LP CHF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)



OLEH



NUR ANDANI (14420191045)



PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN IX FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA 2019



1



LAPORAN PENDAHULUAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) A. KONSEP DASARMEDIS 1. Defenisi Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh (J.Charles reeves dkk, 2001 dikutip dalam Wijaya & Putri, 2013). Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien. (Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000 dikutip dalam Wijaya & Putri, 2013) Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrien. (Brunner and Suddarth, 2001 dikutip dalam Wijaya & Putri, 2013). Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan/atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik) (Nurarif & Kusuma, 2015) 2. Etiologi Menurut Kasron (2012) ada beberapa penyebab dari gagal jantung : 1. Kelainan Otot Jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degenerative atau inflamasi. 2. Aterosklerosis Koroner Aterosklerosis Koroner mengkibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan



1



asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. 3. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal Meningkatnya



beban



kerja



jantung



dan



pada



gilirannya



mengakibatkan hipertrophi serabut otot jantung. 4. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. 5. Penyakit Jantung Lain Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load. 6. Faktor Sistemik Terdapat sejumlah factor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal ginjal. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung. 3. Klasifikasi a. Klasifikasi menurut gejala dan intensitas gejala (Kasron, 2012): 1) Gagal jantung akut terjadinya secara tiba – tiba, ditandai dengan penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.



2



2) gagal jantung kronik terjadinya secara perlahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan



hipervolemia,



akibatnya



ventrikel



dilatasi



dan



hipertrofi. b. Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya (Kasron, 2012): 1) Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi, dan kelainan pada katup aorta / mitral. 2) Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, ascites, hepatomegali, efusi pleura dan lain – lain. c. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik (Kasron, 2012): 1) Sistolik terjadi karena penurunan kontraklititas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi. 2) Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke volume cardiac output turun. d. Klasifikasi fungsional gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA) dikutip dalam Nurarif dan Kusuma (2015) yaitu: 1) Kelas I : Tidak ada keterbatasan aktivitas fisik.aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan keletihan atau dispnea. 2) Kelas II : sedikit keterbatasan fisik. Merasa nyaman saat istirahat, tetapi aktivitas fisik biasa menyebabkan keletihan atau dispnea. 3) Kelas III : keterbatasan nyata aktivitas fisik tanpa gejala. Gejala terjadi bahkan saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, gejala meningkat. 4) Kelas IV : tidak mampu melaksanakan aktivitas fisik tanpa gejala. Gejala terjadi bahkan pada saat istirahat, jika aktivitas fisik dilakukan, gejala meningkat.



3



4. Patofisiologi Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh kemampuannya untuk memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh bagian tubuh, baik dalam keadaan istirahat maupun saat mengalami stress fisiologis. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan : 1. Preload (Beban Awal) Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. 2. Kontraklititas Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya regangan serabut jantung. 3. Afterload (beban akhir) Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri. Pada keadaan gagal jantung, bila salah satu / lebih dari keadaan diatas terganggu, menyebabkan curah jantung menurun, meliputi keadaan yang menyebabkan preload meningkat contoh regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel. Menyebabkan afterload meningkat yaitu pada keadaan stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kelainan otot jantung. Adapun mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya kemampuan kontraktilitas jantung, sehingga darah yang dipompa pada setiap kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh. Apabila suplai darah kurang ke ginjal akan mempengaruhi mekanisme pelepasan renin-angiotensin dan akhirnya terbentuk angiotensin II mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron dan



menyebabkan



meningkatkan



retensi



cairan



natrium



dan



air,



ekstra-intravaskuler



perubahan sehingga



tersebut terjadi



ketidakseimbangan volume cairan dan tekanan selanjutnya terjadi edema. Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial.



4



Proses ini timbul masalah seperti nokturia dimana berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat dan juga redistribusi cairan dan absorpsi



pada



waktu



berbaring.



Gagal



jantung



berlanjut



dapat



menimbulkan ascites, dimana ascites dapat menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia. Apabila suplai darah tidak lancar di paru-paru (darah tidak masuk ke jantung), menyebabkan penimbunan cairan dparu-paru yang dapat menurunkan pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah diparu-paru. Sehingga oksigenisasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO 2, yang akan membentuk asam didalam tubuh. Situasi ini akan memberikan suatu gejala sesak napas (dyspnea), ortopnea (dyspnea saat berbaring) terjadi apabila aliran darah dari ekstermitas meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan paru-paru. Apabila



terjadi



pembesaran



vena



dihepar



mengakibatkan



hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan. Suplai darah yang kurang didaerah otot dan kulit, menyebabkan kulit menjadi pucat dan dingin serta timbuk gejala letih, lemah, lesu (Brunner & Suddarth, 2002 dikutip dalam Kasron, 2012). 5. Manifestasi Klinik Menurut Ardiansyah (2012) manifestasi klinis gagal jantung secara keseluruhan sangat bergantung pada etiologinya. Namun, manifestasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: a. Meningkatnya volume intravaskuler. b. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat. c. Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis, sehingga cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan dengan batuk dan napas pendek. d. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekan sistemik. e. Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ.



5



f. Tekanan perfusi ginjal menurun sehingga mengakibatkan terjadinya pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldostoron, retensi natrium, dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler. g. Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat, misalnya disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri. h. Dispnea, yang terjadi akibat penimbuhan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Gangguan ini dapat terjadi saat istirahat ataupun beraktivitas (gejalanya bisa dipicu oleh aktivitas gerak yang minimal atau sedang). i. Ortopnea, yakni kesulitan bernapas saat penderita berbaring. j. Paroximal, yakni nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi setelah pasien duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah atau setelah pergi berbaring ke tempat tidur. k. Batuk, baik kering maupun basah sehingga menghasilkan dahak/ lendir (sputum) berbusa dalam jumlah banyak, kadang disertai darah dalam jumlah banyak. l. Mudah lelah, di mana gejala ini muncul akibat cairan jantung yang kurang sehingga menghambat sirkulasi cairan dan sirkulasi oksigen yang normal, di samping menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. m. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat munculnya rasa sesak saat bernapas, dan karena si penderita mengetahui bahwa jantungnya tidak berfungsi dengan baik. n. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan, dengan tanda dan gejala berikut: 1) Edema ekstremitas bawah atau edema dependen 2) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen. 3) Anoreksia dan mual, yang terjadi akibat pembesaran vena dan status vena di dalam rongga abdomen 4) Rasa ingin kencing pada malam hari, yang terjadi karena perfusi renal dan didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring, serte



6



5) Badan lemah, yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan. Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) manifestasi klinis gagal jantung meliputi: a. Kriteria major Paroksimal nocturnal dispnea, distensia vena leher, ronki paru, kardiomegali, edema paru akut, gallop S3, peninggian vena jugularis, refluks hepatojugular b. Kriteria minor Edema ekstremitas, batuk malam hari, dipnea d’effort, hepatomegali, efusi pleura, penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal, takikardia (.>120/menit). c. Major atau minor Penurunan BB ≥ 4.5 kg dalam 5 hari pengobatan Diagnosa gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor 6. Pemeriksaan Penunjang Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut Nurarif & Kusuma (2015) yaitu: a. EKG (Elektrokardiogram) Hipertropi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan pola mungkin terlihat. Distrimia, misalkan takikardia, fibrilasi atrial, mungkin sering terdapat KVP, kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurisme ventrikular (dapat menyebebabkan gagal/disfungsi jantung). b. Uji Stress Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk menetukan kemungkinan iskemia atau infark yang terjadi sebelumnya c. Ekokardiografi



7



1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan kelainan regional, model M paling sering dipakai dan di tayangkan bersama EKG) 2) Ekokardiografi dua dimensi (CT-Scan) 3) Ekokardiografi Doppler (memberikan pencitraan dan pendekatan transesofageal terhadap jantung). d. Kateterisasi jantung Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas. e. Radiografi dada Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/hipetrofi



bilik,



atau



perubahan



dalam



pembuluh



darah



mencerminkan peningkatan peningkatan tekanan pulmonal. Kontur abnormal misalkan bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat menunjukkan aneurisme ventrikel. f. Elektrolit Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik. g. Oksimetri nadi Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika Gagal Jantung Kongestif akut memperburuk PPOM atau Gagal Jantung Kongestif Kronik. h. Analisa Gas Darah (AGD) Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir). i. Blood Ureum Nitrogen (BUN) dan Kreatinin Pengkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal. j. Pemeriksaan Tiroid



8



Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid sebagai pre-pencetus Gagal Jantung Kongestif. 7. Penatalaksanaan Adapun penatalaksanaan penyakit gagal jantung menurut Kasron (2012) yaitu meliputi: a. Non Farmakologi 1) CHF Kronik a) Meningkatkan



oksigenasi



dengan



pemberian



oksigen



dan



menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas. Pemberian oksigen sangat dibutuhkan, terutama pada pasien gagal jantung yang disertai dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. b) Diet pembatasan natrium (< 4 gr / hari) untuk menurunkan edema. Pembatasan natrium ditunjukan untuk mencegah, mengatur, atau megurangi edema, seperti pada hipertensi atau gagal jantung. Hindari penggunaan kata - kata makanan “rendah garam” atau “bebas garam”. Kesalahan yang terjadi biasanya disebabkan akibat penerjemahan yang tidak konsisten dari garam ke natrium. Harus selalu diingat bahwa garam kini tidak 100% natrium. Terdapat 393 mg atau sekitar 400 mg natrium dalam 1 gram (1.000 mg) garam. c) Pembatasan cairan (kurang lebih 1200 – 1500 cc / hari) d) Menghentikan obat – obatan yang memperparah seperti NSAID karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium. e) Olahraga secara teratur f) Terapi nitrat dan vasodilator Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis, dalam penatalaksanaan



gagal



jantung



telah



banyak



mendapatkan



dukungan dari para pakar kesehatan, dengan menyebabkan vasodilatasi perifer, jantung di unloaded (penurunan afterload), pada peningkatan curah jantung lanjut, penurunan pulmonary artery 9



wedge pressure (pengukuran derajat kongestif dan beratnya gagal ventrikel kiri), serta penurunan pada konsumsi oksigen mokard. Bentuk terapi ini telah diketahui bermanfaat pada gagal ginjal ringan sampai sedang, serta pada kasus gagal edema pulmonal akut yang berhubungan dengan infark miokard, gagal ventrikel kiri yang sulit sembuh kronis, dam kegagalan yang berhubungan dengan regurgitasi mitral berat. 2) CHF Akut a) Oksigenasi (ventilasi mekanik) b) Pembatasan cairan (94% Edukasi 1) Anjurkanberaktivitas fisik sesuai toleransi 2) Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap 3) Anjurkan berhenti merokok 4) Ajarkan pasien dan keluarga



25



mengukur berat badan harian 5) Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian Kolaborasi 1) Kolaborasipemberian antiaritmia, jika perlu 2) Rujuk ke program rehabilitasi jantung



e. Nyeri Akut Diagnosa Keperawatan Nyeri akut



Tujuan dan Intervensi Keperawatan Kriteria hasil Setelah Manajemen Nyeri dilakukan intervensi Observasi selama 3 jam 1) Identifikasi lokasi, maka tingkat karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri dengan kriteria 2) Identifikasi skala nyeri hasil: 3) Identifikasi respons nyeri non 1) Keluhan verbal nyeri (5) 4) Identifikasi faktor yang 2) Meringis (5) memperberat dan 3) Gelisah (5) memperingan nyeri 4) Kesulitan 5) Identifikasi pengetahuan dan tidur (5) keyakinan tentang nyeri 6) Identifikasi pengaruh budaya Keterangan terhadap respon nyeri 1 : meningkat 7) Identifikasi pengaruh nyeri 2 : cukup pada kualitas hidup meningkat 8) Monitor keberhasilan terapi 3: sedang komplementer yang sudah 4 : cukup diberikan menurun 9) Monitor efek samping 5 : menurun penggunaan analgetik (Tim Pokja SLKI DPP Terapeutik PPNI,2019) 1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnotis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres



26



hangat/ dingin, terapi bermain) 2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 3) Fasilitasi istirahat dan tidur 4) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri. Edukasi 1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu 2) Jelaskan strategi meredakan nyeri 3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 1)Kolaborasi pemberian analgetik, (jika perlu) f. Intoleransi aktivitas Diagnosa Keperawatan Intoleransi AKtivitas



Tujuan dan Kriteria hasil Setelah dilakukan intervensi ....... maka diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil: 1) Keluhan lelah (5) 2) Dispnea saat aktivitas (5) 3) Dispnea setelah aktivitas (5)



27



Intervensi Keperawatan Manajemen Energi Observasi 1) Identifikasikan gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan 2) Monitor kelelahan fisk dan emosional 3) Monitor pola dan jam tidur 4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas Terapeutik 1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan) 2) Lkukan latihan rentang gerak



Keterangan 1 : meningkat 2 : cukup meningkat 3: sedang 4 : cukup menurun 5 : menurun (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,2019)



pasif dan/atau aktif 3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan 4) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan Edukasi 1) Anjurkan tirah baring 2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap 3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang 4) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelalahan Kolaborasi 1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan



5. Implementasi Keperawatan Implementasi merupakan tahap pelaksanaan semua rencana yang telah disusun sebelumnya dan disesuaikan dengan kondisi klien. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien (Rohmah & Wahid, 2012) 6. Evaluasi Keperawatan Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, intervensi keperawatan/ hasil pasien yang mungkin diperlukan. (Wahid, & Suprapto, 2013)



28



DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta: Diva Press Kasron. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantun: Pencegahan serta Pengobatannya. Yogyakarta: Nuha Medika. Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: MediAction. Rohmah, Nikmatur & Saiful Wahid. 2012. Proses Keperawatan: Teori & Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Defenisi dan Indikator Diagnostik Edisi I cetakan III. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi I Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Defenisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi I cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI Wahid & Imam Suprapto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV. Trans Info Media. Wijaya, Andra Saferi & Yessie Mariza Putri. 2013. KMB I Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.



29