LP Edh [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EPIDURAL HEMATOMA (EDH) DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RUMAH SAKIT DAERAH dr. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER



oleh Laely Anggraeni, S.Kep. NIM 182311101038



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS KEPERAWATAN PROGRAM STUDI NERS Juli 2019 Jl. Kalimantan 37 Kampus Tegal Boto Jember 68121 Phone/Fak: (0331) 323450



A. KONSEP DASAR TEORI EPIDURAL HEMATOM (EDH) 1. Pengertian Epidural Hematom (EDH) Beberapa pengertian mengenai epidural hematoma (EDH) sebagai berikut: a. Epidural hematom adalah salah satu akibat yang ditimbulkan dari sebuah trauma kepala (Greenberg et al, 2013). b. Epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara durameter dan tubula interna/lapisan bawah tengkorak, dan sering terjadi pada lobus temporal dan pareteral. Kadang-kadang, hematoma epidural mungkin akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior (Smeltzer&Bare, 2014). c. Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency danbiasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar,sehingga menimbulkan perdarahan (Anderson, 2015).



Gambar Epidural Hematoma



2. Etiologi Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan pembuluh darah yang ada diantara durameter dan tulang tengkorak akibat benturan yang menyebabkan fraktur tengkorak seperti kecelakaan kendaraan dan trauma (Japardi, 2015). Perdarahan biasanya bersumber dari robeknya arteri meningica media (paling sering), vena diploica (karena fraktur kalvaria), vena emmisaria, dan sinus venosus duralis (Bajamal, 2017).



3. Tanda Dan Gejala Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada orang yang menderita epidural hematom diantaranya adalah mengalami penurunan kesadaran sampai koma secara mendadak dalam kurun waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, adanya suatu keadaan “lucid interval” yaitu diantara waktu terjadinya trauma kepala dan waktu terjadinya koma terdapat waktu dimana kesadaran penderita adalah baik, tekanan darah yang semakin bertambah tinggi, nadi semakin bertambah lambat, sakit kepala yang hebat, hemiparesis, dilatasi pupil yang ipsilateral, keluarnya darah yang bercampur CSS dari hidung (rinorea) dan telinga (othorea), susah bicara, mual, pernafasan dangkal dan cepat kemudian irregular, suhu meningkat, funduskopi dapat memperlihatkan papil edema (setelah 6 jam kejadian), dan foto rontgen menunjukan garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri meningea media atau salah satu cabangnya (Greenberg et al, 2013).



4. Patofisiologi Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau trauma atau fraktur pada kepala yang menyebabkan laserasi pada pembuluh darah arteri, khususnya arteri meningea media dimana arteri ini berada diantara durameter dan tengkorak daerah temporal. Rusaknya arteri menyebabkan perdarahan yang memenuhi epidural. Apabila perdarahan terus mendesak durameter, maka darah akan memotong atau menjauhkan daerah durameter dengan tengkorak, hal ini akan memperluas hematoma. Perluasan hematom akan menekan hemisfer otak dibawahanya yaitu lobus temporal ke dalam dan ke bawah. Seiring terbentuknya hematom maka akan memberikan efek yang cukup berat yakni isi otak akan mengalami herniasi. Herniasi menyebabkan penekanan saraf yang ada dibawahnya seperti medulla oblongata yang menyebabkan terjadinya penurunan hingga hilangnya kesadaran. Pada bagian ini terdapat nervus okulomotor yang menekan saraf sehingga menyebabkan peningkatan TIK, akibatnya terjadi penekanan saraf yang ada diotak (Japardi, 2015 dan Mcphee et al, 2014).



5. Pathway Non Trauma



Ekstra kranial



Trauma



Tulang kranial



Intra kranial



Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot, dan vaskuler Perdarahan Risiko syok



Peruba han sirkulas i CSS



Peningkatan TIK Gilus medialis lobus temporalis tergeser Herniasi unkus Mesenfalon tertekan Gangguan kesadaran



Gangguan suplai darah



Port de entry kuman



Jaringan otak rusak (kontusio laserasi) Meningkatkan mediator nyeri



-



Perubahann autoregulasi Oedem serebral



Risiko infeksi Nyeri akut



Iskemia



Kejang



Pnurunan RR Hipoksia Jaringan -



-



Mual Papilodema Pandangan kabur Penurunan fungsi pendengaran Nyeri kepala



Risiko cidera Imobilisasi



Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak Risiko kekurangan volume cairan



Pola Nafas Tidak Efektif



Inflamasi



Gangguan neurologis vokal



Pelepasan mediator kimia



Defisit neurologis



Eksudat purulen



Gangguan persepsi sensori



Akumulasi sekret Ketidakefektifan bersihan jalan nafas



Tonsil cerebrum bergeser Hambatan mobilitas fisik



Kompresi medula oblongata Supine terlalu lama



Kerusakan integritas kulit



6. Pemeriksaan Penunjang Menurut Doengoes (2015), pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada kasus epidural hematom yaitu sebagai berikut: 1. CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan primer dalam hal mengevaluasi trauma kepala. Sebuah epidural hematom memiliki batas yang kasar dan penampakan yang bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan biasanya merupakan lesi bikonveks dengan densitas tinggi yang homogen, tetapi mingkin juga tampok sebagai ndensitas yang heterogen akibat dari pencampuran antara darah yang menggumpal dan tidak menggumpal. 2. MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas karena mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi dalam pencitraan hematom dan cedera batang otak. 3. Angiografi serebral : untuk menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak karena edema dan trauma. 4. EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis. 5. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan/edema), dan adanya fragmen tulang. 6. BAER (brain auditory evoked respons) : untuk menentukan fungsi korteks dan batang otak. 7. PET (positron emmision topography): untuk menunjukan metabolisme otak. 8. Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid. 9. AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang meningkatkan TIK.



7. Penatalaksanaan Epidural Hematom Penatalaksanaan epidural hematom terdiri dari: a. Terapi Operatif. Terapi operatif



bisa menjadi penanganan darurat yaitu dengan melakukan



kraniotomi. Terapi ini dilakukan jika hasil CT Scan menunjukan volume perdarahan/hematom sudah lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 cm atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom untuk menghentikan sumber perdarahan



sedangkan tulang kepala dikembalikan. Jika saat operasi tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan (Bajamal, 1999). b. Terapi Medikamentosa. Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) mengelevasikan kepala pasien 30o setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau posisikan trendelenburg terbalik untuk mengurangi TIK. 2) Berikan dexametason (pemberian awal dengan dosis 10 mg kemudian dilanjutkan dengan dosis 4 mg setiap 6 jam). 3) Berikan manitol 20% untuk mengatasi edema serebri. 4) Berikan barbiturat untuk mengatasi TIK yang meninggi.



8. Pengkajian a. Pengkajian Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera meliputi : Data yang perlu dikaji 1. Identitas klien meliputi: a) Nama b) Umur: EDH biasanya sering terjadi pada usia produktif dihubungkan enganangka kejadian kecelakaan yang rata-rata sering dialami oleh usia produktif c) Jenis kelamin: EDH dapat terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan d) Agama e) Pendidikan f)



Alamat



g) Pekerjaan h) Status perkawinan 2. Riwayat kesehatan: a) Diagnosa medis, b) Keluhan utama: keluhan utama biasanya nyeri kepala setelah kecelakaan, dapat menjadi lucid interval (kehilangan kesadaran secara mendadak) ketika EDH tidak ditangani dengan segera.



c) Riwayat penyakit sekarang berisi tentang kejadian yang mencetuskan EDH, kondisi paseien saat ini serta uapaya yang sudah dilakukan pada pasien. d) Riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan, riwayat penyakit keluarga 3. Genogram 4. Pengkajian Keperawatan (11 pola Gordon) 5. Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum, tanda vital b) Breathing Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas. c) Blood Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi



rangsangan



parasimpatik



ke



jantung



yang



akan



mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,takikardia yang diselingi dengan bradikardia,disritmia). d) Brain Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi : a) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).



b) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia. c) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata. d) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh. e) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma. f) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan. Pengkajian saraf kranial : Pengkajian saraf kranial yang ditemui pada Epidural Hematom : 1) Saraf I : klien akan mengalami gangguan penciuman/anosmia unilateral dan bilateral 2) Saraf II : klien yang mengalami hematom palpebra akan mengalami penurunan lapang pandang dan mengganggu fungsi saraf optikus 3) Saraf III, IV, dan VI : klien mengalami gangguan anisokoria 4) Saraf V : klien mengalami gangguan koordinasi kemampuan dalam mengunyah 5) Saraf VII : persepsi pengecapan mengalami perubahan 6) Saraf VIII ; pendengaran mengalami perubahan 7) Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan dalam membuka mulut 8) Saraf XI : klien tidak mampu mobilisasi 9) Saraf XII : indra pengecapan mengalami perubahan e) Blader Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi. f) Bowel Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguanmenelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi. g) Bone Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat



pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.



9. Diagnosa 1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak 2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, 3) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, penekanan reseptor nyeri 4) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret 5) Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran 6) Resiko kerusakan integritas kulit berhubuingan dengan imobilisasi dalam waktu yang lama 7) Mual berhubungan dengan distres pada lambung



Rencana asuhan keperawatan (kriteria hasil, intervensi, rasional)



No. 1.



Diagnosa



Tujuan



Intervensi



Risiko



NOC: Tissue Perfusion: Cerebral



NIC:



ketidakefejtifan



Kriteria hasil:



Circulatory Precaution



perfusi



jaringan 1. Menunjukkan



perfusi



membaik TD dalam batas normal,



berhubungan dengan



tidak ada keluhan sakit kepala.



darah ke otak



1. Mengetahui status sirkulasi perifer dan adanya kondisi



jaringan 1. Kaji sirkulasi perifer secara komprehensif (nadi perifer,



serebral



penurunan



Rasional



aliran 2. Tanda-tanda vital stabil



edema, CRT, warna, dan suhu ekstremitas)



2. Mengetahui



2. Kaji kondisi ekstremitas meliputi kemerahan, nyeri, atau pembengkakan



abnormal pada tubuh adanya



perubahan akibat gangguan sirkulasi perifer



3. Tidak menunjukkan adanya gangguan 3. Hindarkan cedera pada area dengan perfusi yang 3. Menghindari cedera untuk perfusi



meliputi



disorientasi,



kebingungan, maupun nyeri kepala



minimal 4. Hindarkan



meminimalkan luka klien



dari



posisi



trendelenberg



meningkatkan TIK



yang 4. Posisi trendelenberg akan meningkatkan



5. Hindarkan adanya penekanan pada area cedera



sehingga



6. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program



kondisi klien



TIK memperparah



7. Health education tentang keadaan dan kondisi pasien 5. Mengurangi kepada keluarga 8. Kolaborasi pemberian terapi medikamentosa



agar



perfusi



penekanan tidak



terganggu 6. Obat-obatan meningkatkan perfusi



untuk sattus



7. Mengurangi



kecemasan



keluarga 8. Membantu



mempercepat



kesembuhan klien 2.



Ketidakefektifan pola



Respiratory status : Ventilation



Respiratory monitoring



nafas Status sistem pernapasan : ventilasi



berhubungan dengan Pola



napas



pasien



adekuat



ditandai



1. Monitor kecepatan, frekuensi, kedalaman dan kekuataan ketika pasien bernapas



kerusakan



dengan:



2. Monitor hasil pemeriksaan rontgen dada



neuromuskuler



1. Pasien bernapas tanpa kesulitan



3. Monitor suara napas pasien



2. Menunjukkan perbaikan pernapasan



4. Kaji dan pantau adanya perubahan dalam pernapasan



3. Paru-paru bersih pada pemeriksaan



5. Monitor sekret yang dikeluarkan oleh pasien



auskultasi 4. Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas normal



6. Health education tentang keadaan dan kondisi pasien kepada keluarga 7. Kolaborasi pemberian terapi medikamentosa



1. Mengetahui



kondisi



pernapasan pasien 2. Mengetahui keadaaan paru dan jantung pasien 3. Mengetahui



suara



napas



pasien 4. Mengetahui kondisi pasien untuk menentukan intervensi selanjutnya sesuai indikasi 5. Untuk



memantau



kondisi



pasien (suara napas pasien) untuk menentukan intervensi sesuai indikasi 6. Mengurangi



kecemasan



keluarga 7. Membantu klien



penyembuhan



3



Ketidakefektifan



NOC :



NIC :



bersihan jalan napas 1. Respiratory status : Ventilation



Airway suction



berhubungan dengan 2. Respiratory status : Airway patency



1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning



akumulasi sekret



3. Aspiration Control



2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.



mencegah



Kriteria Hasil :



3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning



sputum



1. Menjaga



1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan. suara nafas yang bersih, tidak ada 5. Berikan sianosis



dan



mengeluarkan



dyspneu



(mampu



sputum,



O2



dengan



menggunakan



nasal



oral



penumpukan



2. Mengetahui ada tidaknya untuk



memfasilitasi suksion nasotrakeal



mampu 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan



bernafas dengan mudah, tidak ada 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah pursed lips)



kebersihan



kateter dikeluarkan dari nasotrakeal



2. Menunjukkan jalan nafas yang paten 8. Monitor status oksigen pasien



sputum 3. Informed consent tindakan 4. Menampung



O2



sebagai



cadangan 5. O2



masih



ada



untuk



pernapasan



(klien tidak merasa tercekik, irama 9. Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien 6. Mencegah infeksi nafas,



frekuensi



pernafasan



dalam



menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.



rentang normal, tidak ada suara nafas Airway Management abnormal) 3. Mampu mencegah



7. Memberikan waktu pasien untuk istirahat



1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw 8. Mengetahui status oksigen mengidentifikasikan factor



menghambat jalan nafas



yang



dan



thrust bila perlu



dapat 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu



pasien 9. Mencegah hipoksia berlebihan



yang



5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8. Lakukan suction pada mayo



1. Membuat jalan napas paten



9. Berikan bronkodilator bila perlu



2. Memposisikan



10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab



yang



nyaman untuk ventilasi



11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 3. Mengetahui status respirasi 12. Monitor respirasi dan status O2



pasien adekuat atau tidak 4. Membantu



jalan



napas



supaya paten 5. Membantu



mengeluarkan



sputum 6. Mencegah



penumpukan



sputum didalam paru 7. Mengetahui adanya suara tambahan 8. Mencegah jalan napas tidak buntu 9. Vasodilatasi paru 10. Mencegah berlebihan



gesekan



yang



11. Menjaga balance cairan 12. Mengetahui status oksigen pasien 4



Ketidakseimbangan



NOC :



pemenuhan



1. Nutritional Status : Food and Fluid Nutrition Management



kebutuhan kurang kebutuhan



nutrisi



Intake



dari Kriteria Hasil :



NIC :



1. Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa 1. Memenuhi kebuthan nutrisi lambung setiap akan memberikan makanan



tubuh 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai 2. Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat



berhubungan dengan



dengan tujuan



3. Catat makanan yang masuk



penurunan kesadaran 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi 4. Kaji cairan gaster, muntahan badan



5. Health education tentang diet dengan keluarga



pasien 2. Untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan aspirasi 3. Mengetahui jumlah intake harian pasien



3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan 6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang 4. Mengetahui nutrisi



sesuai dengan kondisi pasien



4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi



adanya



tidaknya



perdarahan



gastrointestinal



5. Tidak terjadi penurunan berat badan



5. Meningkatkan pengetahuan



yang berarti



keluarga 6. Memenuhi



kebutuhan



nutrisi harian pasien



5.



Nyeri



akut NOC :



berhubungan dengan - Pain level



NIC : Pain Management



a. Membantu menentukan



dalam status



nyeri



terputusnya



- Pain control



a. Kaji karakteristik pasien secara PQRST



pasien dan menjadi data



kontinuitas jaringan



- Comfort level



b. Lakukan manajemen nyeri sesuai skala nyeri misalnya



dasar untuk intervensi dan



Kriteria hasil: a. Mampu



pengaturan posisi fisiologis mengontrol



nyeri



(tahu



c. Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas dalam dan distraksi



monitoring



keberhasilan



intervensi



penyebab nyeri, mampu menggunakan



pada saat rasa nyeri datang (jika pasien sadar dan b. Meningkatkan rasa nyaman



teknik



kooperatif)



nonfarmakologi



untuk



mengurangi nyeri)



d. Beri manajemen sentuhan berupa pemijatan ringat pada



b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri c. Mampu



mengenali



nyeri



(skala,



intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang



area sekitar nyeri e. Kolaborasi dengan pemberian analgesik secara periodik



dengan mengurangi sensasi tekan pada area yang sakit c. Hipoksemia



lokal



dapat



menyebabkan rasa nyeri dan peningkatan suplai oksigen pada



area



nyeri



dapat



membantu menurunkan rasa nyeri d. Meningkatkan respon aliran darah pada area nyeri dan merupakan



salah



satu



metode pengalihan perhatian e. Mempertahankan kadar obat dan



menghindari



periode nyeri



puncak



B. KONSEP VENTILATOR MEKANIK 1.



Ventilator Mekanik/ Ventilator Ventilator (mechanical ventilation) adalah alat yang digunakan untuk



membantu pasien yang mengalami gagal napas. Pada prinsipnya ventilator adalah suatu alat yang bisa menghembuskan gas (dalam hal ini oksigen) ke dalam paruparu pasien. Saat menghembuskan gas, ventilator bisa tidak tergantung otot pernapasan (ventilator menggantikan sepenuhnya kerja otot pernapasan), atau ventilator bersifat membantu otot pernapasan sehingga kerja otot pernapasan diperkuat. Jumlah gas yang ditiupkan tergantung dengan pengaturan yang kita kehendaki.Ventilator, dikenal juga dengan istilah respirator, merupakan alat bantu mekanik yang mempertahankan udara dapat mengalir ke dalam paru-paru. Banyak orang mengenal penggunaaan ventilator pada rumah sakit, sepeti di ICU, dimana penggunaan ventilator akut dan kompleks banyak dijumpai. Ventilasi mekanik mengambil alih proses ventilasi dan memudahkan pernapasan dengan membantu otot pernapasan yang mengalami paralisis. Otot abdomen juga penting dalam proses ekspirasi dan batuk. Otot ekspirasi pernapasan yang lemah menghasilkan batuk yang lemah juga ketidakmampuan pengeluaran sekret yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan dan penumonia



2.



Tipe Ventilator



a. Ventilator Volume-Konstan



Ventilator ini memberikan gas dalam volume yang diatur sebelumnya kepada pasien, biasanya melalui piston pengatur bermotor dalam sebuah silinder atau peniup bermotor. Curah dan frekuensi pompa dapat disesuaikan untuk memberi ventilasi yang diperlukan. Rasio inspirasi terhadap waktu ekspirasi dapat dikendalikan oleh mekanisme kenop khusus. Oksigen dapat ditambahkan ke udara inspirasi sesuai keperluan, dan sebuah pelembab dimasukkan dalam sirkuit. Ventilator volume-konstan adalah mesin kuat dan dapat diandalkan yang cocok untuk ventilasi jangka lama. Alat ini banyak digunakan dalam anestesia. Alat ini memiliki keuntungan dapat mengetahui volume yang diberikan ke pasien walaupun terjadi perubahan sifat elastik



paru atau dinding dada maupun peningkatan resistensi jalan napas. Kekurangannya adalah dapat terjadi tekanan tinggi. Akan tetapi, dalam praktik sebuah katup pengaman aliran mencegah tekanan mencapai tingkat berbahaya. Memperkirakan ventilasi pasien dari volume stroke dan frekuensi pompa dapat menyebabkan kesalahan penting karena kompresibilitas gas dankebocoran, dan lebih baik mengukur ventilasi ekspirasi dengan spirometer. b. Ventilator Tekanan-Konstan



Ventilator ini memberi gas pada tekanan yang diatur sebelumnya



dan



merupakan mesin yang kecil dan relatif tidak mahal. Alat ini tidak memerlukan tenaga listrik, tetapi bekerja dari sumber gas terkompresi bertekanan minimal 50 pon/inci persegi. Kekurangan utamanya, yaitu jika digunakan sebagai metode tunggal ventilasi, volume gas yang diberikan dipengaruhi perubahan komplians paru atau dinding dada. Peningkatan resistensi jalan napas juga dapat mengurangi ventilasi karena mungkin tidak cukup waktu untuk menyeimbangkan tekanan yang terjadi antara mesin dan alveoli. Oleh karena itu, volume ekspirasi harus dipantau. Ini sulit pada beberapa ventilator. Kekurangan lain ventilator tekanan-konstan adalah konsentrasi oksigen inspirasinya bervariasi sesuai kecepatan aliran inspirasi. Ventilator tekanan-konstan kini terutama digunakan untuk “ventilasi bantuantekanan”, yaitu membantu pasien yang diintubasi mengatasi peningkatan kerja napas yang terjadi karena slang endotrakeal yang relatif sempit. Pemakaian dengan cara ini berguna untuk melepaskan pasien dari ventilator, yaitu peralihan dari ventilasi mekanik ke ventilasi spontan. c. Ventilator Tangki



Ventilator tipe (1) dan (2) adalah ventilator tekanan-positif karena memberi tekanan positif ke jalan napas. Sebaliknya, respirator tangki memberi tekanan negatif (kurang dari atmosferik) ke luar dada dan tubuh lain, kecuali kepala. Ventilator tangki terdiri dari sebuah kotak kaku (“paru besi”) yang dihubungkan dengan pompa bervolume besar, bertekanan rendah yang mengendalikan siklus pernapasan.



Ventilator tangki tdak lagi digunakan



dalam penanganan gagal napas akut karena membatasi akses ke pasien, ukuran besar, dan tidak nyaman. Alat ini dipergunakan secara luas untuk ventilasi pasien dengan penyakit neuromuskular kronik yang perlu diventilasi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sebuah modifikasi ventilator tangki adalah perisai yang pas di atas toraks dan abdomen serta menghasilkan tekanan negatif. Ini biasanya dicadangkan bagi pasien yang sudah sembuh parsial dari gagal napas neuromuskular. d. Patient-Cycled Ventilators



Pada ventilator ini, fase inspirasi dapat dipicu oleh pasien ketika ia melakukan upaya inspirasi. Istilah “ventilasi bantuan” terkadang diberikan untuk cara kerja ini. Banyak ventilasi tekanan-konstan memiliki kemampuan ini. Ventilator ini berguna pada terapi pasien yang sembuh dari gagal napas dan sedang dilepas dari penggunaan ventilasi terkendali.



3.



Pola Ventilasi



a. Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV) Intermittent



Positive Pressure Ventilation (IPPV) terkadang disebut



pernapasan tekanan positif intermiten (Intermitten Positive Pressure Breathing/IPPB) dan merupakan pola umum berupa pengembangan paru oleh penerapan tekanan positif ke jalan napas dan dapat mengempis secara pasif pada FRC. Dengan ventilator modern, variabel utama yang dapat dikendalikan meliputi volume tidal, frekuensi napas, durasi inspirasi versus ekspirasi, kecepatan aliran inspirasi, dan konsentrasi oksigen inspirasi. Pada pasien dengan obstrksi jalan napas, perpanjangan waktu ekspirasi memiliki keuntungan karena daerah paru dengan konstan waktu yang lama akan memiliki waktu untuk mengosongkan diri. Di sisi lain, tekanan jalan napas positif yang lama dapat mengganggu aliran balik vena ke toraks. Umumnya, dipilih frekuensi yang relatif rendah dan waktu ekspirasi yang lebih besar dari inspirasi, tetapi setiap pasien memerlukan perhatian yang berbeda-beda.



b. Positive End-Expiratory Pressure (PEEP) Pada pasien ARDS, perbaikan PO2 arterial yang besar sering kali dapat dicapai dengan mempertahankan tekanan jalan napas positif yang kecil pada akhir ekspirasi. Nilai sekecil 5 cm H2O sering kali bermanfaat. Akan tetapi, tekanan setinggi 20 cm H2O atau lebih kadang kala digunakan. Katup khusus tersedia untuk memberi tekanan. Keuntungan PEEP adalah alat ini memungkinkan



konsentrasi



oksigen



inspirasi



diturunkan



sehingga



mengurangi risiko toksisitas oksigen. Beberapa mekanisme mungkin berperan pada peningkatan PO arterial yang dihasilkan dari PEEP. Tekanan positif meningkatkan FRC, yang tipikalnya kecil pada pasien ini karena pengingkatan rekoil elastik paru. Volume paru yang kecil menyebaban penutupan jalan napas dan ventilasi intermiten (atau tidak ada ventilasi sama sekali) di beberapadaerah, terutama di daerah dependen, dan absorpsi atelektasis. PEEP cenderung membalikkan perubahan ini. Pasien dengan edema jalannapasnya juga mendapat keuntungan, mungkin karena cairan bregeser kedalam jalan napas perifer kecil atau alveoli, memungkinkan beberapa daerah paru diventilasi ulang.



Terkadang, penambahan PEEP yang terlalu besar menurunkan PO arteri, bukan meningkatkannya. Mekanisme yang mungkin meliputi: 1) curah jantung sangat menurun, yang menurunkan PO2dalam darah vena campuran dan PO2; 2) penurunan ventilasi daerah berperfusi baik (karena peningkatan ruang mati dan ventilasi ke daerah berperfusi buruk); 3) peningkatan aliran darah dari daerah berventilasi ke tidak berventilasi olehpeningkatan tekanan jalan napas. Akan tetapi, efek PEEP membahayakanini pada PO2 ini jarang terjadi.PEEP cenderung menurunkan curah jantung dengan menghambat aliran



balik



vena



ke



toraks,



terutama



jika



volume



darah



yang



bersirkulasimenurun karena perdarahan atau syok. Oleh karena itu, nilainya tidakboleh diukur dari efeknya pada PO2 arteri saja, tetapi bersamaan dengan jumlah total oksigen yang dikirim ke jaringan. Hasil dari konsentrasioksigen arterial dan curah jantung merupakan indeks yang berguna karenaperubahan padanya akan mengubah PO2 inspirasi menurun. Dapat menurunkan curah jantung dengan menghambat aliran balik vena PEEP tingkat tinggi dapat merusak kapiler paru darah vena campuran dankemudian PO2banyak jaringan. Beberapa dokter menggunakan kadar POdalam darah vena campuran sebagai panduan untuk tingkat optimal PEEP. Dalam keadaan tertentu, pemasangan PEEP menyebabkanpenurunan seluruh konsumsi oksigen pasien. Konsumsi oksigen menurunkarena perfusi di beberapa jaringan sangat marginal sehingga jika alirandarahnya menurun lagi, jaringan tidak dapat mengambil oksigen danmungkin mati perlahan. Bahaya PEEP tingkat tinggi yang lain adalah kerusakan padakapiler paru akibat regangan tinggi pada dinding alveolar. Dindingalveolar dapat dianggap sebagai benang kapiler. Tegangan tingkat tinggimeningkatkan stres pada dinding kapiler yang menyebabkan robekan padaepitel alveolar, endotel kapiler, atau semua lapisan dinding. c. Continious Positive Airway Pressure (CPAP) Beberapa pasien yang sedang disapih dari ventilator bernapas spontan, tetapi masih diintubasi. Pasien demikian mendapat keuntungandari tekanan positif yang diberikan kontinu ke jalan napas melalui sistemkatup pada ventilator.



Perbaikan oksigenasi dihasilkan dari mekanismeyang sama seperti PEEP. Suatu bentuk CPAP telah digunakan secarasukses dalam ARDS. CPAP bentuk lain berguna untuk menanganigangguan pernapasan saat tidur yang disebabkan oleh obstruksi jalannapas atas. Di sini, peningkatan tekanan diberikan melalui masker wajahyang dipakai sepanjang malam. d. Intermittent Mandatory Ventilation (IMV) Ini merupakan modifikasi IPPV, yaitu pemberian volume tidal besar pada interval yang relatif jarang kepada pasien diintubasi yangbernapas spontan. IMV sering dikombinasi dengan PEEP atau CPAP. Polaini berguna untuk menyapih ventilator dari pasien, dan mencegah oklusijalan napas atas pada apnea tidur obstruktif dengan menggunakan CPAPnasal pada malam hari. e. Ventilasi Frekuensi Tinggi Gas darah dapat dipertahankan normal dengan ventilasi tekanan positif berfrekuensi tinggi (sekitar 20 siklus/detik) dengan volumesekuncup yang rendah (50-100 ml). Paru digetarkan bukan dikembangkanseperti cara konvensional, dan transpor gas terjadi melalui kombinasidifusi dan konveksi. Salah satu pemakaiannya adalah pada pasien yangmengalami kebocoran gas dari paru melalui fistula bronkopleura.



4. Indikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik Adapun indikasi pemasangan ventilasi mekanik dibagi atas:



5. Fase dalam pernapasan dengan ventilator Fase bernapas dengan ventilator adalah sebagai berikut: a. Awal bernapas (initiating/triggering) Awal bernapas bisa terjadi secara otomatiskarena pengaturan waktu pada ventilator (machinetriggering) atau atas picuan (rangsangan/usahabernapas) pasien yang merangsang mesin (patienttriggering) sehingga mesin memulai menghembuskan gas ke pasien. Rangsangan napas dari pasien bisa atas dasar perubahan flow atau tekanan yang terjadi pada mesin. Perubahan flow atau tekanan berapa yang bisa merangsang mesin (sensitivity/trigger) tergantung pengaturan kita. Artinya bisa dibuat lebih sensitif atau kurang sensitif. b. Pembatasan variabel (limitation) Selama inspirasi, beberapa variabel (volume,tekanan atau flow) akan terbatasi dan tetap dipertahankan (sesuai dengan pengaturan) sebelum inspirasi berakhir. c. Siklus perpindahan (cycling) Cycling adalah perpindahan dari fase inspirasi ke fase awal ekspirasi. Perpindahan ini akan terjadisesuai dengan pengaturan. Pengaturan tersebut bisaberdasar atas waktu (time cycle), tekanan (pressurecycle), volume (volume cycle) atau aliran udara (flowcycle). Time cycle, artinya fase inspirasi berakhir setelah alokasi waktu inspirasi berdasarkan pengaturan sudah terlampaui.Pressure/volume cycle, artinya inspirasi berakhir setelah tidak ada flow yang masuk (flow berhenti). Flow akan berhenti kalau pressure/volume sesuaipengaturan sudah tercapai.Flow cycle, artinya inspirasi berakhir kalauflow mencapai pengaturan yang dibuat. Agar lebihmenyelaraskan dengan pola napas pasien, pengaturanpada flow cycle bisa diatur berbeda dengan



pengaturanpabrik.



Pengaturan



ini



sering



disebut



sebagai



ETS(expiratory trigger sensitivity) atau inspiratorycycling off. Misalnya pengaturan ETS 40%, artinyabila flow mencapai 40% dari peak flow maka akanterjadi cycling. Pengaturan pabrik biasanya 25%.



6. Pengaturan Ventilasi Mekanik ( Setting) Parameter yang harus ditetapkan sangat bervariasi tergantung pada modeventilasi yang digunakan. Beberapa parameter tersebut antara lain: a. Laju pernapasan (respiratory rate), Rentang laju pernapasan yang digunakan pada ventilator mandatori cukup luas. Hal ini tergantung pada nilai sasaran ventilasi semenit (minute ventilation) yang berbeda-beda pada tiap individu maupun kondisi klinis tertentu. Secara umum, rentang laju pernapasan berkisar antara 4 sampai 20 kali tiap menit dan pada sebagian besar pasien-pasien yang stabil, berkisar antara 8 sampai 12 kali tiap menit. Pada pasien dewasa dengan sindroma distres pernapasan akut, penggunaan volume tidal yang rendah harus diimbangi dengan peningkatan laju pernapasan sampai 35 kali tiap menit untuk mempertahankan ventilasi semenit yang adekuat.  Volume tidal Pada beberapa kasus, volume tidal harus lebih rendah terutama pada sindroma distres pernapasan akut. Pada saat mengatur volume tidal pada mode tertentu, perkiraan kasarnya berkisar antara 5 sampai 8 ml/kg berat badan ideal. Pada pasien dengan paru-paru normal yang terintubasi karena alasan tertentu, volume tidal yang digunakan sampai 12 ml/kg berat badan ideal. Volume tidal harus disesuaikan sehingga dapat mempertahankan tekanan plato di bawah 35 cm H2O. Tekanan plato ditentukan dengan manuver menahan napas selama inspirasi yang disebut dengan istilahtekanan alveolar akhir inspirasi pada pasien-pasien yang direlaksasi. Peningkatan tekanan plato tidak selalu meningkatkan risiko barotrauma. Risiko tersebut ditentukan oleh tekanan transalveolar yang merupakan hasil pengurangan antara tekanan alveolar dengan tekanan pleura. Pada pasien-pasien dengan edema dinding dada, distensi abdomen atau asites, komplians dinding dada menurun. Hal ini menyebabkan tekanan pleura meningkat selama pengembangan paru. Peningkatan tekanan transalveolar jarang terjadi pada pasien yang memiliki komplians paru yang normal.



 Tekanan inspirasi Pada



ventilasi



tekanan



terkontrol



(PCV)



dan



ventilasi



pressuresupport,tekanan inspirasi diatur sedemikian rupa sehingga tekanan platokurang atau sama dengan 35 cm H2O. Volume tidal juga harusdipertahankan pada rentang yang telah ditetapkan sebelumnya.  Fraksi oksigen terinspirasi (FiO2) Pada sebagian besar kasus, FiO2harus 100% pada saat pasiendiintubasi dan dihubungkan dengan ventilator untuk pertama kali. Ketikapenempatan pipa endotrakea sudah ditetapkan dan pasien telah distabilisasi,FiO2harus diturunkan sampai konsentrasi terendah yang masih dapatmempertahankan saturasi oksigen hemoglobin , karena konsentrasi oksigenyang tinggi dapat menyebabkan



toksisitas



pulmonal.



Tujuan



utama



ventilasiadalah



mempertahankan nilai saturasi 90 % atau lebih. Kadang-kadang nilaitersebut bisa berubah, misalnya pada keadaan-keadaan yang membutuhkansuatu proteksi terhadap paru-paru dari volume tidal, tekanan dan konsentrasioksigen yang terlalu besar. Pada keadaan ini, target saturasi oksigen dapatditurunkan sampai 85% saat faktor-faktor yang berperan pada penyaluranoksigen sedang dioptimalkan.  Tekanan positif akhir ekspirasi (Postive end-expiratory pressure/PEEP) Sesuai dengan namanya, PEEP berfungsi untuk mempertahankantekanan positif jalan napas pada tingkatan tertentu selama fase ekspirasi.PEEP dibedakan dari tekanan positif jalan napas kontinyu (continuouspositive airway pressure/ CPAP) berdasarkan saat digunakannya. PEEPhanya digunakan pada fase ekspirasi, sementara CPAP berlangsung selamasiklus respirasi.Penggunaan PEEP selama ventilasi mekanik memiliki manfaaat yang potensial. Pada gagal napas hipoksemia akut, PEEP meningkatkan tekanan alveolar rata-rata, meningkatkan area reekspansi atelektasis dan dapat mendorong cairan dari ruang alveolar menuju interstisial sehingga memungkinkan alveoli yang sebelumnya tertutup atau terendam cairan, untuk berperan serta dalam pertukaran gas. Pada edema kardiopulmonal PEEP dapat mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri sehingga



memperbaiki kinerja jantung.Pada gagal napas hiperkapnea yang disebabkan oleh obstruksi jalan napas, pasien sering mengalami kekurangan waktu untuk ekspirasi sehingga menimbulkan hiperinflasi dinamik. Hal ini menyebabkan timbulnya autoPEEP yaitu tekanan akhir ekspirasi alveolar yang lebih tinggi dari tekanan atmosfer. Bila didapatkan auto-PEEP, maka dibutuhkan pemicu ventilator (trigger) berupa tekanan negatif jalan napas yang lebih tinggi dari sensitivitas pemicu maupun autoPEEP. Jika pasien tidak mampu mencapainya, maka usaha inspirasi menjadi sia-sia dan dapat meningkatkan kerja pernapasan (work of breathing).



Pemberian PEEP dapat mengatasi hal ini karena dapat



mengurangi auto-PEEP dari tekanan negatif total yang dibutuhkan untuk memicu ventilator. Secara umum, PEEP ditingkatkan secara bertahap sampai usaha napas pasien dapat memicu ventilator secara konstan hingga mencapai 85% dari auto-PEEP yang diperkirakan.  Sensitivitas Pemicu (trigger sensitivity) Sensitivitas pemicu adalah tekanan negatif yang harus dihasilkan olehpasien untuk memulai suatu bantuan napas oleh ventilator. Tekanan ini harus cukup rendah untuk mengurangi kerja pernapasan, namun juga harus cukup tinggi untuk menghindari



sensitivitas yang berlebihan



terhadap usaha napas pasien. Tekanan ini berkisar antara -1 sampai -2 cmH2O. Pemicu ventilator ini timbul bila aliran napas pasien menurun 1 sampai 3 l/menit.  Laju aliran (flow rate) Hal ini sering dilupakan pada mode yang bersifat volume-target. Laju aliran



ini



penting



terutama



untuk



kenyamanan



pasien



karena



mempengaruhi kerja pernapasan, hiperinflasi dinamik dan auto-PEEP. Pada sebagian besar ventilator, laju aliran diatur secara langsung. Pada ventilator lainnya, misalnya Siemen 900 cc, laju aliran ditentukan secara tidak langsung dari laju pernapasan dan I:E ratio. Contohnya adalah sebagai berikut: a. Laju pernapasan



= 10



b. Waktu siklus respirasi = 6 detik c. I:E ratio



= 1:2



d. Waktu inspirasi



= 2 detik



e. Waktu ekspirasi



= 4 detik



f. Volume tidal



= 500 ml



g. Laju aliran



= volume/ waktu inspirasi = 500 ml tiap 2 detik



 Perbandingan waktu inspirasi terhadap waktu ekspirasi Sejalan dengan laju aliran inspirasi, ahli terapi respirasi mengatur I:E ratio tanpa permintaan dari dokter. Tetapi para klinisi dituntut untuk mengerti tentang perubahan ini yang dapat mempengaruhi mekanika sistem respirasi dan kenyamanan pasien. I:E ratio yang umum digunakan adalah 1:2. Pada gagal napas hipoksemia akut, perbandingan ini dapat meningkat dengan adanya pemanjangan waktu inspirasi, tekanan jalan napas rata-rata atau alveoli yang terisi cairan yang dapat memperbaiki oksigenasi. Pada hipoksemia berat, I:E ratio kadang-kadang terbalik menjadi 2:1, sehingga kewaspadaan harus dipertahankan untuk mengatasi akibat yang merugikan terhadap hemodinamik dan integritas paru-paru.



7. Komplikasi



DAFTAR PUSTAKA Bruner & Sudart. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Carpenito, Lynda Juall. 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC. Herdman, T. H. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta: EGC. Life Support Seventh Edition.Indonesia: Ikabi Bulecheck, Gloria M et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Amsterdam: Elsevier Mosby Mansjoer, Arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Moorhead, Sue et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC).Amsterdam: Elsevier Mosby Muttaqin, Arif. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika. Nurarif, A.H. & Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Kepreawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing Price, Sylvia Anderson. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. Sloane, Ethel. 2013. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC