LP CKD Causa DM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) CAUSA DIABETES MELITUS DI DUSUN KRAJAN RT 05 DESA SENGGRENG



OLEH: Gerry Sandhya Santana NIM 203106104



SUB. DEPARTEMEN PROFESI NERS STIKes WIDYA CIPTA HUSADA MALANG 2021



LAPORAN PENDAHULUAN A.



Konsep Teori Penyakit



1.



Anatomi dan Fisiologi Ginjal



a.



Anatomi Ginjal Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam



mengatur keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak di belakang peritoneum sehingga disebut organ retroperitoneal (Snell, 2006). Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada dinding abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 hingga L3 (Moore, 2002) Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus hepar. Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam adalah kapsula renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah adiposa, dan jaringan terluar adalah fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini berfungsi sebagai pelindung dari trauma dan memfiksasi ginjal (Tortora, 2011).



Gambar 1. Anatomi Ginjal



Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-massa triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal (Tortora, 2011). b.



Fisiologi Ginjal Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan



komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price dan Wilson, 2012). Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu: a.



Mempertahankan keseimbangan H₂O dalam tubuh.



b.



Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.



c.



Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.



d.



Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.



e.



Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.



Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari darah pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Setelah ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan, maka urin yang ditampung dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra (Sherwood, 2011).



Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi (Sherwood, 2011). 1.



Filtrasi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma.



2.



Reabsorbsi. Reabsorbsi adalah proses penyerapan kembali zat-zat yang masih diperlukan tubuh. Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat.



3.



Proses ketiga adalah sekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus.



Gambar 2. Proses Pembentukan Urine



2.



Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah



penyakit yang disebabkan oleh adanya penurunan progresif fungsi ginjal dalam beberapa bulan atau tahun. CKD sebagai kerusakan ginjal dan/atau penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari 60mL/min/1,73m² selama minimal 3 bulan (Kidney Disease Improving Global Outcomes, 2013). Menurut Suwitra (2009) CKD merupakan suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam yang mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. CKD adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya fungsi ginjal secara bertahap dari waktu ke waktu. Kondisi ginjal yang memburuk dapat menyebabkan ternjadinya penumpukan limbah yang beresiko dapat menyebabkan timbulnya komplikasi seperti tekanan darah tinggi, anemia, tulang lemah, kesehatan nutrisi yang buruk, dan kerusakan saraf. Penyakit ginjal juga dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung dan pembuluh darah. Masalahmasalah ini dapat terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang lama (National Kidney Foundation, 2017). 3.



Epidemiologi Chronic Kidney Disease (CKD) CKD merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalensi



dan insidens gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk, dan biaya yang tinggi. CKD dapat terjadipada seluruh usia dan ras namun, prevalensi CKD terbanyak terjadi pada individu berusia 75 tahun atau lebih. Prevalensi CKD meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global mengalami CKD pada stadium tertentu (World Kidney Day, 2018). Hasil systematic review dan metaanalysis yang dilakukan oleh Hill et al. (2016), mendapatkan prevalensi global CKD sebesar 13,4%. Perawatan penyakit ginjal di Indonesia menempati ranking kedua dalam hal pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung (Kementerian Kesehatan RI, 2017).



4.



Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD) Secara global, penyebab CKD terbesar adalah diabetes mellitus. Di



Indonesia,



sampai



dengan



tahun



2000,



penyebab



terbanyak



adalah



glomerulonefritis, namun beberapa tahun terakhir menjadi hipertensi berdasarkan data Indonesian Renal Registry (IRR). Namun belum dapat dipastikan apakah memang hipertensi merupakan penyebab CKD atau hipertensi akibat penyakit ginjal tahap akhir, karena data IRR didapatkan dari pasien hemodialisis yang sebagian merupakan pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Suwitra (2009) menyebutkan bahwa etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi, etiologi yang sering menjadi penyebab penyakit ginjal kronik diantaranya adalah: 1.



Glomerulonefritis. Glomerulonefritis (GN) adalah penyakit parenkim ginjal progesif dan difus yang sering berakhir dengan gagal ginjal kronik, disebabkan oleh respon imunologik dan hanya jenis tertentu saja yang secara pasti telah diketahui etiologinya. Glomerulonefritis ditandai dengan proteinuria, hematuri, penurunan fungsi ginjal dan perubahan eksresi garam dengan akibat edema, kongesti aliran darah dan hipertensi. Di Indonesia GN masih menjadi penyebab utama penyakit ginjal kronik dan penyakit ginjal tahap akhir.



2.



Diabetes Mellitus Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Masalah yang akan dihadapi oleh penderita DM cukup komplek sehubungan dengan terjadinya komplikasi kronis baik mikro maupun makroangiopati. Salah satu komplikasi mikroangiopati adalah nefropati diabetik yang bersifat kronik progresif. Perhimpunan



Nefrologi Indonesia pada tahun 2000 menyebutkan diabetes mellitus sebagai penyebab nomor 2 terbanyak penyakit ginjal kronik dengan insidensi 18,65%. 3.



Hipertensi Hipertensi merupakan salah satu faktor pemburuk fungsi ginjal disamping faktor lain seperti proteinuria, jenis penyakit ginjal, hiperglikemi dan faktor lain. Penyakit ginjal hipertensi menjadi salah satu penyebab penyakit ginjal kronik.



Selain glomerulonephritis, diabetes mellitus dan hipertensi, terdapat penyebab lain penyakit ginjal kronik seperti kista dan penyakit bawaan lain, penyakit sistemik (lupus, vaskulitis), neoplasma, serta berbagai penyakit lainya (Suwitra, 2009). Menurut Kementerian Kesehatan RI (2017) CKD juga dapat disebabkan oleh nefritis intersisial kronis, penyakit ginjal polikistik, obstruksi, infeksi saluran kemih, dan obesitas. 5.



Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) Menurut Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) 2012 yang



mengacu pada National Kidney Foundation-KDQOL (NKF-KDQOL) tahun 2002, CKD diklasifikasikan menjadi lima stadium atau kategori berdasarkan penurunan GFR, yaitu : Tabel 1. Klasifikasi CKD berdasarkan penurunan GFR Stadiu m



Penjelasan



1 2 3a 3b 4 5



Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan sampai sedang Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang hingga berat Kerusakan ginjal dengan penurunan berat GFR Gagal ginjal



Sumber: Kidney Disease Improving Global Outcomes (2013)



GFR (mL/min/1,73m² ) ≥ 90 60-89 45-59 30-44 15-29 < 15



Gambar 3. Klasifikasi CKD berdasarkan penurunan GFR Dikutip dari KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic kidney disease, berdasarkan peningkatan albumin dalam urin, KDIGO 2012 mengklasifikasikan CKD menjadi tiga kategori. Tabel 2. Klasifikasi CKD berdasarkan albuminuria AER (Albumin ACR (Albumin Kategor Penjelasan Excretion Rate) Creatinine Ratio) i (albuminuria) mg/24 jam mg/mmol mg/g 1 < 30 300 > 30 > 300 Peningkatan berat Sumber: Kidney Disease Improving Global Outcomes (2013)



6.



Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD) Patofisiologi



CKD



pada



awalnya



tergantung



dari



penyakit



yang



mendasarinya. Pada pasien yang mengalami diabetes melitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada glomerulosklerosis (Sudoyo, 2009). Tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadi CKD. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi (NIDDK, 2014). Pada glomerulonefritis, saat antigen dari luar memicu antibodi spesifik dan membentuk kompleks imun yang terdiri dari antigen, antibodi, dan sistem komplemen. Endapan kompleks imun akan memicu proses inflamasi dalam glomerulus. Endapan kompleks imun akan mengaktivasi jalur klasik dan menghasilkan Membrane Attack Complex yang menyebabkan lisisnya sel epitel glomerulus (Sudoyo, 2009). Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel (Harrison, 2012). Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus menuju kapiler peritubular sehingga dapatterjadi hipertensi (Tortora, 2011). Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan filtrasi dan meningkatkan keparahan dari hipertensi (Saad, 2014). Gangguan proses filtrasi menyebabkan banyak substansi dapat melewati glomerulus dan keluar bersamaan dengan urin, contohnya seperti eritrosit, leukosit, dan protein (Harrison, 2012). Penurunan kadar protein dalam tubuh mengakibatkan edema karena terjadi penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan dapat berpindah dari intravaskular menuju interstitial (Kidney Failure, 2013). Sistem renin-angiotensin-aldosteron juga memiliki peranan dalam hal ini. Perpindahan cairan dari intravaskular menuju interstitial menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke ginjal akan mengaktivasi sistem



reninangiotensin-aldosteron sehingga terjadi peningkatan aliran darah (Tortora, 2011). CKD menyebabkan insufisiensi produksi eritropoetin (EPO). Eritropoetin merupakan faktor pertumbuhan hemopoetik yang mengatur diferensiasi dan proliferasi prekursor eritrosit. Gangguan pada EPO menyebabkan terjadinya penurunan produksi eritrosit dan mengakibatkan anemia (Harrison, 2012). 7.



Manifestasi Klinis Chronic Kidney Disease (CKD) Pada derajat awal, CKD belum menimbulkan gejala dan tanda, bahkan



hingga laju filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih asimtomatik namun sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Kelainan secara klinis dan laboratorium baru terlihat dengan jelas pada pasien CKD derajat 3 dan 4. Saat laju filtrasi glomerulus sebesar 30%, keluhan seperti badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan mulai dirasakan pasien. Pasien mulai merasakan gejala dan tanda uremia yang nyata saat laju filtrasi glomelurus kurang dari 30% (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada pasien CKD menurut Mayo Clinic (2018) dan National Kidney Disease (2017): 1.



Mual



2.



Muntah



3.



Kehilangan selera makan



4.



Kelelahan dan kelemahan



5.



Mengalami masalah tidur



6.



Perubahan pola buang air kecil



7.



Penurunan status mental



8.



Otot berkedut dan kram



9.



Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki



10. Gatal terus menerus 11. Nyeri dada apabila ada cairan yang menumpuk di sekitar selaput jantung 12. Sesak napas apabila ada cairan yang menumpuk di paru-paru 13. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yang sulit dikendalikan



Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005), Smeltzer dan Bare (2001), LeMone dan Burke (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi system tubuh yaitu : 1. Manifestasi kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial. 2. Gejala dermatologis/system integumen: gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura). 3. Manifestasi pada pulmoner: krekels, edema pulmoner, sputum kental dan liat,nafas dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis 4. Gejala gastrointestinal: nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal. 5. Perubahan muskuloskeletal: kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, kulai kaki (foot drop). 6. Manifestasi



pada



neurologi:



kelemahan



dan



keletihan,



konfusi,



disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu berkonsentrasi, perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer. 7. Manifestasi pada system repoduktif: amenore, atropi testikuler, impotensi, penurunan libido, kemandulan 8. Manifestasi pada hematologi: anemia, penurunan kualitas trombosit, masa pembekuan memanjang, peningkatan kecenderungan perdarahan. 9. Manifestasi pada system imun: penurunan jumlah leukosit, peningkatan resiko infeksi. 10. Manifestasi pada system urinaria: perubahan frekuensi berkemih, hematuria, proteinuria, nocturia, aliguria.



11. Manifestasi pada sisitem endokrin: hiperparatiroid dan intoleran glukosa. 12. Manifestasi pada proses metabolik: peningkatan urea dan serum kreatinin (azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia dan hipokalsemia. 13. Fungsi psikologis: perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses kognitif. 8.



Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah



seseorang mengalami CKD meliputi (National Kidney Foundation, 2017): 1.



Menghitung Glomerular Filtration Rate (GFR). Penghitungan GFR dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak fungsi ginjal.



2.



Pemeriksaan dengan ultrasound atau CT scan dilakukan untuk mendapatkan gambaran ginjal dan saluran kemih, serta untuk mengetahui apakah pasien memiliki masalah seperti batu ginjal atau tumor dan apakah ada masalah dalam struktur ginjal dan saluran kemih.



3.



Biopsi ginjal dilakukan pada beberapa kasus untuk memeriksa jenis penyakit ginjal tertentu, melihat berapa banyak kerusakan ginjal yang telah terjadi. Biopsi dilakukan dengan mengambil potongan-potongan kecil jaringan ginjal dan melihat kemudian jaringan tersebut dilihat dengan menggunakan mikroskop



Pemeriksaan penunjuang pada pasien CKD menurut (Doengoes, 2000) yaitu : 1. Kreatinin plasma meningkat, karena penurunan laju filtrasi glomerulus. 2. Natrium serum rendah / normal. 3. Kalium dan fosfat meningkat. 4. Hematokrit menurun pada anemia. Hb : biasanya kurang dari 7-8 gr/dl. 5. GDA. pH : penurunan asidosis matabolik (kurang dari 7,2). 6. USG ginjal. 7. Pielogram retrograde. 8. Arteriogram ginjal. 9. Sistouretrogram. 10. EKG.



11. Foto rontgen. 12. Urine Volume : oliguria, anuria Warna : keruh Sedimen : kotor, kecoklatan Klerin kreatinin menurun Natrium : lebih besar atau sama dengan 40 m Eq/L Protein : proteinuria. 9.



Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi World Kidney Day (2018) menyebutkan bahwa tidak ada obat untuk



penyakit CKD. Perawatan utama pada pasien CKD adalah diet dan obat-obatan yang tepat, dan bagi mereka yang mencapai ESRD (End Stage Renal Disease) perawatan yang dapat dilakukan adalah dengan dialisis jangka panjang atau transplantasi ginjal. Pada tahap awal penyakit ginjal, diet dan obat yang tepat dapat membantu menjaga keseimbangan ginjal. Namun, ketika seseorang mengalami gagal ginjal, perlu dilakukan perawatan dialisis untuk membuang limbah dan cairan yang berlebih. Dialisis dan transplantasi ginjal dikenal sebagai terapi penggantian ginjal (Renal Replacement Therapy, RRT) karena dilakukan untuk "menggantikan" fungsi normal ginjal. Pada jurnal KDIGO (Kidney Disease Improving Global Outcomes), penatalaksanaan perkembangan dan komplikasi pada CKD meliputi pencegahan perkembangan penyakit CKD dan komplikasi yang berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal. a. Pencegahan perkembangan CKD. Pencegahan perkembangan CKD bertujuan untuk mengatasi faktor risiko yang terkait dengan perkembangan penyakit CKD. Strategi yang dapat dilakukan adalah mengontrol tekanan darah dan gangguan sistem RAA (Renin Angiotensin Aldosteron) dengan menggunakan ACEI atau ARB, serta pengendalian parameter metabolik seperti mengontrolgula darah, asupan protein, asam urat dan asupan garam. Pasien CKD dengan diabetes disarankan untuk mengontrol tekanan darah dan mencegah



risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dengan menggunakan ACEI atau ARB, statin, dan terapi dengan antiplatelet sesuai dengan kondisi klinis pasien. b. Komplikasi CKD Komplikasi yang berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal meliputi anemia, CKD Metabolic Bone Disease, dan asidosis. Diagnosa anemia pada CKD dapat dilihat dari konsentrasi Hb