14 0 167 KB
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS
OLEH :
NI MADE VINA WIDYA YANTI 18.321.2849
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES WIRA MEDIKA BALI DENPASAR 2022
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin
atau
penurunan
sensitivitas
insulin
atau
keduanya
dan
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati (Sudoyo dkk, 2014). Istilah
diabetes
menggambarkan
sekelompok
gangguan
metabolisme yang ditandai dan diidentifikasi oleh adanya hiperglikemia tanpa pengobatan. Aetio-patologi heterogen termasuk cacat dalam sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya, dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. (World Health Organization, 2019) Diabetes mellitus adalah kelainan metabolisme heterogen yang ditandai dengan adanya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, aksi insulin yang rusak atau keduanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes berhubungan dengan komplikasi mokrovaskuler jangka panjang yang relative spesifik yang mempengaruhi mata, ginjal dan saraf, serta peningkatan
risiko
penyakit
kardiovaskular
(CVD).
(Punthakee,
Goldenberg, & Katz, 2018) Diabetes Mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolic yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah ( hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin ( Smeltzer & Bare, 2013). Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus merupakan suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.
Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa. Dalam darah melebihi batas normal (Perkeni, 2015). Prediabetes merupakan kondisi tingginya gula darah puasa (gula darah puasa 100-125mg/dL) atau gangguan toleransi glukosa (kadar gula darah 140-199mg/dL, 2 jam setelah pembebanan 75 g glukosa). Bila kadar gula darah mencapai >200 mg/dL maka pasien ini masuk dalam kelas DM (Rochmah, 2007). Menurut American Diabetes Association (ADA), kondisi hiperglikemia adalah kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dL. Hiperglikemia terjadi ketika tubuh kekurangan insulin dalam jumlah tertentu, dimana kadar glukosa darah diasup tidak dapat dimanfaatkan secara efektif sehingga glukosa dalam darah terlalu tinggi. Diabetes berhubungan dengan metabolisme kadar glukosa dalam darahdapat disebut pula sebagai silent killer karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam komplikasi dan hingga kini belum tuntas penanganannya (Fatimah, 2015). 2. Etiologi Diabetes Melitus Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti, namun dimungkinkan karena faktor, antara lain : a. Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI) 1. Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) yang merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. 2. Faktor imunologi Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. 3. Faktor lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas. b. Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI) Diabetes mellitus tipe II disebut juga diabetes mellitus tidak tergantung insulin atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995). Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II yaitu, usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga, dan kelompok etnik.
3. Epidemiologi Diabetes Melitus Jumlah diabetes didunia yang tercatat pada tahun 1990 hanya 80 juta yang secara mencengang dan melonjak naik ke 110,4 juta di empat tahun kemudian. Di negara berkembang, hampir seluruh diabetes tergolong sebagai penyandang diabetes mellitus tipe 2, sebanyak 40% diantaranya terbukti berasal dari kelompok masyarakat yang terlanjur mengubah gaya hidup tradisional menjadi modern (Zimmer, 1991). Menurut World Health Organization (WHO) Indonesia menjadi negara dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak ke 4 di dunia dengan jumlah kurang lebih 8,6 % pada tahun 1995 Internasional Diabetes Federation (IDF) memperkirakan kenaikan 8,2 juta penderita diabetes mellitus di Indonesia (Darusman, 2009). Prevalensi diabetes mellitus pada tahun 1982 hanya memiliki angka 1,7 % yang selanjutnya persentase tersebut terus menanjak mencapai angka 5,75 % dan 13,6 % ,77 demikian berturut-turut hingga pada tahun 1992 dan 2001 (Farmacia,2003). Prevalensi DM di Indonesia mencapai jumlah 8.426.000 (tahun 2000) yang diproyeksikan mencapai 21.257.000 pada tahun 2030. Artinya, terjadi kenaikan tiga kali lipat dalam 30 tahun. 4. Faktor Predisposisi Diabetes Melitus a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi -
Ras/etnik Ras asia, indian amerika, hispanik, memiliki risiko diabetes melitus yang lebih besar
-
Riwayat keluarga dengan diabetes
-
Umur Risiko diabetes melitus meningkat seiring meningkatnya usia
-
Riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir bayi >4000 gram atau pernah menderita DM saat hamil (DM gestasional)
-
Riwayat lahir dengan berat badan rendah (< 2,5 kg)
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi -
Overweight/berat badan lebih (Indeks massa tubuh > 23kg/m2)
-
Aktivitas fisik kurang
-
Merokok
-
Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)
-
Dislipidemia atau kadar kolesterol abnormal (HDL 250 mg/dL)
-
Diet tidak sehat Makanan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko DM
-
Polycystic ovary syndrome (PCOS) Terjadi pada wanita, ditandai dengan adanya menstruasi yang tidak teratur, pertumbuhan rambut yang banyak (kumis, rambut di lengan, dll), dan obesitas.
5. Klasifikasi Diabetes Melitus a. Diabetes tipe 1 Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolut insulin. Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai diabetes melitus dependen insulin (IDDM), karena individu pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti. Diabetes tipe 1 biasanya dijumpai pada individu yang tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun dan lebih banyak diderita pria dibanding wanita. Karena insidensi diabetes tipe 1 memuncak pada usia remaja dini, pada masa dahulu bentuk ini disebut sebagai diabetes juvenilis. b. Diabetes tipe 2 Hiperglikemia yang disebabkan insensitivitas seluler terhadap insulin disebut diabetes melitus tipe 2. Meskipun kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal, jumlah insulin tetap rendah sehingga kadar glukosa plasma meningkat. Karena insulin tetap dihasilkan sel-sel beta pankreas, diabetes melitus tipe 2 yang sebelumnya disebut diabetes melitus tidak tergantung insulin atau NIDDM (noninsulin dependent diabetes melitus), sebenarnya kurang tepat karena banyak individu yang mengidap diabetes tipe 2 dapat
ditangani dengan insulin. Pada diabetes melitus tipe 2, lebih banyak banyak wanita yang mengidap penyakit ini dibandingkan pria. c. Diabetes gestasional Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu diabetogenik. Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar 50% wanita pengidap ini tidak akan kembali ke status non diabetes setelah kehamilan berakhir. d. Tipe khusus lain Kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenali pada MODY. Diabetes subtipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan resisten tehadap insulin. Kelainan genetik telah dikenali dengan baik dalam empat bentuk mutasi dan bentuk fenotif yang berbeda (MODY 1, MODY 2, MODY 3, MODY 4). Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin berat dan akantosis negrikans.
6. Patofisiologi Diabetes Melitus a. Diabetes tipe I Pada tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati sehingga menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan) (Arisman, 2011). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Brunner & Suddarth, 2002). Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam
keadaan
(pemecahan
normal
glukosa
insulin
yang
mengendalikan
disimpan)
dan
glikogenolisis glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa
hambatan
dan
lebih
lanjut
akan
turut
menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan
perubahan
kesadaran,
koma,
bahkan
kematian
(Newsroom, 2009). b. Diabetes Tipe II Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terkaitnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Santosa, budi, 2007). Sehingga untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan di pertahankan pada tingkatan yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan dan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II. Namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian
diabetes
tipe
II
menimbulkan masalah (Suprajitno, 2004).
yang
tidak
terkontrol
7. Pathway Diabetes Mellitus DM Tipe I
DM Tipe II
Reaksi autoimun
Usia, genetik, obesitas dan lain-lain
Sel β pancreas hancur
Jumlah sel pankreas menurun Defisiensi insulin
Hiperglikemia dan gula darah meningkat
Osmosis diuresis
Metabolism protein menurun
Merangsang hipotalamus Menimbulkan lapar dan haus
Lipolisis meningkat
Gliserol dan asam lemak bebas meningkat
Aterosklerosis
Ketogenesis
Poliurin Polidipsi dan polifagi Dehidrasi Defisit nutrisi Hipovolemi
Ketidakstabilan kadar glukosa darah
Makrovaskuler Jantung
Miokard infark
Aktivitas turun Intoleransi aktivitas
Resiko cedera
Mikrovaskuler
Retina dan jaringan perifer Gangguan penglihatan dan luka perifer Gangguan integritas kulit/jaringan
8. Gejala Klinis Diabetes Melitus a. Diabetes Tipe I -
Hiperglikemia berpuasa
-
Glukosuria, diuresis osmotik
-
Keluhan TRIAS, yaitu kencing yang berlebihan (poliuri), rasa haus yang berlebihan (polidipsi), rasa lapar berlebihan (polifagia) dan penurunan berat badan
-
Keletihan dan kelemahan
-
Ketoasidosis
diabetik
(mual,
nyeri
abdomen,
muntah,
hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian) b. Diabetes Tipe II -
Intoleransi glukosa progresif
-
Keletihan
-
Poliuria ( peningkatan pengeluaran urin )
-
Polidipsia ( peningkatan rasa haus )
-
Luka pada kulit yang lama sembuh
-
Infeksi saluran kemih
-
Penglihatan kabur
9. Pemeriksaan Fisik Diabetes Melitus Pada penderita diabetes tipe I dilakukan pengkajian untuk memeriksa tanda-tanda ketoasidosis diabetik, yang mencakup pernapasan kusmaul, hipotensi ortostatik, latergi, mual, muntah dan nyeri abdomen. Pemeriksaan fisik selama episode hipoglikemik menunjukkan : a. Respon autonomic
o Berkeringat
o Gugup
o Palpitasi
o Pucat
o Tremor
o Lapar
b. Respon neuroglikopenik o Sakit kepala o Pening o Kacau mental o Peka rangsang o Kesulitan berkonsentrasi
o Kerusakan penilaian o Kelemahan dan kejang o Koma kasus berat
pada
Pasien diabetes tipe II dikaji untuk melihat adanya tandatanda sindrom HHNK, mencakup hipotensi, gangguan sensori, dan penurunan turgor kulit. Pasien dikaji untuk menemukan faktorfaktor fisik yang dapat mengganggu kemampuannya dalam mempelajari melakukan perawatan mandiri, seperti : a.
Gangguan penglihatan, pasien diminta untuk membaca angka atau tulisan pada spuit insulin, lembaran menu, surat kabar, atau bahan pelajaran
b.
Gangguan koordinasi motorik, pasien diobservasi pada saat makan atau mengerjakan pekerjaan lain atau pada saat menggunakan spuit atau lanset untuk menusuk jari tangannya
c.
Gangguan neurologis, misalnya, akibat stroke
10. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus a. Pemeriksaan hemoglobin glikosilasi Hemoglobin
glikosilasi
merupakan
pemeriksaan
darah
yang
mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata selama periode waktu 2 hingga 3 bulan. Nilai normal antara pemeriksaan yang satu dengan yang lainnya, serta keadaan laboratorium yang satu dan lainnya, memilikmi sedikit perbedaan dan biasanya berkisar dari 4% hingga 8%. b. Pemeriksaan urin untuk glukosa Pada saat ini, pemeriksaan glukosa urin hanya terbatas pada pasien yang tidak bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah. Prosedur yang umum dilakukan meliputi aplikasi urin pada strip atau tablet pereaksi dan mencocokkan warna pada strip dengan peta warna. c. Pemeriksaan urin untuk keton Senyawa-senyawa keton (atau badan keton) dalam urin merupakan sinyal yang memberitahukan bahwa pengendalian kadar glukosa darah pada diabetes tipe I sedang mengalami kemunduran. Senyawasenyawa keton tersebut bertumpuk dalam darah serta urin.
11. Terapi Diabetes Melitus a. Terapi Insulin Pada diabetes tipe I, pangkreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per oral (ditelan). Insulin disuntikkan di bawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha, atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri. b. Terapi Gizi Medis Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang (diabetes). Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. 12. Penatalaksanaan Diabetes Melitus a. Obat-obatan Obat hipoglikemik oral (OHO) diperlukan dalam pengobatan DM tipe 2 jika intervensi gaya hidup dengan diet dan latihan fisik tidak cukup untuk mengendalikan hipeglikemia. OHO terutama terdiri atas dua tipe, yaitu prevarat insulinotrropik dan insulin sensitizer. Golongan sulfonilurea sering kali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid, dan klopropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pangkreas dan meningkatkan efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin, tetapi meningkatkan respons tubuh terhadap insulin sendiri. Akabors bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa dalam usus. b. Latihan Fisik
Pengelolaan diabetes melitus (DM) yang meliputi 4 pilar, aktivitas fisik merupakan salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetes sebagai kegiatan sehari-hari, seperti misalnya : bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan kegiatan esok, kemuadian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM sehari-hari. B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas -
Identitas pasien : nama, no. RM, tanggal lahir, dll
-
Identitas penanggung jawab : nama dan hubungan dengan klien
b. Status Kesehatan -
Status kesehatan saat ini : merasa lemas
-
Status kesehatan masa lalu : apakah pernah masuk ke rumah sakit dengan kondisi gula darah yang tinggi
-
Riwayat penyakit keluarga : apakah ada keluarga yang menderita diabetes melitus
-
Diagnosa medis dan terapi : obat yang diberikan
c. Pola Kebutuhan Dasar -
Pola persepsi dan manajemen kesehatan : perilaku terhadap penanganan penyakit DM
-
Pola nutrisi-metabolik : pola makan dalam satu hari, biasanya nafsu makan meningkat, BB menurun
-
Pola aktivitas dan latihan : tidak dapat beraktivitas karena merasa lemas
-
Pola tidur dan istirahat : pola tidur pasien
d. Pengkajian Fisik
-
Keadaan umum : pasien merasa lemas, ada luka di perifer (jika komplikasi), nyeri pada luka perifer, dispnea dalam beraktivitas
-
Tanda-tanda vital : nadi teraba lemah
-
Keadaan fisik : pasien merasa lemas, sering lapar, haus, dan sering kencing, nyeri abdomen, turgor kulit menurun, dan membran mukosa pucat, pendarahan pada luka perifer, kemerahan pada luka perifer, hematoma pada luka perifer.
-
Pemeriksaan penunjang : gula darah meningkat
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul 1. Hipovolemia b.d kegagalan mekanisme regulasi d.d nadi teraba lemah, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, merasa lemah, mengeluh haus, konsentrasi urin meningkat 2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d resistensi insulin d.d lelah atau lesu, kadar glukosa dalam darah atau urin tinggi 3. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal, kram atau nyeri abdomen, nafsu makan menurun, membran mukosa pucat 4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh lelah, dispnea ssaat atau setelah aktivitas merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, sianosis 5. Risiko cedera dengan factor risiko hipoksia jaringan 6. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d neuropati perifer d.d kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit, nyeri, pendarahan, kemerahan, hematoma 3. Intervensi Keperawatan No.
Tujuan dan Kriteria
Dx 1
Hasil Setelah dilakukan
Manajemen Hipovolemia :
- Obeservasi tanda dan
tindakan keperawatan
- Periksa tanda dan gejala
gejala hipovolemi
Intervensi
Rasional
….x24 jam
hipovolemia (nadi teraba
- Observasi cairan
diharapkan
lemah, turgor kulit menurun,
- Jumlah cairan
hipovolemia dapat
membran mukosa kering,
- Cairan terpenuhi
teratasi dengan KH :
Kekuatan nadi
konsentrasi urine menurun)
- Pasien nyaman
(O)
- Edukasi banyak minum
sedang (dari 1 ke 3) - Monitor intake dan output
Perasaan lemah
- Memenuhi cairan
cairan (O)
menurun (dari 1 ke
- Hitung kebutuhan cairan (N)
3)
- Berikan asupan cairan oral (N)
Keluhan haus
- Posisikan tredelenburg (N)
sedang (dari 1 ke 3) - Anjurkan memperbanyak
Konsentrasi urine
cairan oral (E)
sedang (dari 1 ke 3) - Kolaborasi pemberian cairan
Membran mukosa
IV isotonis (C)
sedang (dari 1 ke 3) 2
Setelah dilakukan
Manajemen Hiperglikemia :
- Observasi kadar gula
tindakan keperawatan
- Monitor kadar gula darah jika
- Observasi tanda
….x24 jam diharapkan
perlu (O) - Monitor tanda dan gejala
ketidakstabilan kadar
hiperglikemia (3P, kelemahan,
glukosa darah dapat
malaise, pandangan kabur) (O)
teratasi dengan KH :
- Berikan asupan cairan oral (N)
Lelah/lesu menurun (dari 1 ke 5)
Kadar glukosa dalam darah sedang
- Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga (E) - Kolaborasi pemberian
hiperglikemi - Memenuhi cairan - Pijatan untuk turunkan gula darah - Refleksi untuk turunkan gula darah - Program diet - Menambah insulin
insulin, jika perlu (C)
(dari 1 ke 3)
3
Setelah dilakukan
Manajemen nutrisi :
- Monitor nutrisi
tindakan keperawatan
- Identifikasi status nutrisi (O)
- Observasi asupan makan
….x24 jam
- Monitor asupan makanan (O)
- Observasi berat badan
diharapkan defisit
- Monitor berat badan (O)
- Membersihkan mulut
nutrisi dapat teratasi
- Lakukan oral hygiene sebelum
- Menambah nafsu makan
dengan KH :
makan, jika perlu (N)
- Diet TKTP
Nyeri abdomen
- Membuat pasien nyaman
menurun (skala
menarik dan suhu yang sesuai
- Mengontrol diet
ringan : 1-3 ) (dari
(N)
- Kolaborasi tentang
1 ke 5) • Berat badan sedang (dari 1 ke 3) • Nafsu makan membaik (dari 1 ke 5) • Membran mukosa
4
- Sajikan makanan secara
- Berikan makanan tinggi kalori, dan tinggi protein. (N) - Anjurkan posisi duduk, jika mampu (E) - Ajarkan diet yang diprogramkan (E) - Kolaborasi dengan ahli gizi
membaik (lembab)
untuk menentukan jumlah
dari 1 ke 5)
kalori dan jenis nutrisi yang
Setelah dilakukan
dibutuhkan, jika perlu (C) Terapi aktivitas :
tindakan keperawatan
- Identifikasi defisit tingkat
….x24 jam
aktivitas (O)
diharapkan intoleransi - Libatkan keluarga dalam aktivitas dapat teratasi dengan KH : • Keluhan lelah
aktivitas jika perlu (N) - Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasikan otot (N)
menurun (dari 1 ke
Senam kaki diabetik :
5)
a. kaki menyentuh lantai
• Dispnea saat
b. jari-jari kedua belah kaki
beraktivitas
diluruskan keatas lalu
menurun (dari 1 ke
dibengkokkan kembali
5)
kebawah seperti cakar ayam
• Dispnea setelah beraktivitas (dari 1 ke 5) • Sianosis menurun (dari 1 ke 5)
nutrisi pasien
sebanyak 10 kali c. jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkatkan ke atas d. gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak
- Observasi aktivitas pasien - Dukungan keluarga dalam aktivitas pasien - Melancarakan kontaraksi otot - Edukasi akivitas yang harus dilakukan - Kolaborasi tentang perencanaan aktivitas pasien
10 kali e. gerakan jari-jari kedepan f. gerakkan ujung jari kaki kearah wajah g. putar kaki pada pergelangan kaki, tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara bergantian h. robek koran menjadi 2 bagian i. koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki j. letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh k. dengan kedua kaki menjadi bentuk bola. - Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih (E) - Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan memonitor program aktivitas (C)
5
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ….x24 jam diharapkan risiko
Pencegahan Cedera : - Identifikasi area lingkungan yang menyebabkan cedera (O) - Diskusikan mengenai latihan
cedera dapat teratasi
dan terapi fisik yang
dengan KH :
diperlukan (N)
Kejadian cedera
- Diskusikan mengenai alat
menurun (dari 1 ke
bantu mobilitas yang sesuai
5)
(N)
Luka/lecet
- Observasi area lingkungan - Diskusi aktivitas yang dilakukan - Diskusi alat bantu yang digunakan - Pengawasan pasien - Edukasi resiko jatuh
- Tingkatkan frekuensi observasi
menurun (dari 1 ke
dan pengawasan pasien, sesuai
5)
kebutuhan (N) - Jelaskan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga (E)
6
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ….x24 jam diharapkan gangguan integritas kulit /jaringan dapat teratasi dengan KH :
Kerusakan jaringan menurun (dari 1 ke 5)
Kerusakan lapisan kulit menurun (dari 1 ke 5)
Nyeri menurun (dari 1 ke 5)
Perdarahan menurun (dari 1
Perawatan Luka : - Monitor tanda-tanda infeksi (O) - Bersihkan dengan cairan NaCl (N) - Pasang balutan sesuai jenis luka (N) - Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri (E) - Kolaborasi pemberian antibiotik (C)
- Observasi tanda infeksi - Bersihkan luka - Balut luka - Edukasi merawat luka - Mencegah infeksi
ke 5)
Kemerahan menurun (dari 1 ke 5)
Hematoma menurun (dari 1 ke 5)
4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk pasien. Tindakan kepeawatan dilakukan dengan tujuan agar pasien mendapat asuhan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa atau keluhan dari pasien sehingga keluhan dapat teratasi. Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat. 5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan dengan Format SOAP. No. Dx 1
Evaluasi
Kekuatan nadi sedang (dari 1 ke 3)
Perasaan lemah menurun (dari 1 ke 3)
Keluhan haus sedang (dari 1 ke 3)
Konsentrasi urine sedang (dari 1 ke 3)
Membran mukosa sedang (dari 1 ke 3)
2
Lelah/lesu menurun (dari 1 ke 5)
Kadar glukosa dalam darah sedang (dari 1 ke 3)
3
Nyeri
abdomen
menurun
(skala
ringan : 1-3 ) (dari 1 ke 5)
4
Berat badan sedang (dari 1 ke 3)
Nafsu makan membaik (dari 1 ke 5)
Membran mukosa membaik (lembab)
(dari 1 ke 5) Keluhan lelah menurun (dari 1 ke 5) Dispnea
saat
beraktivitas
menurun (dari 1 ke 5) Dispnea
setelah
beraktivitas
(dari 1 ke 5) 5
Sianosis menurun (dari 1 ke 5) Kejadian cedera menurun (dari 1 ke 5)
6
Luka/lecet menurun (dari 1 ke 5) Kerusakan jaringan menurun (dari 1 ke 5)
Kerusakan lapisan kulit menurun (dari 1 ke 5)
Nyeri menurun (dari 1 ke 5)
Perdarahan menurun (dari 1 ke 5)
Kemerahan menurun (dari 1 ke 5)
Hematoma menurun (dari 1 ke 5) DAFTAR PUSTAKA
Handayani, Nur. 2015. Diabetes Melitus (DM). Diakses melalui http://eprints.ums.ac.id/33983/11/BAB%20II.pdf pada tanggal 14 November 2019.
Majid. 2016. Terapi Komplementer untuk Pasien DM. Tersedia pada scribd.com/document/329726859/Terapi-Komplementer-Pada-Klien-Dm. Diakses pada 14 Desember 2019. Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika. Robiul, dkk. 2015. Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Poliklinik Penyakit Dalam RS Tk II Dr. Soedjono Magelang. Universitas Padjajaran. Virna, dkk. 2016. Pengaruh Pijat Refleksi Kaki Terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di RSUD Ungaran. Fikes UNIMAS. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.