LP Dan Askep Ulkus Dekubitus Purnadi Nakalelu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D DENGAN DIAGNOSA MEDIS ULKUS DEKUBITUS DENGAN SISTEM INTERGUMEN



Disusun Oleh: Nama : Purnadi Nakalelu Nim



: 2018.C.10a.0945



YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN T.A 2020/2021



LEMBAR PENGESAHAN Laporan ini di susun oleh : Nama



: Purnadi Nakalelu



NIM



: 2018.C.10a.0938



Program Studi



: S-1 Keperawatan



Judul



: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan keperawatan Pada Tn.D Dengan Diagnosa Medis ulkus dekubitus Dengan system integumen Telah



melakukan



asuhan



keperawatan



sebagai



persyaratan



untuk



menyelesaikan Praktik Pra-klinik Keperawatan 2 Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya. Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh : Pembimbing Akademik



Nia Pristina, S.Kep.,Ners



KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Dan Asuhan keperawatan Pada Tn.D Dengan Diagnosa Medis ulkus dekubitus Dengan system integumen”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK2). Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka Raya. 2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes Eka Harap Palangka Raya. 3. Ibu Nia Pristina, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini 4. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini. Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua. Palangka Raya,07 desember 2020



Penyusun



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................ DAFTAR ISI ....................................................................................................... BAB 1 PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang ...........................................................................................



1.2



Rumusan Masalah .......................................................................................



1.3



Tujuan Penulisan.........................................................................................



1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................ 1.4



Manfaat .......................................................................................................



1.4.1 Untuk Mahasiswa ........................................................................................ 1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga .......................................................................... 1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit) ........................................... 1.4.4 Untuk IPTEK .............................................................................................. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Konsep Penyakit Demam Tifoid..................................................................



2.1.1 Definisi ........................................................................................................ 2.1.2 Anatomi Fisiologi ....................................................................................... 2.1.3 Etiologi ........................................................................................................ 2.1.4 Klasifikasi ................................................................................................... 2.1.5 Patofisiologi (pathway) ............................................................................... 2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala) ....................................................... 2.1.7 Komplikasi ................................................................................................. 2.1.8 Pemeriksaan Penunjang .............................................................................. 2.1.9 Penatalaksanaan Medis ............................................................................... 2.2



Konsep Kebutuhan Dasar Manusia ............................................................



2.3



Manajemen Asuhan Keperawatan ..............................................................



2.3.1 Pengkajian keperawatan .............................................................................. 2.3.2 Diagnosa Keperawatan ...............................................................................



2.3.3 Intervensi Keperawatan ............................................................................... 2.3.4 Implementasi Keperawatan ......................................................................... 2.3.5 Evaluasi Keperawatan .................................................................................



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Dekubitus merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar jaringan



yang disebabkan oleh tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan, pergeseran, gesekan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut (NPUAP, 2014) Nama lain dari ulkus dekubitus adalah bed ridden, bedridden, bed rest injury, bedrest injury, air-filled beds, air-filled sitting device, low-airloss bed, low airloss bed, air-fluidized bed, chronic ulceration, pressure ulceration, dan decubitus ulceration. Ulkus dekubitus dapat menjadi sangat progresif dan sulit untuk disembuhkan. Komplikasi ulkus dekubitus sangat sering dan mengancam kehidupan. Komplikasi ulkus dekubitus serius dan tersering adalah infeksi. Hal ini harus dibedakan dengan infeksi yang memang sudah terjadi sebelum terjadi ulkus. Hal yang menjadi permasalahan adalah infeksi pada ulkus dekubitus termasuk sebagai infeksi nosokimial dan di Amerika Serikat menghabiskan dana sekitar satu miliar setiap tahun untuk pengobatannya. Penyakit ini sering terjadi pada pasien dengan tirah baring lama di rumah sakit. Prevalensi ulkus dekubitus pada rumah sakit sekitar 17-25% dan dua dari tiga pasien yang berusia 70 tahun atau lebih akan mengalami ulkus dekubitus. Di antara pasien dengan kelainan neurologi, angka kejadian ulkus dekubitus setiap tahun sekitar 5-8% dan ulkus dekubitus dinyatakan sebagai 7-8% penyebab kematian pada paraplegia. Pada perawatan akut, insiden ulkus dekubitus 0.4% sampai 38%, pada perawatan yang lama 2.2% sampai 23.9% dan pada perawatan di rumah 0 % sampai 29%. Insiden yang sangat tinggi terdapat pada pasien yang dirawat di ruang ICU. Hal ini terjadi karena immunocompromised penderita, dengan angka kejadian 8% sampai 40%. Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit akut mempunyai angka insiden ulkus dekubitus sebesar 2-11%. Namun, hal yang perlu menjadi perhatian adalah angka kekambuhan pada penderita ulkus dekubitus yang telah mengalami penyembuhan sangat tinggi yakni 90% walaupun mendapatkan terapi medik dan bedah yang baik.



Ulkus dekubitus dapat terbentuk pada orang sulit atau tidak bisa merubah posisi tubuhnya terhadap tekanan, seperti pada pasien dengan paralisis atau kelainan neurologi, pasien yang selalu berbaring, pasien tua, pasien dengan penyakit akut dan pasien yang menggunakan kursi roda. Walaupun demikian tidak semua pasien-pasien tersebut akan mendapatkan ulkus dekubitus. Ulkus dekubitus tidak akan terbentuk pada orang dengan sensivitas, mobilitas dan mental yang normal, karena baik disadari atau tak disadari penekanan yang terlalu lama pada bagian tubuh akan memaksa orang tersebut untuk merubah posisinya, sehingga akan mencegah daerah yang tertekan tersebut mengalami kerusakan yang irreversible. Ulkus dekubitus terjadi jika tekanan yang terjadi pada bagian tubuh melebihi kapasitas tekanan pengisian kapiler, yakni sekitar 32 mmHg. Masalah ulkus dekubitus menjadi problem yang cukup serius baik di negara maju maupun di negara berkembang, karena mengakibatkan meningkatnya biaya perawatan, memperlambat program rehabilitasi bagi penderita, memperberat penyakit primer dan mengancam kehidupan pasien. Oleh karena itu, perlu pemahaman cukup tentang ulkus dekubitus agar diagnosis dapat ditegakkan secara dini sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan dengan segera dan tepat serta dapat dilakukan tindakan untuk mencegah terjadinya ulkus dekubitus tersebut. 1.2



Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan suatu masalah yaitu



bagaimana penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien ulkus dekubitus dengan system intergumen. 1.3



Tujuan Penulisan



1.3.1 Tujuan Umum Agar penulis mampu berpikir secara tepat dan ilmiah dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien ulkus dekubitus dengan menggunakan pendekatan manajemen keperawatan secara benar, tepat dan sesuai dengan standard keperawatan secara professional.



1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep penyakit ulkus dekubitus 1.3.2.2 Mahasisiwa mampu menjelaskan konsep penyakit



pada klien ulkus



dekubitus 1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan manajemen asuhan keperawatan pada pasien ulkus dekubitus 1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan diagnosa medis ulkus dekubitus 1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa pada klien dengan diagnosa medis ulkus dekubitus. 1.3.2.6 Mahasiswa dapat menentukan intervensi pada klien dengan diagnosa medis ulkus dekubitus. 1.3.2.7 Mahasiswa dapat melakukan implementasi pada klien dengan diagnosa medis ulkus dekubitus. 1.3.2.8 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada klien dengan diagnosa medis ulkus dekubitus. 1.3.2.9 Mahasiswa mampu membuat dokumentasi pada klien dengan diagnosa medis ulkus dekubitus. 1.4



Manfaat Penulisan



1.4.1 Untuk Mahasiswa Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan ulkus dekubitus 1.4.2 Untuk Klien Dan Keluarga Klien dan keluarga mampu memahami mengenai ulkus dekubitus sehingga keluarga dan klien mampu mengetahui betapa pentingnya ini bagi bereka dan mereka mampu untuk meningkatkan derajat kesehatan mereka. 1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit) Institusi mampu mengembangkan dan memperbaiki laporan mengenai ulkus dekubitus sehingga mampu mengembangkan ilmu untuk dibagi kepada institusi/ mahasiswa pada institusi tersebut sehingga dapat membuat institus semakin berkembang menjadi lebih baik dan lebih bijak.



1.4.4 Untuk IPTEK IPTEK mampu mengembangkan lebih dalam lagi mengenai pengetahua di bidang kesehatan khususnya pada asuhan keperawatan pada pasien ulkus dekubitus



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Konsep Penyakit Ulkus Dekubitus



2.1.1 Defenisi Dekubitus merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar jaringan yang disebabkan oleh tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan, pergeseran, gesekan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut (NPUAP, 2014) dekubitus adalah luka pada kulit dan atau jaringan dibawahnya, biasanya disebabkan oleh adanya penonjolan tulang, sebagai akibat dari tekanan atau kombinasi tekanan dengan gaya geser dan atau gesekan menurut Perry et al, (2012). Dekubitus adalah kerusakan jaringan yang disebabkan karena adanya kompresi jaringan lunak diatas tulang yang menonjol dan adanya luka tekan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Pada fase ini akan menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila hal ini berlangsung lama akan menyebabkan insufiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel (Nursalam, 2014). Jadi dapat disimpulkan



bahwa dekubitus adalah kerusakan kulit atau



jaringan yang biasanya diakibatkan karena ada kompresi jaringa nlunak diatas tulang dan luka kekan dari luar dalam jangka waktu yang lama yang dimana jika berlangsung secara lama bisa berakibat terjadinya iskemi pada jaringan dan akhirnya berujung pada kematian sel. 2.1.2 Anatomi fisiologi Kulit merupakan barier protektif yang memiliki fungsi vital seperti perlindungan terhadap kondisi luar lingkungan baik dari pengaruh fisik maupun pengaruh kimia, serta mencegah kelebihan kehilangan air dari tubuh dan berperan sebagai termoregulasi. Kulit bersifat lentur dan elastis yang menutupi seluruh permukaan tubuh dan merupakan 15% dari total berat badan orang dewasa (Paul et al., 2011).



Fungsi proteksi kulit adalah melindungi tubuh dari kehilangan cairan elektrolit, trauma mekanik dan radiasi ultraviolet, sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen, merespon rangsangan sentuhan, rasa sakit dan panas karena terdapat banyak ujung saraf, tempat penyimpanan nutrisi dan air yang dapat digunakan apabila terjadi penurunan volume darah dan tempat terjadinya metabolisme vitamin D (Paul et al., 2011). Kulit terdiri dari dua lapisan yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel dan lapisan dalam yaitu dermis yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.



1. Epidermis Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang terdiri dari epitel berlapis bertanduk, mengandung sel malonosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal terdapat pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh ketebalan kulit. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale (stratum Germinatum) (Susanto dan Ari, 2013).



1) Stratum korneum. Lapisan ini terdiri dari banyak lapisan tanduk (keratinasi), gepeng, kering, tidak berinti, inti selnya sudah mati, dan megandung zat keratin. 2) Stratum lusidum. Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum adalah sel-sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperti suatu pipa yang bening, batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat disebut stratum lusidum. 3) Stratum granulosum. Lapisan ini terdiri dari 2-3 lapis sel pipih seperti kumparan dengan inti ditengah dan sitoplasma berisi butiran (granula) keratohiali atau gabungan keratin dengan hialin. Lapisan ini menghalangi benda asing, kuman dan bahan kimia masuk ke dalam tubuh. 4) Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. sel-selnya disebut spinosum karena jika dilihat di bawah mikroskop, sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya polygonal/banyak sudut dari mempunyai tanduk (spina). Lapisan ini berfungsi untuk menahan gesekan dan tekanan dari luar. Bentuknya tebal dan terdapat di daerah tubuh yang banyak bersentuhan atau menahan beban dan tekanan seperti tumit dan pangkal telapak kaki. Disebut akantosum sebab sel-selnya berduri. Ternyata spina atau tanduk tersebut ada hubungan antara sel yang lain yang disebut intercelulair bridges atau jembatan interselular. 5) Stratum Basal/Germinativum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak dibagian basal/basis, stratum germinativum menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut



butir melanin warna. Sel tersebut disusun seperti pagar pagar (palisade) dibagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran disebut membran basalis, sel-sel basalis dengan membran basalis merupakan batas terbawah dari pada epidermis dengan dermis. 2. Dermis Dermis tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan, dermis terutama terdiri dari serabut kolagen dan elastin. Serabut-serabut kolagen menebal



dan



sintesa



kolagen



akan



berkurang



seiring



dengan



bertambahnya usia. Sedangkan serabut elastin terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen akan saling bersilang dalam jumlah yang besar dan serabut elastin akan berkurang mengakibatkan kulit terjadi kehilangan kelenturanannya dan tampak berkeriput. Di dalam dermis terdapat folikel rambut, papilla rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf dan sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (Susanto dan Ari, 2013). 3. Subkutan Subkutan mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang berada di bawahnya. Lapisan subkutan mengandung jumlah sel lemak yang beragam, bergantung pada area tubuh dan nutrisi individu, serta berisi banyak pembuluh darah dan ujung saraf. Sel lemak berbentuk bulat dengan intinya berdesakan kepinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada setiap tempat dan jumlah antara laki-laki dan perempuan. Fungsi penikulus adipose adalah sebagai shok breaker atau pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu. Di bawah subkutan terdapat selaput otot dan lapisan berikutnya yaitu otot (Susanto dan Ari, 2013).



4. Fungsi Kulit Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin kelangsungan hidup secara umum yaitu : 1) Proteksi Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut–serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning (pengobatan dengan asam asetil). 2) Proteksi rangsangan kimia Dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air. Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara pH 5- 6,5. Ini merupakan perlindungan terhadap infeksi jamur dan sel–sel kulit yang telah mati melepaskan diri secara teratur. 3) Absorbsi Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut Universitas Sumatera Utara mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di antara sel, menembus sel–sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih banyak melalui sel–sel epidermis.



4) Pengatur panas Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur panas, medulla 2.1.3 Etiologi Faktor etiologi utama atau faktor ekstrinsik yang berkontribusi terhadap terjadinya ulkus dekubitus adalah tekanan, pergeseran, gesekan, dan kelembaban. Ketika tekanan berdurasi singkat dilepaskan, jaringan memperlihatkan aliran darah yang meningkat ke daerah tersebut. Namun, tekanan tinggi yang bertahan lama menyebabkan penurunan aliran darah, oklusi pembuluh darah dan pembuluh limfatik, dan iskemia jaringan. Perubahan ini berperan untuk terjadinya nekrosis otot, jaringan subkutaneus, dermis dan epidermis, dan akhirnya membentuk ulkus dekubitus. Tekanan kapiler individu sehat adalah 25 mmHg, dan kompresi eksternal dengan tekanan 30 mmHg akan mengoklusi pembuluh darah sehingga jaringan menjadi anoksia dan mengalami nekrosis iskemia (Haskas, Y., & Smana, A. 2013). Kekuatan geser dihasilkan dari pergerakan relatif tulang dan jaringan subkutaneus terhadap kulit yang tertahan pergerakannya disebabkan daya gesek. Pada keadaan seperti ini tekanan yang dibutuhkan untuk oklusi pembuluh darah sangat berkurang. Pada pasien tua, berkurangnya jumlah elastin pada kulit menjadi predisposisi efek samping dari pergeseran. Gesekan dihasilkan oleh gerakan yang berlawanan antar satu permukaan dengan permukaan lainnya. Daya gesek menyebabkan pembentukan lepuh intraepidermal, yang akhirnya menyebabkan erosi superfisial di kulit, awal mula atau mempercepat ulkus dekubitus (Haskas, Y., & Smana, A. 2013). . Lingkungan yang sangat lembab yang disebabkan oleh perspirasi, urin, inkontinensia fekal, atau drainase luka yang berlebihan meningkatkan efek kerusakan yang ditimbulkan oleh tekanan, gesekan, dan pergeseran. Kelembaban juga menyebabkan maserasi kulit sekitar yang yang meningkatkan risiko pembentukan ulkus dekubitus lima kali lipat (Haskas, Y., & Smana, A. 2013).



. Faktor risiko utama yang berperan dalam perkembangan ulkus dekubitus adalah gangguan mobilitas yang dapat mempengaruhi beberapa sistem organ. Gangguan mobilitas dapat menyebabkan gangguan pada sistem kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatis, perubahan komposisi cairan tubuh, gangguan fungsi jantung, berkurangnya penyerapan oksigen. Gangguan mobilitas juga mengakibatkan hiperemia reaktif dan gangguan aliran darah perifer. Selain itu, gangguan mobilitas



juga



berdampak



terhadap



sistem



muskuloskeletal,



sistem



gastrointestinal. Gangguan mobilitas ini bisa disebabkan oleh penyakit neurologik, atau trauma, fraktur, nyeri, dan penggunaan restraint. Faktor risiko lainnya



adalah



gangguan



sensasi



atau



gangguan



respon



terhadap



ketidaknyamanan (seperti, penyakit serebrovaskuler, trauma sistem saraf pusat, depresi, dan obat-obatan yang mempengaruhi kewaspadaan) Perubahan yang signifikan dalam berat badan (≥5% dalam 30 hari atau ≥10% dalam 180 hari) disebabkan malnutrisi kalori-protein, edema, dan inkontinensia urin serta fekal (Haskas, Y., & Smana, A. 2013).



. 2.1.4 Klasifikasi National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) 2014 membagi derajat dekubitus menjadi enam dengan karakteristik sebagai berikut : 1) Derajat I : Nonblanchable Erythema Derajat I ditunjukkan dengan adanya kulit yang masih utuh dengan tanda-tanda akan terjadi luka. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak), dan perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih luka akan kelihatan sebagai kemerahan yang menetap, sedangkan pada orang kulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. Cara untuk menentukan derajat I adalah dengan menekan daerah kulit yang merah (erytema) dengan jari selama tiga detik, apabila kulitnya tetap



berwarna merah dan apabila jari diangkat juga kulitnya tetap berwarna merah



2) Derajat II : Partial Thickness Skin Loss Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superfisial dengan warna dasar luka merah-pink, abrasi, melepuh, atau membentuk lubang yang dangkal. Derajat I dan II masih bersifat refersibel



3) Derajat III : Full Thickness Skin Loss Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fasia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam. Disebut sebagai “typical decubitus” yang ditunjukkan dengan adanya kehilangan bagian dalam kulit hingga subkutan, namun tidak termasuk tendon dan tulang. Slough mungkin tampak dan mungkin meliputi undermining dan tunneling



4) Derajat IV : Full Thickness Tissue Loss Kehilangan jaringan secara penuh sampai dengan terkena tulang, tendon atau otot. Slough atau jaringan mati (eschar) mungkin ditemukan pada beberapa bagian dasar luka (wound bed) dan sering juga ada undermining dan tunneling. Kedalaman derajat IV dekubitus bervariasi berdasarkan lokasi anatomi, rongga hidung, telinga, oksiput dan malleolar tidak memiliki jaringan subkutan dan lukanya dangkal. Derajat IV dapat meluas ke dalam otot dan atau struktur yang mendukung (misalnya pada fasia, tendon atau sendi) dan memungkinkan terjadinya osteomyelitis. Tulang dan tendon yang terkena bisa terlihat atau teraba langsung.



5) Unstageable : Depth Unknown Kehilangan jaringan secara penuh dimana dasar luka (wound bed) ditutupi oleh slough dengan warna kuning, cokelat, abu-abu, hijau, dan atau jaringan mati (eschar) yang berwarna coklat atau hitam didasar luka. slough dan atau eschar dihilangkan sampai cukup untuk melihat (mengexpose) dasar luka,



kedalaman luka yang benar, dan oleh karena itu derajat ini tidak dapat ditentukan



6) Suspected Deep Tissue Injury : Depth Unknown Berubah warna menjadi ungu atau merah pada bagian yang terkena luka secara terlokalisir atau kulit tetap utuh atau adanya blister (melepuh) yang berisi darah karena kerusakan yang mendasari jaringan lunak dari tekanan dan atau adanya gaya geser. Lokasi atau tempat luka mungkin didahului oleh jaringan yang terasa sakit, tegas, lembek, berisi cairan, hangat atau lebih dingin dibandingkan dengan jaringan yang ada di dekatnya. Cidera pada jaringan dalam mungkin sulit untuk di deteksi pada individu dengan warna kulit gelap. Perkembangan dapat mencakup blister tipis diatas dasar luka (wound bed) yang berkulit gelap. Luka mungkin terus berkembang tertutup oleh eschar yang tipis. Dari derajat dekubitus diatas, dekubitus berkembang dari permukaan luar kulit ke lapisan dalam (top-down), namun menurut hasil penelitian saat ini, dekubitus juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa adanya adanya 15 kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah injury jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan subkutan lebih sensitif terhadap iskemia daripada permukaan kulit



2.1.5 Patofisiologi Tekanan imobilisasi yang lama akan mengakibatkan terjadinya dekubitus, kalau salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan antara 2 tekanan) jaringan yang lebih dalam dekat tulang terutama jaringan otot dengan suplai daerah yang baik akan bergeser ke daerah yang baik akan bergeser kearah gradient yang lebih rendah sementara kulit dipertahankan pada permukaan kontak oleh frikti yang semakin meningkat dengan terdapatnya kelembaban ini menyebabkan peregangan dan anggulasi pembuluh darah daerah yang dalam serta mengalami gaya geser jaringan yang dalam ini akan menjadi iskemia dan dapat mengalami nekrosis sebelum berlanjut ke kulit.



Faktor tekanan, toleransi jaringan (Elastisitas kulit akibat usa) durasi & besar tekanan Mobilitas & aktifitas



Tekanan Ekstrna>tekanan



Aliran darah ke jaringan sekitar



Jaringan Hipoksia



Pem.darah kolaps



Iskemia otot



Cedera iskemia



menurun ULKUS DEKUBITUS



B1 Aliran darah ke jaringan Tubuh Menurun



B2 Perdarahan lama Volume darah menurun



Penurunan sirkulasi



Sesak Pola Nafas Tidak Efektif



Peningkatan suplai O2 Perubahan fungsi tubuh akibat perdarahan lama Sianosis,pucat kelemahan



ketidak seimbangan cairan dan elektrolit



Dekubitus Perubahan temperature kulit



cedera jaringa



Pertukaran cairan elektrolit terganggu



Proses inflamasi



HB menurun Peningkatan suplai O2



B4



B3



Hilang sebagian lap.kulit dan terjadi luka



Aktivitas interleukin 1 dihipotalamus



Nyeri Nyeri Akut



Pengeluaran hormone prostaglandin Aktivitas interleukin 1 dihipotalamus



Kebutuhan cairan berkurang Gangguan eliminasi uri



Peningkatan temperetatur



Respon peningkatan suhu tubuh Merangsang medic vomiting centre



Nausea



Dekubitus Hilang sebagian lap.kulit dan terjadi luka Gangguan integritas kulit/jaringan



Resiko infeksi



Tidak napsu makan



Nyeri Defisit nutrisi Keterbatasan gerak Gangguan



Perpusi periper tidak efektif Suhu tubuh diatas normal



B6



B5



Hipertermi



Mobilitas fisik



2.1.6 Manifestasi klinis 1. Tanda cedera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan dengan ibu jari. 2. Pada cedera yang lebih berat dijumpai ulkus di kulit. 3. Dapat timbul rasa nyeri dan tanda – tanda sistemik peradangan termasuk demam dan peningkatan hitung sel darah putih. 4. Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di rumah sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil. 2.1.7 Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada ulkus dekubitus yaitu komplikasi noninfeksius



dan



infeksi



amiloidosis,pembentukan



sistemik. tulang



Komplikasi



heterotopik,



non fistula



infeksi



termasuk



perineal-uretral,



pseudoaneurisma, ulkus Marjolin dan komplikasi sistemik pengobatan topikal. Infeksi sistemik termasuk bakteremia dan sepsis, selulitis, endokarditis, meningitis, osteomielitis, artritis septik, dan terbentuknya sinus atau abses (Sulistyawati. 2014). 2.1.8 Pemeriksaan penunjang 1. Kultur dan analisis urin Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat apakah ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada trauma medula spinalis. 2. Kultur Tinja Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat leukosit



dan



toksin



Clostridium



difficile



ketika



terjadi



pseudomembranous colitis. 3. Biopsi Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu,



biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis. 4. Pemeriksaan Darah Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan sepsis. 5. Keadaan Nutrisi Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level. 6. Radiologis Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan tulang atau MRI. 2.1.9 Penatalaksanaan medis Teknik farmaologi 1. Perawatan luka decubitus 2. Merubah posisi pasien yang sedang tirah baring 3. Menghilangnya tekanan pada kulit yang merah dan menempatkan pembalut yang bersih dan tipis apabila telah terbentuk ulkus dekubitus. 4. Sistemik 5. Antibiotik spectrum luas 6. Obat antibacterial, topika : mengontrol pertumbuhan bakteri 7. Salep antibiotic Teknin Nonfarmakologi 1. Kurangi tekanan yang lama pada daerah yang sama 2. Hindarkan dari kelembaban 3. Sering membersihkan kulit apabila muncul lesi di kulit



2.2



Manajemen Asuhan Keperawatan



2.2.1 Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sitematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan ditunjukan pada respon klien terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia (Arif mutaaq 2013). 1) Identitas Klien Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan



darah,



pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat 2) Riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan



upaya-upaya



yang



telah



dilakukan



perawat



disini



harus



menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati. b. Riwayat kesehatan dahulu Apakah klien pernah mengalami masalah kulit sebelumnya. c. Riwayat kesehatan keluarga -



Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengauhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi ( CVA ).



-



Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM



1. B1 (Breathing) Inspeksi Bentuk dada normal, simetris, frekuensi nafas teratus tanpa penggunaan otot bantu nafas. Palpasi Pada Palpasi, ekspansi paru normal dan tidak ada masalah lain Perkusi Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diagfrahma menurun Auskultasi Ditemukan adanya suara ronchi karena didapatkan adanya akumulasi secret berlebih dibronkus 2. B2 (Blood) Inspeksi TD menurun, diaphoresis terjadi pada minggu pertama, kulit pucat, akral dingin, penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi kadang terjadi anemia, leukopeni pada minggu awal, nyeri dada, dan kelemahan fisik Palpasi Pada palpasi dilakuan sebagai pendeteksi kelainan yang tampak saat inspeksi Perkusi perkusi pada jantung jarang dilakukan biasanya dilakuan rontgen toraks, tetapi perkusi pada jantung ini bermanfaat untuk mengetahui efusi pericardium, aneurisma aorta dan lain-lan. Auskultasi Terdengar S1 S2 pada jantung lebih jelas pada bagian katub pulmonal, aorta,mitral,dan triskuspidalis



3. B3 (Brain) Pada klien dengan typhoid biasanya terjadi derilium dan diikuti penurunan kesadara didiri composmentis keapatis, somnolen hingga koma pada pemeriksaan GCS. 4. B4 (Bladder) Pada kondisi berat akan terjadi penurunan output respon dari curah jantung 5. B5 (Bowel) 1) Inspeksi Lidah kotor,terdapat selaput putih, lidah hipertermis, stomatis, muntah, kembung, adanya distensi abdomen dan nyeri abdomen, diare atau konstipasi 2) Auskultasi Penurunan bisisng usus 5x/menit pada minggu pertama dan selanjutnya meningkat akibat adanya diare 3) Perkusi Didapatkan suara tympani abdomen akibat adanya kembung 4) Palpasi Adanya hepatomegali, spelenomegali, mengidentifikasi adanya infeksi pada minggu kedua. Adanya nyeri tekan pada abdomen 6. B6 (Bone) Adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise . Kelemahan umum, integument : timbulnya roseola temboli dari kuman diman didalamnya mengandung kuman salmonella Ttphosa, yang timbul diperut, dada, dan bagian bokong, turgor kulit menurun. Kulit kering (Muttaqin, 2011) 2.2.2 Diagnosis Keperawatan 1. Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Penurunan Sirkulasi (D.0005) Hal 26 2. Perpus Periper Tidak Efektif Berhubungan Dengan Volume Darah Menurun ( D.009) Hal. 37 3. Hipertermi Berhubungan Dengan Prose Inflamasi (D.0130) Hal 284



4. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Hilang Sebagian Lapisan Kulit Dan Terjadi Luka (D.0077) Hal 172 5. Gangguan Eliminasi Urin Berhubungan Dengan Ketidak Seimbangan Cariran Dan Elektrolit (D.0040) Hal 96 6. Deficit Nutrisi Berhubungan Dengan Jaringan Kekurangan Nutrisi Untuk Berkembang (D.0019) Hal 56 7. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Terjadinya Luka (D.0142) Hal 304 8. Ganguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Lapisan Kulit Dan Luka (D.0054) Hal124 9. Gangguan Integritas Kulit Berhubungan Dengan Hilangnya Sebagian Lapisan Kulit (D.0129) Hal 282



Diagnosa Keperawatan



Kriteria Hasil



1. Pola Nafas Tidak Efektif Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan Berhubungan Dengan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Pola Nafas Penurunan Sirkulasi Kembali Efektif Dengan Kriteria Hasil 1. Frekuensi Nafas Cukup Membaik Dengan Nilai 4, 2. Penggunaan Otot Bantu Napas Cukup Menurun Dengan Nilai 4, 3. Dyspnea Menurun Dengan Nilai 5



2.2.3 Intervensi Keperawatan



Intervensi 1) Monitor Pola Nafas (Frekuensi,Kedalaman, Usahanapas) 2) Monitor Bunyi Nafas Tambahan 3) Monitor Sputum 4) Pertahankan Kepatenan Jalan Nafas Dengan Head Tilt Ddan Chin-Lift 5) Posisikan Semi Fowler Atau Fowler 6) Berikan Minum Hangant 7) Lakukan Fisioterapi Dada, Jika Perlu 8) Penghisapan Lendir Kurang Dari 15 Detik 9) Berikan Oksigen 10) Anjurkan Asupan Cairan 2000 Ml/Hari Jika Tidak Kontraindikasi 11) Ajarkan Teknik Batuk Efektif 12) Kolaborasi Pemberian Bronkodilator Ekspektoran, Mukolitik, Jika Perlu



Diagnosa Keperawatan



Kriteria Hasil



2. Hipertermi Berhubungan Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan Dengan Prose Inflamasi Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Suhu Tubuh Menurun Dengan Kriteria Hasil 1. Suhu Tubuh Cukup Membaik Dengan Nilai 5, 2. Tekanan Darah Sedang Dengan Nilai 3, 3. Pucat Cukup Menurun Dengan Nilai 4.



Intervensi 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)



Identifikasi Penyebab Hipertermia Monitor Suhu Tubuh Sediakan Lingkungnan Yang Dingin Lakukan Pendinginan Eksternal Hindari Pemberian Antipiretik Atau Aspirin Berikan Cairan Oral Menganjurkan Tirah Baring Berikan Oksigen Kolaborasi Pemberian Cairan Dan Elektrolit Intravena,Jika Perlu



Diagnosa Keperawatan



Kriteria Hasil



Intervensi



3. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Hilang Sebagian Lapisan Kulit Dan Terjadi Luka



Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Nyeri Menurun Dengan Kriteria Hasil 1. Keluhan Nyeri Cukup Menurun Dengan Nilai 4, 2. Meringis Cukup Menurun Dengan Nilai 4



1) Identifikasi Lokasi, Karakteristik, Durasi, Frekuensi, Kualitas, Intensitas Nyeri 2) Identifikasi Skala Nyeri 3) Identifikasi Respon Non Verbal 4) Identifikasi Factor Yang Memperberat Dan Memperingan Nyeri 5) Berikan Teknin Nonfarmakologi Untuk Mengurangi Rasa Nyeri 6) Fasilitasi Istirahat Dan Tidur 7) Jelaskan Penyebab, Periode, Dan Pemicu Nyeri 8) Ajarkan Teknik Nonfarmakologi Untuk Mengurangi Rasa Nyrei



Diagnosa Keperawatan



Kriteria Hasil



Intervensi



4. Perpus Periper Tidak Efektif Berhubungan Dengan Volume Darah Menurun



Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Perpusi Periper Kembali Efektif Dengan Kriteria Hasil 1. Penyembuhan Luka Meningkat Dengan Nilai 5 2. Wara Kulit Pucat Menurun Dengan Nilai 5 3. Nekrosis Menurun Dengan Nilai 5 4. Denyut Nadi Sedang Dengan Nilai 3



1) Periksa Sirkulasi Perifer 2) Identifikasi Factor Resiko Gangguan Sirkulasi 3) Monitor Panas,Kemerahan,Nyeri, Atau Bengkak Pada Ekstremitas. 4) Lakukan Pencegahan Infeksi 5) Anjurkan Berolahraga Rutin 6) Lakukan Hidrasi 7) Informasikan Tanda Dan Gejala Darurat Yang Harus



Dilaporkan



Diagnosa Keperawatan



Kriteria Hasil



Intervensi



5. Gangguan Eliminasi Urin Berhubungan Dengan Ketidak Seimbangan Cariran Dan Elektrolit



Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Eliminasi Urin Kembali Efektif Dengan Kriteria Hasil 1. Karakteristik Urine Membaik Dengan Nilai 5, 2. Frekuensi BAK Cukup Membaik Dengan Nilai 4, 3. Berkemih Tidak Tuntas Cukup Menurun Dengan Nilai 4.



1) Identifikasi Tanda Dan Gejala Retensi Atau Inkontinensia Urine 2) Identifikasi Factor Yang Menyebabkan Retensi Atau Inkontinensia Urine 3) Monitor Eliminasi Urin 4) Catat Waktu-Waktu Dan Haluan Berkemih 5) Batasi Asupan Cairan ,Jika Perlu 6) Ambil Sampel Urin Tengan (Midstream) Atau Kultur 7) Ajarkan Mengenali Tanda Berkemih Dan Waktu Yang Tepat Untuk Berkemih 8) Anjurkan Minum Yang Cukup, Jika Tidak Ada Kontraindikasi 9) Anjurkan Mengurang Minum Menjelang Tidur 10) Kaloborasi Pemberian Obat Supositoria Uretra, Jika Perlu



Diagnosa Keperawatan



Kriteria Hasil



6. Deficit Nutrisi Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan Berhubungan Dengan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Nutrisi Jaringan Kekurangan Terpenuhi Dengan Kriteria Hasil Nutrisi Untuk 1. Porsi Makannan Yang Dihabiskan Cukup Berkembang Meningkat Dengan Nilai 4, 2. Indeks Masa Tubuh (IMT) Membaik Dengan Nilai 5, 3. Nafsu Makan Cukup Membaik Dengan Nilai 4, 4. Frekuensi Makan Cukup Membaik Dengan Nilai 4



Intervensi 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)



Identifikasi Status Nutrisi Identifikasi Alergi Dan Intoleransi Makanan Identifikasi Makanan Yang Disukai Identifikasi Kebutuhan Kalori Dan Jenis Nutrient Monitor Asupan Makanan Monitor Hasil Pemeriksaan Laboratorium Sajikan Makanan Yang Menarik Dengan Suhu Yang Sesuai 8) Berikan Makanan Tinggi Serat Untuk Mencegah Konstipasi 9) Berikan Makanan Tinggi Kalori Dan Tinggi Protein 10) Anjurkan Posisi Duduk,Jika Mampu 11) Kaloborasi Dengan Ahli Gizi Untuk Menentukan Jumlah Kalori Dan Jenis Nutrien Yang Dibutuhkan



Diagnosa Keperawatan 7.



Resiko Berhubungan Terjadinya Luka



Kriteria Hasil



Infeksi Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan Dengan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Nutrisi Terpenuhi Dengan Kriteria Hasil 1. Kemerahan Menurun Dengan Nilai 5, 2. Nyeri Sedang Dengan Nilai 4, 3. Bengkak Cukup Menurun Dengan Nilai 4, 4. Kadar Sel Darah Putih Membaik Dengan Nilai 5



Intervensi 1) Monitor Tanda Dan Gejala Infeksi Lokal Dan Sistemik 2) Pertahankan Teknik Aseptik Pada Pasien Beresiko Tinggi 3) Jelaskan Tanda Dan Gejala Infeksi 4) Ajarkan Cara Mencuci Tangan Dengan Benar 5) Meningkatkan Asupan Nutrisi 6) Ajarkan Cara Memeriksa Kondisi Luka Atau Luka Operasi 7) Anjurkan Meningkatkan Asupan Cairan 8) Kaloorasi Pemberian Imunisasi ,Jika Perlu



Diagnosa Keperawatan



Kriteria Hasil



8. Gangguan Integritas Kulit Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan Berhubungan Dengan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Kondisi Kulit Hilangnya Sebagian Membaik Dengan Kriteria Hasil Lapisan Kulit 1. Kerusakan Jaringan Menurun Dengan Nilai 5, 2. Kemerahan Menurun Dengan Nilia 5, 3. Perdarahan Menurun Edngan Nilai 5.



Intervensi 1) Monitor Karakteristik Luka 2) Monitor Tanda-Tanda Infeksi 3) Lepaskan Balutan Dan Plaster Secara Perlahan’cukur Rambut Di Sekitar Daerah Luka, Jika Perlu 4) Bersihkan Jaringan Nekrotik 5) Berikan Salep Yang Sesuai Kekulit/Lesi,Jika Perlu 6) Pasang Balutan Sesuai Jenis Luka 7) Pertahankan Teknik Steril Saat Melakukan Perawatan Luka 8) Ganti Balutan Sesuai Jumlah Eksudat Dan Drainase 9) Jelaskan Tanda Dan Gejala Infeksi 10) Ajarkan Perawatan Luka Secara Mandiri 11) Kaloborasi Prosedur Debridement(Mis, Enzimatik, Iologis, Mekanis, Autolitik), Jika Perlu 12) Kaloborasi Pemberian Antibiotic, Jika Perlu



Diagnosa Keperawatan



Kriteria Hasil



9. Ganguan Mobilitas Fisik Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan Berhubungan Dengan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Aktifitas Lapisan Kulit Dan Luka Fisik Kembali Efektif Dengan Kriteria Hasil 1. Rentang Gerak Rom Meningkat Dengan Nilai 5, 2. Nyeri Cukup Menurun Dengan Nilai 4, 3. Kelemahan Fisik Menurun Dengan Nilai 5, 4. Kekuatan Otot Meningkat Denga Nilai 5, 5. Pergerakan Ekstremitas Sedang Dengan Nilai 3.



Intervensi 1) Identifikasi Adanya Nyeri Atau Keluhan Fisik Lainya 2) Identifikasi Toleransi Fisik Melakukan Pergerakan 3) Monitor Frekuensi Jantu Dan Tekanan Darah Sebelum Memulai Mobilisasi 4) Monitor Kondisi Umum Selama Melakukan Mobilisasi 5) Fasilitasi Aktifitas Mobilisasi Dengan Alat Bantu 6) Fasilitasi Melakukan Pergerakan, Jika Perlu 7) Libatan Keluarga Untuk Membantu Pasien Dalam Meningkatkan Pergerakan 8) Jelaskan Tujuan Dan Prosedur Mobilisasi Anjukan 9) Anjurkan Melakukan Mobilisasi Dini 10) Ajarkan Mobilisasi Sederhana Yang Haris Dilakukan ( Mis, Duduk Ditempat Tidur, Duduk Disisi Tempat Tidur, Pindah Dari Tempat Tidur Ke Kursi)



2.2.4 Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah tatus kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Perawat melakukan tindakan implementasi terapeutik terhadap klien yang bermasalah kesejajar tubuh dan mobilisasi yang akatual maupaun beresiko. 2.2.5



Evaluasi Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan



yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaanya sudah berhasi dicapai. Perawat melakuakn evaluasi pada pasien setelah dilakukan tindakan



BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN Nama



: Purnadi Nakalelu



NIM



: 2018.C.10a.0945



Ruang Praktek



: Ruang bedah



Tanggal Praktek



: 08-12-2020



Tanggal & Jam Pengkajian



: 08-12-2020 jam 11:00



3.1



Pengkajian



3.1.1 Identitas Pasien Nama



: Tn. D



Umur



: 60 Tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Suku/Bangsa



: Dayak / Indonesia



Agama



: Kristen



Pekerjaan



: PNS



Pendidikan



: SMA



Status Perkawinan



: Menikah



Alamat



: Jl. Rafleesia No.72



Tgl MRS



: 07 Desember 2020



Diagnosa Medis



: Ulkus Dekubitus



3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan 1) Keluhan Utama Klien mengatakan “ saya nyeri pada bagian pinggang” 2) Riwayat penyakit sekarang Pada tanggal 07 Desember 2020 jam 13:20 klien dibawa kerumah sakit oleh keluarga dengan keluhan luka pada pinggang klien pada saat sebelum dibawa kerumah sakit klien mengatakan bahwa dirinya sebelumnya pernah terjatuh dikamar mandi yang menyebabkan patah pada tulang pahanya sehingga klien harus mendapatkan tindakan tirah baring dirumah, pada saat



pengkajian di IGD klien mengeluh nyeri, sulit tidur serta demam dan tidak nafsu makan sehingga didapatkan pada hasil pengkajian pada klien pada bagian pinggang didapatkan luka decubitus. Lalu klien dilakukan pemeriksaan TTV dengan hasil TD : 140/90 mmHg, N : 89 x/menit, S : 39,5 , RR : 20 x/menit, di IGD klien diberi terapi medis berupa Nacl 0,9%, lalu ditetesi Oxoferin Solution 5-10 ml pada bagian luka. Setelah dilakukan pemeriksaan dan pemberian terapi klien lalu dipindahkan keruang bedah untuk dilalukan perawatan lebih lanjut. 3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi) Klien mengatakan bahwa klien sebelumnya belum pernah dirawat dirumah sakit dan klien mengatakan belum pernah melakukan operasi. 4. Riwayat Penyakit Keluarga Klien mengatakan “dari anggota keluarga saya tidak ada yang mengalami penyakit yang sama seperti saya baik penyakit menular seperti hepatitis,HIV, maupun penyakit keturunan seperti hipertensi,DM dan lainlain.” 3.1.3 Genogram Keluarga :



Keterangan : : Laki-Laki



: Perempuan : pasien



: Meninggal



: Hubungan keluarga : Tinggal Serumah



3.1.3 Pemerikasaan Fisik 1) Keadaan umum Kesadaran kline composmentis, klien tampak lemas , klien tampak meringnis, klien terpasang infus Nacl 0,9% pada bagian tangan kiri,klien tampak pucat 2. Status Mental : Tingkat kesadaran klien composmentis, dengan ekspresi wajah tampak meringis ,bentuk badan klien tampak kurus , klien dalam posisi supinasi , klien berbicara dengan jelas, penampilan sedikit kurang rapi,fungsi kognitif klien dapat mengetahui untuk orientasi waktu klien mengetahui waktu pagi siang dan sore, untuk orientasi orang klien dapat membedakan keluarga dan tenaga medis lainya , untuk orientasi tempat klien dapat tau bahwa dirinya dirawat dirumah sakit. 3. Tanda-tanda Vital : Pada saat pengkajian tanda-tanda vital didapatkan hasil : suhu yang diukur di aksila menunjukan 39,5 0C, nadi yaitu 89x/menit , pernafasan yaitu 20 x/ menit, dan tekanan darah yaitu 140/90 mmHg. 4. Pernapasan (Breathing)



pengkajian pada system pernafasan bentuk dada klien simetris kebiasaan meroko tidak ada , batuk tidak ada,batuk berdarah tidaka ada , sputum berwarna bening tidak ada sianosis nyeri dada tidak ada, sesak nafas tidak ada, tipe pernafasan klien dada dan perut, irama pernafasan teratur dengan RR 20x/menit suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan pada system pernafasan tidak ditemukan masalah keperawatan



5. Cardiovasculer (Bleeding)



Pengkajian pada system cardiovaskuler tidak ditemukan Nyeri dada, keram kaki tidak ada, pucat tidak ada selain itu, tidak didapatkan masalah pada pengkajian lainnya.Klien juga tidak tampak pucat.Untuk CRT kurang dari 2 detik. Ictus cordis klien tidak terlihat, suara jantung terdenganr (S1dan S2 reguler) dengan bunyi lub-dub. Nadi teraba kuat dan teratur,. “Pada system cardiovascular tidak didapatkan masalah keperawatan” 6. Persyarafan (Brain) Pengkajian pada system persyarafan didapatkan : nilai GCS klien untu eye adalah 4; untuk verbal adalah 5; untuk motoric klien bernilai 6 dan dengan data tersebut didapat total nilai GCS adalah 15(Composmentis). Pupil klien isokor dengan reflex cahaya untuk kanan dan kiri adalah positif. Klien tampak cemas. Untuk uji saraf kranial, saraf I (olfaktori) :pada saat pengkajian Klien dapat membedakan bau susu dan kopi Saraf kranial II (Optikus): klien mampu melihat dengan jelas membaca nama di name tag perawat. Saraf kranial III (Okulomotor): Bola mata klien mampu beraksi terhadap cahaya. Saraf kranial IV (Troklearis): Klien dapat menggerakkan bola matanya dengan normal. Saraf kranial V (Trigeminalis): Klien dapat mengunyah yang makanan yang disediakan



kepada klien dengan baik.



Saraf kranial VI (Abdusen): klien dapat menggerakan bola matanya ke kiri dan kekanan. Saraf kranial VII (Fasialis): Klien dapat bereaksi terhadap rasa manis dan asin. Saraf kranial VIII (Auditorius): klien dapat menjawab dengan benar dimana suara detik jam tangan perawat di telinga kiri dan kanan. Saraf kranial IX (Glosofaringeus): klien dapat merasakan rasa asam. Saraf kranial X (Vagus): psaat makan klien mampu mengontrol proses menelan. Saraf kranial XI (Assesorius): Klien dapat menggerakkan leher dan bahu dengan bebas. Saraf kranial XII (Hipoglosus): klien



mampu



mengeluarkan lidahnya. Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan positif; pasien dapat menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep kanan dan kiri postif dengan skala 5, refleks brakioradialis kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks patela kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks



akhiles kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks babinski kanan dan kiri positif dengan skala Uji sensasi pasien di sentuh bisa merespon. Keluhan lainnya, klien mengeluh nyeri pada bagian pinggang klien tampak meringis, skala nyeri klien 5 sedang (1-10) nyeri terasa seperti ditusuktusuk. Lalu klien tampak demam, suhu klien 39,5°C



klien tampak pucat



Pada system persayarafan ditemukan masalah keperawatan Nyeri akut dan Hipertermi 7. Eliminasi Uri (Bladder) : Pada system eliminasi urine didapatkan :produksi urine yang dihasilkan adalah ± 300 mL dalam 24 jam



dengan warna kuning, bau khas



amoniak/pesing Pada system eliminasi uri tidak ada keluhan lain. “masalah keperawatan pada sistem ini tidak ditemukan masalah keperawatan” 8. Eliminasi Alvi (Bowel) : Pada pengkajian system eliminasi alvi didapatkan: yaitu mukosa bibir kering, gigi pasien lengkap dan kebersihan juga cukup; pada gusi tidak ada pendarahan dan peradangan; pada lidah tampak kotor ; mukosa terlihat sedikit kering ; pada tonsil tidak ada masalah; rectum tidak ada kelainan dan klien heaemoroid. BAB 3 x sehari, hasil dari auskultasi bising usus normal . “Masalah keperawatan pada sistem ini tidak ditemukan masalaha keperawatan” 9. Tulang -Otot–Integumen (Bone) : Pengkajian pada system tulang-otot-integumen didapatkan : klien mampu menggerakan sendinya tapi secara terbatas, klien juga ada pada pada bagian paha kanan atas (OS Fraktur Femur) Hemiparese tidak ada ,bengkak ada pada bagian paha , uji kekuatan otot didapatkan pada ekstremitas atas 5/5 dan pada ekstremitas bawah 1/5 ADL( Activity Daily Living) klien dibantu keluarga Pada system integument ditemukan masalah keperawatan Gangguan mobilitas fisik 10. Kulit-Kulit Rambut:



Klien tidak memiliki riwayat alergi baik pada obat,makananm dan kosmetik. Suhu kulit pasient panas, warna kulitnya coklat ,turgor kurang baik tidak dapat kembali dalam waktu 1 detik dan teksturnya kasar. Pada kuit pasient terdapat beberapa jaringan parut,tidak terdapat macula, pustule, nodula, vestikul dan papula terdapat ulkus pada bagian pinggang klien dengan diameter panjang luka ±7 cm, lebar luka ±7 cm, dan kedalaman luka ± 3 cm, terdapat pus pada luka di pinggang, ada jaringan kulit mati ( nekrotik) , tampak kemerahan dan basah pada area luka.. Tekstur rambut pendek, berwarna hitam dan terdistribusi secara merata. Bentuk kuku klien juga simetris. Pada system integume ditemukan masalah keperawatan “Gangguan integritas kulit dan Resiko Infeksi” 11. Sistem Penginderaan : sistem pengindraan meliputi mata,telinga dan hidung hasil pemeriksaan adalah: mata pasien tidak mengalami ganguan dan dapat melihat, bola mata bergerak normal,visus mata kanan dan kiri tidak dikaji, sclera berwarna putih atau normal dan kornea, tampak bening, telinga pasien tidak mengalami ganguan. Bentuk hidung pasien pun tampak simetris, tidak terdapat adanya lesi, tidak terdapat patensi, tidak terdapat obstruksi,tidak terdapat nyeri tekan pada sinus. Septum nasal juga tidak mengalami deviasi dan tidak terdapat polip pada hidung. Pada sistem pengindraan tidak ada keluhan dan tidak ada masalah keperawatan yang muncul. 12. Leher Dan Kelenjar Limfe Pada pemeriksaan daerah leher dan kelenjar limfe, tidak ada ditemukan adannya massa, tidak ada jaringan parut,kelenjar limfe dan tiroid tidak teraba, dan mobilitas leher klien bergerak terbatas. Untuk pemeriksaan reproduksi tidak dilakukan pemeriksaan. 3.1.5 Pola Fungsi Kesehatan 1. persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit : Klien menerima keadaan yang dia alami sekarang dan berharap cepat sembuh dan bisa berktifitas kembali seperti dulu 2. Nutrisida Metabolisme



Klien mengatakan bahwa selama sakit nafsu makan kurang baik dan tidak ada selera makan. Klien ada makan sekitar setengah porsi saja.pemeriksaan selanjutnya didapatkan pola makan sehari-hari klien sebelum sakit/hari dan saat sakit hanya 1 kali /hari karena klien berada di RS. Porsi yang bisa dihabiskan sebelum sakit 1 porsi, saat sakit mendapat kan 1 porsi makanan hanya bisa menghabiskan ½ porsi saja. Jenis makanan yang dikonsumsi sebelum sakit nasi+ lauk dan jenis makana sesudah sakit bubur+lauk, jenis minuman klien sebelum sakit yaitu air putih saja dan sedudah sakit hanya air putih juga. Klien dapat menghabiskan minum sebelum sakit ±1200-1500 cc/hari, sedangkan saat sakit ± 700-100 cc/liter dalam sehari. Klien tidak merasa mual dan muntah. BB sebelum sakit 45 kg dan saat sakit 44 kg.bentuk badan sedang IMT klien



44 =17,2 1,60 x 1,60



Berdasarkan hasil pengkajian di atas, masalah keperawatan yang muncul Defisit Nutrisi. 1. Pola istirahat dan tidur Pada saat pengkajian pola istirahat dan tidur klien sebelum sakit yaitu mengatakan masih dapat tidur siang dengan nyenyak selama ± 1 jam; pada malam hari biasanya 7-8 jam. Pola istirahat dan tidur saat sakit yaitu siang < 30 menit dan tidur malam 4-5 jam. Berdasarkan hasil pengkajian diatas ditemukan masalah keperawatan Gangguan pola tidur 2. Kognitif : klien dapat sudah mengetahui penyakit yang di deritannya setelah diberikan jelaskan dokter dan tenaga medis. Tidak ada masalah keperawatan 3. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran ) : Klien dapat menerima keadaan dirinya sekarang, klien ingin lekas sembuh, klien seorang pria berumur 60 tahun, klien merasa selalu dihargai Tidak ada masalah keperawatan 4. Aktivitas Sehari-hari



Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit klien dapat beraktifitas seperti biasa. Tidak ada masalah keperawatan 5. Koping –Toleransi terhadap Stress Klien selalu berdiskusi dengan keluarga disetiap permasalahan dalam pelayanan. Tidak ada masalah keperawatan 6. Nilai-Pola Keyakinan Klien menatakan “ saya beragama Kristen “tidak ada masalah dalam tindakan keperawatan. Tidak ada masalah keperawatan 3.1.6 Sosial - Spiritual 1. Kemampuan berkomunikasi Klien cukup mampu berkomunikasi dengan baik dengan dokter perawat dan keluarga. 2. Bahasa sehari-hari Bahasa yang digunakan bahasa Indonesia/dayak 3. Hubungan dengan keluarga : Hubungan dengan keluarga harmonis 4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain : Hubungan dengan keluarga terutama tenaga medis sangat baik dilihat dari segi penerimaan saat perawat datang untuk merawat. 5. Orang berarti/terdekat : Orang terdekat adalah keluarga istri dan anak 6. Kebiasaan menggunakan waktu luang : Klien bisa menggunakan waktu luang untuk membaca Koran dan olah raga 7. Kegiatan beribadah : Klien beragama Kristen sebelum sakit klien rutin beribadah ke gereja sesudah sakit klien anya berdoa agar bias cepat sembuh dari penyakitnya.



3.1.7 Data Penunjang (Radiologis, Laborato Rium, Penunjang



Lainnya) 08 desember 2020 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



PARAMETER WBC HBG RBC PLT GDS Ureum Creatin SGOT/AST SGPT/ALT pH darah arteri



UNIT 12,4 {10^3/ul} 14.8 - {g/dl} 4.30x{10^3/ul} 241 {10^3/ul} 106 mg/dl 28 mg/dl 1,2 mg/dl 14 U/L 10 U/L PH