LP Epilepsi Windy [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STIKES HUTAMA ABDI HUSADA TULUNGAGUNG PRODI NERS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASEIEN DENGAN KASUS EPILEPSI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PUTRA WASPADA TULUNGAGUNG



Mahasiswa :



PUSPITA WNDY APRIANTI NIM: A3R21040



PEMBIMBING AKADEMIK



(Berlian Yuli Saputri, S.Kep, Ns, M.Kep) NIDN. 07-1507-9103



PEMBIMBING RUANGAN



(



)



LAPORAN PENDAHULUAN



A. DEFINISI Epilepsi adalah golongan penyakit saraf yang gejala-gejalanya timbul mendadak dalam serangan-serangan berulang, pada sebagian besar disertai penurunan kesadaran, dan dapat disertai atau tidak disertai kejang (Markam, Soemarmo, 2013). Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat sebagai suatu ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh disfungsi otak sesaat dimanifestasikan sebagai fenomena motoric, sensorik, otonomik, atau psikis yang abnormal. Epilepsy merupakan akibat dari gangguan otak kronis dengan serangan kejang spontan yang berulang (Satyanegara,2010) dalam Nurarif & Kusuma, 2016, hal.193). Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas yang berasal dari sekelompok besar selsel otak, bersifat sinkron dan berirama (Sukarmin, dan Riyadi, 2012). B. ETIOLOGI Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih sering kita sebut sebagai kelainan idiopatik. Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang umum. Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu : Kejang Fokal a. Trauma kepala b. Stroke c. Infeksi d. Malformasi vaskuler e. Tumor (Neoplasma) f. Displasia g. Mesial Temporal Sclerosis Kejang umum a. Penyakit metabolic b. Reaksi obat c. Idiopatik d. Faktor genetic e. Kejang fotosensitif C. MANIFESTASI KLINIS Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari epilepsi, yaitu : a. Kejang parsial Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil dari otak atau satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya masih baik.



1) Kejang parsial sederhana Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal femnomena halusinatorik, psikoilusi, atau emosional kompleks. Pada kejang parsial sederhana, kesadaran penderita masih baik. 2) Kejang parsial kompleks Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial sederhana, tetapi yang paling khas terjadi adalah penurunan kesadaran dan otomatisme. b. Kejang umum Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari otak atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya menurun. 1) Kejang Absans Hilangnya kesadaran sesaat (beberapa detik) dan mendadak disertai amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura atau halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi. 2) Kejang Atonik Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota badan, leher, dan badan. Durasi kejang bias sangat singkat atau lebih lama. 3) Kejang Mioklonik Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan singkat. Kejang yang terjadi dapat tunggal atau berulang. 4) Kejang Tonik-Klonik Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengan cepat dan total disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot. Mata mengalami deviasi ke atas. Fase tonik berlangsung 10 - 20 detik dan diikuti oleh fase klonik yang berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase tonik, tampak jelas fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur, dan peningkatan denyut jantung. 5) Kejang Klonik Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, tetapi kejang yang terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2 menit. 6) Kejang Tonik 7) Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering mengalami jatuh akibat hilangnya keseimbangan



D. PATHWAY Faktor Herediter  Hiperparatiroidisme  Hipoglikemia  Penilketonuria  Angiometosis  Ensefalotrigeminal  Neurofieromatosis  Sklerpsis tuberosa



 Kejang deman  Infeksi



Kongenital otak  Atrofi  Parensefali  Agenesis  Korpus kalosum



stabilisasi membran sinaps



Gangguan metabolik  Hipoglikemi  Hipokalsemi  Hiponatrium  Hipernatrium



Trauma  Kontusio serebri  Hematom subarachnoid  Hematom subdural



Ketidakseimbangan neurotransmiter



Kerusakan neuron atau sel saraf



Obat-obatan  Alkohol  Amfetamin  Timbale  Kamper  Venotiasin



Gaba



Depolarisasi Asetilkolin (zat eksetatif)



Na dalam intra sel berlebihan Ketidakseimbangan ion Na & Ka Ketidakseimbangan elektrolit



 Neoplasmaotak  Tumor  Alzaimer  Kelainan pembuluh darah



Gangguan polarisasi hypopolarisai/hiperpolarisasi Kejang



Kesadaran



Gangguan depolarisasi (kelistrikan syaraf)



Kehilangan sensori dan motorik



psikis



Resiko Perfusi Cerebral Tidak Efektif



Kesulitan bernafas



Ketidaktahuan mengenai kondisi penyakit Kurang pengetahuan



Gangguan persepsi sensori



Lidah dapat tergigit dan jatuh



Gangguan peredaran darah



Pemeabilitas kapiler



Kerusakan berfikir



Resiko aspirasi (tersumbatnya jalan nafas oleh benda asing)



Resiko Cidera



CO



zat inhibitif



Penurunan kadar O2 Ansietas



Pola Napas Tidak Efektif



E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Elektroensefalografi (EEG) Pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan dan harus dilakukan pada semua pasien epilepsi untuk menegakkan diagnosis epilepsi. Terdapat dua bentuk kelaianan pada EEG, kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak. Sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal bila : a. Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak b. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya c. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), pakuombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal Pemeriksaan EEG bertujuan untuk membantu menentukan prognosis dan penentuan perlu atau tidaknya pengobatan dengan obat anti epilepsi (OAE). 2. Neuroimaging Neuroimaging atau yang lebih kita kenal sebagai pemeriksaan radiologis bertujuan untuk melihat struktur otak dengan melengkapi data EEG. Dua pemeriksaan yang sering digunakan Computer Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih sensitive dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hippocampus kiri dan kanan (Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy, 2014). F. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal menurut (Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy, 2014) yaitu : a. Tatalaksana fase akut (saat kejang) Tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan oksigenasi otak yang adekuat, mengakhiri kejang sesegera mungkin, mencegah kejang berulang, dan mencari faktor penyebab. Serangan



kejang umumnya berlangsung singkat dan berhenti sendiri. Pengelolaan pertama untuk serangan kejang dapat diberikan diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan anak < 10 kg atau 10 mg bila berat badan anak > 10 kg. Jika kejang 29 masih belum berhenti, dapat diulang setelah selang waktu 5 menit dengan dosis dan obat yang sama. Jika setelah dua kali pemberian diazepam per rektal masih belum berhenti, maka penderita dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit b. Pengobatan epilepsy Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat orang dengan epilepsi (ODE) terbebas dari serangan epilepsinya, terutama terbebas dari serangan kejang sedini mungkin. Setiap kali terjadi serangan kejang yang berlangsung sampai beberapa menit maka akan menimbulkan kerusakan sampai kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila hal ini terus-menerus terjadi, maka dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan intelegensi penderita. Pengobatan epilepsi dinilai berhasil dan ODE dikatakan sembuh apabila serangan epilepsi dapat dicegah atau penyakit ini menjadi terkontrol dengan obatobatan. Penatalaksanaan untuk semua jenis epilepsi dapat dibagi menjadi 4 bagian: penggunaan obat antiepilepsi (OAE), pembedahan fokus epilepsi, penghilangan faktor penyebab dan faktor pencetus, serta pengaturan aktivitas fisik dan mental. Tapi secara umum, penatalaksanaan epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Terapi medikamentosa 30 Terapi medikamentosa adalah terapi lini pertama yang dipilih dalam menangani penderita epilepsi yang baru terdiagnosa. Ketika memulai pengobatan, pendekatan yang “mulai dengan rendah, lanjutkan dengan lambat (start low, go slow)” akan mengurangi risiko intoleransi obat. Penatalaksanaan epilepsi sering membutuhkan pengobatan jangka panjang. Monoterapi lebih dipilih ketika mengobati pasien epilepsi, memberikan keberhasilan yang sama dan tolerabilitas yang unggul dibandingkan politerapi (Louis, Rosenfeld, Bramley, 2012). Pemilihan OAE yang dapat diberikan dapat dilihat pada tabel. 2) Terapi



bedah



epilepsi



Tujuan



terapi



bedah



epilepsi



adalah



mengendalikan kejang dan meningkatkan kualitas hidup pasien epilepsi yang refrakter. Pasien epilepsi dikatakan refrakter apabila kejang menetap meskipun telah diterapi selama 2 tahun dengan



sedikitnya 2 OAE yang paling sesuai untuk jenis kejangnya atau jika terapi medikamentosa menghasilkan efek samping yang tidak dapat diterima. Terapi bedah epilepsi dilakukan dengan membuang atau memisahkan seluruh daerah epileptogenik tanpa mengakibatkan risiko 32 kerusakan jaringan otak normal didekatnya (Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy, 2014). G. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko perfusi cerebral tidak efektif b.d penurunan oksigen darah. 2. Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis. 3. Risiko cedera b.d perubahan fungsi kognitif. 4. Ansietas b.d kurang terpapar informasi tentang penyakit epilepsi.



H. INTERVENSI KEPERAWATAN N O 1



DIAGNOSA Resiko



perfusi



SLKI



cerebral Setelah dilakukan tindakan Manajemen kejang



tidak efektif b/d penurunan keperawatan oksigen darah.



SIKI



2x24jam Observasi 



diharapkan 



Tingkat



tejadinya



kejang



karakteristik



kejang



berulang



kesadaran



meningkat



Monitor







Monitor







Kognitif meningkat



(mis. Aktivitas motorik, dan







Sakit kepala menurun



progresi kejang)







Gelisah menurun







Monitor status neurologis







Kecemasan menurun







Monitor tanda-tanda vital



Terapeutik 



Baringkan pasien agar tidak terjatuh







Berikan alas empuk dibawah kepala, jika memungkinkan







Pertahankan



kepatenan



jalan



napas 



Longgarkan pakaian, terutama dibagian leher







Dampingi selama periode kejang







Jauhkan benda benda berbahaya terutama benda tajam







Catat durasi kejang







Reorientasikan setelah periode kejang







Dokumentasikan



periode



terjadinya kejang 



Pasang akses IV, jika perlu







Berikan oksigen, jika perlu



Edukasi 



Anjurkan keluarga menghindari



memasukka apapun ke dalam mulutpasien saat periode kejang 



Anjurkan



keluarga



menggunakan



tidak



kekerasanuntuk



menahan gerakan pasien Kolaborasi  2



Kolaborasi



pemberian



anti



kolvulsan, jika perlu Pola nafas tidak efektif b/d Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi gangguan neurologis.



keperawatan



2x24jam Observasi 



diharapkan 



Ventilasi



frekuensi,



irama,



kedalaman dan upaya napas



semenit 



meningkat



Monitor



Monitor pola napas ( seperti







Dispnea menurun



bradinea,







Ortopnea menurun



hiperventilasi, kussmau, chyne-







Frekuensi



stokes, biot, ataksik)



napas 



membaik 



Kedalaman membaik



Monitor



takipnea,



kemampuan



batuk



efektif



napas 



Monitor adanya produksi sputun







Monitor adanya sumbatan jalan napas







Palpasi kesimetrisan ekspansi paru







Auskultasi bunyi napas







Monitor saturasi oksigen







Monitor nilai AGD







Monitor hasil x-ray toraks



Terapeutik 



Atur



interval



pemantauan



respirasi sesuai kondisi pasien 



Dokumentasikan



hasil



pemantauan Edukasi 



Jelaskan tujuan dan prosedur



pemantauan  3



Risiko



cedera



Informasikan hasil pemantauan,



jika perlu b/d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan kejang



perubahan fungsi kognitif.



keperawatan



2x24jam Observasi



diharapkan 



Kemampuan mengidentifikasi faktor



kejang







Monitor status neurologis







Monitor tanda tanda vital



Terapeutik 



terjatuh



meningkat 







Kemampuan mencegah



Baringkan pasien agar tidak Rendahkan ketinggian tempat tidur



pemicu



kejang meningkat







Pasang side-rail tempat tidur







Pola tidur meningkat







Berikan alas empuk dibawah







Melaporkan frekuensi kejang meingkat



kepala, jika memungkinkan 



Jauhkan



benda



benda



berbahayaterutama benda tajam 



Sediakan



suction



disamping



tempat tidur Edukasi 



Anjurkan segera melapor jika merasakan aura







Anjurkan tidak berkendara







Ajarkan keluarga pertolongan pertama pada kejang



Kolaborasi  4



Ansietas



b/d



kurang Setelah dilakukan tindakan



terpapar informasi tentang keperawatan 3x 24 jam penyakit epilepsi.



diharapkan tingkat ansietas menurun : 



pemberian



antikolvulsan, jika perlu Reduksi ansietas Observasi 



Perilaku gelisah menurun



Kolaborasi







Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor) Identifikasi kemampuan







Tegang menurun







Pola tidur membaik







Palpitai menurun







Pucat menurun







Verbalisasi akibat







Terapeutik 



kondisi yang dihadapi menurun 



Frekuensi pernafasan



mengambil keputusan Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)







menurun     



Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika memungkinkan Pahami situasi yang membuat anxietas Dengarkan dengan penuh perhatian Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang



Edukasi  



 



  



Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat







Latih teknik relaksasi



Kolaborasi 



Kolaborasi pemberian obat anti ansietas, jika perlu



DAFTAR PUSTAKA Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses: Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell. Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical Nursing. Mosby: ELSIVER Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indone sia Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia