LP Difteri Dan Askep Kasus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

“LAPORAN PENDAHULUAN & ASKEP KASUS DIFTERI” Dosen : Ns. Oike wulur, S.Kep



DISUSUN OLEH: Kelompok 7 Anggia putrid utami potabuga



1901069



Mohammad reza buhang



1901061



Kelas : V-C Keperawatan MK



: Keperawatan Anak



PROGRAM STUDI S1 NERS SEKOAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH MANADO T.A. 2020



LAPORAN PENDAHULUAN A. Definisi -          Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh corynebacterium diphteriae yang berasal dari membran mukosa hidung dari nasofaring, kulit, dan lesi lain dari orang yang terinfeksi. -          Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular dan yang diserang terutama saluran pernapasan bagian atas dengan tanda khas timbulnya pseudomembran (Ngastiyah, 2005). -          Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh corynebacterium diphteriae (Rampengan, 1993). -          Difteri adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil gram positif (WHO). -          Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun (Detik Health). -          Difteri adalah suatu infeksi yang akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik corynebacterium diphteriae (Medicas).



B. Etiologi Disebabkan oleh corynebacterium diphteriae, bakteri gram positif yang bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Pewarna sediaan langsung dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi.          Sifat basil polimorf, gram positif, tidak bergerak dan tidak membentuk spora, mati pada pemanasan 60ºC selama 10 menit, tahan sampai beberapa minggu dalam es, air susu, dan lendir yang telah menngering.          Terdapat 3 jenis basil yaitu bentuk gravis mitis dan intermedius atas dasar perbedaan bentuk koleni dalam biakan agar darah yang mengandung kalium terlarut. Basil dapat membentuk : o Pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah dan berwarna putih keabu-abuan yang terkena terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan basil. o Eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah bebrapa jam diabsorbsi dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf. Satu perlima puluh ml toksin dapat membunuh marmut dan kurang lebih 1/50 dosis ini dipakai untuk uji Schick.Patogenesis Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berbiak  pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai  memproduksi  toksin yang merembes ke sekeliling  serta  selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan  darah.



C. Patofisiologis Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil akan menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau mukosa genital.          Setelah 2-4 jam hari masa inkubasi kuman dengan corynephage menghasilkan toksik yang mula-mula diabsorbsi oleh membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa protein bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim dibutuhkan untuk memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang rantai polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat, produksi toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang berwarna dari abuabu sampai hitam tergantung jumlah darah yang tercampur dari pembentukan membran tersebut apabila diangkat maka akan terjadi perdarahan dan akhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa dampak antara lain sesak nafas sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia sehingga penderita tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.



D. Manifestasi klinis Tergantung  pada berbagai faktor, maka  manifestasi  penyakit ini   bisa   bervariasi  dari  tanpa  gejala   sampai   suatu keadaan/penyakit yang hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor primer adalah imunitas penderita terhadap toksin  diphtheria, virulensi serta toksinogenesitas (kemampuan membentuk toksin) Corynebacterium diphtheriae, dan lokasi penyakit secara anatomis.  Faktor-faktor  lain  termasuk umur, penyakit sistemik  penyerta  dan penyakit-penyakit  pada  daerah  nasofaring  yang  sudah  ada sebelumnya.  Masa  tunas  2-6 hari.  Penderita  pada  umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita keluhan sistemik. Demam  jarang melebihi 38,9o C dan keluhan serta gejala  lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria.



E. Klasifikasi Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu : - Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan. - Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring. - Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).



Menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien : 1.    Difteria hidung Gejalanya paling ringan dan jarang terdapai (hanya 2%). Mula-mula hanya tam-pak pilek, tetapi kemudian sekret yang ke luar tercampur darah sedikit yang ber-asal dari pseudomembran. Penyebaran pseudomembran dapat pula mencapai fa¬ring dan laring. Perderita diabati seperti penderita difteria lainnya. 2.    Difteri faring dan tonsil Gejalanya radang akut tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat, tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher. Pada difteri jenis ini juga akan tampak membran berwarna putih keabu abuan kotor di daerah rongga mulut sampai dengan dinding belakang mulut (faring). 3.     Difteri laring Gejalanya tidak bisa bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas. 4.    Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.



F. Komplikasi Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ lainnya: a)Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung b)Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak terkoordinasi dan gejala lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu) c)Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan d)Kerusakan ginjal (nefritis)



G. Penularan Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak. Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas.Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.



  Cara penularan adalah melalui kontak dengan penderita atau carrier; jarang sekali penularan melalui peralatan yang tercemar oleh discharge dari lesi penderita difteri. Susu yang tidak dipasteurisasi dapat berperan sebagai media penularan.



H. Pencegahan 1. Isolasi penderita Penderita harus diisolasi dan baru dapat dipulangkan setelah pemeriksaan kuman difteri dua kali berturut-turut negatif. 2. Pencegahan terhadap kontak Terhadap anak yang kontak dengan difteri harus diisolasi selama 7 hari. Bila dalam pengamatan terdapat gejala-gejala maka penderita tersebut harus diobati. Bila tidak ada gejala klinis, maka diberi imunisasi terhadap difteri. 3.   Imunisasi Penurunan drastis morbiditas diftery sejak dilakukan pemberian imunisasi. Imunisasi DPT diberikan pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Sedangkan boster dilakukan pada usia 1 tahun dan 4 sampai 6 tahun. Di indonesia imunisasi sesuai PPI dilakukan pada usaia 2, 3 dan 4 bulan dan boster dilakukan pada usia 1 – 2 tahun dan menjelang 5 tahun. Setelah vaksinasi I pada usia 2 bulan harus dilakukan vaksinasi ulang pada bulan berikutnya karena imunisasi yang didapat dengan satu kali vaksinasi tidak mempunyai kekebalan yang cukup proyektif. Dosis yang diberikan adalah 0,5 ml tiap kali pemberian.



PHATWAY



ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN DIFTERI I.    PENGAKAJIAN Hari/tgl   : Senin, 28 Februari 2011 Jam         : 11.00 WIB A.    Data Subyektif 1.      Biodata Nama anak      : An.“A” Umur               : 7 tahun Alamat             : Jengglong - Blitar Agama             : Islam Anak ke           : 1 Jenis kelamin   : perempuan Biodata orang tua Nama ibu         : Ny “S”                                  Nama ayah      : Tn “M” Umur               : 26 tahun                                Umur               : 31 tahun Agama             : Islam                                     Agama             : Islam Suku/bangsa    : Jawa/ Indonesia                    Suku/bangsa    : Jawa/Indonesia Pendidikan      : SMP                                      Pendidikan      : SMP Pekerjaan         :  Wiraswasta                           Pekerjaan         : Wiraswasta Penghasilan     : -                                             Penghasilan     : Alamat             : Jengglong - Blitar                               2.      Alasan datang ke rumah sakit Ibu mengatakan ingin memeriksakan anaknya 3.      Keluhan utama Ibu mengatakan anaknya mengalami panas selama 5 hari dan nyer telan ± 4 hari serta muntah-muntah. Kemudian diperiksakan ke dokter, muntahnya mulai berkurang tetapi panasnya tetap, kemudian dibawa ke RS. 4.      Riwayat kesehatan yang lalu Ibu mengatakan anaknya tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. 5.      Riwayat kesehatan sekarang



Ibu mengatakan mengalami demam, muntah dan nyeri telan, tetapi sekarang sudah berkurang. 6.      Riwayat kesehatan keluarga Ibu mengatakan dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti ini.  



Riwayat imunisasi Jenis imunisasi BCG Hepatitis B DPT Polio Campak Pola kebiasaan sehari-hari



Di berikan 2 bulan 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan 9 bulan



Di rumah



Di rumah sakit



Pola Nutrisi: Anak tidak suka makan kecuali bila dipaksa oleh ibu. Anak makan 2-3 kali sehari dengan porsi sedikit dengan komposisi nasi, lauk, sayur



Pola Nutrisi: Makan 3x/hari sedikit-sedikit, keluhan nyeri telan, komposisi makanan (nasi lunak/bubur, sayur, lauk)



Pola Eliminasi: Selama 5 hari belum BAB dan BAK 3-4 kali sehari.



Pola Eliminasi: Anak sudah BAB 1x/hari dengan konsistensi lembek, tidak ada darah maupun lendir dan BAK 4-5 kali berwarna kuning jernih.



Pola Istirahat: Tidur siang ± 2 jam Tidur malam ± 6-7 jam



Pola Istirahat: Tidur pagi ± 2 jam Tidur siang ± 1 jam Tidur malam ± 6-7 jam



Personal Higiene: Mandi 2x sehari dan selalu mengganti bajunya bila selesai mandi atau terlihat kotor



Personal higiene mandi 2x sehari dan selalu mengganti bajunya setiap selesai mandi atau bila terlihat kotor



Rekreasi: Ibu dan keluarga tidak pernah mengajak anak rekreasi



Rekreasi: Ibu dan keluarga tidak pernah mengajak anak rekreasi



Riwayat psikososial Psikologi  : Ibu mengatakan sangat mengharapkan kesembuhan dan kesehatan putrinya sangat sangat diharapkan baik oleh ibu maupun keluarganya Sosial        : Anak tinggal bersama orang tua dan diasuh dibantu oleh keluarga. Riwayat budaya



  



         Bila sakit, ibu dan keluarga berobat ke bidan terdekat atau kepuskesmas           Keluarga masih menganut adat jawa seperti selapanan, pitonan dll  



Riwayat spiritual



Ibu dan bapak beragama Islam, taat beribadah dan ibu tidak percaya dengan adanya tahayul. B.     Data Obyektif a.       Pemeriksaan Umum Keadaan umum           : cukup Kesadaran                   : composmentis Tekanan darah             : 100/70 mmHg Nadi                            : 94x/menit Pernafasan                   : 26 x/menit Suhu                            : 36oC BB                               : 17 kg b.      Pemeriksaan fisik   Inspeksi Kepala :   Kulit kepala bersih, warna rambut hitam, tidak tampak adanya benjolan. Wajah     : Tidak pucat, tidak ikterus, tidak cyanosis Mata       : Simetris, sklera tidak ikterus, konjungtiva tidak anemis Hidung   : Simetris, tidak terdapat secret, tidak ada kelainan bentuk hidung dan hidung bersih Telinga   : Simetris, tidak ada serumen, dan terlihat bersih Mulut     : Bibir tidak cyanosis, tidak nampak sariawan dan bibir lembab,tidak ada caries, pada tonsil tampak membrane berwarna putih keabu-abuan Leher      : Tidak terlihat pembesaran kelenjar tiroid, vena jugularis, dan tidak terlihat pembesaran kelenjar limfe Dada      : Putting susu simetris, tidak terlihat retraksi dada saat bernafas Abdomen: Kebersihan cukup, tidak tampak benjolan, tidak tampak adanya pembesaran limpa dan hepar Genetalia: bersih, tidak ada odema Anus       : bersih Ekstremitas -          atas : simetris, penggerak aktif, tidak terdapat polidaktil maupun sindaktil dan tidak tampak oedema -          bawah : simetris, gerakan aktif dan tidak tampak oedem   Palpasi



Kepala : tidak teraba benjolan abnormal Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid, vena jugularis dan kelenjar limfe Dada : tidak teraba massa atau benjolan abnormal, tidak ada nyeri tekan Abdomen : tidak teraba benjolan yang abnormal Ekstremitas : atas dan bawah, tidak odema, perabaan hangat, turgor kulit baik     Auskultasi Dada       : tidak terdengar bunyi ronchi maupun wheezing Abdomen : bising usus positif   Perkusi Abdomen                    : tidak kembung       Reflek patella  : + / + II.      IDENTIFIKASI MASALAH/DIAGNOSA



Dx : Anak “A” umur 7 tahun dengan diaredifteri tonsil kurang gizi DS : Ibu mengatakan anaknya mengalami demam, muntah, nyeri telan           DO :         Keadaan umum                     : cukup                        Kesadaran                       : composmentis TD                                  : 100/70 mmHg                        Nadi                                : 94 x/mnt                        Pernafasan                       : 26 x/mnt                        Suhu                                : 36OC                     BB                                   :  17 kg Pemeriksaan tenggorokan : adanya pseudomembrane berwarna putih keabu-abuan Hasil pemeriksaan swab tenggorokan : (+) terdapat biakan bakteri Corynebacterium diphteriae III.       ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL



-    Gangguan kebutuhan nutrisi -    Penyebarluasan infeksi



IV.    IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA -    Menempatkan anak pada ruang khusus -    Memberikan antibiotic -    Mengkaji ketidakmampuan anak untuk makan



-    Memasang infuse dan NGT



V.     INTERVENSI



Dx                : An.“A” umur 7 tahun dengan difteri tonsil kurang gizi Tujuan          : Setelah di lakukan tindakan keperawatan pada anak “A”  diharapkan infeksi anak dapat teratasi, nafsu makan meningkat sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria hasil    : Keadaan umum      : baik Mual muntah berhenti, tonus otot baik, BB stabil atau meningkat Intervensi 1.      Lakukan pendekatan terapeutik kepada klien dan keluarga Rasional : Menjalin hubungan baik antara klien dengan petugas kesehatan sehingga klien dan keluarga menjadi lebih kooperatif. 2.      Beritahu kepada ibu atau keluarga  tentang hasil pemeriksaan Rasional : Ibu dan keluarga mengerti keadaan anaknya dan ibu lebih kooperatif 3.       Jelaskan pada ibu atau keluarga tentang penyakit yang di derita anaknya Rasional : Memberikan pengetahuan yang bertambah pada ibu dan keluarga tentang diare dan mengurangi kecemasannya. 4.      Lakukan pemeriksaan fisik dan TTV Rasional : sebagai parameter keadaan kesehatan pasien 5.      Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan             



Rasional : untuk menentukan pemilihan terhadap jenis makanan 6.      Berikan makanan sedikit tapi sering Rasional : untuk meningkatkan asupan nutrisi 7.      Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori Rasional : untuk memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan 8.      Tempatkan anak pada ruang khusus Rasional : mencegah terjadinya penyebaran infeksi 9.      Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi analgesic Rasional : untuk menghindari penyebarluasan infeksi dan meningkatkan kenyamanan 10.  Lakukan kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi dan diet anak Rasional : memberikan diet



VI.     IMPLEMENTASI Tanggal     : 28-2-2011 Jam            : 11.30 WIB



Implementasi : 1.      Menjalin hubungan baik antara klien dengan petugas kesehatan sehingga klien dan keluarga menjadi lebih kooperatif 2.      Memberitahu kepada ibu atau keluarga  tentang hasil pemeriksaan  3.      Menjelaskan pada ibu atau keluarga tentang penyakit yang di derita anaknya  4.      Melakukan pemeriksaan fisik dan TTV 5.      Mengkaji  kemampuan pasien untuk mengunyah dan menelan 6.      Memberikan makanan sedikit tapi sering 7.      Mengukur masukan diet harian dengan jumlah kalori 8.      Menempatkan anak pada ruang khusus 9.      Melakukan kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi analgesic 10.  Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi dan diet anak



VII.     EVALUASI



Hari        : Senin, 28-2-2011 Jam         : 12.00 WIB Diagnosa   : An.”A” umur 7 tahun dengan difteri tonsil kurang gizi S                : Ibu mengatakan anaknya sudah tidak demam, tidak muntah, nyeri telan berkurang O



: anak tampak sedikit membaik



A               : An.”A” umur 7 tahun dengan difteri tonsil kurang gizi P                : - Memberitahu hasil pemeriksaan -    Melakukan isolasi dengan ketat -    Menganjurkan pasien untuk makan teratur dengan diet lunak -    Menganjurkan untuk istirahat cukup -    Melakukan observasi TTV