LP Dina Kholifatul Jannah - Gangguan Kebutuhan Mobilisasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KDP



LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI/ AKTIVITAS



Oleh: DINA KHOLIFATUL JANNAH NIM 162310101239



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2020



DAFTAR ISI



halaman COVER DAFTAR ISI..........................................................................................................i LAPORAN PENDAHULUAN.............................................................................1 A. Definisi Gangguan Kebutuhan Dasar........................................................1 B. Review Anatomi Fisiologi.........................................................................4 C. Epidemiologi..............................................................................................9 D. Etiologi......................................................................................................10 E. Tanda dan Gejala.......................................................................................11 F. Patofisiologi/ Web of Causation................................................................12 G. Penatalaksanaan Medis..............................................................................14 H. Penatalaksanaan Keperawatan...................................................................14 a. Pengkajian Terfokus...........................................................................14 b. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul......................................16 c. Perencanaan/ Nurse Care Plan...........................................................17 I.



Penatalaksanaan berdasarkan evidence-based practice in nursing...........20



DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22



i



LAPORAN PENDAHULUAN



A. Definisi Gangguan Pemenuhan Kenutuhan Mobilisasi/ Aktivitas 1. Mobilisasi Mobilisasi merupakan kemampuan bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang dimiliki oleh seseorang dengan tujuan memebuhi kebutuhan hidup sehat. Monilisasi juga diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi diri (Pradana 2016). Selain itu mobilisasi juga didevinisikan sebagai kemampuan individu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan bantuan orang lain dan hanya dengan bantuan alat (Widuri, 2010). Mobilitas juga adalah proses yang kompleks yang membutuhkan adanya koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan sistem saraf (Potter & Perry, 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa mobilisasi adalah suatu kemampuan individu dalam bergerak bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup, meningkatkan kemandirian dan menghambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif baik secara mandiri, dibantu orang lain dan hanya dibantu alat yang membutuhkan adanya koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan sistem saraf. 2. Gangguan Mobilitas Gangguan Mobilitas atau biasanya disebut imobilitas adalah keadaan seseorang tidak dapat bergerak secara bebas dikarenakan suatu kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas). Keadaan tersebut diantara lain dapat disebabkan karena adanya trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan bisa disebabkan oleh hal lainnya pula (Widuri, 2010). Imobilitas merupakan suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan gerak secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008). Sedangkan menurut Standar Diagnosis Keperawatan



1



Indonesia, gangguan mobilitas fisik didevinisikan sebagai keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (PPNI, 2016). Dapat disimpulkan bahwa gangguan mobilitas atau imobilitas adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas dikarenakan suatu keadaan yang mengganggu pergerakan (aktivitas) dan keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri, dimana hal ini dapat menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan gerak secara total dan penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya. 3. Jenis Mobilitas a. Mobilitas Penuh Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan oeran sehari-hari. Fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang b. Mobilitas Sebagian Kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Mobilitas sebagian dibagi menjadi dua yakni: 1.) Mobilitas Sebagian Temporer, merupakan kemampuan individu unuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hak ini dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, misalnya dislokasi sendi dan tulang 2.) Mobilitas Sebagian Permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal ini



bisa



disebabkan karena rusaknya sistem saraf reversibel, misalnya terjadi hemiplegia (kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh) karena stroke, paraplegia (kelimpuhan pada semua atau sebagian batang tubuh, tungkai dan organ panggul) karena cedera tulang



belakang,



poliomielitis (kelumpuhan yang disebabkan oleh virus) karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik (Widuri, 2010).



4. Rentang Gerak dalam Mobilisasi Menurut Mubarak (2008) rentang gerak dalam mobilisasi terdiri dari 3 rentang gerak yakni: a. Rentang Gerak Pasif Berguna untuk menjaga kelenturan organ-organ dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. b. Rentang Gerak Aktif Berguna untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot-otot serta sendi dnegan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya pasien berbaring dan menggerakkan kakinya secara mandiri. c. Rentang Gerak Fungsional Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan 5. Jenis Imobilitas a. Imobilitas Fisik Merupakaan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertanahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan. b. Imobilitas Intelektual Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit. c. Imobilitas Emosional Keadaan ketika seseorang mengalami oembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri, misalnya dalam keadaan stres berat yang disebabkan karena amputasi ketika seseoran mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan susuatu yang dicintai.



d. Imobilitas Sosial Keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakit sehingga dapat mempengaruhi peranyya dalam kehidupan sosial (Widuri, 2010).



B. Review Anatomi Fisiologi Mobilisasi berkaitan dengan bagaimana seseorang bergerak, sehingga mobilisasi berhubungan dengan sistem muskuloskeletal. Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, sendi, dan otot. 1. Tulang Tulang atau sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tuang, sendi dan tulang rawan. Berdasarkan struktur tulang, tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material tidak hidup (matriks). Matriks tersusun atas osteoblas sedangkan osteoblas membuat dan mensekresi protein kolagen dan garam mineral. Osteoblas akan berubah menjadi osteosit atau sel tulang yang bilaman mati akan dirusak oleh osteoklas. Proses pembentukan tulang dimulai dari usia embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Tulang pertama yang terbentuk adalah tulang rawan yang berasal dari jaringan mesenkim yang selanjutnya akan terbentuk osteoblas yang mengisi rongga-rongga tulang rawan dengan proses pembentukan yang konsentris (dari dalam ke luar). Setiap satuan tulang akan mengelilingi pembuluh darah dan saraf membentuk suatu sistem yang disebut sistem Havers. Disekeliling sel-sel tulang akan terbentuk senyawa protein yang akan menjadi matriks tulang. Selanjutnya dalam senyawa protein ini juga terdapat zat kapus dan fosfor sehingga nantinya matriks tulang akan mengeras. Proses ini disebut proses osifikasi. Struktur tulang terdiri atas dua macam yaitu tulang padat (compact) biasanya terdapat pada bagian luar tulang dan tulang berongga (spongiosa) biasanya terdapat pada bagian dalam tulang, kecuali bagian yang digantikan dengan sumsum tulang. Berdasarkan morfologinya, tulang dikaegorikan menjadi lima jenis yaitu, tulang panjang/ tulang pipa (long bone), tulang pendek (short bone),



tulang tipis/ pipih (flat bone), tulang tidak teratur (irregular bone) dan tulang sesamoid atau adalah sebagian tulang yang terletak di sekitar persendian atau otot. Selain itu tulang juga diklasifikasikan berdasarkan jaringan penyusun dan sifat fisiknya menjadi tulang rawan dan tulang sejati. Berdasarkan



matriks



penyusunnya tulang diklasifikasikan menjadi tulang kompak dan



tulang



spongiosa. Fungsi tulang adalah sebagai kerangka penunjang badan (pemopang badan), pengungkit untuk otot (tempat bertumpunya otot), pelindung alat tubuh tertentu, sebagai tempat pembuatan sel-sel darah (sistem hemopoiesis), sebagai gudang penyimpanan kalsium dan fosfor, melindungi organ yang halus dan lunask serta melindungi organ-organ internal dari trauma mekanis dan sebagai penggerak. 2. Sendi (Artikulasio) Sendi adalah penghubung antar tulang yang menyusun kerangka manusia yang terdapat di berbagai tempat. Terdapat tiga jenis hubungan antar tulang yaitu sinartrosis, amfiartrosis dan diartrosis. a. Sinartrosis (Suture) Disebut juga dengan sendi mati, yaitu hubungan antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan sama sekali, strukturnya terdiri atas fibrosa. Sinartrosis ini dapat dijumpai pada hubungan tulang tengkorak yang disebut satura/ suture. b. Amfiartrosis Disebut juga dengan sendi kaku, yaitu hubungan antar dua tulang yang dapat digerakkan secara terbatas yang dihubungkan oleh kartilago. Dijumpai pada hubungan ruas-ruas tulang belakang, tulang rusuk dengan tulang belakang. c. Diartosis Disebut juga dengan sendi hidup, yaotu hubungan antara dua tulang yang dapat digerakkan secara leluasa atau tidak terbatas yang terdiri dari struktur synovial. Untuk melindungi bagian ujung-ujung tulang sendi, di daerah persendian terdapat rongga yang berisi minyak sendi/ cairan synovial yang berfungsi sebagai pelumas sendi. Contoh dari sendi ini yakni:



1.) Sendi Engsel Dapat digerakkan hanya satu arah saja dan biasanya dijumpai pada hubungan Os. Humerus dengan Os. Ulna dan Os. Radius/ sendi pada siku, hubungan antara Os. Femur dengan Os. Tibia dan Os. Fibula/ sendi pada lutut. 2.) Sendi Putar Sendi yang memungkinkan salah satu tulang berputar terhadap tulang lainnya yang bertugas sebagai poros. Dijumpai pada hubungan Os. Scapula dengan Os. Humerus dengan Os.Ulna dan Os. Radius, hubungn antar Os. Atlas dengan Os. Cranium. 3.) Sendi Pelana/ sendi Sellari Hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan ke segala arah/ gerakan bebas. Dijumpai pada hubunganOs. Scapula dnegan Os. Humerus, hubungan antara Os. Femur dengan Os. Pelvis virilis. 4.) Sendi Kondiloid atau elipsoid Hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan berporos dua/ depan belakang. Dijumpai pada hubungan Os. Radius dengan Os. Carpal. 5.) Sendi Peluru Hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan ke segala arah/ gerakan bebas. Dijumpai pada hubungan Os. Scapula dengan Os. Humerus, hubungan antara Os. Femur dengan Os. Pelvis virilis. 6.) Sendi Luncur Hubungan antar tulang yang meungkinkan gerakan badan melengkung ke depan (Membungkuk) dan ke belakang serta gerakan memutar (menggeliat). Dijumpai pada hubungan antara ruas tulang belakang, persendian antara pergelangan tangan dan tulang pengumpil. 3. Otot Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus, yaitu berkontraksi; dengan demikian gerakan akan dapat terjadi. Terdapat lebih dari 500 buah otot pada tubuh manusia. sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan pada tulang-



tulang kerangka tubuh oleh tendon dan ligamen. Otot mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Kontraktilitas. Serabut otot berkontraksi dan meregang, yang dapat atau tidak melibatkan pemendkan otot b. Eksitabilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi oleh impuls saraf c. Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang melebihi panjang otot saat rileks d. Elastisitas. Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah berkontraksi atau menegang. Adapun fungsi otot adalah sebagai penggerak; dimana otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat dan bergerak dalam bagian organ internal tubuh, sebagai penopang tubuh dan mempertahankan postur; otot menopang rangka dan mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi, otot juga berfungsi sebgai produsen panas; kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas untuk mempertahankan suhu tubuh normal. Otot dibedakan menjadi tiga jenis, yakni otot rangka, otot polos dan otot jantung. a. Otot Rangka Ototo rangka merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka. Karakteristik otot rangka adalah mempunyai serabut otot yang panjang hingga 30 cm silindris dengan lebar berkisar antara 10 sampai 100 mikron, setiap serabutnya memiliki banyak inti yang tersusun di bagian perifer dan kontraksinya sangat cepat dan kuat. b. Otot Polos Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius dan sistem sirkulasi darah. Serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentral. Serabut ini berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron



(melapisi pembuluh darah) sampai 0,5 mm pada uterus wanita hamil. Kontraksinya kuat dan lamban. Struktur mikroskopis otot polos adalah sacroplasmanya terdiri dari myofibril yang disusun oleh



banyak



myofilamen. Ada dua kategori otot polos berdasarkan cara serabut otot distimulasi untuk berkontraksi yaitu otot polos unit ganda yang biasanya ditemukan pada dindding pembuluh darah besar, pada jalan udara besar traktus respiratorik, pada otot mata yang memfokuskan lensa dan menyesuaikan ukuran pupil otot erektor vili rambut, otot polos unit tunggal (viseral) ditemukan tersusun dalam lapisan organ berongga atau visera. Semua serabut dalam lapisan mampu berkontraksi sebagai satu unit tunggal. Otot ini dapat bereksitasi sendiri atau miogenik dan tidak memerlukan stimulasi saraf eksternal untuk hasil dari aktivitas listrik spontan. c. Otot Jantung Otot jantung merupakan otot lurik, yang disebut juga otot serat lintang involunter. Karakteristik otot ini hanya terdapat pada jantung. Otot jantung mempunyai sifat bekerja terus menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot janutng juga mempunyai mas istirahat, yaitu setiap kali berdenyut. Struktur mikroskopis otot jantung mirip dengan otot skelet. Memiliki banyak inti sel yang terletak di tepi agak ke tengah. Panjang antara 85-100 mikron dan diameternya sekitar 15 mikron. Berdasarkan geraknya otot dibedakan menjadi otot antaginis dan otot sinergis. Otot antagoni yaitu hubungan antar otot yang kerjanya bertolak belakang/ tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan. Contohnya; ekstensor (meluruskan) dengan fleksor (membengkokkan) misalnya otot bisep dan otot trisep, depressor (gerakan ke bawah) dengan elevator (gerakan ke atas) misalnya gerak kepala menunduk dan menengadah. Sedangkan otot sinergis yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya saling mendukung/ bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya pronator teres dan pronator kuadrus. 4. Tendon Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang



dengan otot atau otot dengan otot. Tendon dibedakan menjadi origo dan insersio. Origo, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang tidak berubah kedudukannya ketika otot berkontraksi. Sedangakan insersio merupakan tendon yang melekat pada tulang yang bergerak ketika otot berkontraksi. 5. Ligamen Ligamen adalah pembalut/ selubung yangsangat kuat, yang merupakan jaringan elastis penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang diikat dengan sendi. Ligamen mempunyai beberapa tipe seperti, ligamen tipis, dan ligamen jaringan elastik kuning. Ligamen tipis merupakan ligamen pembungkus tulang dan kartilago, merupakan ligamen kolateral yang ada di siku dan lutut dan memungkinkan terjadinya gerakan. Sednagkan ligamen elastik kuning adalah ligamen yang dipererat oleh jaringan yang membungkus dan memperkuat sendi, seperti pada tulang bahu dan tulang lengan atas.



C. Epidemiologi Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi Salah satu masalah kesehatan dikenal sebagai imobilitas di Indonesia banyak terjadi pada kalangan lanjut usia. 80% kelompok lanjut usia terutama usia 65 tahun keatas menjadikan imobilitas sebagai masalah yang mudah ditemukan (Loriza dkk, 2019). Angka kejadian imobilisasi di ruang rawat inap RSUPN Dr. Cipto Mangun Kusumo Jakarta pada tahun 2000 di dapatkan prevalensi imobilisasi sebesar 33,6% dan pada tahun 2001 sebesar 31,5%. Imobilisasi yang lama bisa terjadi pada semua orang tetapi kebanyakan terjadi pada orang-orang lanjut usia (Setiati dan Roosheroe, 2007).



D. Etiologi Menurut Mubarak dkk (2015) mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1. Gaya Hidup Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai yang dianut serta lingkungan yang ditinggali. Orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memeiliki kemampuan mobilitas yang kuat. Sebaliknya, ada orang yang mengalami gangguan mobilitas karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas. 2. Ketidakmampuan Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang uantuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. secara umum ketidakmampuan terbagi menjadi dua macam, yakni ketidakmampuan primer yang disebabkan oleh penyakit atau trauma dan ketidakmampuan sementara yang disebabkan dampak dari ketidakmampuan primer (kelemahan otot dan tirah baring) 3. Tingkat Energi Dalam hal ini, energi yang dimiliki masing-masing individu berbeda. Energi dibutuhkan seseorang untuk bergerak sehingga mobilitas yang kuat membutuhkan energi yang besar pula. 4. Usia Semakin bertambahnya usia kemampuan bermobilisasi seseorang akan bertambah dan menurun. Dimana pada orang dewasa akan mempunyai mobilitas yang berbeda dengan anak-anak. Sedangkan pada usai lanjut usi, seseorang akan mengalami penurunan fungsi organ yang juga akan berdampak pada penurunan mobilitas dikarenakan faktor lanjut usia. 5. Sistem Neuromuskular Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon, kartilago dan saraf. Sedangkan apabila terjadi gangguan mobilitas yang dapat menjadi penyebabnya yakni:Kerusakan



integritas



struktur



tulang,



perubahan



metabolisme,



ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot, keterlambatan perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur,



malnutrisi, gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, indeks massa tubuh diatas persentil ke 75 seseaui usia, efek agen farmakologis, program pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar infrmasi tentang aktivitas fisik, kecemasan, gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan, dangguan sesnsori persepsi (PPNI, 2016). Kondisi klinis juga dapat mempengaruhi mobilitas seseorang. Seseorang dengan kondisi klinis tertentu akan mengalami gangguan mobilitas seperti pada orang dengan kondisi klinis seperti stroke, cedera medula spinalis, trauma, fraktur, osteoarthritis, osteomalasia, dan keganasan penyakit (PPNI, 2016).



E. Tanda dan Gejala 1. Tanda dan Gejala Minor a. Subjektif 1.) Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas b. Objektif 1.) Kekuatan otot menurun 2.) Rentang gerak (ROM) menurun 2. Tanda dan Gejala Mayor a. Subjektif 1.) Enggan melakukan pergerakan 2.) Nyeri sampai bengkak 3.) Merasa cemas saat bergerak b. Objektif 1.) Sendi kaku 2.) Gerakan tidak terkoordinasi 3.) Gerakan terbatas 4.) Fisik lemah (PPNI, 2016).



F. Patofisiologi Gangguan pemenuhn kebutuhan mobilisasi dapat disebabkan oleh kondisi klinis seperti trauma fraktur, asterosklerosis, hipertensi, DM dan emboli dan juga dapat disebebkan adanya paparan panas yang ekstrim sehingga menimbulkan luka bakar. Fraktur yang disebabkan trauma akan menyebabkan perubahan jaringan sekitar tulang serta terjadi kelainan dan trauma pada sistem muskuloskeletal yang bermanifestasi dari bentuk yang abnormal dari ekstremitas atau batang tubuh dengan berubahan bentuk (deformitas) pada tulang yang dapat mengganggu fungsi ekstremitas serta daapt menimbulkan gangguan mobilitas fisik (Price & Wilson, 2014). Kondisi klinis lain yakni seperti hipertensi, DM, asterosklerosis dan embolis juga dapat menyebabkan hambatan mobilitas fisik yang diawali dengan adanya penyempitan pembuluh darah sehingga perfusi atau aliran darah tidak lancar menuju otak dan terganggu sehingga terjadi iskemik dan dapat menimbulkan penyakit lain seperti stroke. Selanjutnya terjadi penurunan kekuatan otot (hemiparesis) hingga hilangnya kekuatan otot akibat stroke (hemiplegia) yang akhirnya menyebabkan hambatan mobilitas fisik (Muttaqin, 2008). Penyebab lain dari immobitas adalah dikarenakan adanya paparan panas yang ekstrim sehingga menimbulkan luka bakar yang merusak jaringan kulit sehingga timbul sensar nyeri yang dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas akibat nyeri pada bagian luka dan menyebabkan terjadinya hamatan mobilitas fisik (Sjamsuhidajat, 2007)



Clinical Pathway



Kebutuhan Dasar Mobilisasi



Faktor yang mempengaruhi: usia dan status perkembangan, gaya hidup, proses suatu penyakit dan injuri, tingkat energi, sistem neuromuskular Kelemahan otot, kekakuan sendi



Penyakit dan trauma: fraktur, Hipertensi , DM, aterosklerosis, emboli, terpapar panas ekstrim



Deformitas tulang Penyempitan pemb. darah Degenerasi tulang dan sendi Terganggunya fungsi ekstremitas Iskemik Kelainan pada otot skeletal Stroke Tidak mampu Hemiparesis berpindah atau merubah Risiko Gangguan integritas kulit posisi



Resik o Jatuh



Luka bakar Rusaknya jaringan kulit Nyeri



Gerak terbatas bagian nyeri



Gangguan Mobilitas Fisik



G. Penatalaksanaan Medis Penatalaksaan Medis pada gangguan pemenuhan kebutuhan mobilisasi antara lain: 1. Body Mekanik Penggunaan organ secara efektif dan efisien sesuai dengan fungsinya. Body mekanik meliputi: a. Walking/ berjalan b. Squating/ jongkok c. Pulling/ menarik d. Pivoting/ berputar 2. Tindakan yang berhubungan dengan mobilisasi misal: a.



Membantu merubah posisi



b.



Melatih ROM



c.



Membantu klien ambulasi



(Wilkenson, Judith M, 2007) H. Penatalaksanaan Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian yang dilakukan paa seseorang dengan gangguan mobilisasi adalah: a. Riwayat Penyakit Sekarang Meliputi alasan pasien mengalami keluhan/ gangguan mobilitas seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitasdan imobilitas, daerah terganggunya mobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas b. Riwayat Penyakit Terdahulu Meliputi pengkajian riwayat penyakit terdahulu yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas misalnya adanya riwayat penyakit neurologis, riwayat penyakit sistem kardiovaskuler, riwayat penyakit sistem muskuloskeletal c. Kemampuan Fungsi Motorik Pengkajian fungsi motorik pada ekstremitas atas, ekstremitas bawah guna menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan atau spastis



d. Kemampuan Mobilitas Pengkajian guna menilai kemampuan gerak posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan berpindah tempat tanpa bantuan. Adapun skala pengukuran tingkat mobilitas yakni sebagai berikut: Tingkat



Deskripsi



0



Mampu merawat diri secara penuh



1



Memerlukan bantuan alat



2



Memerlukan bantuan orang lain



3



Memerlukan bantuan orang lain dan alat



4



Sangat bergantung dan tidak dapat melakukan secara mandiri



e. Kemampuan Rentang Gerak Dilakukan gunamenilai range of motion (ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki f. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi Dilakukan guna mengetahui kekuatan secara bilateral atau tidak pada ekstremitas atas dan bawah. Adapun kategori tingkat kekuatan otot yakni sebagai berikut: Tingkat



Deskripsi



0



Tidak bisa menggerakkan sama sekali



1



Hanya bisa menggerakaan ibu jari



2



Mampu menggerakkan gerakan dua sendi atau lebih, tidak bisa melawan tahanan minimal



3



Mampu melakukan gerakan mengangkat ekstremitas/ badan tetapi tidak bisa melawan tahanan sedang



4



Mampu melakukan gerakan normal, tapi tidak bisa melawan tahanan maksimal pemeriksa



5



Normal



g. Perubahan Psikologis Pengkajian perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme koping yang berhubungan dengan mobilitas dan imobilitas h. Pemeriksaan Fisik 1.) Pengkajian mengenai ada tidaknya deformitas dan kesejajaran, pertumbuhan



tulang



abnormal,



pemendekan



ekstremitas,



ampuasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis, angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi yang menandakan adanya patah tulang. 2.) Mengkaji rulang belakang meliputi kelainan seperti skoliosis, kifosis, lordosis. 3.) Mengkaji sistem persendian meliputi luas gerakan baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan kaji adanya benjolan dan kekakuan sendi 4.) Mengkaji sistem otot meliputi kemampuan mengubah posisi, kekuatan dan koordinasi dan ukuran masing-masing otot dan lingkar ekstremitas untuk menentukan adanya edema atau atrofi dan nyeri otot i. Mengkaji Cara Berjalan Siklus gaya berjalan dimulai dengan mengangka tumit hingga tungkai dan dlanjutkan dengan 2 tungkai. Kaji pula mengenai keseimbangan, postur, keamanan dan kemampuan berjalan tanpa bantuan. j. Mengkaji kulit Palpasi kulit untuk mengkaji adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. (Hidayat, 2006) 2. Diagnosis Keperawat yang sering muncul (PPNI,2016) Diagnosis yang sering muncul pada seseorang dengan gangguan mobilitas fisik antara lain adalah: 1.) Gangguan Mobilitas Fisik b.d penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot, penurunan kendali otot, kekakuan sendi, gangguan



muskuloskeletal, gangguan neuromuskular d.d kekuatan otot menurun, rentang gerak menurun, sendi kaku, gerakan terbatas 2.) Resiko Gangguan Integritas Kulit d.d penurunan mobilitas 3.) Resiko Jatuh d.d kekuatan otot menurun, gangguan keseimbangan 3. Rencana Keperawatan (PPNI, 2016) No. 1.



Diagnosa



Luaran



Intervensi



(SDKI)



(SLKI)



(SIKI)



Gangguan Mobilitas Mobilitas Fisik:



Dukungan Mobilisasi:



Fisik b.d penurunan 1. Pergerakan



Observasi



massa



otot,



ekstremitas



1. Monitor kondisi umum



penurunan kekuatan



meningkat (skala



sebelum



otot,



5)



mobilisasi



penurunan



otot, 2. Kekuatan



kendali kekakuan



sendi,



3. Rentang



muskuloskeletal, neuromuskular



gerak



d.d otot



menurun,



sendi kaku, gerakan terbatas



gerak



5) menurun



denganalat



(misal



pagar



3. Libatkan



keluarga membantu



sendi



pasien



dalam



(skala



meningkatkan pergerakan



5. Gerakan terbatas 5)



bantu



aktivitas



untuk



5) menurun



2. Fasilitasi



tempat tidur)



meningkat (skala



rentang 4. Kaku



Terapeutik mobilisasi



(ROM)



gangguan



menurun,



meningkat (skala 5)



gangguan



kekuatan



otot



melakukan



(skala



Edukasi 4. Jelaskan



tujuan



dan



prosedur mobilisasi 5. Ajarkan



mobilisasi



sederhana yang harus dilakukan (duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari



tempat



tidur ke kursi) 3.



Resiko



Gangguan Kontrol Risiko



Integritas Kulit d.d 1. Kemampuan penurunan mobilitas



melakukan strategi



Pengaturan posisi Observasi 1. Monitor



kontrol



status



oksigenasi



sebelum



resiko meningkat



dan sesudah mengubah



(skala 5)



posisi



2. Kemampuan



Terapeutik



menghindari faktor



risiko



meningkat (skala 5)



2. Tempatkan pada posisi terapeutik 3. Motivasi



melakukan



ROM aktif atau pasif 4. Jadwalkan



secara



tertulis



untuk



perubahan posisi Edukasi 5. Informasikan saat akan melakukan perubahan posisi 6. Anjurkan



cara



menggunakan yang



postur baikdan



mekanika tubuh yang baik selama melakukan perubahan posisi Kolaborasi 7. Kolaborasi pemberian premedikasisebelum mengubah posisi, jika perlu 3



Resiko



Jatuh



d.d Mobilitas fisik



Dukungan Mobilisasi:



kekuatan menurun



otot 1. Kekuatan



otot Observasi



meningkat (skala



8. Monitor umum



5) 2. Rentang



kondisi sebelum



melakukan



gerak



mobilisasi



(ROM) meningkat (skala



Terapeutik



5)



9. Fasilitasi



aktivitas



mobilisasi bantu



denganalat



(misal



pagar



tempat tidur) 10.10. ibatkan keluarga untuk membantu dalam



pasien



meningkatkan



pergerakan Edukasi 11.11. elaskan



tujuan



dan



prosedur mobilisasi 12.12. njurkan mobilisasi dini



I. Evidence-based Nursing Evidence-based Nursing pada Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi Judul Jurnal



: Effectiveness of a Multimodal Exercise Rehabilitation program on Walking Capacity and Functional After a Stroke



Penulis



: Montserrat Grau Pellicer, Andrés Chamarro Lusar, Josep Medina Casanovas, Bernat-Carles Serdà Ferrer



Tahun



: 2017 Evidence-based Nursing berdasarkan jurnal:



Jenis Terapi



: Terapi rehabilitasi latihan multimodal pada pasien pasca stroke selama 12 minggu



Tujuan Terapi



: mengevaluasi perubahan kemampuan kecepatan berjalan dan kemampuan berjalan dan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari



Subyek



: orang-orang yang telah mengalami stroke dan telah menyelesaikan pengobatan konvensional dan melakukan program rehabilitasi. Kriteria Inklusi: 1. Didiagnosis stroke iskemik atau hemoragik 2. Usia ≥18 tahun 3. Klasifikasi ambulasi functional (FAC) ≥ 3, Indeks Barthel (bi) ≥ 45 Kriteria Eksklusi: 1. Didiagnosis mengalami gangguan kognitif (MMSE ≤24 2. Mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler seperti IMA, angina tidak stabil, dan aritmia yang tidak terkontrol baru baru ini 3. Mengonsumsi alkohol dan obat-obatan 4. Dekompensasi



gangguan



kejiwaan



yang



tidak



diperbolehkan melakukan kegiatan kelompok Prosedur Terapi



1. Peserta menjalani pemeriksaan kesehatan untuk memastikan bahwa tidak ada keadaan yang mencegah partisipan melakukan program ini



2. Intervensi dilakukan selama 12 minggu dari dua kali seminggu dengan total 1 jam dalam 24 sesi. Intervensi dilakukan berkelompok 4-6 peserta dan dipandu oleh 1 ahli terapis 3. Prosedur terdiri dari 4 sesi. a. Sesi pertama adalah pemanasan dan latihan aerobik (berjalan di sirkuit dengan rintangan, landai, tangga dan tanah tidak beraturan). b. Sesi kedua adalah latihan untuk memperkuat otot yakni Steps (melangkah menaiki tangga), Sit-to-Stand (duduk dan bangun dari kursi), Balance on tiptoe (melihat gaya berjalan) 4. Berdiri pada posisi seibang di lantai dan di bidang tanah yang tidak rata 5. Latihan peregangan 6. Selanjutnya peserta mendapat indikasi ambulasi progresif harian yang tujuannya adalah mencapai tingkat aktivitas fisik yang direkomendasikan WHO 150m/ minggu dengan aktivitas fisik sedang 7. Dilakukan selama 12 minggu 8. Peserta akan dihubungi melalui telepon setiap bulan untuk menanyakan kepatuhan program rehabilitasi ini dan menjawab pertanyaan yang kemungkinan akan ditanyakan peserta selama melakukan terapi latihan multimodal ini. Hasil



1. Kecepatan Berjalan Kecepatan berjalan meningkat secara signifikan dengan peningkatan 0,16 m/ detik di akhir intervensi dan 0,23 m/ detik pada 6 bulan kemudia. Kecepatan berjalan cepat juga meningkat 0,40m/ detik di akhir intervensi dan 0,44 m/ detik 6 bulan kemudian. Sehingga terjadi perbedaan signifikan sebelum dan setelah program latihan ini. 2. Kemmapuan Berjalan



Kemampuan berjalan meningkat secara signifikan dengan peningkatan jarak berjalan kaki 59,8 m pada akhir intervensi dan 43,5 m pada 6 bulan kemudian. Setelah intervensi 100% peserta dapat berjalan mandiri di luar ruangan pada semua jenis permukaan. 6 bulan kemudian hanya 5% peserta berhenti berjalan mandiri di luar ruangan dna 95% tetap mandiri di semua jenis permukaan. 3. Aktivitas Sehari-hari 4%



menunjukkan



memiliki



ketergantungan



aktivitas



sedang, 56% tergantung ringan dan 40% mandiri. Setelah intervensi



36%



agak



tergantung,



40%



menjadi



ketergantungan ringan dan 605 mandiri. 4. Kepuasan Peserta melaporkan peningkatan umum dalam semua item yang dinilai (kondisi fisik, keseimbangan dan kemampuan berjalan, kepuasan dan self-efficacy dan meningkatkan kualitas hidup. Kesimpulan



:



program



rehabilitasi



latihan



multimodal



merupakan



komponen penting dari proses rehabilitasi. Latihan fisik dikaitkan dengan peningkatan kecepatan berjalan, kemampuan berjalan dan kemandirian ADL. Program latihan multimudal dapat dilakukan oleh seseorang pasca stroke untuk meningkatkan tingkat mobilitas yang berkurng akibatg stroke. Referensi



: Pellicer M.G., Andrés C. L., Josepm.c. , Serdà F.B.C. 2017. Effectiveness of a Multimodal Exercise Rehabilitation program on Walking Capacity and Functional After a Stroke. Journal of Exercise Rehabilitation. 13(6): 666-675.



DAFTAR PUSTAKA



Hidayat, Alimul, Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan Buku I. Jakarta: Salwmba Medika Loriza S.Y., Octavia D., Suweno W. 2019. Pengalaman Jatuh dan Kejadian Imobilitas Pada Kelompok Lanjut Usia. Jurnal Endurance. 4(1): 150-161 Mubarak, Wahid Iqbal, Joko S. 2015. Buku Ajar Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika Mubarak, Wahid Iqbal, Nurul Chayati. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Pellicer M.G., Andrés C. L., Josepm.c. , Serdà F.B.C. 2017. Effectiveness of a Multimodal Exercise Rehabilitation program on Walking Capacity and Functional After a Stroke. Journal of Exercise Rehabilitation. 13(6): 666675. Perry & Potter. 2010. Fundalmental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Price, S.A dan Wilson. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI



Pradana, M. D. 2016. Upaya peningkatan Mobilitas Fisik pada Pasien Stroke NonHemoragik di RSUD dr Soehadi Prijonegoro. Naskah Publikasi Surakarta: Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta [Diakses pada 19 September 2020] Setiati S., Harimurti K., Roosheroe A.G., 2007. Buku Ajar dan Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI Sjamsuhidajat R., Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC Wahyuningsih Puji. W., Yuni K. 2017. Anatomi Fisiologi. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC



Original Article https://doi.org/10.12965/jer.1735056.528



Journal of Exercise Rehabilitation 2017;13(6):666-675



Effectiveness of a multimodal exercise rehabilitation program on walking capacity and functionality after a stroke Montserrat Grau Pellicer¹,*, Andrés Chamarro Lusar², Josep Medina Casanovas³, Bernat-Carles Serdà Ferrer4 ¹Rehabilitation Unit, Hospital-Consorci Sanitari de Terrassa, Barcelona, Spain ²Basic, Evolutionary, and Educational Psychology Department, Autonomous University of Barcelona, Barcelona, Spain ³Functional Rehabilitation Department, Private Foundation Institut Guttmann Neurorehabilitation Hospital, Badalona, Barcelona, Spain 4 Department of Nursing, and Biomedical Research Institute, University of Girona, Girona, Spain



The aim of this study was to determine the effectiveness of a 12week multimodal exercise rehabilitation program on walking speed, walking ability and activities of daily living (ADLs) among people who had suf- fered a stroke. Thirty-one stroke survivors who had completed a con- ventional rehabilitation program voluntarily participated in the study. Twenty-six participants completed the multimodal exercise rehabilita- tion program (2 days/wk, 1 hr/session). Physical outcome measures were: walking speed (10-m walking test), walking ability (6-min walking test and functional ambulation classification) and ADLs (Barthel Index). The program consisted on: aerobic exercise; task oriented exercises; balance and postural tonic activities; and stretching. Participants also followed a program of progressive ambulation at home. They were evaluated at baseline, postintervention and at the end of a 6-month fol-



INTRODUCTION As life expectancy increases, a larger number of persons may suffer from stroke. Stroke mortality rates have decreased, but the burden of stroke is increasing in terms of stroke survivors per year, correlated deaths and disability-adjusted life-years lost. These de- ficiencies are further highlighted by a trend towards more strokes in younger people (Feigin et al., 2014). Stroke not only causes permanent neurological deficits, but also a profound degradation of physical condition, which worsens disability and increases car- diovascular risk. Stroke survivors are likely to suffer functional de- cline due to reduction of aerobic capacity. This may involve fur*Corresponding author: Montserrat Grau Pellicer https://orcid.org/0000-0003-29049011 Rehabilitation Unit, Hospital-Consorci Sanitari de Terrassa, Ctra Torrebonica S/N 08227 Terrassa, Barcelona, Spain Tel: +34-93-731-0007, Fax: +34-93-73-11039, E-mail: [email protected] Received: July 21, 2017 / Accepted: December 5, 2017



low-up period. After the intervention there were significant improvements in all outcomes measures that were maintained 6 months later. Comfortable and fast walking speed increased an average of 0.16 and 0.40 m/sec, respectively. The walking distance in the 6-min walking test increased an average of 59.8 m. At the end of the intervention, partici- pants had achieved independent ambulation both indoors and outdoors. In ADLs, 40% were independent at baseline vs. 64% at the end of the in- tervention. Our study demonstrates that a multimodal exercise rehabili- tation program adapted to stroke survivors has benefits on walking speed, walking ability and independence in ADLs. Keywords: Exercise, Physical activity, Stroke rehabilitation, Walking speed, Activities of daily living



ther secondary complications such as progressive muscular atrophy, osteoporosis, peripheral circulation worsening and increased cardiovascular risk (Ivey et al., 2006). All these factors cause increased dependency, need of assistance from third parties in activi- ties of daily living (ADLs) and a restriction on participation that can have a profound psychosocial impact (Carod-Artal and Egido, 2009). Gait capacity is one of the main priorities of persons who have suffered a stroke, but is often limited due to the high energy demands of hemiplegic gait and the poor physical condition of these persons (Ivey et al., 2006). Gait speed is a commonly used measure in patients who have suffered a stroke to differentiate the functional capacity to walk indoors or outdoors. Gait speed has This is an Open Access article distributed under the terms of the Creative Commons At- tribution Non-Commercial License (http://creativecommons.org/licenses/bync/4.0/) which permits unrestricted non-commercial use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.



Copyright © 2017 Korean Society of Exercise Rehabilitation



666



http://www.e-jer.org



pISSN 2288-176X eISSN 2288-1778



Pellicer MG, et al. • Multimodal exercise rehabilitation program



been classified as: allowing indoor ambulation (0.8 m/sec) (Perry et al., 1995). Gait speed can also help to establish the functional prognosis of the patient. It has been stated that improvements in walking speed correlate with improved function and quality of life (QoL) (Schmid et al., 2007). It is essential to achieve a proper gait speed for outdoors function- al ambulation. Falls are common among stroke survivors and are associated with a worsening of disability and QoL. Balance is a complex pro- cess that involves the reception and integration of afferent inputs and the planning and execution of movement. Stroke can impact on different systems involved in postural control. Multifactorial falls risk assessment and management, combined with fitness pro- grams, are effective in reducing risk of falls and fear of falling (Stroke Foundation of New Zealand and New Zealand Guidelines Group, 2010). Falls often occur when getting in and out of a chair (Brunt et al., 2002). The 2013 Cochrane review (Saunders et al., 2013) recommends the repetitive practice of sit-to-stand in order to promote an ergonomic and automatic pattern of this movement. Recent studies demonstrate that exercises that improve trunk sta- bility and balance provide a solid base for body and leg movements that entail an improved gait in people affected by stroke (Sharma and Kaur, 2017). Conventional rehabilitation programs after stroke focus on the subacute period. The aim is to recover basic ADLs, but they do not provide maintenance exercises to provide long- term health gains. Cardiac monitoring demonstrates that conven- tional physiotherapy exercises do not regularly provide adequate exercise intensity to modify the physical deconditioning, nor suf- ficient exercise repetition to improve motor learning (Ivey et al., 2006). Therapeutic physical exercise to optimize function, physi- cal condition and cardiovascular health after a stroke is an emerg- ing field within neurorehabilitation (Teasell et al., 2009). The wide range of difficulties experienced by stroke survivors justify the need to explore rehabilitation programs designed to promote an overall improvement and to maintain the gains obtained after rehabilitation programs. Numerous studies have demonstrated the efficacy of aerobic exercise (Saunders et al., 2016), but there are few data on the long term effects of multimodal programs that incorporate aerobic exercise, complemented by taskoriented training and balance exercises. Consequently, the aim of this study is to analyse the impact of a multimodal exercise rehabilitation program tailored to stroke survivors on walking speed, walking ability and ADLs.



https://doi.org/10.12965/jer.1735056.528



MATERIALS AND METHODS We conducted an observational study with a repeated measures design to evaluate changes on walking speed, walking ability and ADLs after a multimodal exercise rehabilitation program. Assessments were performed at baseline, postintervention and at the end of a 6-month follow-up. Subjects Thirty-one participants were recruited from Hospital-Consorci Sanitari de Terrassa (Barcelona, Spain) over a period of 1 year. All of them had suffered a stroke and had completed a conventional rehabilitation program. Inclusion criteria were: to be diagnosed of ischemic or hemorrhagic stroke; age≥ 18 years; functional ambulation classification (FAC) ≥ 3; Barthel Index [BI]≥ 45. Exclusion criteria were: to be diagnosed of cognitive impairment (Mini Mental State Examination≤ 24); unstable cardiovascular disease (acute heart failure, recent myocardial infarction, unstable angina, and uncontrolled arrhythmias) (American College of Sports Medicine, 2013; Gordon et al., 2004); alcohol or other toxic substances abuse and decompensated psychiatric disorders that prevented from following a group session. Before the enrollment, participants underwent a medical examination to ensure that there were no circumstances that prevented their participation in the program, following the guidance of the American College of Sports Medicine (ACSM) for patients with cardiovascular disease (American College of Sports Medicine, 2013) and the guidelines of the American Heart Association (AHA) for stroke survivors (Gordon et al., 2004). All experimental procedures were conducted according to the Declaration of Helsinki. The study was approved by the Ethics and Clinical Research Committee of Hospital-Consorci Sanitari de Terrassa. Written informed consent was obtained from each participant. Measurement tools Walking speed



Walking speed was assessed by the 10-m walking test (10MWT). According to the Locomotor Experience Applied Post-stroke guide- lines (Duncan et al., 2007), the time that each participant takes to walk 10 m at a comfortable pace and at their maximum speed was registered. Each measure was repeated twice and the average of the two distances was calculated in m/sec. Walking speed mea- surements were established to be highly reliable and with a high



http://www.e-jer.org



667



Pellicer MG, et al. • Multimodal exercise rehabilitation program



test-retest reliability (intraclass correlation coefficient [ICC], 0.90) (Bohannon, 1997). Walking ability



The 6-min walking test (6MWT) was validated as a submaxi- mal oxygen consumption test for individuals with cardiac or pul- monary disease (Guyatt et al., 1985). It has been considered as a measurement of maximum aerobic capacity (Kelly et al., 2003). The 6MWT is an assessment of the distance walked over a period of 6 min and is also considered a useful measure of walking capac- ity after a stroke (Fulk et al., 2008). It was performed over a 25-m straight walkway. The test was standardized according to the Amer- ican Thoracic Society Guidelines (ATS Committee on Proficiency Standards for Clinical Pulmonary Function Laboratories, 2002). Several authors have reported the 6MWT, applied to people with chronic stroke living in the community, to be highly reliable and with a high test-retest reliability (ICC, 0.99) (Eng et al., 2004; Flansbjer et al., 2005). FAC classifies people according to basic motor abilities necessary for functional ambulation (Holden et al., 1984). It has been used to assess the degree of manual assistance required for ambu- lation as follows: level 0 (unable to walk); level 1 (dependent level II: requires manual assistance during ambulation on level surfaces. Manual contact is continuous and necessary to support body weight and/or to maintain balance or assist coordination); level 2 (depen- dent level I: requires manual assistance during ambulation on lev- el surfaces. Manual contact is continuous or intermittent light touch to assist balance or coordination); level 3 (ambulation occurs on level surfaces without manual contact of another person, but requires supervision); level 4 (independent ambulation indoors or on level surfaces); level 5 (independent ambulation on all kind of outdoors surfaces and stairs). Activities of daily living



Independence in basic ADLs was measured with the BI (Ma- honey and Barthel, 1965). BI is composed of 10 items related to personal hygiene, eating, bladder and bowel control and walking capacity. Response ranges from independent activity, minimum assistance, intermediate assistance, maximum assistance, and im- possible to perform the activity. Participants were categorized into: moderately dependent (40–55/100), mildly dependent (≥ 60/100), and independent (100/100). Exercise program The multimodal exercise rehabilitation program was conducted



at Hospital-Consorci Sanitari de Terrassa (Barcelona) and delivered as a supervised program at the Rehabilitation Unit. It consisted of a 12-week intervention of two alternate days a week, in sessions of one hour (24 sessions in total). The intervention was performed in groups of 4–6 participants with a physical therapist who guided the session. The multimodal program was adapted to the characteristics and capacity of each participant. It consisted of four workstations: (a) Warm up and aerobic exercise (stationary bicycle/pedalier, walking as fast as possible on a circuit with obstacles, ramps, stairs, and irregular ground) (b) Task-oriented exercises to strengthen muscular groups that participate in different tasks performed in rapid series to im- prove aerobic capacity: • Steps: short bouts of stair climbing to train the task of climbing stairs • Sit-to-stand: to train the task of sitting down and getting up from a chair • Balance on tiptoe: to train the propulsion phase of gait. (c) Balance in standing position and postural tonic activities (on the floor and on unstable ground planes) (d) Stretching exercises Furthermore, participants received indications on progressive daily ambulation to achieve a high rate of adherence. The aim was to reach physical activity levels recommended by the World Health Organization (World Health Organization, 2017) of 150 m/wk of moderate physical activity. Table 1 shows the program progression and exercise dose. To calculate the intensity of exercise, based on the recommendations of the ACSM (American College of Sports Medicine, 2013) and the AHA (Gordon et al., 2004), participants were trained to work at 50%–60% maximum heart rate (MHR). Participants were also trained to use the Borg’s scale (Borg, 1990). The objec- tive was to achieve patients’ self-regulation of their own exertion level and effort, especially in those taking beta-blockers, thyroid hormone or with a pacemaker. Participants were trained at an in- tensity of 6–7/10 in the Borg’s scale with a self-perceived effort of “difficult-hard” and rest periods as needed. The physiotherapist asked regularly how intense was the effort for the participant. This measure has been used in patients who have suffered myocardial infarction at the beginning of a cardiac rehabilitation program (Brazzelli et al., 2011; Ilarraza et al., 2004). The objective was to achieve selfefficacy in the ambulation program at home and, there- fore, adherence to the rehabilitation program. Postintervention, participants answered a satisfaction scale. During



668



http://www.e-jer.org



https://doi.org/10.12965/jer.1735056.528



Pellicer MG, et al. • Multimodal exercise rehabilitation program



Table 1. Progression of procedure and exercise dose Multimodal exercise rehabilitation program (weeks 1–4) Program 1. Warming-aerobic-stretching exercises (25 min) Intensity: 50%–60% MHR Stationary bicycle/pedalier Stairs and ramp circuit Gait training in parallel and different surfaces 2. Task-oriented activities (8 series of repetitions) Intensity: 50%–60% MHR Sit-to-stand Steps Balance on tiptoe (plantar flexors) 3. Balance and tonic postural activities (15 min) Base position Bipodal step forward Unipodal step forward Bipodal step backward Unipodal step backward Bipodal lateralizations on u.s. 4. Stretching 5. Independent work at home Home ambulation program



Week 1



Week 2



Week 3



Week 4



S1



S2



S3



S4



S5



S6



S7



S8



10' 5’ 5’



10' 5’ 5’



12' 4’ 4’



12' 4’ 4’



12' 4’ 4’



12' 4’ 4’



12' 4’ 4’



12' 4’ 4’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 3’ 3’ 3’ 5’



5’ 3’ 3’ 3’ 5’



5’ 3’ 3’ 3’ 5’



5’ 3’ 3’ 3’ 5’



3’ 3’ 3’ 3’ 3’ 5’



3’ 3’ 3’ 3’ 3’ 5’



1’ 2’ 2’ 2’ 4’ 4’ 5’



1’ 2’ 2’ 2’ 4’ 4’ 5’



10/12 min 10/12 min



10/12 min 10/12 min



14/16 min 14/16 min



14/16 min 18/20 min



Week 5



Week 6



Week 7



Week 8



Multimodal exercise rehabilitation program (weeks 5–8) Program 1. Warming- aerobic-stretching exercises (25 min) Intensity: 50%–60% MHR Stationary bicycle/pedalier Stairs and ramp circuit Gait training in parallel and different surfaces 2.Task-oriented activities (8 series of repetitions) Intensity: 50%–60% MHR Sit-to-stand Steps Balance on tiptoe (plantar flexors) 3. Balance and tonic postural activities (15 min) Base position Bipodal step forward Unipodal step forward Bipodal step backward Unipodal step backward Bipodal lateralizations on u.s. Bipodal lateralizations on a.s. Unipodal lateralizations on u.s. Unipodal lateralizations on a.s. Base position on unstable surface 4. Stretching 5. Independent work at home Home ambulation program



S9



S10



S11



S12



S13



S14



S15



S16



14' 3’ 3’



14' 3’ 3’



14' 3’ 3’



14' 3’ 3’



14' 3’ 3’



14' 3’ 3’



14' 3’ 3’



14' 3’ 3’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 3’ 5’



2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 3’ 5’



1’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 5’



1’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 5’



1’ 1’ 1’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 5’



1’ 1’ 1’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 5’



1’ 1’ 1’ 1’ 1’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 5’



1’ 1’ 1’ 1’ 1’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 5’



18/20 min 18/20 min



18/20 min 22/24 min



22/24 min 22/24 min



22/24 min 26/28 min (Continued to the next page)



https://doi.org/10.12965/jer.1735056.528



http://www.e-jer.org



669



Pellicer MG, et al. • Multimodal exercise rehabilitation program



Table 1. (Continued) Multimodal exercise rehabilitation program (weeks 9–12) Week 9 Program 1. Warming-aerobic-stretching exercises (25 min) Intensity: 50%–60% MHR Stationary bicycle/pedalier Stairs and ramp circuit Gait training in parallel and different surfaces 2. Task-oriented activities (series of 8 repetitions) Intensity: 50%–60% MHR Sit-to-stand Steps Balance on tiptoe (plantar flexors) 3. Balance and tonic postural activities (15 min) Base position Bipodal step forward Unipodal step forward Bipodal step backward Unipodal step backward Bipodal lateralizations on u.s. Bipodal lateralizations on a.s. Unipodal lateralizations on u.s. Unipodal lateralizations on a.s. Base position on unstable surface 4. Stretching 5. Independent work at home Home ambulation program



Week 10



Week 11



Week 12



S 17



S18



S1 9



S20



S2 1



S22



S23



S24



14’ 3’ 3’



14' 3’ 3’



14' 3’ 3’



14 3’ 3’



14’ 3’ 3’



14' 3’ 3’



14' 3’ 3’



14' 3’ 3’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



5’ 5’ 5’



1’ 1’ 1’ 1’ 1’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 5’



1’ 1’ 1’ 1’ 1’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 5’



1’ 1’ 1’ 1’ 1’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 5’



1’ 1’ 1’ 1’ 1’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 5’



1’ 1’ 1’ 1’ 1’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 5’



1’ 1’ 1’ 1’ 1’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 5’



1’ 1’ 1’ 1’ 1’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 5’



1’ 1’ 1’ 1’ 1’ 2’ 2’ 2’ 2’ 2’ 5’



26/28 min



30 min



30 min



30 min



30 min



30 min



26/28 min 26/28 min



S, session; MHR, maximum heart rate, calculated according to the World Health Organization formula 220-age); u.s, unaffected side; a.s, affected side.



the 6-month monitoring period, participants were contacted by phone monthly to promote adherence to the multimodal exercise rehabilitation program and solve any problem or question that might arise. Data analysis Data analysis was performed using IBM SPSS Statistics ver. 21.0 (IBM Co., Armonk, NY, USA). Participants’ demographic, clini- cal and functional data were analyzed using descriptive statistics: quantitative variables with the mean, standard deviation, and range (minimum–maximum); frequencies and percentages were used to define qualitative and dichotomous variables. A repeated-mea- sures analysis of variance was carried out on the data. Assumptions of normality, homogeneity of variance, and sphericity were met with Koplmogrov–Smirnov test. Statistical significance was set at P0.8 high (Coe and Soto, 2003).



670



http://www.e-jer.org



RESULTS Characteristics of participants A total of 31 participants were enrolled. Five participants withdrew (one underwent eye surgery and four due to transportation difficulties). Twenty-six participants completed the intervention but one participant was excluded due to the diagnosis of a neuro- degenerative disease. Adherence rate was 95.67%. Twenty partici- pants completed all the assessments. No adverse effects were ob- served during the intervention. Sociodemographic and clinical data are shown in Table 2. Outcome variables Table 3 shows the results of the intervention on the outcome measures. Statistically significant improvements were observed in all variables



https://doi.org/10.12965/jer.1735056.528



Pellicer MG, et al. • Multimodal exercise rehabilitation program



Table 2. Sociodemographic and clinical data of the participants (n = 26) CharacteristicValue Age (yr) Sex Male Female Weight (kg) Height (m) Body mass index (kg/m²) History of previous falls Stroke characteristics Time since stroke (mo) Ischemic stroke Hemorrhagic stroke Cardiovascular risk factors Systolic blood pressure (mmHg) Diastolic blood pressure (mmHg) Arterial hypertension Diabetes mellitus II High cholesterol Smoker or smoking in last 6 mo Alcoholism or alcohol consumer in last 6 mo Metabolic syndrome Comorbid conditions None Cardiac Respiratory Renal Musculoskeletal Psychiatric Neurological



66 ± 11 (33–86) 19 (76) 6 (24) 76.82 ± 12.87 (55–112) 1.65 ± 0.069 (1.51–1.79) 28.09 ± 3.77 (22.80–38.92) 10 (40) 6.95 ± 5.58 22 (88) 3 (12) 150.08 ± 21.29 (109–183) 83.72 ± 8.81 (49–107) 20 (80) 11 (44) 21 (84) 11 (44) 10 (40) 18 (72) 10 (40) 5 (20.8) 2 (8.3) 3 (12) 1 (4) 2 (8) 1 (4)



Values are presented as mean standard ± deviation (range) or number (%).



Gait speed



Comfortable gait speed, assessed with the 10MWT, significant- ly improved, with an increase of 0.16 m/sec at the end of the in- tervention and 0.23 m/sec 6 month later (P ≤ 0.05). Fast gait speed (P ≤ 0.001) increased 0.40 m/sec at the end of the intervention and 0.44 m/sec 6 month later. Cohen d effect size found in comfortable and fast walking speed between pre- and post- intervention was moderate. At 6-month follow-up, the effect was high at comfortable speed and moderate at fast speed (Table 3). Walking ability



Walking ability measured with the 6MWT significantly improved (P ≤ 0.001) with an increase in walking distance of 59.8 m at the end of the intervention and of 43.5 m 6 months later. Co- hen d effect size was high post intervention and moderate at 6



months. Improvements in the basic motor abilities necessary for function- al ambulation were evaluated with FAC (P ≤ 0.05). At baseline, 24% of participants needed supervision for walking, 8% could only walk independently on level ground indoors, and 68% were independent on all types of surfaces. After the intervention, 100% of participants were independent for walking outdoors on all types of surfaces. Six months later, only 5% participants stopped walk- ing independently outdoors and 95% remained independent on all types of surfaces. Cohen d effect size found in ambulation ca- pacity was high after the intervention and it was maintained 6 month later (Table 3). Activities of daily living



At baseline, results of BI (P ≤ 0.001) showed that 4% of partici- pants were moderately dependent, 56% mildly dependent, and 40% independent; after the intervention 36% were mildly depen- dent and 64% were independent. Six months later, 40% were mild- ly dependent and 60% were independent. Cohen d effect size found in ADLs was moderate (Table 3). Satisfaction questionnaire Participants had high rates of satisfaction (94%). They reported a general improvement in all items: physical condition, balance and walking ability, accomplished expectations, satisfaction with the rehabilitation program, with own self-efficacy and learning strategies to improve QoL.



DISCUSSION The main finding of this study was that participants obtained a meaningful increase in walking speed, walking skills, and ADLs. Furthermore these improvements were maintained in the long term. Our program targeted on stroke survivors who had already finished conventional rehabilitation programs and were living at home with chronic neurological deficits. It should be noted, however, that all participants were independently ambulant. Resources to provide treatment when patients are discharged after a stroke are often limited. There is a need of community- based rehabilitation programs for stroke survivors to maintain the gains obtained after conventional rehabilitation programs and to prevent secondary complications. People who walk faster improve their ambulation function and tend to be more skilled to walk outdoors (Fulk et al., 2017). It has



https://doi.org/10.12965/jer.1735056.528



http://www.e-jer.org



671



Pellicer MG, et al. • Multimodal exercise rehabilitation program



Table 3. Effects or the multimodal exercise rehabilitation program Program Walking speed m/seccomfor m/secfast Walking ability 6MWT (m) FAC Independent (5/5) I. indoors (4/5) Supervision (3/5) Activities of daily living Barthel Independent (100/100) Mildly dependent ( ≥ 60/100) Moderately dependent (40–55/100)



Baseline (n = 26)



Postintervention (n = 26)



Follow-up (n = 20)



0.83 ± 0.24 1.10 ± 0.39



0.99 ± 0.18 1.50 ± 0.64



1.06 ± 0.23 1.54 ± 0.86



315.75 ± 64.40



373.55 ± 68.30



4.44 ± 0.87 17 (68) 2 (8) 6 (24) 91.25 ± 10.24 10 (40) 14 (56) 1 (4)



P-value



Cohen d B-P



B-R



0.004* 0.000**



0.75 0.75



0.97 0.65



0.000**



0.87



0.55



5± 0 25 (100) 0 (0) 0 (0)



359.25 ± 91.31 4.95 ± 0.22 19 (95) 1 (5) 0 (0)



0.012*



0.91



0.80



97.25 ± 4.12 16 (64) 9 (36) 0 (0)



96.00 ± 0 12 (60) 8 (40) 0 (0)



0.000**



0.76



0.56



Values are presented as mean ± standard deviation or number (%). m/secconfor, m/second at comfortable walking speed; m/secfast, m/second at fastest speed; 6MWT, 6-min walking test; FAC, functional ambulation classification; I, independent; B-P, baseline-postintervention; B-R, baseline-retention. Test: repeated measures analysis of variance. *P ≤ 0.05, **P ≤ 0.001, statistically significant difference; Cohen d.



been reported that the transition from supervised walking indoors to independent walking outdoors is associated with improved func- tionality and QoL, as it allows the return to everyday life and rein- tegration in the community (Schmid et al., 2007). The improve- ment in gait speed relates to a faster and higher gait quality, and therefore more effective. Participants increased comfortable and fast walking speed. These improvements allowed participants to move from a limited gait capacity for outdoors walking to a func- tional gait capacity for outdoors walking, thus promoting com- munity participation. Gains in our study were clinically meaning- ful and agree with reference authors who estimated that an increase in gait speed ≥ 0.175 m/sec after an outpatient rehabilitation program, in people with stroke (Fulk et al., 2011). Tilson et al. (2010) considered that an increase in walking speed of 0.16 m/ sec can be interpreted as a clinically relevant change in stroke re- habilitation and may be a cutoff point to define goals and evaluate progress in patients with subacute stroke. One of the strengths of this study is the evaluation 6 months after the intervention. The increase observed in gait speed not only remained, but participants also continued to improve six months later. We consider that it may, partly, be due to the fact that participants were contacted by phone monthly, to promote self-efficacy and adherence to the mul- timodal exercise rehabilitation program and to solve any problems or questions that arised.



Individuals affected by stroke suffer a severe deterioration of their cardiovascular fitness and it has been suggested that modest improvements in cardiovascular capacity may significantly influence indices of functional mobility (Ivey et al., 2006). It has been advocated that integrating aerobic training in individualized programs is feasible and necessary (Biasin et al., 2014). In our study, participants increased walking distance in the 6MWT 57.8 m at the end of the intervention and 43.5 m 6 month later. An increase of more than 50 m in the 6MWT is accepted as a relevant change in walking capacity (Holland et al., 2010). As a measure of exer- cise tolerance, the 6MWT correlates with both aerobic capacity and muscle strength. The ability to walk greater distances may be associated to an improvement on endurance and mobility. The use of a home ambulation program as part of the multimodal program has, probably, promoted the increase of walking distance in the 6MWT and it has potential benefits for outdoors ambulation. Oth- er studies have reported that walking capacity as a cause of im- proved participation (Mayo et al., 2014). In a recent study that in- vestigated resting and physical activity time in people with stroke, authors recommended clinicians to advice their patients to substi- tute some resting time with low intensity activity daily (English et al., 2016). Walking tolerance and walking speed are key components for outdoors ambulation (Barclay et al., 2015). We ob- served a trend towards a decrease in walking distance at 6 month, 672



http://www.e-jer.org



https://doi.org/10.12965/jer. 1735056.528



Pellicer MG, et al. • Multimodal exercise rehabilitation program



which could be explained by a decrease in adherence to homebased unsupervised exercise programs. Participants obtained significant functional improvements in ambulation capacity and ADLs inde- pendence. After the multimodal rehabilitation program, all par- ticipants were independent for outdoors walking on all kind of surfaces and stairs climbing. Significant improvements in autono- my for ADLs were also found. These results are similar to other studies including similar multimodal interventions performed in an outpatient rehabilitation unit (Marsden et al., 2016; Pang et al., 2005). Our results showed our multimodal exercise rehabilita- tion program to be more effective than other studies with similar interventions, but delivered in a home-based rehabilitation pro- gram (Duncan et al., 2003). One explanation may be that the par- ticipation in a rehabilitation group program led by a professional facilitates engagement and adherence to the multimodal exercise rehabilitation program, including the ambulation program at home. At baseline, participants identified significant limitations that prevented them from maintaining independent living. At the end of the intervention, we observed positive changes in pa- tients’ ADLs. They perceived a reduction in limitations in ADLs and an increase in functional ability (gait speed and walking dis- tance), that determines a positive effect that enhances ADLs inde- pendence. These findings coincide with authors who established the relationship between physical function (walking ability and autonomy in ADLs) and QoL (Carod-Artal, 2012); and others con- firmed that an improvement of the physical condition promotes health, well-being, autonomy, QoL, self-efficacy and coping strat- egies (García González et al., 2014). We consider that improvements in physical fitness achieved during the multimodal exercise rehabilitation program could lead to improvements in QoL and this coincides with authors (Resnick, 2014). A recent study rec- ommended to include physical activity programs as a therapeutic strategy to prevent, lessen or treat poststroke depression (Hong et al., 2017) and to improve resilience and ADLs (Lee et al., 2015). We agree with the Korean Society of Exercise Rehabilitation who encourages to expand and provide knowledge of exercise and to explore the possibility of exercise to move into new therapeutic area (Kim, 2017). This intervention was very efficient in terms of personnel resources involving only one therapist who led a session with 4– 6 participants. Moreover, it is a clinically feasible wide-ranging ex- ercise protocol aimed at improving upright physical mobility in people with stroke. It is also remarkable the participants’ satisfac- tion rate with the program. The main limitation of the present study is the absence of ran-



domization. Improvements at the end of the intervention could be partially due to a spontaneous recovery. For further studies, randomized trials would be required to confirm the benefits of mul- timodal exercise rehabilitation programs. The sample is small due to the difficulty of recruiting partici- pants, as they had transport difficulties to come to the rehabilita- tion unit on their own. Nevertheless, the adherence rate was high. Given the difficulty of recruiting larger samples in a single centre, it would be interesting for future research to conduct multicenter randomized trials and to explore the effects of multimodal reha- bilitation programs on QoL. In conclusion, multimodal exercise may be an important component of the rehabilitation process. Physical exercise is associated with enhanced gait speed, walking ability and independence for ADLs. Exercise programs for community people who have suf- fered stroke and self-managed rehabilitation strategies should be implemented to maintain the gains made in rehabilitation pro- grams and adherence to exercise programs.



CONFLICT OF INTEREST The authors declare no conflict of interest.



REFERENCES American College of Sports Medicine. ACSM’s guidelines for exercise testing and prescription. 9th ed. Philadelphia (PA): Lippincott Williams & Wilkins; 2013. ATS Committee on Proficiency Standards for Clinical Pulmonary Function Laboratories. ATS statement: guidelines for the six-minute walk test. Am J Respir Crit Care Med 2002;166:111-117. Barclay R, Ripat J, Mayo N. Factors describing community ambulation af- ter stroke: a mixed-methods study. Clin Rehabil 2015;29:509-521. Biasin L, Sage MD, Brunton K, Fraser J, Howe JA, Bayley M, Brooks D, McIlroy WE, Mansfield A, Inness EL. Integrating aerobic training with- in subacute stroke rehabilitation: a feasibility study. Phys Ther 2014; 94:1796-1806. Bohannon RW. Comfortable and maximum walking speed of adults aged 20-79 years: reference values and determinants. Age Ageing 1997;26: 15-19. Borg G. Psychophysical scaling with applications in physical work and the perception of exertion. Scand J Work Environ Health 1990;16 Sup- pl 1:55-58. Brazzelli M, Saunders DH, Greig CA, Mead GE. Physical fitness training for stroke patients. Cochrane Database Syst Rev 2011;(11):CD003316.



https://doi.org/10.12965/jer.1735056.528



http://www.e-jer.org



673



Pellicer MG, et al. • Multimodal exercise rehabilitation program



Brunt D, Greenberg B, Wankadia S, Trimble MA, Shechtman O. The



Subcommittee



on



Exercise,



Cardiac



Rehabilitation,



and



ef- fect of foot placement on sit to stand in healthy young subjects



Prevention; the Council on Cardiovascular Nursing; the Council on



and patients with hemiplegia. Arch Phys Med Rehabil 2002;83:924-



Nutrition, Phys- ical Activity, and Metabolism; and the Stroke



929.



Council. Physical activi- ty and exercise recommendations for stroke



Carod-Artal FJ. Determining quality of life in stroke survivors. Expert Rev Pharmacoecon Outcomes Res 2012;12:199-211. Carod-Artal FJ, Egido JA. Quality of life after stroke: the importance of a good recovery. Cerebrovasc Dis 2009;27 Suppl 1:204-214. Coe R, Soto CM. Magnitud del Efecto: Una guía para investigadores y usuarios. Rev Psicol 2003;21:145-177.



survivors: an American Heart Association scientific statement from the Council on Clinical Cardiology, Subcommittee on Exercise, Cardiac



Rehabilitation,



and



Prevention;



the



Council



on



Cardiovascular Nursing; the Council on Nutrition, Physical Activity, and Metabolism; and the Stroke Council. Circulation 2004;109:2031-2041.



Duncan P, Studenski S, Richards L, Gollub S, Lai SM, Reker D, Perera



Guyatt GH, Sullivan MJ, Thompson PJ, Fallen EL, Pugsley SO, Taylor



S, Yates J, Koch V, Rigler S, Johnson D. Randomized clinical trial of



DW, Berman LB. The 6-minute walk: a new measure of exercise



ther- apeutic exercise in subacute stroke. Stroke 2003;34:2173-2180.



ca- pacity in patients with chronic heart failure. Can Med Assoc J



Duncan PW, Sullivan KJ, Behrman AL, Azen SP, Wu SS, Nadeau SE,



1985; 132:919-923.



Dob- kin BH, Rose DK, Tilson JK; LEAPS Investigative Team.



Holden MK, Gill KM, Magliozzi MR, Nathan J, Piehl-Baker L.



Protocol for the locomotor experience applied post-stroke (LEAPS)



Clinical gait assessment in the neurologically impaired. Reliability



trial: a random- ized controlled trial. BMC Neurol 2007;7:39.



and mean- ingfulness. Phys Ther 1984;64:35-40.



Eng JJ, Dawson AS, Chu KS. Submaximal exercise in persons with



Holland AE, Hill CJ, Rasekaba T, Lee A, Naughton MT, McDonald CF.



stroke: test-retest reliability and concurrent validity with maximal



Updating the minimal important difference for six-minute walk dis-



oxygen consumption. Arch Phys Med Rehabil 2004;85:113-118.



tance in patients with chronic obstructive pulmonary disease. Arch



English C, Healy GN, Coates A, Lewis L, Olds T, Bernhardt J. Sitting and activity time in people with stroke. Phys Ther 2016;96:193-201. Feigin VL, Forouzanfar MH, Krishnamurthi R, Mensah GA, Connor M, Bennett DA, Moran AE, Sacco RL, Anderson L, Truelsen T,



Phys Med Rehabil 2010;91:221-225. Hong I, Aaron SE, Li CY, Simpson AN. Physical activity and the risk of depression in community-dwelling korean adults with a history of stroke. Phys Ther 2017;97:105-113.



O’Donnell M, Venketasubramanian N, Barker-Collo S, Lawes CM,



Ilarraza H, Myers J, Kottman W, Rickli H, Dubach P. An evaluation of



Wang W, Shi- nohara Y, Witt E, Ezzati M, Naghavi M, Murray C;



training responses using self-regulation in a residential rehabilitation



Global Burden of Diseases, Injuries, and Risk Factors Study 2010



program. J Cardiopulm Rehabil 2004;24:27-33.



(GBD 2010) and the GBD Stroke Experts Group. Global and regional burden of stroke during 1990-2010: findings from the Global Burden of Disease Study 2010. Lancet 2014;383:245-254. Flansbjer UB, Holmbäck AM, Downham D, Patten C, Lexell J. Reliability of gait performance tests in men and women with hemiparesis after stroke. J Rehabil Med 2005;37:75-82. Fulk GD, Echternach JL, Nof L, O’Sullivan S. Clinometric properties of the six-minute walk test in individuals undergoing rehabilitation post- stroke. Physiother Theory Pract 2008;24:195-204. Fulk GD, He Y, Boyne P, Dunning K. Predicting home and community walking activity poststroke. Stroke 2017;48:406-411. Fulk GD, Ludwig M, Dunning K, Golden S, Boyne P, West T. Estimating clinically important change in gait speed in people with stroke under- going outpatient rehabilitation. J Neurol Phys Ther 2011;35:82-89. García González AJ, Bohórquez Gómez-Millán MR, Lorenzo Fernández M. La implicación en la actividad física como fuente de felicidad en personas mayores. Eur J Investig Health Psychol Edu 2014;4:1930. Gordon NF, Gulanick M, Costa F, Fletcher G, Franklin BA, Roth EJ, Shep- hard T; American Heart Association Council on Clinical Cardiology,



Ivey FM, Hafer-Macko CE, Macko RF. Exercise rehabilitation after stroke. NeuroRx 2006;3:439-450. Kelly JO, Kilbreath SL, Davis GM, Zeman B, Raymond J. Cardiorespirato- ry fitness and walking ability in subacute stroke patients. Arch Phys Med Rehabil 2003;84:1780-1785. Kim CJ. Can exercise rehabilitation evolve into a new therapeutic area? J Exerc Rehabil 2017;13:123. Lee YC, Yi ES, Choi WH, Lee BM, Cho SB, Kim JY. A study on the effect of self bedside exercise program on resilience and activities of daily living for patients with hemiplegia. J Exerc Rehabil 2015;11:3035. Mahoney FI, Barthel DW. Functional evaluation: the barthel index. Md State Med J 1965;14:61-65. Marsden DL, Dunn A, Callister R, McElduff P, Levi CR, Spratt NJ. A Home- and community-based physical activity program can improve the car- diorespiratory fitness and walking capacity of stroke survivors. J Stroke Cerebrovasc Dis 2016;25:2386-2398. Mayo NE, Bronstein D, Scott SC, Finch LE, Miller S. Necessary and sufficient



causes



of



participation



post-stroke:



practical



philosophical perspectives. Qual Life Res 2014;23:39-47.



and



674



http://www.e-jer.org



https://doi.org/10.12965/jer.1735056.528



Pellicer MG, et al. • Multimodal exercise rehabilitation program



Pang MY, Eng JJ, Dawson AS, McKay HA, Harris JE. A community-



chronic stroke. J Exerc Rehabil 2017;13:200-205.



based fitness and mobility exercise program for older adults with



Stroke Foundation of New Zealand; New Zealand Guidelines Group.



chronic stroke: a randomized, controlled trial. J Am Geriatr Soc



New Zealand clinical guidelines for stroke management 2010. Wel-



2005;53:1667- 1674.



lington (NZ): Stroke Foundation of New Zealand; 2010.



Perry J, Garrett M, Gronley JK, Mulroy SJ. Classification of walking hand- icap in the stroke population. Stroke 1995;26:982-989. Resnick B. Resilience in older adults. Top Geriatr Rehabil 2014;30:155-63.



Teasell R, Foley N, Salter K, Bhogal S, Jutai J, Speechley M. Evidencebased review of stroke rehabilitation: executive summary, 12th edition. Top Stroke Rehabil 2009;16:463-488.



Saunders DH, Sanderson M, Brazzelli M, Greig CA, Mead GE.



Tilson JK, Sullivan KJ, Cen SY, Rose DK, Koradia CH, Azen SP, Duncan



Physical fitness training for stroke patients. Cochrane Database Syst



PW; Locomotor Experience Applied Post Stroke (LEAPS) Investiga-



Rev 2013; (10):CD003316.



tive Team. Meaningful gait speed improvement during the first 60



Saunders DH, Sanderson M, Hayes S, Kilrane M, Greig CA, Brazzelli M, Mead GE. Physical fitness training for stroke patients. Cochrane Data- base Syst Rev 2016;3:CD003316.



days poststroke: minimal clinically important difference. Phys Ther 2010;90:196-208. World Health Organization. Global strategy on diet, physical activity



Schmid A, Duncan PW, Studenski S, Lai SM, Richards L, Perera S, Wu



and health. Physical activity and older adults: recommended levels of



SS. Improvements in speed-based gait classifications are meaningful.



phys- ical activity for adults aged 65 and above [Internet]. Geneva



Stroke 2007;38:2096-2100.



(Switzer- land): World Health Organization; c2017 [cited 2017 Oct



Sharma V, Kaur J. Effect of core strengthening with pelvic proprioceptive neuromuscular facilitation on trunk, balance, gait, and function in



https://doi.org/10.12965/jer.1735056.528



27].



Available



from:



http://www.who.int/dietphysicalactivity/factsheet_olderadults/ en/.



http://www.e-jer.org



675