LP Diabetes Melitus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS



Disusun Untuk Memenuhi Tugas praktik KMB Oleh: KEPERAWATAN A Adriana Febriani 70300117016



PRESEPTOR LAHAN



PRESEPTOR INSTITUSI



(..........................)



(.............................)



JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2020



BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Defenisi Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2011). Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa dan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat ( Rab, 2010). B. Klasifikasi Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2011) 1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI). Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun. 2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.



Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas. 3. DM tipe lain Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin. 4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. C. Etiologi Menurut Yessi, (2013), ada beberapa penyebab diabetes melitus adalah sebagai berikut : 1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) a. Faktor genetic Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu



yang



memililiki



tipe



antigen



HLA



(Human



Leucocyte



Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. b. Faktor imunologi Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. c. Faktor lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin



tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.



2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah: 1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun) 2) Obesitas 3) Riwayat keluarga



D. Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping



itu



akan



terjadi



pemecahan



lemak



yang



mengakibatkan



peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala



hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika selsel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK). Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi.(corwin,2011)



E. Manifestasi Klinis Menurut Smelltzer, (2011), berikut beberapa tanda dan gejala pada penyaki diabetes melikut adalah : 1. Diabetes Tipe I a. Hiperglikemia berpuasa b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia c. Keletihan dan kelemahan d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian) 2. Diabetes Tipe II a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur c. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer) Menurut Khasanah (2012), berikut penjelasan bagi munculnya beberapa gejala tersebut. a.



Gula Keluar Bersama Urine (Glukosuria): Glukosa akan turut terbawa aliran urine ketika kadar glukosa dalam darah meningkat. Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan jumlah yang disaring melalui ginjal melebihi kemampuan ginjal untuk menyerapnya kembali ke dalam tubuh. Karena glukosa rasanya manis, maka kandungan glukosa dalam air kencing dapat mengundang semut untuk mengerumuni urine tersebut. Inilah yang kemudian membuat penyakit diabetes mellitus disebut juga penyaking kencing manis.



b.



Banyak Kencing (Poliuria): Sehubungan dengan sifat glukosa yang menyerap air, maka jumlah air yang dikeluarkan tubuh juga akan turut meningkat



seiring



dengan



meningkatnya



jumlah



glukosa



yang



dikeluarkan melalui urine. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih daam jumlah



berlebihan, maka penderita diabetes mellitus sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuria). c.



Banyak Minum (Polidipsi): Dampak dari banyak kencing adalah tubuh akan mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi. Kondisi ini akan menimbulkan rasa haus yang terus-menerus, sehingga penderita diabetes mellitus menjadi banyak minum.



d.



Penurunan Berat Badan: Pada penderita diabetes mellitus, proses penyerapan glukosa ke dalam jaringan tubuh akan terganggu. Tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya, sehingga memecah jaringan lemak tubuh untuk diubah menjadi energi. Jika hal ini terus terjadi dalam jangka waktu lama, maka penderita akan mengalami penurunan berat badan.



e.



Banyak Makan (Polifagi): Seperti telah dijelaskan sebelumnya, tubuh penderita diabetes mellitus tetap kekurangan energi meskipun kadar glukosa dalam darah tinggi. Hal ini karena tubuh tidak mampu menyerap kadar gula dalam darah, sehingga tidak dapat digunakan tubuh. Karena tubuh kekurangan energi, tubuh akan memberika sinyal ke otak untuk merangsang rasa lapar, sehingga menimbulkan banyak makan.



F. Komplikasi Diabetes melitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata,ginjal,jantung, pembuluh darah,kaki, saraf dan lain-lain. (cowin,2011) Kadar gula darah yang tinggi juga dapat menimbulkan komplikasi jika tidak dikendalikan. Peningkatan kadar gula darah dalam waktu yang lama bisa merusak pembuluh darah, jantung, otak, mata, ginjal, saraf, kulit, dan jaringan tubuh lainnya. Menurut Khasanah (2012), beberapa komplikasi diabetes mellitus tersebut sebagai berikut. a.



Hipertensi dan Penyakit Jantung: Gula yang terlalu tinggi dalam darah dapat menempel pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan kadar lemak dalam darah meningkat. Hal ini akan



memepercapat terjadinya penyempitan pembuluh darah. Akibatnya, tekanan darah meningkat dan terjadilah hipertensi. b.



Katarak: Katarak dalah penyalit atau kerusakan pada mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun. Lensa mata menjadi keruh, sehingga cahaya tidak dapat menembusnya. Kaitannya dengan penyakit diabetes mellitus, katarak merupakan efek sekunder yang timbul dari penyakit ini.



c.



Gagal Ginjal: terjadi ketika kedua ginjal mengalami kerusakan permanen dan tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya, yaitu untuk menyaring darah. Kaitannya dengan penyakit diabetes mellitus, kadar gula darah yang tinggi akan memperberat kerja ginjal dalam menyaring darah. Jika keadaan ini terus berlanjut, maka dapat menyebakan gagal ginjal. Salah satunya adalah penyakit Pielonefritis kronik merupakan penyakit infeksi kronik pada ginjal yang disebabkan oleh infeksi berulang pada ginjal yang memicu terjadinya perubahan struktur ginjal berupa fibrosis pembentukan jaringan parut pada korteks dan perubahan bentuk kaliks ginjal dan atrofi ginjal.



d.



Gangguan pada Saraf: Jika saraf yang terhubung ke tangan, tngkai, dan kaki mengalami kerusakan, maka penderita akan sering mengalami sensasi kesemutan atau nyeri, seperti terbakar, dan terasa lemah pada lengan dan tungkai. Kerusakan saraf juga dapat menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera, karena penderita dapat merasakan perubahan tekanan maupun suhu.



e.



Luka yang Susah Sembuh dan Gangren: Berkurangnya aliran darah ke sel-sel kulit juga bisa menyebabkan penderita mudah luka dan proses penyembuhan luka berjalan lambat. Luka di kaki bisa sangat dalam dan rentan mengalami infeksi, karena masa penyembuhannya agak lama. Dalam beberapa kasus, sebagian tungkai si penderita harus diamputasi untuk menyelamatkan jiwanya.



G. Pemeriksaan Penunjang Menurut Mubin,(2010) berikut data dari hasil pemeriksaan penunjang pada diabetes melitus adalah :



1. Kadar glukosa darah 2. Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan: a. Glukosa plasma sewaktu>200 mg/dl (11,1 mmol/L) b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemusian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (oo)>200 mg/dl). 3. Tes laboratorium DM Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic, tes pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi. 4. Tes saring pada DM adalah a. GDP, GDS b. Tes glukosa urin 5. Tes diagnostic Tes-tes diagnostic pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (Glukosa Darah 2 jam post prandial), glukosa jam ke-2 TTGO. 6. Tes monitoring terapi a. GDP : plasma vena, darah kapiler b. GD2PP : plasma vena c. A1c : darah vena, darah kapiler 7. Tes mendeteksi komplikasi a. Mikroalbuminuria : urin b. Ureum, kreatinin, asam urat c. Kolesterol total : plasma vena (puasa) d. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa) e. Kolesterol HDL : plasma vena (puasa) f.



Trigliserida : plasma vena (puasa) . Cara pemeriksaan TTGO: (Mansjoer, A, 2007)Tiga hari sebelum



pemeriksaan pasien makan biasa. a. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak b. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam. c. Periksa glukosa darah puasa.



d. Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit. H. Penatalaksanaan Menurut Smelltzer (2011),Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi



terjadinya



komplikasi



vaskuler



serta



neuropatik.



Tujuan



terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada empat komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu : a. Diet Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu: 1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan



dikurangi atau



ditambah 2) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya 3) Jenis makanan yang manis harus dihindari b. Penyuluhan Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya. c. Obat : Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO) d. Cangkok pancreas Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik I.



Discharge planning 1.



Lakukan olahraga secara rutin dan pertahankan BB yang ideal



2.



Kurangi komsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan karbohidrat



3.



Pelajari mencegah infeksi : kebersihan kaki, hindari perlukaan



4.



Perbanyak komsumsi makanan yang banyak mengandung serat seperti sayuran dan sereal



5.



Hindari konsumsi makanan tinggi lemak dan yang mengandung banyak kolestrol LDL.



6.



Hindari minuman yang beralkohol dan kurangi konsumsi garam keluarga (Mubin,2010)



J. Prognosis Sekitar 60% pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat . (Price & Wilson. 2013)



BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Adapun pengkajian pada diabetes melitus menurut Smelltzer, (2011). Yaitu sebagai berikut : 1. anamnesa a. Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. b. Keluhan Utama Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. c. Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya



yang



telah dilakukan oleh penderita untuk



mengatasinya. d. Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya



dengan



defisiensi



insulin



misalnya



penyakit



pankreas.



Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun



arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obatobatan yang biasa digunakan oleh penderita. e. Riwayat kesehatan keluarga Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung. f. Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.



2. Pemeriksaan fisik a. Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital b. Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh. c. Sistem integument Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah



sekitar ulkus dan gangren,



kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku. d. Sistem pernafasan Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi. e. Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau



berkurang,



takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis. f. Sistem gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. g. Sistem urinary Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih. h. Sistem musculoskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.



i. Sistem neurologis Terjadi



penurunan



sensoris,



parasthesia,



anastesia,



letargi,



mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi. 3. Pemeriksaan kebutuhan a. Aktivitas / istrahat. Tanda : 1) Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun. 2) Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas. 3) Letargi / disorientasi, koma. b. Sirkulasi Tanda : 1) Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan tachicardia. 2) Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada. 3) Disritmia, krekel : DVJ c. Neurosensori Gejala



:Pusing



/



pening,



gangguan



penglihatan,



disorientasi :mengantuk, lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang. d. Nyeri / Kenyamanan Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati. e. Keamanan Gejala : 1) Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis. 2) Menurunnya kekuatan immune / rentang gerak, parastesia / paralysis otot termasuk otot – otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).



3) Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika terjadi hipololemia barat). 4) Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare).



4. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah : a. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. b. Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ). c. Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman. B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (PPNI, 2016) Penyebab (PPNI, 2016). a. Agen pencedera fisiologis (mis., inflamasi, iskemia,neoplasma) b. Agen pencedera kimiawi (mis., terbakar, bahan kimia iritan) c. Agen pencedera fisik (mis., abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) Gejala dan Tanda Mayor (PPNI, 2016)



Subjektif Mengeluh nyeri Objektif a. Tampak meringis b. Bersikap protektif (mis.,waspada, posisi menghindari nyeri) c. Gelisah d. Frekuensi nadi meningkat e. Sulit tidur Gejala dan Tanda Minor (PPNI, 2016) Subjektif Tidak tersedia Objektif a. Tekanan darah meningkat b. Pola napas berubah c. Nafsu makan berubah d. Proses berpikir terganggu e. Menarik diri f.



Berfokus pada diri sendiri



g. Diaforesis 2. Defisit nutrisi Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk



memenuhi



metabolisme (PPNI, 2016) Penyebab (PPNI, 2016) a. Kurangnya asupan makanan b. Ketidakmampuan menelan makanan c. Ketidakmampuan mencerna makanan d. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien e. Peningkatan kebutuhan metabolisme f.



Faktor ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi)



g. Faktor psikologis (mis. stress, keengganan untuk makan) Gejala dan Tanda Mayor (PPNI, 2016) Subjektif (Tidak tersedia)



kebutuhan



Objektif Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal Gejala dan Tanda Minor (PPNI, 2016) Subjektif a. Cepat kenyang setelah makan b. Kram/nyeri abdomen c. Nafsu makan menurun Objektif a. Bising usus hiperaktif b. Otot pengunyah lemah c. Otot menelan lemah d. Memberan mukosa pucat e. Sariawan f.



Serum albumin turun



g. Rambut rontok berlebihan h. Diare 3. Gangguan integritas kulit/ jaringan Definisi : kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament) (PPNI, 2016) Penyebab (PPNI, 2016) a. Perubahan sirkulasi b. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan) c. Kekurangan/kelebihan volume cairan d. Penurunan mobilitas e. Bahan kimia iritatif f.



Suhu lingkungan yang ekstrem



g. Faktor mekanis (mis., penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi) h. Efek samping terapi radiasi i.



Kelembaban



j.



Proses penuaan



k. Neuropati perifer



l.



Perubahan pigmentasi



m. Perubahan hormonal n. Kurang



terpapar



informasi



tentang



upaya



mempertahankan/melindungi/integritas jaringan Gejala dan Tanda Mayor (PPNI, 2016) Subjektif Tidak tersedia Objektif Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit Gejala dan Tanda Minor (PPNI, 2016) Subjektif Tidak tersedia Objektif a. Nyeri b. Perdarahan c. Kemerahan d. Hematoma 4. Retensi urin Defenisi: pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap (PPNI 2016) Penyebab a. Peningkatan tekanan uretra b. Kerusakan arkus refleks c. Blok spingter d. Disfungsi neurologis (mis. Trauma, penyakit saraf) e. Efek



agen



farmakologis



(mis.



Atropine,



belladonna,



psikotropik,



antihistamin, opiate) Gejala dan tanda Mayor Subjektif



: Sensasi penuh pada kandung kemih



Objektif



: Disuria/anuria, distensi kandung kemih



Gejala dan tanda Minor Subjektif



: Dribbling



Objektif



: Inkontinensia berlebih, residu urin 150ml atau lebih



Kondisi klinis terkait



a. Begnigna prostat hyperplasia b. Pembengkakan perineal c. Cedera medulla spinalis d. Rektokel e. Tumor disaluran kemih 5. Gangguan mobilitas fisik Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. Penyebab a. Kerusakan integritas struktur tulang b. Perubahan metabolism c. Ketidakbugaran fisik d. Penurunan kendali otot e. Penurunan massa otot f.



Penurunan kekuatan otot



g. Keterlambatan perkembangan h. Kekakuan sendi i.



Kontraktur



j.



Malnutrisi



k. Gangguan musculoskeletal l.



Gangguan neuromuscular



m. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia n. Efek agen farmakologis o. Program pembatasan gerak p. Nyeri q. Kurang terpapar informasi tentang aktifitas fisik r.



Kecemasan



s. Gangguan kognitif t.



Keengganan melakukan pergerakan



u. Gangguan sensoripresepsi Gejala dan tanda mayor Subjektif



: mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas



Objektif



: kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun



Gejala dan tanda minor Subjektif



: nyeri saat begerak, enggang melakukan pergerakan, merasa



cemas saat bergerak Objektif



: sendi kaku, gerakan tidak terkordinasi, gerakan terbatas, fisik



lemah Kondisi klinis terkait a. Stroke b. Cedera medulla spinalis c. Trauma d. Fraktur e. Osteoarthritis f.



Osteomalasia



g. Keganasan 6. Perfusi perifer tidak efektif Definisi : penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme tubuh (PPNI, 2016) Penyebab a. Hiperglikemia b. Penurunan konsentrasi hemoglobin c. Peningkatan tekanan darah d. Kekurangan volume cairan e. Penurunan aliran arteri dan/atau vena f.



Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis., merokok, gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas)



g. Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis., diabetes melitus, hiperlipidemia) h. Kurang aktivitas fisik Gejala dan Tanda Mayor (PPNI, 2016) Subjektif Tidak diketahui Objektif a. Pengisian kapiler > 3 detik b. Nadi perifer menurun atau tidak teraba



c. Akral teraba dingin d. Warna kulit pucat e. Turgor kulit menurun Gejala dan Tanda Minor (PPNI, 2016) Subjektif a. Parastesia b. Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten) Objektif a. Edema b. Penyembuhan luka lambat c. Indeks ankle-brachial < 0,90 d. Bruit femoralis 7. Ansietas Definisi : Kondisi emosional dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang



tidak jelas



dan spesifik akibat



antisipasi bahaya



yang



memungkinkan individu mrlakukan tindakan untuk menghadapi ancaman. Penyebab a. Krisis situasional b. Kebutuhan tidak terpenuhi c. Krisis maturasional d. Ancaman terhadap konsep diri e. Ancaman terhadap kematian f.



Kekhawatiran mengalami kegagalan



g. Disfungsi sistem keluarga h. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan i.



Faktor keturunan ( tempramen mudah Teragitasi sejak lahir)



j.



Penyalahgunaan zat



k. Terpapar lingkungan (mis. Toksin, polutan dan lain-lain) l.



Kurang terpapar informasi



Gejala dan tanda mayor Subjektif : Merasa bingun, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi Objektif : tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur



Gejala dan tanda minor Subjektif : Mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tak berdaya. Objektif : frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat, diaforesis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar kontak mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu. kondisi klinis tetkait a. Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, pentakit autoimun) b. Penyakit akut c. Hospitallisasi d. Rencana operasi e. Kondisi diagnosis penyakit belum jelas f.



Penyakit neurologis



g. Tahap tumbuh kembang 8. Resiko infeksi Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik (PPNI, 2016) Faktor Risiko : (PPNI, 2016) a. Penyakit kronis (mis., diabetes mellitus) b. Efek prosedur c. Malnutrisi d. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan e. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer : f.



Gangguan peristaltic



g. Kerusakan integritas kulit h. Perubahan sekresi pH i.



Penurunan kerja siliaris



j.



Ketuban pecah lama



k. Ketuban pecah sebelum waktunya l.



Merokok



m. Statis cairan tubuh n. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder : o. Penurunan hemoglobin p. Imununosupresi



q. Leukopenia r.



Supresi respon inflamasi



s. Vaksinasi tidak adekuat 9. Hipervolemia Defenisi: peningkatan volume cairan intravaskuler, interstial dan atau intraseluler Penyebab a. Gangguan mekanisme regulasi b. Kelebihan asupan cairan c. Kelebihan asupan natrium d. Gangguan aliran balik vena e. Efek agen farmakologis (mis. Kortikosteroid, chlorpropamide, tolbutamide, vincristine, tryptilinescarbamazepine) Gejala dan tanda mayor Subjektif



: ortopnea, dyspnea, paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)



Objektif



: edema anasarka dan atau edema perifer, berat badab



meningkat dalam watktu singkat, Jugular Venous Pressure (JVP) dan atau Central Venous Pressure (CVP), reflex hepatojugular posiitif Gejala dan tanda minor Subjektif



: tidak tersedia



Objektif



: distensi vena jugularis, terdengar suara napas tambahan,



hepatomegaly, kadar Hb/Ht trun, Oliguria, intake lebih banyak dari output (balans cairan positif), kogestif paru Kondisi klinis terkait a. Penyakit ginjal; gagal ginjal kronik/akut, sindrom nefrotik b. Hipoalbuminemia c. Gagal jantung kongestif d. Kelainan hormone e. Penyakit hati, (mis. Sirosisi, asites, kaker hati) f.



Penyakit vena periver (mis. Varises venah, thrombus vena, phlebitis)



g. Imobilitas



10. Pola nafas tidak efektif Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat. Penyebab : a. Deprasi pusat pernapasan. b. Hambatan upaya nafas (misalnya nyeri saat napas, kelemahan otot pernapasan). c. Deformitas dinding dada. d. Deformitas tulang dada. e. Gangguan neuromuskular. f.



Gangguan neurologis.



g. Imaturitas neurologis. h. Penurunan energi. i.



Obesitas



j.



Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.



Gejala dan tanda mayor Subjektif



: Dipsnea



Objektif



:



memanjang,



pola



Penggunaan nafas



alat



bantu



abnormal



pernapasan,



(misalnya



fase



takipnea,



ekspirasi bradipnea,



hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes). Gejala dan tanda minor Subjektif



: Ortopnea



Objektif



: Pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter



thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, Ekskrusi dada berubah. Kondisi klinis terkait a. Depresi sistem saraf pusat. b. Cedera kepala. c. Trauma thoraks. d. Gillyan barre syndrome. e. Stroke



C. Intervensi Keperawatan Adapun intervensi keperawatan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, (2018), yaitu : NO



1



DIAGNOSIS



LUARAN



KEPERAWATAN



KEPERAWATAN



Nyeri akut



Nyeri akut menurun



INTERVENSI



RASIONAL



Manajemen nyeri Observasi/Identifikasi/Mo nitor



a. untuk mengetahui



a. Identifikasi tingkat, lokasi,



lokasi,



karakteristik,kualitas,



karakteristik,



frekwensi



kualitas



dan



faktor



pencetus nyeri



nyeri,



frekuensi



b. Observasi



isyarat



nonverbal



faktor pencetus b. untuk



ketidaknyamanan



dan



mengetahi



keadaan



umum



pasien



Terapeutik



a. Berikan tindakan nyaman a. untuk misalnya yang



ubah



posisi



membuat



pasien



relasasi pasien



merasa nyaman b. Berikan informasi tentang nyeri seperti



meningkatkan agar mampu



mengontrol nyeri



penyebab b. untuk memberikan



nyeri dan berapa lama



pengetahuan



akan berlangsung



kepada pasien dan keluarga



Edukasi



apabila



a. Ajarkan tekhnik



penggunaan



pasien nyeri



datang.



nonfarmakologi a. Untuk mengurangi



manajemen



nyeri



rasa nyeri



(misalnya



imajinasi,



terbimbing,



distraksi,



kompres



hangat



atau



dingin dan massase Kolaborasi a. pemberian analgetik 2



Defisit Nutrisi



Defisit membaik



nutrisi Manajemen



nutrisi:



Observasi/Identifikasi/Mo nitor



a. untuk mengetahui



a. Identifikasi alergi



(adanya)



atau



makanan



intoleransi



yang



dimiliki



pasien



makanan apa yang dapat menyebabkan alergi pasien



b. Monitor



kalori



dan b. untuk mengetahui



asupan makanan



jumlah kalori yang masuk



Terapeutik



kedalam



tubuh



a. Tentukan



status



gizi a. untuk



membantu



pasien dan kemampuan



pasien



(pasien) untuk memenuhi



memenuhi



kebutuhan gizi



hariannya



b. Atur diet yang diperlukan b. mengatur (yaitu:



menyediakan



dalam kalori diet



untuk pasien agar



makanan protein tinggi;



pasien



tidak



menyarankan



merasa



jenuh



dengan



menu



menggunakan



bumbu



rempah-rempah



makanan



sebagai alternative untuk



monoton



dan garam,



pengganti



menyediakan gula;



c. membuat menjadi



yang pasien nyaman



menambah



atau



mengurangi



kalori,



menambah



atau



mengurangi



vitamin,



mineral,



dan rileks



atau



suplemen) c. Ciptakan



lingkungan



yang optimal saat



pada



mengkonsumsi



makan (misalnya, bersih, berventilasi, santai dan bebas



dari



bau



yang



menyengat) Edukasi a. Anjurkan



untuk a. membuat duduk pada posisi tegak nyaman di



pasien



kursi,



jika



memungkinkan b. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk kondisi sakit (yaitu : untuk



pasien



penyakit pembatasan kalium,



dengan



memantau intake



protein



dan



pasien kalori



untuk dan



makanan



(misalnya., buku harian makanan)



saat



makan b. membantu pasien agar dapat makan makanan sesuai



yang dengan



kondisinya



ginjal, c. membantu pasien natrium, untuk mengetahui



cairan) c. Anjurkan



pasien



jumlah kalori yang masuk tubuhnya sehari



kedalam dalam



Kolaborasi a. Berikan



obat-obatan a.



sebelum



Bila



diperlukan,



makan membantu



pasien



(misalnya.,



penghilang yang merasakan rasa



rasa



antiemetik), sakit/mual agar dapat



sakit,



jika diperlukan



mengonsumsi makanannya dengan nyaman



3



Gangguan integritas jaringan



Integritas kulit/ membaik



kulit a. Monitor kulit akan adanya a. Kemerahan kemerahan b. Jaga



menandakan



kebersihan



kulit



adanya



agar tetap bersih dan



peradangan



kering



kerusakan



c. Anjurkan



pasien



menggunakan



untuk



atau berarti



pada kulit



pakaian b. Kulit bersih dapat



yang longgar d. Mobilisasi pasien (ubah



menghindari pembentukan



posisi pasien) setiap dua



ataupun



jam sekali



perkembangan



e. Mobilisasi pasien (ubah



kuman dan bakteri



posisi pasien) setiap dua



yang



memicu



jam sekali



kerusakan



pada



kulit c. Karena



pakaian



yang longgar tidak akan



menekan



kulit yang memicu timbul rasa nyeri ataupun gatal d. Mencegah terjadinya



luka



pada kulit e. Melancarkan sirkulasi darah ke bagian tubuh dan mencegah dekubitus 4



Retensi urin



Retensi membaik



urin a. Monitor intake dan output b. Monitor derajat distensi bladder



a. mengetahui haluaran



dan



masukan urin



c. Monitor tanda dan gejala b. mengetahui ISK



derajat



distensi



kandung kemih c. mengetahui adanya



infeksi



saluran kemih 5



Gangguan mobilitas Mobilitas fisik



membaik



fisik a. Kaji



kemampuan



klien a. Mengetahui tingkat



dalam mobilisasi b. Latih



pasien



pemenuhan ADLs



kemampuan klien dalam b. Melatih



kebutuhan



secara



mandiri



sesuai kemampuan.



kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.



c. Miringkan dan atur posisi c. Mencegah pasien setiap 2 jam pada



terjadinya



saat pasien di tempat



kulit



atau



tidur.



penekanan



pada



d. Dampingi



dan



pasien



saat



dan



bantu



Bantu



tubuh



mobilisasi d. Membantu penuhi



kebutuhan ADLs klien



iritasi



dalam



kien



memenuhi



aktivitasnya



e. Letakkan barang-barang e. Melatih pada tempat yang mudah



kemandirian klien



dijamgkau lengan yang tidak terkena bila satu sisi mengalami kelemahan.



6



Perfusi perifer tidak Perfusi efektif



perifer a. Pantau tanda-tanda vital



membaik



b. Kaji secara komprehensif sirkulasi perifer



pada TD, respirasi dan



c. Evaluasi nadi perifer dan edema d. Monitor



a. Terjadi perubahan Nadi,



menandakan terjadinya



laboratorium



( Hb, Hmtc)



gangguan



pada



tubuh b. Sirkulasi



perifer



dapat menunjukan tingkat keparahan penyakit c. Pulsasi



yang



lemah menimbulkan







cardiac output d. Nilai



laboratorium



dapat menunjukan komposisi darah 7



Ansietas



Ansietas menurun



a. Gunakan



pendekatan a. memberikan



yang menenangkan



nyaman



b. Jelaskan semua prosedur



rasa



kepada



pasien



dan apa yang dirasakan b. Agar klien dapat selama prosedur c. Instruksikan



mengerti kepada



dan



memahami



pasien



untuk



prosedur



yang



menggunakan



teknik



akan dilaksanakan



relaksasi



c. Dapat mengurangi



d. Libatkan keluarga untuk mendampingi pasien e. Kolaborasi



kecemasan pasien d. Support



pemberian



obat anti cemas



dari



keluarga



dapat



mengurangi kecemasan pasien e. Pemberian



obat



cemas



dapat



menurunkan kecemasan pasien 8



Risiko infeksi



Risiko menurun



infeksi a. Mencuci



tangan



sebelum



dan



setiap a. Tindakan



sesudah



tindakan keperawatan



aseptic



meminimalkan terjadinya infeksi



b. Monitor tanda dan gejala b. Untuk mengetahui infeksi sistemik dan lokal c. Monitor hitung granulosit, WBC d. Inspeksi



kulit



dan mukosa



kemerahan,



panas, drainase e. Ajarkan



saja



berresiko



terhadap



membrane terhadap



pada daerah mana



pasien



serta



infeksi



penyebaran



dari



infeksi



tersebut c. Untuk mengetahui



cara



menghindari infeksi f. Berikan terapi antibiotic



jumlah



kadar



leukosit



akibat



adanya gangguan system kekebalan tubuh d. Kemerahan merupakan



tanda



adanya infeksi e. Untuk



mencegah



klien



terpapar



ataupun



kembali



terinvasi infeksi f. untuk



proteksi



terhadap infeksi 9



Hipovolemia



Hipovolemia menurun



Observasi:



Observasi



a. monitor input dan output



a. melihat



jumlah



b. monitor tanda awal syok



cairan yang masuk



c. monitor status cairan



dan



dari



dalam tubuh



Terapiutik



b. untuk mengetahui



a. tempatkan pasien pada posisi



keluar



supinasi,



kaki



tanda-tanda



syok



yang terjadi pada klien



elevasi



b. berikan cairan intravena c. mengetahui ketidakseimbanga



dan oral dengan tepat



n cairan pada klien



Edukasi a. ajarkan



keluarga



dan



Terapiutik



pasien tentang tanda dan a. untuk peningkatan gejala datangnya syok b. ajarkan



keluarga



dan



preload



dengan



tepat



pasien tentang langkah b. untuk untuk mengatasi gejala syok



mengganti



cairan yang hilang Edukasi a. Menambah informasi



pada



klien dan keluarga mengenai syok b. Agar



klien



keluarga mengatasi



dan dapat syok



secara mandiri



10



Pola efektif



napas



tidak Pola napas membaik



a. Identifikasi



faktor a. Dengan



penyebab.



mengidentifikasika



b. Posisikan pasien untuk



n penyebab, kita



memaksimalkan ventilasi



dapat menentukan



(posisi semi fowler)



jenis effusi pleura



c. Kaji



kualitas,



dan



frekuensi kedalaman



pernafasan,



laporkan



setiap perubahan yang terjadi. d. Observasi



sehingga



dapat



mengambil tindakan



yang



tepat. b. Penurunan



tanda-tanda



diafragma



vital (suhu, nadi, tekanan



memperluas



darah, RR dan respon



daerah



pasien).



sehingga ekspansi



e. Kolaborasi medis



dengan lain



tim



untuk



paru



bisa



maksimal.



pemberian O2 dan obat- c. Dengan obatan serta foto thorax.



dada



mengkaji



kualitas, frekuensi dan



kedalaman



pernafasan,



kita



dapat mengetahui sejauh



mana



perubahan kondisi pasien. d. Peningkatan dan



RR



tachcardi



merupakan indikasi penurunan



adanya fungsi



paru. e. Pemberian oksigen



dapat



menurunkan beban pernafasan Dengan foto thorax dapat



dimonitor



kemajuan



dari



berkurangnya cairan kembalinya



dan daya



kembang paru.



Faktor genetik, pengrusakan imunologik, infeksi virus Kerusakan sel beta Ketidakseimbangan produksi insulin Gula dalam darah tdk dapat dibawa masuk ke dalam sel



Viskositas darah meningkat Aliran darah lambat Iskemik jaringan Pelepasan mediator kimia Dipersepsikan hypothalamus



Hiperglikemia



GFR turun



Batas melibih ambang ginjal



Retensi Na



Glukosuria



total CES naik



diaresis osmotik



tekanan kapiler naik



Retensi urin



Gangguan mobilitas fisik



merangsang hipotalamus polidpsi & polifagi



Perfusi perifer tidak efektif



Defisit nutrisi



kekebalan tubuh menurun



Resiko infeksi



europati sensori perifer nekrosis luka



edema (kelebihan volume cairan)



kehilangan elektrolit dalam sel Dehidrasi



kerusakan antibodi



Volume interstial naik



Nyeri akut



Kseulitan berjalan



Anabolisme protein menurun



Ansietas



Luka gangren



hipervolemia



Produksi akhir metabolism protein tertimbun dalam darah Asiadosis dan odema paru Ekspansi paru menurun



Gangguan integritas kulit/jaringan



Fungsi paru tidak adekuat



sesak



Pola nafas tidak efektif



DAFTAR PUSTAKA Corwin, EJ. 2011. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Mubin, Halim.2010.Panduan praktis ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta:EGC Price & Wilson. 2013. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran. EGC: Jakarta Rab, T. 2010. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni Smelltzer,



suzanne. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &



Suddarth Vol.2 Edisi 8. Jakarta: EGC. Tim



Pokja



SDKI



DPP



PPNI.2017.



Standar



Diagnosis



Keperawatan



Standar



Intervensi



Keperawatan



Indonesia.Jakarta : DPP PPNI Tim



Pokja



SDKI



DPP



PPNI.2018.



Indonesia.Jakarta : DPP PPNI Yessi, A. &. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. jakarta: nuha medika.