12 0 163 KB
KEPERAWATAN ANAK LAPORAN PENDAHULUAN BRONKIOLITIS
OLEH: LUH NITA NOVIANTARI NIM. 2114901169
FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI TAHUN AJARAN 2021/2022
A. TINJAUAN KASUS 1. Pengertian Bronkiolitis adalah suatu penyakit paru obstruktif pada bayi dan anak yang paling sering disebabkan oleh infeksi RSV (respiratory syncytial virus). Bronkiolitis sering diderita bayi atau anak berumur kurang dari dua tahun paling sering pada usia 6 bulan. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi yang mempengaruhi saluran udara kecil (bronkiolus) dan mengganggu fungsi paru-paru penderitanya. Pada saat bronkiolus meradang, saluran ini membengkak dan menghasilkan lender sehingga menutup jalan napas. Pada anak-anak, bronkiolitis memiliki beberapa sifat khas, yakni sebagai berikut (Mendri & Sarwo prayogi, 2017) : a. Paling sering menyerang bayi dan balita karena hidung dan saluran udara kecil (bronkiolus) lebih mudah terhambat daripada anak-anak yang lebih tua atau orang dewasa b. Biasanya terjadi selama 2 tahun pertama kehidupan, yang paling umum sekitar 3 sampai usia 6 bulan c. Lebih umum pada laki-laki, bayi premature, anak-anak yang belum ASI, dan mereka yang hidup dalam kondisi yang penuh sesak (Mendri & Sarwo prayogi, 2017) 2. Etiologi Beberapa penyebab dari bronkiolitis, yaitu : a. Sebagian besar oleh Syncytial virus (50-90%) b. Parainfluenza c. Rhinovirus d. Adenovirus e. Influenza f. Mycoplasma pneumoniae g. Metapneumovirus (Dewi, 2018).
3. Patofisiologi Bronkiolitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri. Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiole yang disebabkan oleh edema, penimbunan lendir serta debris- jebris seluler. Karena tahanan terhadap aliran udara di dalam tabung berbanding terrbalik dengan pangkat tiga dari tabung tersebut, maka penebalan kecil yang pada dinding brokiolus pada bayi akan mengakibatkan pengaruh besar atas aliran udara. Tekanan udara pada lintasan udara kecil akan meningkat baik selama fase inspirasi maupun selama fase ekspirasi, karena jari-jari suatu saluran nafas mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi pernafasan akan mengakibatkan terrperangkapnya udara serta pengisian udara yang berlebihan. Proses patologis yang terjadi akan mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru-paru. Ventilasi yang semakin menurun pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini. Retensi karbon dioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi kecuali pada penderita yang terserang 3 hebat. Pada umumnya semakin tinggi pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan pernafasan melebihi 60 x / menit yang kemudian
meningkat
sesuai
dengan
tachipnea
yang
terjadi
(Sariasih,2018). 4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinik dari bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas, disertai dengan batuk pilek beberapa hari, biasanya disertai kenaikan suhu atau hanya subfebris. Anak mulai menderita sesak nafas. makin lama makin berat, pernafasan dangkal dan cepat, disertai serangan batuk. Terlihat juga pernafasan cuping hidung disertai retraksi interkostal dan suprasternal, anak menjadi gelisah dan sianotik. Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirium
memenjang disertai dengan mengi (Wheezing). Ronchi nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akhir ekpirasi atau permulaan ekpirasi. Pada keadaan yang berat sekali, suara pernafasan tidak terdengar karena kemungk:inan obtruksi hampir total. Foto rontgen menunjukkan paru-paru dalam keadaan hipererasi dan diameter antero posterior membesar pada foto lateral. Pada sepertiga pasien ditemukan bercak di sebabkan atelektasis atau radang. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal. Bila menjumpai pasien atau bayi anak di bawah umur 2 tahun yang menunjukkan gejala pasien asma, harus hati-hati karena dapat terjadi pada pasien dengan bronkiolitis akut. Bedanya, pasien asma akan memberikan respon terhadap bronkodilator, sedangkan pasien brokiolitis akut tidak (Dewi, 2018). 5. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik a. Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan polimorfonuklear atau dapat ditemukan leukopenia yang menandakan prognosis buruk, dapat ditemukan anemia ringan atau sedang. b. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal. c. Pemeriksaan radiologis : Foto dada anterior posterior, hiperinflasi paru, pada foto lateral, diameter anteroposterior membesar dan terlihat bercak honsolidasi yang tersebar. d. Analisa gas darah : Hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolik, atau respiratorik
6. Penatalaksanaan Medis a. Oksigen 1 – 2 L / menit b. IVFD dextrose 10 %; Na Cl 0,9 % = 3 : 1 + KCl 10 mq / 500 ml cairan c. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feading drip. d. Jika sekresi lendir berlebih dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpor mukosilier. e. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. f. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan : 1) Untuk kasus bronkiolitis community base : a) Ampicillin 100 mg / Kg BB / hari dalam 4 hari pemberian. b) Chloramfenikol 75 mg / Kg BB / hari dalam 4 kali pemberian 2) Untuk kasus bronkiolitis hospital base : a) Cefotaxim 100 mg / Kg BB / hari dalam 2 hari pemberian. b) Amikasin 10 - 15 mg / Kg BB / hari dalam 2 kali pemberian B. TINJAUAN ASKEP A. Pengkajian 1. Identitas Pasien Biodata pasien setidaknya berisi tentang nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan,
dan
pendidikan.
Umur
pasien
dapat
menunjukkan tahap perkembangan baik pasien secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien masalah atau penyakitnya. 2. Riwayat kesehatan keluarga Riwayat kesehatan yang perlu dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian
yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga. 3. Keluhan utama Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada pasien Bronchiolitis adalah sering bersin dengan lender, demam, serta tidak dapat makan dan tidur terganggu. 4. Pengkajian Data Fokus Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Pada tahap ini akan dilaksanakan pengumpulan data, penganalisaan data, perumusan masalah dan diagnosa keperawatan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian pasien, Bronkiolitis adalah : tanda-tanda distres pernafasan (nafas cepat, dyspnea, tarikan dada, cuping hidung, cyanosis) selama fase akut, selain itu data yang bisa didapat pada pasien bronkiolitis yaitu : data subyektif seperti : orang tua mengeluh anaknya sesak nafas, batuk, bernafas dengan cepat (takipnea), tidak mau makan dan orang tua mengatakan khawatir dengan keadaan anaknya. Data obyektif didapat data cyanosis, batuk-batuk, nafas cuping hidung, demam ringan, bernafas dengan cepat (takipnea, wheezing, ronchi, retraksi otot dada)
pada pemeriksaan darah Hb dan Ht meningkat, foto
rontgen menunjukkan hiperinflasi dan atelektasis. 5. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Kaji tingkat kesadaran anak, tanda-tanda vital, biasanya pada pernapasan didapatkan hasil tachipnea dan nadi meningkat. b. Pernapasan
c. Gejala : Nafas pendek, batuk menetap disertai produksi sputum tiap hariminimal selama 3 bulan, terpajan padapolusi kimia (rokok),
debu/asap.
Tanda
:
Menggunakan
otot
bantu
pernapasan, nafas cuping hidung, bibir dandasar kuku sianosis, krekels lembab. d. Sirkulasi Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah. Tanda : Peningkatan tekanan darah, takhikarida, disritmia, edema, bunyi jantungredup, warna kulit/ membran mukosa sianosis. e. Makanan/ Cairan Gejala : Mual/ muntah, nafsu makan menurun, ketidakmampuan untuk makankarena disress pernapasan, peningkatan berat badan akibat oedema. Tanda : Turgor kulit buruk, berkeringat. f. Aktivitas/ Istirahat Gejala
:
Kelelahan,
malaise,
aktivitas
menurun,
ketidakmampuan untuk tidur,dispnea. Tanda : Keletihan, gelisah, kelemahan. B. Diagnosa Keperawatan (PPNI, 2016) 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema bronkial dan peningkatan produksi mucus 2. Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungan dengan meningkatnya sekresi sekret. 3. Hiperermi berhubungan dengan infeksi 4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah.
C. Intervensi Keperawatan (PPNI, 2018) No 1
Diagnosa
Rencana Tujuan dan Kriteria
Keperawatan
Hasil
Gangguan
Setelah
pertukaran
gas keperawatan,
berhubungan dengan
dilakukan
gangguan
peningkatan produksi mucus
diharapkan pertukaran
gas
dan 1. Tachipnea berkurang (30-60 x/menit) 2. Bunyi
Rasional Tindakan
asuhan 1. Kaji frekuensi pernafasan 1. Pengkajian yang sering akan
edema membaik dengan criteria hasil :
bronkial
Rencana Tindakan
anak dan iramanya setiap
menjamin
jam. Jika anak mengalami
yang adekuat.
gangguan auskultasi
pernafasan, 2. Takikardia bunyi
nafas,
lakukan fisioterapi dada, napas
tambahan
menurun 3. Pola napas membaik 4. Sianosis berkurang
dan
denyut
apikal
pada anak; jika mendeteksi adanya
dapat
akan
mengurangi
ini
laporkan
memudahkan karena
3. Berikan oksigen melalui sungkup
muka,
kegelisahan
pernafasan dan hipoksia terbukanya
kejadian tersebut
membantu
berhubungan dengan kesukaran
(dasarkan pada usia anak), dokter
disebabkan
penggunaan bronkodilator.
takikardia 4. Posisi pada
pernafasan
adanya hipoksia atau pengaruh
informasikan 3. Oksigen
pengobatan pernafasan 2. Monitor
fungsi
mempertahankan jalan
nafas
respirasi
menurnnya
dan oleh
tekanan
diaphragma
kanule 5. Fisoterapi
dada
membantu
hidung,
atau
oksigen
tenda, sesuai petunjuk. 4. Posisikan
anak
menghilangkan mengeluarkan
dengan
mukus
dan
dada
lebih
tinggi
dan
leher
agak 6. Mengeluarkan
setiap 4 jam, atau sesuai petunjuk. sesuai
kebutuhan
untukmengeluarkan secret istirahat
adekuat mengurangi dan
bronkiolus,
kegaduhan dan
berikan kehangatan dan kenyamanan
akan
meningkat
istirahat
mengurangi
akan
kesukaran
pernafasan yang berhubungan dengan bronkiolitis. anti
respiratory
virus,
seperti
syncytial
virus
immune globulin (RespiGam), digunakan
untuk
pengobati
sering
digunakan
RSV 9. Walaupun
dalam
akan
pertukaran gas.
yang 8. Obat dengan
pencahayaan
8. Kolaborasi
lendir
membersihkan
7. Meningkatkan
6. Lakukan pengisapan lendir
7. Berikan
yang lebih kecil membantu
5. Lakukan fisioterapi dada
yang
dapat menghambat jalan nafas
kepala enstensi.
dan
untuk menangani spasme otot,
pemberian oksigenasi
bronkodilator juga secara efektif
9. Kolaborasi
dalam
pemberian
bronkodilator
mengobatan edema bronkiolus
sesuai petunjuk 2
Bersihan
Jalan Setelah
dilakukan
Nafas tak efektif keperawatan,
asuhan 1. Auskultasi area paru diharapkan 2. Auskultasi
pertukaran
nafas
kaji frekuensi /kedalaman
pada area konsolidasi dengan
berhubungan
gangguan
dengan
membaik dengan criteria hasil :
pernafasan dan pergerakan 2. Takipnea, pernafasan dangkal
meningkatnya
1. Produksi sputum menurun
dada.
sekresi
2. Mengi berkurang
sekret/lendir.
3. Frekuensi napas membaik (30-60 x/menit)
gas
bunyi
1. Penurunan aliran udara terjadi
3. Observasi
cairan. dan gerakan dada tidak simetris,
vital
sign
sering
terjadi
karena
terutama respirasi tiap 4
ketidaknyamanan dinding dada
jam.
dan cairan paru.
4. Beri posisi fowler / semi 3. Membantu fowler sesuai kebutuhan toleransi pasien 5. Kolaborasi
pemeriksaan DL tiap hari 6. Berikan hangat
minuman
perkembangan pasien 4. Memungkinkan
dalam air
mengetahui upaya
nafas
lebih dalam dan kuat serta menurunkan ketidaknyamanan dada. 5. Mengetahui
perkembangan
7. Delegatif atau kolaboratif dalam
pemberian
bronkodilator
kondisi pasien
obat 6. Air hangat memobilisasi dan sesuai
indikasi
mengeluarkan sekret. 7. Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan memobilisasi sekret.
3
Hipertermi
Setelah
berhubungan
keperawatan, diharapkan suhu
dengan infeksi
dilakukan
asuhan 1. Memonitori
1. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5-37,5°C)
tubuh 1. Peningkatan
tiap 6 jam.
proses tubuh anak membaik dengan 2. Tingkatan criteria hasil :
suhu
suhu/memanjangnya intake
cairan
supaya adekuat
2. Menggigil menurun
baring
3. Warna kulit normal
5. Kolaborasi
meningkatkan laju metabolik 2. Peningkatan pemberian cairan
3. Beri kompres hangat 4. Anjurkan
demam
untuk
menurunkan peningkatan suhu tirah
tubuh. 3. Tirah baring dapat membuat
pemberian
antipiretik sesuai program
anak beristirahat sehingga suhu tubuh dapat menurun karena tidak ada aktivitas berlebihan 4. Menurunkan suhu tubuh lewat vasodilatasi
dan pemindahan
panas dari tubuh keluar tubuh.
5. Digunakan sebagai alat penurun panas. 4
Kurang
Setelah
dilakukan
asuhan 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Mengetahui
pengetahuan
keperawatan, diharapkan suhu
orang
berhubungan
tubuh anak membaik dengan
penyakit dan perawatan
mengenai
anak.
perawatan anak.
dengan kurangnya criteria hasil : informasi
1. Suhu tubuh dalam rentang
mengenai
normal (36,5-37,5°C)
perawatan anaknya 2. Menggigil menurun 3. Warna kulit normal
tua,
tentang
3. Beri
kesempatan
keluarga untuk bertanya tentang
hal-hal
penyakit
untuk
pengetahuan
keluarga dan dapat memahami keadaan anaknya.
yang 3. Keluarga
belum diketahui.
dan
informasi
menambah pada
mana
tingkat pengetahuan orang tua
2. Beri HE tentang keadaan 2. Memberi cara perawatan pasien
sejauh
bisa
memperoleh
informasi yang lebih jelas.
4. Lakukan evaluasi setelah 4. Mengetahui apakah keluarga memberi penjelasan pada
sudah
keluarga.
tentang
benar-benar
diberikan.
penjelasan
mengerti yang
3. Pelaksanaan Pelaksanaan keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Mulyanti, 2017). 4. Evaluasi Dokumentasi pada tahap evaluasi adalah membandingkan secara sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan kenyataan yang ada pada klien, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan diklasifikasikan menjadi 2, evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan serta harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi tersebut. Sedangkan evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan (Dinarti & Mulyanti, 2017).
DAFTAR PUSTAKA Dewi, L.P.R. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan pada Anak Bronkiolitis dengan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif di Ruang Abimanyu RSUD Sanjiwani Gianyar Tahun 2018. Diploma thesis, Jurusan Keperawatan 2018. Poltekes Denpasar. Dinarti & Mulyanti, Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : BPPSDMK. Mendri, N.K. & Sarwo prayogi, A. (2017). Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit dan Bayi Resiko Tinggi. Yogyakarta : Pustaka Baru Press. PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI Sariasih, P.D. (2018). Laporan Pendahuluan Bronkiolitis. Program Profesi Ners. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng.