7 0 190 KB
LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD ) DI RUANG LILY RUMAH SAKIT AWAL BROS PEKANBARU
Disusun Oleh : Retno Triwahyuni, S.Kep Perseptor Akademik :
Perseptor Klinik:
Ns. Rizki Sari Utani Muchtar, S.Kep, M.Kep
Ns. Yulisa Feranita, S.Kep
PROGRAM STUDI NERS STKes AWAL BROS BATAM T.A 2021/2022
Laporan Pendahuluan A. Pengertian Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel
dan
progresif
dimana
kemampuan
tubuh
gagal
untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno Sulystianingsih, 2018). Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga di sebut sebagai terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum untuk penderita gagal ginjal adalah hemodialisis (Arliza dalam Nita Permanasari, 2018).
B. Etiologi Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral. a. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik. b. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis. c. Penyakit
vaskuler
hipertensif,
misalnya
Nefrosklerosis
benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis. d. Gangguan
jaringan
penyambung,
seperti lupus
eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif. e. Gangguan
kongenital
dan
herediter,
misalnya
Penyakit
ginjal polikistik, asidosis tubuler ginjal. f. Penyakit
metabolik,
seperti
DM,
gout,
hiperparatiroidisme, amiloidosis. g. Nefropati
toksik,
nefropati timbale. h. Nefropati obstruktif.
misalnya
Penyalahgunaan
analgetik,
C. Manifestasi Klinis a. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia 1) Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal. 2) Defisiensi hormone eritropoetin Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer. b. Kelainan Saluran cerna 1) Mual, muntah, hicthcup dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus. 2) Stomatitis uremia Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut. 3) Pankreatitis Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase. c. Kelainan Mata d. Kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, perbesaran vena leher
e. Kelainan kulit : gatal, kulit kering bersisik, kulit mudah memar, rambut tipis dan kasar. f. Neuropsikiatri g. Kelainan selaput serosa h. Neurologi : kelemahan, keletihan, disorientasi dan kejang i. Kardiomegali D. Patofisiologi Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan (hipotesa
tubulus)
nefron utuh).
diduga
utuh
Nefron-nefron
sedangkan yang
yang
utuh
lain
hipertrofi
rusak dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik
disertai
poliuri
dan
haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat. a. Gangguan Klirens Ginjal Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan
laju
filtrasi
dengan mendapatkan urin
glomerulus 24-jam
(GFR) dapat
untuk
dideteksi
pemeriksaan
klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
kreatinin
akan
menurunkan
dan
kadar
akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah
(BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid. b. Retensi Cairan dan Ureum Ginjal
juga
tidak
mampu
untuk
mengkonsentrasi
atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir,
respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan
sekresi
aldosteron.
Pasien
lain
mempunyai
kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik. c. Asidosis Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia
(NH3‾)
dan
mengabsopsi
natrium
bikarbonat
(HCO3) .penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi. d. Anemia Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas. e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal
terhadap
peningkatan
sekresi
parathormon
dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun. f. Penyakit Tulang Uremik Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parahormon.
E. Pathway
F. Penatalaksanaan a. Terapi Konservatif Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun (Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin, Observasi balance cairan, Observasi adanya odema dan Batasi cairan yang masuk). b. Asidosis metabolik Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ (hiperkalemia ) : 1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari. 2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L. c. Anemia 1) Anemia Normokrom normositer Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating F a k t o r ) . Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB. 2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis. 3) Anemia Defisiensi Besi Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna
dan
kehilangan
besi
pada
dialiser
(terapi
pengganti
hemodialisis). G. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium
Pemeriksaan fungsi gijal : ureum kreatinin, asam urat serum
Analisa urin rutin : mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit, imunodiagnosis.
b. CT-Scan abdomen c. USG abdomen H. Pengkajian Focus a. Identitas Klien Meliputi nama, inisial, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien sebelum masuk ke Rumah sakit. Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya didapatkan keluhan utama bervariasi, mulai dari urin keluar sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas bau (ureum) dan gatal pada kulit (Muttaqin, 2011). c. Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urin, penurunan kesadaran,
perubahan
pola
nafas,
kelemahan
fisik,
adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau amoniak, rasa sakit kepala, nyeri panggul, penglihatan kabur, perasaan tidak berdaya dan perubahan pemenuhan nutrisi (Muttaqin, 2011). d. Riwayat Penyakit Dahulu Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan berulang, penyakit diabetes melitus, hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi prdisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan (Muttaqin, 2011).
e. Riwayat Penyakit Keluarga Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dengan pasien yaitu gagal ginjal kronik, maupun penyakit diabetes melitus dan hipertensi yang bisa menjadi faktor pencetus terjadinya penyakit gagal ginjal kronik. f. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum Klien Penampilan klien, ekspresi wajah, bicara, mood, berpakaian dan kebersihan umum, tinggi badan, BB, gaya berjalan. 2. Tanda-tanda Vital Pemeriksaan pada tanda-tanda vital mencakup : suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah, dan pemeriksaan Head To Too. I. Diagnosa Keperawatan 1. Pola nafas tidak efektif berhungan dengan depresi pusat pernafasan ditandai dengan pola nafas abnormal 2. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan ditandai dengan edema anasarka dan balance cairan positif 3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorsi nutrien ditandai dengan mual muntah 4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan kosentrasi hemoglobin ditandai dengan pengisian kapiler >3 detik dan warna kulit pucat
5. Resiko penurunan curah jantung dibuktikan dengan perubahan irama jantung. J. Perencanaan Keperawatan NO 1
SDKI Pola nafas tidak efektif berhungan dengan
depresi
pusat pernafasan ditandai dengan pola abnormal
nafas
SLKI Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maka pola nafas efektif dengan kriteria hasil : 1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal 2. Tidak terdapat otot bantu napas 3. Memlihara kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernapasan
SIKI Observasi : 1. Monitor
frekuensi,
irama,
kedalaman dan upaya nafas 2. Monitor pola nafas 3. Monitor saturasi oksigen 4. Auskultasi bunyi nafas Terapeutik : 5. Atur
interval
respirasi
pemantauan
sesuai
kondisi
pasien 6. Bersihkan sejret pada mulut dan hidung, jika peru 7. Berikan oksigen tambahan, jika perlu 8. Dokumentasikan
hasil
pemantauan Edukasi : 9. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 10. Informasikan
hasil
pemantauan Kolaborasi : 11. Kolaborasi pemantauan dosis oksigen
2
Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan
cairan
ditandai dengan edema anasarka dan
balance
cairan positif
3
Defisit
nutrisi
berhubungan dengan ketidakmampua n
mengabsorsi
nutrien ditandai dengan
mual
Setelah dilakukan Observasi: tindakan 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (edema, keperawatan selama dispnea, suara napas 3x24 jam maka tambahan) hipervolemia 2. Monitor intake dan output cairan meningkat dengan 3. Monitor jumlah dan warna urin kriteria hasil: Terapeutik 1. Asupan 4. Batasi asupan cairan dan garam cairan 5. Tinggikan kepala tempat tidur meningkat Edukasi 2. Haluaran 6. Jelaskan tujuan dan prosedur urin pemantauan cairan meningkat Kolaborasi 3. Edema menurun 7. Kolaborasai pemberian diuretik 4. Tekanan darah 8. Kolaborasi penggantian membaik kehilangan kalium akibat 5. Turgor kulit membaik deuretik 9. Kolaborasi pemberian continuous renal replecement therapy (CRRT), jika perlu Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi tindakan Observasi keperawatan selama 1. Identifikasi status nutrisi 2. Identifikasi makanan yang disukai 3x24 jam diharapkan 3. Monitor asupan makanan pemenuhan 4. Monitor berat badan kebutuhan nutrisi Terapeutik pasien tercukupi 5. Lakukan oral hygiene dengan kriteria hasil: sebelum makan, jika perlu 1. intake nutrisi 6. Sajikan makanan secara tercukupi menarik dan suhu yang sesuai 7. Berikan makanan tinggi serat 2. asupan makanan untuk mencegah konstipasi dan cairan Edukasi tercukupi 8. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
9.
muntah
4
Perfusi
perifer Setelah dilakukan
tidak
efektif selama 3x8 jam maka
tindakan perawatan perfusi perifer meningkat dengan kriteria hasil: dengan 1. denyut nadi perifer penurunan meningkat 2. Warna kulit pucat menurun kosentrasi 3. Kelemahan otot hemoglobin menurun 4. Pengisian ditandai dengan kapiler membaik 5. Akral membaik pengisian 6. Turgor kulit kapiler >3 detik membaik
berhubungan
dan warna kulit pucat
5
Resiko
Setelah dilakukan asuhan keperawatan penurunan curah selama 3x8 jam diharapkan penurunan jantung curah jantung meningkat dengan dibuktikan kriteria hasil: 1. Kekuatan nadi dengan perifer meningkat
Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi 10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori Perawatan sirkulasi Observasi 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu) 2. Monitor perubahan kulit 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak 4. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi Terapeutik 5. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi 6. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi 7. Lakukan pencegahan infeksi 8. Lakukan perawatan kaki dan kuku Edukasi 9. Anjurkan berhenti merokok 10.Anjurkan berolahraga rutin 11. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar 12. Anjurkan meminum obat pengontrol tekanan darah secara teratur Kolaborasi 13.Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu Perawatan Jantung Observasi: 1. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung (mis. Dispnea, kelelahan) 2. Monitor tekanan darah 3. Monitor saturasi oksigen Terapeutik: 4. Posisikan semi-fowler atau fowler 5. Berikan terapi oksigen
perubahan irama 2. Tekanan darah jantung.
membaik 100-130/60-90 mmHg 3. Lelah menurun 4. Dispnea menurun dengan frekuensi 16-24 x/menit
Edukasi 6. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam 7. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi Kolaborasi 8. kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
Referensi
Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Selemba Medika
Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan (p. 49). p. 49.
DPP PPNI. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan Keperawatan (cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Herdmand.T, Heather dan Kamitsuru, Shigemi. 2018. NANDA I Diagnosis Keperawatan defenisi dan klarifikasi. Edisi 11. Jakarta : EGC
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta : DPP PPNI.