn) Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga. 3) Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn) Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown. 4) Luka bakar radiasi (Radiasi Injury) Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi. D. Patofisiologi Jaringan lunak akan mengalami cedera bila terkena suhu diatas 1150F (460C). Luasnya kerusakan bergantung pada suhu permukaan dan lama kontak. Sebagai contoh pada kasus luka bakar tersiram air panas pada orang dewasa, kontak selama 1 detik dengan air yang panas dari shower dengan suhu 68,90C dapat menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis dan dermis sehingga terjadi cedera derajat tiga (full-thickness injury). Sebagai manifestasi dari cedera luka bakar panas, kulit akan melakukan pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan pembentukan oksigen reaktif dan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan menyebabkan penurunan tekanan onkotik. Hal ini menyebabkan kehilangan cairan serta viskositas plasma meningkat dengan menghasilkan suatu formasi mikrotrombus. Cedera luka bakar dapat menyebabkan keadaan hipermetabolik yang dimanifestasikan dengan adanya demam, peningkatan laju metabolisme, peningkatan ventilasi, peningkatan curah jantung,



peningkatan glukoneogenesis, serta meningkatkan katabolisme otot viseral dan rangka. Adanya luka pada



sistem pernafasan misalnya pada wajah yang merusak mukosa



sehingga terjadi udema pada laring dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan menyebabkan ketidakefektifan pola nafas. Terjebak kebakaran dalam ruangan tertutup juga dapat menyebabkan cedera inhalasi sehingga terjadi cedera alveolar yang ditandai dengan adanya sputum berkarbon yang memunculkan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang diakibatkan karena keracunan gas (PCO2 yang meningkat sedangkan PO2 turun). Keracunan gas tersebut dan sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan adanya penurunan cairan intravaskuler sehingga terjadi hipovolemia dan hipoksia jaringan dan memunculkan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (Nurarif dan Hardhi, 2015). Masalah yang dapat timbul pada luka bakar yang luas yaitu gangguan pada sistem hormonal dan gangguan keseimbangan cairan elektrolit. Hal tersebut terjadi akibat kehilangan cairan serta dapat menyebabkan penurunan jumlah limfosit sehingga luka beresiko mengalami sepsis. Mediator inflamasi seperti (sitokin, TNF-α dan sel fagosit nekrotik) dan gangguan metabolisme (protein, karbohidrat dan lemak) dapat muncul sebagai akibat dari luka bakar yang luasnya >20% . Meningkatnya stress oksidatif juga dapat menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas sehingga akan mengganggu fungsi imun (Adhy dkk, 2014). E. Manifestasi Klinis Untuk mengetahui gambaran klinik tentang luka bakar (Combustio) maka perlu mempelajari (Muttaqin dan Kumala, 2011) : a. Luas Luka Bakar Luas luka bakar dapat ditentukan dengan cara “Role of nine“ yaitu dengan tubuh dianggap 9 % yang terjadi antara: 1) Kepala dan leher : 9 % 2) Dada dan perut : 18 % 3) Punggung hingga pantat : 18 % 4) Anggota gerak atas masing-masing : 9 % 5) Anggota gerak bawah masing-masing : 18 % 6) Perineum : 9 %



b. Derajat Luka Bakar Untuk derajat luka bakar dibagi menjadi 4, yaitu : 1) Grade I a) Jaringan yang rusak hanya epidermis. b) Klinis ada nyeri, warna kemerahan, kulit kering. c) Tes jarum ada hiperalgesia. d) Lama sembuh + 7 hari. e) Hasil kulit menjadi normal. 2) Grade II a) Grade II a 



Jaringan yang rusak sebagian dermis, folikel, rambut, dan kelenjar keringat utuh,







Rasa nyeri warna merah pada lesi.







Adanya cairan pada bula.







Waktu sembuh + 7 - 14 hari.



b) Grade II b 



Jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar keringan yang utuh.







Eritema, kadang ada sikatrik.







Waktu sembuh + 14 – 21 hari.



3) Grade III a) Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis. b) Kulit kering, kaku, terlihat gosong. c) Terasa nyeri karena ujung saraf rusak. d) Waktu sembuh lebih dari 21 hari. 4) Grade IV Luka bakar yang mengenai otot bahkan tulang. F. Klasifikasi Berdasarkan kedalaman luka : 1) Luka bakar derajat I



Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5 -10 hari. 2) Luka bakar derajat II Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal. 3) Luka bakar derajat III (Full Thickness burn) Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung–ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka. 4) Luka bakar derajat IV Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian. penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka (Musliha, 2010). G. Pemeriksaan Penunjang Menurut Kusmastu (2012), diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka bakar yaitu : 



Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya



kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah. 



Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.







GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.







Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.







Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.







Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.







Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.







Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.







BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.







Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera.







EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.







Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.



H. Penatalaksanaan a. Keperawatan 1) Penanganan awal ditempat kejadian Tindakan yang dilakukan terhadap luka bakar : a) Jauhkan korban dari sumber panas, jika penyebabnya api, jangan biarkan korban berlari, anjurkan korban untuk berguling–guling atau bungkus tubuh korban dengan kain basah dan pindahkan segera korban ke ruangan



yang cukup berventilasi jika kejadian luka bakar berada diruangan tertutup. b) Buka pakaian dan perhiasan yang dikenakan korban c) Kaji kelancaran jalan nafas korban, beri bantuan pernafasan korban dan oksigen bila diperlukan d) Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang bersuhu 200C selama 15–20 menit segera setelah terjadinya luka bakar e) Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan air sebanyak–banyaknya untuk menghilangkan zat kimia dari tubuhny f) Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar serta cedera lain yang menyertai luka bakar g) Segera bawa korban ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut 2) Penanganan luka bakar di unit gawat darurat Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam pertama yaitu : a) Penilaian keadaan umum pasien. Perhatikan A : Airway (jalan nafas), B : Breathing (pernafasan), C : Circulation (sirkulasi) b) Penilaian luas dan kedalaman luka bakar c) Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran pernafasan d) Kaji adanya faktor–faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll) e) Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter) f) Pasang kateter urin g) Pasang NGT jika diperlukan h) Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan i) Berikan suntikan ATS / toxoi j) Perawatan luka : 



Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100)







Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang mengganggu pergerakan







Selimuti pasien dengan selimut steril



k) Pemberian obat–obatan (kolaborasi dokter) 



Antasida H2 antagonis







Roborantia (vitamin C dan A)







Analgetik







Antibiotik



b. Medis Tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pasien luka bakar antara lain terapi cairan dan terapi obat – obatan topical. 1) Pemberian cairan intravena Tiga macam cairan diperlukan dalam kalkulasi kebutuhan pasien : a) Koloid termasuk plasma dan plasma expander seperti dextran b) Elektolit seperti NaCl, larutan ringer, larutan Hartman atau larutan tirode c) Larutan non elektrolit seperti glukosa 5% Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan secara teliti. Kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini. Pemberian cairan ada beberapa formula : a) Formula Baxter hanya memakai cairan RL dengan jumlah : % luas luka bakar x BB (kg) x 4cc diberikan ½ 8 jam I dan ½ nya 16 jam berikut untuk hari ke 2 tergantung keadaan. Resusitasi cairan : Baxter. 



Dewasa : Baxter. RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.







Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal: RL : Dextran = 17 : 3 2 cc x BB x % LB.







Kebutuhan faal : o < 1 tahun : BB x 100 cc o 1 – 3 tahun : BB x 75 cc o 3 – 5 tahun : BB x 50 cc



o ½ à diberikan 8 jam pertama o ½ à diberikan 16 jam berikutnya. Hari kedua : 



Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin. ( 3-x) x 80 x BB gr/hr (Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.







Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.



b) Formula Evans 



Cairan yang diberikan adalah saline







Elektrolit dosis : 1cc x BB kg x % luka bakar







Koloid dosis : 1cc x Bb kg x % luka bakar







Glukosa : - Dewasa : 2000cc dan Anak : 1000cc



c) Formula Brook 



Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat







Elektrolit : 1,5cc x BB kg x % luka bakar







Koloid : 0,5cc x Bb kg x % luka bakar







Dektros : - Dewasa : 2000cc dan Anak : 1000cc



d) Formula farkland 



Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat







Elektrolit : 4cc x BB kg x % luka bakar



2) Terapi obat – obatan topical Ada berbagai jenis obat topical yang dapat digunakan pada pasien luka bakar antara lain : a) Mafenamid Acetate (sulfamylon) Indikasi : Luka dengan kuman pathogen gram positif dan negatif, terapi pilihan untuk luka bakar listrik dan pada telinga. Keterangan : Berikan 1–2 kali per hari dengan sarung tangan steril, menimbulkan nyeri partial thickness burn selama 30 menit, jangan dibalut karena dapat merngurangi efektifitas dan menyebabkan macerasi. b) Silver Nitrat



Indikasi : Efektif sebagai spectrum luas pada luka pathogen dan infeksi candida, digunakan pada pasien yang alergi sulfa atau tosix epidermal nekrolisis. Keterangan : Berikan 0,5% balutan basah 2 – 3 kali per hari, yakinkan balutan tetap lembab dengan membasahi setiap 2 jam. c) Silver Sulfadiazine Indikasi : Spektrum luas untuk microbial pathogen ; gunakan dengan hati – hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. Keterangan : Berikan 1–2 kali per hari dengan sarung steril, biarkan luka terbuka atau tertutup dengan kasa steril. d) Povidone Iodine (Betadine) Indikasi : Efektif terhadap kuman gram positif dan negatif, candida albican dan jamur. Keterangan : Tersedia dalam bentuk solution, sabun dan salep, mudah digunakan dengan sarung tangan steril, mempunyai kecenderungan untuk menjadi kerak dan menimbulkan nyeri, iritasi, mengganggu pergerakan dan dapat menyebabkan asidosis metabolic. I. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus luka bakar yaitu infeksi luka yang gejalanya sama dengan proses penyembuhan luka yaitu adanya eritema, edema, dan nyeri tekan. Demam, malaise, dan gejala yang lebih buruk dapat menyebabkan sepsis dan kerusakan yang lebih dalam. Luka bakar juga dapat menyebabkan timbulnya syok, cedera inhalasi apabila pasien menghirup udara di dalam ruangan tertutup (Lalani, 2013). Luka bakar terutama dengan luas >20% dapat menyebabkan gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Selain itu, semakin berat kerusakan jaringan maka proses inflamasi juga semakin lama terjadi dan tidak terkendali. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya inflamasi sistemik dan penekanan sistem imun yang berbahaya karena dapat menjadi SIRS dan MODS (Adhy dkk, 2014).



Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar



A. Pengkajian 1) Data Umum Berisi mengenai identitas pasien yang meliputi nama, umur, No.RM, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, jam datang, jam diperiksa, tipe kedatangan dan informasi data. 2) Keadaan umum pada pasien luka bakar dengan gawat darurat yang berisi tentang observasi umum mengenai penghentian proses luka bakar dan pemeriksaan status ABC (Airway, Breathing dan Circulation). 3) Pengkajian primer (Pamela, 2011) 1. Airway: mengkaji ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas, sumbatan total atau sebagian, distress pernafasan, ada tidaknya aliran udara dan adanya gangguan pada jalan nafas misalnya edema tipe torniket pada daerah leher yang dapat menyumbat pernafasan. Masalah airway yang timbul pada pasien luka bakar yaitu pasien sulit bernafas, terdapat edema di jalan nafas, batuk, suara serak, stridor, takipne, dispnea, agitasi adanya sputum mengandung . 2. Breathing: mengkaji adanya henti nafas dan adekuatnya pernafasan, frekuensi nafas dan pergerakan dinding dada(naik turunnya dinding dada), suara pernafasan melalui hidung atau mulut, merasakan udara yang dikeluarkan dari jalan nafas. Masalah breathing yang timbul pada pasien luka bakar yaitu terganggunya ekspansi dada akibat adanya krustal tebal pada luka bakar derajat 3 yang 11



mengelilingi dada, adanya penggunaan otot bantu pernafasan, pasien sulit bernafas, RR > 24x/menit, irama nafas tidak teratur, nafas cepat dan pendek, suara nafas wheezing. 3. Circulation: mengkaji ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan syok, dan adanya perdarahan eksternal, denyut nadi, kekuatan dan keteraturan, warna kulit dan kelembaban, tanda-tanda perdarahan eksternal, tanda- tanda jejas atau trauma.



Masalah circulation yang timbul pada pasien luka bakar yaitu peningkatan curah jantung dalam beberapa menit pertama cedera, nadi tidak dapat diraba, tingkat kesadaran menurun. 4. Disability:



mengkaji



kondisi



neuromuskular



pasien,



keadaan



status



kesadaran(GCS), keadaan ekstrimitas, kemampuan motorik dan sensorik. Pada pasien luka bakar yang diakibatkan oleh luka bakar listrik dapat terjadi penurunan kesadaran, paralisis motorik, disorientasi dan defisit sensorik (Lalani, 2013). 5. Exposure and environment control: pemaparan dan kontrol lingkungan tentang kondisi pasien secara umum. 4) Pengkajian sekunder 1. Riwayat keperawatan : Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama pasien, riwayat penyakit saat ini, riwayat pengobatan, pengobatan yang sedang dijalani, riwayat keluarga dan sosial, serta review sistem (Kartika, 2011) Pengkajian subjektif nyeri meliputi: P (penyebab, yang menimbulkan nyeri, adakah hal yang menyebabkan kondisi memburuk/membaik), Q (kualitas, keluhan klien), R (arah perjalanan nyeri, daerah nyeri), S (skala nyeri 1-10), T (lamanya nyeri dirasakan, terus menerus/ hilang timbul) (Kartika , 2011). Pengkajian Objektif tanda-tanda vital meliputi tekanan darah meliputi systole > 100-140 mmHg, diastole > 60-90 mmHg, nadi 60-100 kali/ menit atau lebih, suhu: 36-37,5 C atau meningkat dan pernafasan lebih dari 16- 24 kali/menit (Kartika, 2011). 2. Pemeriksaan fisik per sistem yang biasa timbul pada luka bakar yaitu: a. Sistem neurologi Menurut metode Glascow Coma Scale (GCS) dengan penilaian Eye (4 untuk buka mata spontan, nilai 3 dengan suara, nilai 2 dengan nyeri dan 1 tanpa respon), penilaian Verbal (5 apabila orientasi bagus, 4 jika pasien bingung, 3 apabila kalimat tidak jelas, 2 jika suara tidak jelas/bergumam dan 1 jika tidak ada respon) serta motorik (6 bila pasien



dapat mengikuti perintah dengan baik, 5 bila pasien mampu melokalisasi nyeri, 4 bila pasien menghindari nyeri, 3 bila fleksi abnormal, 2 bila ekstensi abnormal dan 1 bila tanpa respon) Pada kasus luka bakar dapat ditemukan penurunan kesadaran yaitu nyeri pada respon membuka mata, gangguan verbal, dan gangguan motorik karena adanya cedera. b. Sistem respirasi Periksa bagian wajah, dada, dan leher pasien atas adanya tandatanda distress pernafasan seperti penggunaan otot aksesori, keteraturan retraksi dada, keteraturan pola nafas, dan suara nafas abnormal (Kartika, 2011). Pada kasus luka bakar dapat ditemukan adanya batuk, suara serak, stridor, takipne, dispnea, agitasi adanya sputum mengandung karbon, penggunaan otot bantu pernafasan, pasien sulit bernafas, RR lebih atau kurang dari 24x/menit, irama nafas tidak teratur, nafas cepat dan pendek, suara nafas wheezing. c. Sistem kardiovaskuler Kaji atas adanya keluhan nyeri pada dada, normalitas tanda-tanda vital, dan denyut jantung yang cepat, pelan atau tidak teratur (Kartika, 2011). Dalam pengkajian sistem kardiovaskuler pada kasus luka bakar akan terjadi peningkatan curah jantung dalam beberapa menit cedera, dan nadi sulit diraba. d. Sistem pencernaan Periksa adanya distensi abdomen, jejas, dan adanya luka. Auskultasi keempat kuadran dan pastikan status peristaltik usus. Palpasi adanya nyeri, hepatomegali, dan limpa. Perkusi untuk mngetahui ukuran organ dan memeriksa daerah cairan atau rongga intra abdominal (Kartika, 2011). Pada luka bakar akan ditemukan adanya penurunan metabolik sebagai akibat dari respon sistemik pada 24 jam pertama cedera. e. Sistem muskuloskeletal Gangguan muskuloskeletal di unit gawat darurat berhubungan dengan trauma dan infeksi. Kaji luka atas adanya edema, eritema, jejas,



dan nyeri. Periksa pergerakan dan status neurovaskular pasien untuk mendeteksi masalah. Lepaskan semua perhiasan dan pakaian ketat dari daerah luka (Kartika, 2011). Pada pasien luka bakar dapat ditemukan edema jaringan dan nekrosis. f. Sistem perkemihan Catat frekuensi urin, adanya inkontinensia, terasa panas, atau bau aneh dan status nyeri pada sistem urinaria. Pada pasien luka bakar akan ditemukan urine berwarna kemerahan yang menunjukkan adanya hemokromogen dan mioglobin akibat kerusakan otot karena luka bakar yang dalam. g. Sistem integumen Meliputi pemeriksaan warna, tekstur, turgor, suhu, kepucatan, sianosis dan kekuningan (Kartika, 2011). Pada sistem integumen pasien luka bakar mengalami gangguan integritas kulit seperti kulit berwarna abu-abu dan pucat, dan adanya krustal. h. Sistem endokrin Perhatikan adanya gangguan endokrin jika pasien merasa sering lelah, lemah, terjadi penurunan BB, poliuri, polidipsi dan polifagi (Kartika, 2011). B. Diagnosis Keperawatan 1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya cedera alveolar yang ditandai dengan sputum berkarbon, suara serak, rambut nasal terbakar, penurunan PO2 atau peningkatan PCO2. 2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan edema seluruh tubuh, jaringan vaskular, penurunan curah jantung, dan hipovolemia. 3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif akibat peningkatan evaporasi. 4) Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis ditandai dengan mengeluh nyeri, skala nyeri. 5) Risiko Infeksi berhubungan dengan proses penyakit.



6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan metabolic ditandai dengan kerusakan lapisan kulit.



C. Rencana Keperawatan



No.



Intervensi



Dx 1.



NOC &



NIC



NOC:



a. Kaji kepatenan jalan jalan nafas.



Respiratory status: ventilation.



b. Lakukan pembebasan jalan nafas.



Respiratory status: airway patency.



c. Berikan O2 sesuai resep.



Kriteria Hasil :



d. Siapkan untuk intubasi endotrakea



a. Suara nafas bersih, tidak ada e. Pasang slang nasogastrik untuk mencegah dyspnea.



aspirasi pada pasien tidak sadar.



b. Tidak ada sputum.



f. Kolaborasi pemberian bronkodilator jika



c. Irama dan frekuensi nafas dalam rentang



normal



perlu.



(RR=16-



24x/menit, irama nafas teratur).



2.



NOC:



a. Kaji keadaan umum dan TTV.



Circulation status



b. Observasi



perubahan



pasien



dalam



merespon stimulus.



Tissue perfusion: cerebral Kriteria Hasil:



c. Kolaborasi pemberian obat.



a. Tidak ada tanda-tanda peningkatan d. Batasi gerakan pada kepala, leher dan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg).



e. Sambungkan monitor jantung, monitor



b. TTV dalam batas normal(TD: sistole