LP Cholagitis Pekan 5 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • isra
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN CHOLANGITIS



Oleh : Israwati NIM: 70900121036 PEMBIMBING



CI LAHAN



CI INTITUSI



(.......................................)



(........................................)



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2022



BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Kolangitis adalah infeksi bakteri dari saluran empedu yang tersumbat baik secara parsiil atau total, sumbatan biasanya disebabkan dari dalam lumen saluran empedu misalnya batu koledokus atau dari luar lumen misalnya karsinoma caput pankreas yang menekan duktus koledokus, atau dari dinding saluran empedu misalnya kolangio-karsinoma atau struktur saluran empedu (Nurman, 1999) Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu. Charcot ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai trias, yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang dikenal dengan ’’Charcot triad’’. Charcot mendalilkan bahwa ’’empedu stagnan’’ karena obstruksi saluran empedu menyebabkan perkembangan kolangitis. Dari beberapa pendapat diatas Makmun Wicaksono menyimpulkan bahwa cholangitis adalah infeksi akut oleh bacteri pada saluran empedu yang diakibatkan



kolonisasi



atau



perkembangan



bacteri



dalam



saluran



empedu,haltersebut dikarenakan ada stagnasi aliran garam empedu dari kantung empedu akibat adanya sumbatan seperti kolelithiasis, striktur saluran empedu, sirosis hati dan lain lain. B. Etiologi Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah koledokolitiasis, obstruksi struktur saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bakteri memiliki akses ke saluran bilier melalui duodenum atau melalui darah dari vena porta. Infeksi akan naik menuju duktus hepatikus menimbulkan infeksi. Peningkatan tekanan bilier akan mendorong infeksi menuju kanalikuli bilier vena hepatica dan saluran limfatik perihepatik yang akan menimbulkan bakteremia (Brunicardi et al, 2007). Penyebab kedua kolangitis adalah obstruksi maligna dari saluran empedu oleh karsinoma pankreas, metastasis dari tumor peri pankreas, metastasis porta



hepatis. Selain itu pemakaian jangka panjang stent biliaris sering kali disertai obstruksi stent oleh cairan biliaris yang kental dan debris biliaris yang menyebabkan kolangitis (Cameron, 1997). C. Patofisiologi Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairan empedu dan apabila berlangsung lama maka akan terjadi kolonisasi bakteri dan pertumbuhan kuman yang berlebihan. Bakteri ini berasal dari flora duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi, dapat juga dari penyebaran limfogen dari kandung empedu yang meradang akut (Nurman, 1999). Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada kolangitis akut yang sering dijumpai adalah bakteri gram (-) enterik E. Coli, Klebsiella, Streptococcus faecalis dan bakteri anaerob. Bakteri seperti Proteus,Pseudomonas dan Enterobacter enterococci juga tidak jarang ditemukan (Malet, 1996).Kolangitis terjadi akibat kombinasi dari adanya hambatan dari aliran cairan empedu yang berlangsung lama dan terjadi kolonisasi dan proliferasi bakteri. Adanya tekanan yang tinggi dari saluran empedu yang tersumbat, bakteri akan kembali (refleks) ke dalam saluran limfe dan aliran darah dan dapat mengakibatkan sepsis (Nurman, 1999). Selain itu, beberapa dari efek serius kolangitis dapat disebabkan oleh endotoksemia yang dihasilkan oleh produk pemecahan bakterigram negatif. Endotoksin diserap di usus lebih mudah bila terdapat obstruksi bilier, karena ketiadaan garam empedu yang biasanya mengeluarkan endotoksin sehingga mencegah penyerapannya. Selanjutnya kegagalan garam empedu mencapai intestin dapat menyebabkan perubahan flora usus. Selain itu fungsi sel-sel Kupfer yang jelek dapat menghambat kemampuan hati untuk mengekstraksi endotoksin dari darah portal. Bila mana kolangitis tidak diobati, dapat timbul bakteremia sistemik yang dapat menimbulkan abses hati (Malet, 1996). D. Manifestasi Klinis



Adanya manifestasi klinis pada 54% kasus berupa Trias Charcot yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang atau ke skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan (Nurman, 1999). Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala lain seperti mual dan muntah yang dapat mengakibatkan penurunan nafsu makan sehingga asupan nutrisi berkurang yang dapat mengakibatkan kelelahan serta menurunnya berat badan pada penderita kolangitis. Pasien dengan kolangitis supuratif selain menunjukkan manifestasi klinis berupa trias charcot tapi juga menunjukkan adanya penurunan kesadaran dan hipotensi (Cameron, 1997). E. Penatalaksanaan Penatalaksanaan berdasarkan derajat kolangitis (Erina et al, 2011): 1. Kolangitis grade I Pemberian terapi medikamentosa direspon dengan baik oleh pasien. Setelah itu, dapat dipertimbangkan untuk melakukan drainase bilier dengan menggunakan endoskopi, perkuatneus, ataupun drainase terbuka. 2. Kolangitis grade II Pada pasien ini tidak berespon baik dengan medikamentosa. Selain itu, muncul tanda-tanda gagal organ. Pada pasien ini, dilakukan drainase bilier awal dengan menggunakan endoskopi atau perkutaneus drainase. Terapi definitif dengan menghilangkan sumber sumbatan dilakukan setelah kondisi klien stabil. 3. Kolangitis grade III Pada pasien ini memerlukan terapi suportif seperti ventilator, obat-obatan inotropic, terapi medikamentosa. Drainase bilier dilakukan secepatnya segera setelah kondisi pasien stabil. Penatalaksanaan Konservatif Penatalaksanaan



awal



kolangitis



adalah



terapi



konservatif



dimana



keseimbangan cairan dan elektrolit harus harus dikoreksi dan penggunaan antibiotik. Antibiotik yang dipakai pada kasus ringan sampai berat adalah



cephalosporin (misalnya cefazolin, cefixitin). Pada kasus berat digunakan aminoglikosida ditambah dengan clindamycin atau metronidazole. Saluran empedu yang mengalami obstruksi harus didrainase sesegera munkin pada pasien dengan kondisi stabil. F. Pemeriksaan penunjang



1. Anamnesa Pada saat anamnesa biasanya klien mengeluh nyeri abdomen kanan atas, perut terasa mual dan kadang pasien juga muntah. Selain itu, pada saat anamnesa ditemukan riwayat penyakit terdahulu seperti batu kandung empedu dan saluran empedu, pasca cholecystectomy, riwayat cholangitis sebelumnya (Brunicardi et al, 2007).



2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik ditemukan triad charcot yaitu berupa demam, ikterus, dan nyeri abdomen kanan atas. Gejala lain yaitu kekakuan, pruritus, tija yang acholis atau hypocholis, dan malaise, hepatomegali ringan, hipotensi, sepsis. Pada



pemeriksaan



abdomen



selain



adanyeri



biasanya



ditemukan



hepatomegali, asites dengan shifting dulness, dan jika sudah parah bisa menimbulkan peritonitis. 3. Pemeriksaan Laboratorium Sebagian besar penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase (GGT) dan transaminase serum (SGOT/SGPT) juga sedikit meningkat yang menggambarkan proses kolestatik (Cameron, 1997). Pada beberapa pasien bahkan dapat meningkat secara menyolok menyerupai hepatitis virus akut. 4.



Foto Polos Abdomen



Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung empedu atau di duktus koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk



skrening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen (Soetikno, 2007). 5.



Ultrasonografi (USG)



Pada pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal.Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dengan mudah dapatdibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebarandari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstrahepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal) (Soetikno, 2007). 6.



Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)



MRCP adalah pemeriksaan duktus billiaris dan duktus pankreatikus dengan memakai pesawat MRI, dengan memakai heavily T2W acquisition untuk memaksimalkan signal dari cairan yang menetap pada duktus biliaris dan duktus pankreatikus (Soetikno, 2007). 7.



ERCP



Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang menggunakan lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastrio intestinal. Endoscope Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP) dapat lebih akurat menentukan penyebab dan letak sumbatan serta keuntungannya juga dapat mengobati penyebab obstruksi dengan mengeluarkan batu dan melebarkan peyempitan G. Komplikasi Beberapa komplikasi dari penyakit kolangitis terutama yang derajat tinggi (kolangitis supuratif) adalah sebagai berikut: 1. Abses hati piogenik



Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada anak dan dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada orang tua sebagai komplikasi penyakit saluran empedu seperti kolangitis. Infeksi pada



saluran



empedu



intrahepatik



menyebabkan



kolangitis



yang



menimbulkan kolangiolitis dengan akibat abses multiple (De Jong, 1997). 2. Bakteremia, sepsis bakteri gram negative Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah (25-40%). Komplikasi bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi utama penyebab terjadinya kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam merupakan keluhan utama sekitar 10-15% 3. Peritonitis sistem bilier Kebocoran empedu dalam ruang peritoneal menyebabkan iritasi dan peritonitis. Jika empedu terkena infeksi, maka akan menyebabkan peritonitis dan sepsis yang mempunyai resiko tinggi yang sangat fatal. 4. Kerusakan duktus empedu Duktus empedu dapat dengan mudah rusak pada tindakan kolesistektomi atau pada eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan anatominya. Kesalahan yang sangat fatal adalah tidak mengetahui cara melakukan transeksi atau ligasi pada duktus. 5. Perdarahan Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya dapat mengalami trauma dan perdarahan pada saat melakukan operasi. Perdarahan yang terjadi kadang susah untuk dikontrol. 6. Kolangitis asendens dan infeksi lain Kolangitis asendens adalah komplikasi yang terjadinya lambat pada pembedahan sistem bilier yang merupakan anastomosis yang dibentuk antara duktus empedu dan usus besar bagian asendens. Refluks pada bagian intestinal dapat berlanjut menjadi infeksi aktif sehingga terjadi stagnan empedu pada sistem duktus yang menyebabkan drainase tidak adekuat.



Komplikasi lain yang harus diperhatikan pada pembedahan sistem bilier adalah abses subp\frenikus. Hal ini harus dijaga pada pasien yang mengalami demam beberapa hari setelah operasi. Komplikasi yang berhubungan dengan pemakaian kateter pada pasien yang diterapi dengan perkutaneus atau drainase endoskopik adalah perdarahan (intra-abdomen atau perkutaneus) dan sepsis.



BAB II TINJAUAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas Cholangitis cukup jarang terjadi, biasanya terjadi bersamaan dengan penyakit lain yang menimbulkan obstruksi billier dan bactibilia misal setelah prosedur ERCP, 1-3% pasien mengalami cholangitis. 2. Keluhan utama pada penderita kolangitis, klien mengeluh demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang atau ke skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan 3. Riwayat penyakit a. Riwayat penyakit dahulu Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu, contohnya riwayat dari keadaan berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis 1) Batu kandung empedu atau batu saluran empedu 2) Pasca cholecystectomy 3) Manipula endoskopik atau ERCP cholangiogram 4) Riwayat cholangitis sebelumnya 5) Riwayat HIV/AIDS: choalngitis yang berhubungan dengan aids memliki ciri edema bilier ekstrahepatik ulserasi dan obstruksi bilier b. Riwayat penyakit sekarang Banyak pasien yang datang dengan ascending cholangitis tidak memiliki gejala klasik tersebut. Sebagian besar pasien mengeluh nyeri abdomen kuadran lateral atas. Gejala lain yang dapat terjadi meliputi: jaundice, demam, menggigil dan kekakuan. c. Riwayat penyakit keluarga Perlu dikaji apabila klien mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, hipertensi, anemia.



4. Pemeriksaan Fisik Sistem pernafasan Inspeksi : pergerakan dinging dada simetris, pernafasan dangkal, klien tampak gelisah Palpasi : vocal vremitus teraba merata Perkusi : sonor Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan (ronchi, wheezing) Sistem kardiovaskuler Terdapat takikardi dan diaphoresis Sistem neurologi Tidak terdapat gangguan pada system neurologi Sistem pencernaan Inspeksi : tampak ada distensi abdomen diperut kanan atas klien mengeluh mual muntah Auskultasi : peristaltic usus 5-12x / menit flatulensi Perkusi : adanya pembengkakan di abdomen atas/ kuadran kanan atas, nyeri tekan epigastrium Sistem eliminasi Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat Sistem integument Terdapat ikterik/jaundice dengan kulit berkeringat dan gatal Sistem musculoskeletal Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP



DIAGNOSIS



LUARAN



INTERVENSI



Nyeri aku b.d agen pencedera Fisiologis Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen nyeri ( inflamasi) D.0077 tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan tingkat Observasi nyeri menurun  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri Kriteria Hasil:  Identifikasi skala nyeri a. Keluhan nyeri menurun  Identifikasi respon nyeri non verbal b. Meringis menurun  Identifikasi faktor yang memperberat dan c. Sikap protektif menurun memperingan nyeri d. Gelisah dan kesulitan tidur  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri menurun  Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri e. Anoreksia, mual, muntah  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup menurun  Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah f. Ketegangan otot dan pupil diberikan dilatasi menurun  Monitor efek samping penggunaan analgetik g. Pola napsa dan tekanan darah Terapeutik membaik 



Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)



  



Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) Fasilitasi istirahat dan tidur Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri



Edukasi     



Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri Jelaskan strategi meredakan nyeri Anjurkan memonitor nyri secara mandiri Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri



Kolaborasi 



Nausea



Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Mual (I.03117) tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan tingkat Obseravsi nausea menurun  Identifikasi pengalaman mual Kriteria Hasil:  Identifikasi isyarat nonverbal ketidak nyamanan (mis. Bayi, anak-anak, dan mereka yang tidak dapat



       



Nafsu makan meningkat Keluhan mual menurun Perasaan ingin muntah menurun Perasaan asam dimulut menurun Sensasi panas menurun Diaforesis menurun Jumlah saliva menurun Pucat, takikardia, dan dilatasi pupil membaik







   



berkomunikasi secara efektif) Identifikasi dampak mual terhadapkualitas hidup (mis. Nafsu makan, aktivitas, kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur) Identifikasi faktor penyebab mual (mis. Pengobatan dan prosedur) Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual (kecuali mual pada kehamilan) Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan) Monitor asupan nutrisi dan kalori



Terapeutik 



  



Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis. Bau tak sedap, suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan) Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis. Kecemasan, ketakutan, kelelahan) Berikan makan dalam jumlah kecil dan menarik Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak berwarna, jika perlu



Edukasi 



Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup



  



Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual (mis. Biofeedback, hipnosis, relaksasi, terapi musik, akupresur)



kolaborasi 



Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu



Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.03119) Resiko Defisit Nutrisi b/d ketidakmampuan tindakan keperawatan selama mencerna makanan (D.0032) … x 24 jam, diharapkan status Observasi nutrisi membaik  Identifikasi status nutrisi Kriteria hasil :  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan  Identifikasi makanan yang disukai  Porsi makan yang  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient dihabiskan meningkat  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik  Verbalisasi keinginan  Monitor asupan makanan untuk meningkatkan  Monitor berat badan nutrisi  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium  Pengetahuan tentang pilihan makanan dan Terapeutik minuman yang sehat meningkat  Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu  Pengetahuan tentang  Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida standar asupan nutrisi makanan) yang tepat meningkat  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai  Perasaan cepat kenyang  Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi menurun  Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein  Nyeri abdomen  Berikan suplemen makanan, jika perlu menurun  Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik  Berat badan dan Indeks jika asupan oral dapat ditoleransi massa tubuh (IMT) membaik



 



Frekuensi dan nafsu Edukasi makan membaik Tebal lipatan kulit trisep  Anjurkan posisi duduk, jika mampu dan membran mukosa  Ajarkan diet yang diprogramkan membaik Kolaborasi  



Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu



Resiko Ketidakseimbangan Cairan Disfungsi Intestinal (D.0036)



Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Cairan (I.03098) b/d tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan Observasi keseimbangan cairan meningkat  Monitor status hidrasi seperti, frekuensi nadi, kekuatan Kriteria hasil : nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, dan tekanan darah  Asupan cairan  Monitor berat badan harian meningkat  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium seperti  Haluaran urin Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urin , BUN. meningkat  Monitor status hemodinamik jika tersedia  Kelembaban membran mukosa meningkat Terapeutik  Asupan makanan meningkat  Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24  Berat badan membaik jam  Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan  Berikan cairan intravena bila perlu



Tujuan : Setelah dilakukan Reduksi ansietas (I.09314) 5. Ansietas b/d Krisis situasional / Kurang intervensi keperawatan selama Observasi terpapar informasi (D.0080) … X 24 jam, diharapkan  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah seperti tingkat ansietas menurun Kondisi, waktu, dan stressor. Kriteria Hasil:  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan







   



Verbalisasi kebingungan dan khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun Perilaku gelisah dan tegang menurun Palpitasi, tremor, dan pucat menurun Konsentrasi dan pola tidur membaik Orientasi membaik







Monitor tanda anxietas baik verbal dan non verbal



Terapeutik  Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan  Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan  Pahami situasi yang membuat ansietas  Dengarkan dengan penuh perhatian  Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan  Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan  Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa yang akan dating Edukasi     



Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi



Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan  Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat  Latih teknik relaksasi Kolaborasi  Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu 



DAFTAR PUSTAKA Brunicardi F, Andersen D, Billiar T, dkk. Cholangitis in Schwartz Principles of Surgery, Eight edition, New York ; McGraw-Hill, 2007, p : 1203-1213 Cameron L, John, Terapi bedah Mutakhir, Edisi 4, Binarupa Aksaram Jakarta, 1997, hal : 476-479 De Jong, Wim. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Dorland, Newman. 2011. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. Erina, Outry Siregar Nurhayat Usman, Kiki Lukman. 2011. Pola Kuman di Duktus Biliaris dan Test Resistensi/Sensitifitas terhadap Antimikroba pada Pasien Ikterus Obstruktif di Duvisi Bedah Digestif , Departemen Ilmu Bedah RSHS. Bandung: Universitas Padjajaran Nurman, A. 1999. Kolangitis Akut Dipandang dari Sudut Penyakit Dalam. J. Kedokteran Trisakti 18 (3): 1-7 Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: DPP PPNI. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: DPP PPNI.