LP Fraktur Femur Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR



Disusun Oleh : Bella Dwi Nur Wachidah P27220021 283



PROGRAM STUDI PROFESI NERS POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021/2022



LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR



A. Konsep Teori Fraktur Femur 1. Pengertian Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang femur (Mansjoer, 2016). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2011) fraktur femur adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha. Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat disimpulkan bahwa fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung disertai dengan adanya kerusakan jaringan lunak.



2. Etiologi Etiologi fraktur menurut Mansjoer (2016) yaitu: a. Fraktur akibat peristiwa trauma Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan kekuatan langsungan, tulang dapat pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit. b. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon tentara yang berbaris atau berjalan dalam jarak jauh. c. Fraktur akibat patologis Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.



3. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala fraktur femur menurut Lestari tahun 2017 yaitu: a. Nyeri, terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya. b. Bengkak, muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.



c. Memar, terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur. d. Spasme otot, merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur. e. Gangguan fungsi, terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot, paralisis dapat terjadi karena kerusakan saraf. f. Gangguan mobilisasi, adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. g. Krepitasi, merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan. h. Deformitas, abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.



4. Patofisiologi Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Noor, Azairin. 2017).



5. Pathway Etiologi



Trauma, patologik



Fraktur Femur



Kehilangan integritas tulang



Perubahan fragmen tulang, kerusakan pada jaringan dan pembuluh darah



Ketidakstabilan posisi fraktur, apabila organ fraktur digerakkan



Perdarahan lokal



Fragmen tulang yang patah menusuk organ sekitar



Hematoma pada daerah fraktur



Fraktur terbuka ujung tulang menembus otot dan kulit Prosedur pembedahan



Luka



Gangguan integritas kulit



Jalan masuk kuman patogen Nyeri akut



Aliran darah ke daerah distal berkurang dan tersumbat Risiko Infeksi Warna jaringan pucat, sianosis, nadi lemas, kesemutan Kerusakan neuromuskular



Gangguan fumgsi organ distal



Gangguan mobilitas fisik



(Mansjoer, 2016)



6. Komplikasi Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani segera (Sjamsuhijat. 2011). Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu: a. Syok



Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis. b. Emboli lemak



Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya yang sangat cepat dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera, gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardi dan pireksia. c. Sindrom Kompertemen



Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas. d. Nekrosis avaskular tulang



Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os. Lunatum, dan os. Talus.



e. Atropi Otot



Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot.



7. Penatalaksanaan Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi serta usia. Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada penderita fraktur : a. Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi karena benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat pasien mengalami fraktur. b. Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan bersihkan perdarahan dengan cara dibebat atau diperban. c. Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli dengan cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan tulang pada posisi semula. d. Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan dari kedua posisi tulang yang patah untuk menyangga agar posisi tetap stabil. e. Berikan analgetik untuk mengaurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan. f. Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post operasi.



Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi) (Sjamsuhidajat, 2011). Penatalaksanaan yang dilakukan adalah : (Patterson, 2018) a. Fraktur Terbuka Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan : pembersihan luka, exici, hecting situasi, antibiotik. Ada beberapa prinsipnya yaitu : 1) Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang membahayakan jiwa airway, breathing, circulation. 2) Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian, menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan perdarahan besar dengan klem. 3) Pemberian antibiotika



4) Debridement dan irigasi sempurna 5) Stabilisasi 6) Penutup luka 7) Rehabilitasi 8) Life saving Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai penderita dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang cukup kuat yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi berakibat multi organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway, breath and circulation. 9) Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan prioritas ke 6. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis, penyembuhan tulang, pulihnya fungsi. 10) Pemberian antibiotika Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman gram positif maupun negatif. 11) Debridemen dan irigasi Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati. Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan. 12) Stabilisasi Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah tulang terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer. Untuk derajat 3 dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal dari rahabilitasi penderita.



b. Seluruh Fraktur 1) Rekognisis/Pengenalan Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. 2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi 3) Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis. 4) OREF Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external fixation/OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan). 5) ORIF ORIF (open reduction and internal fixation) adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers. 6) Retensi/Immobilisasi Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. 7) Rehabilitasi Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus



dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.



B. Proses Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari dislokasi yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit. b. Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan c. Riwayat Keluarga Penyakit yang pernah atau yang sedang diderita keluarga pasien. d. Riwayat Sosial Berisi tentang yang mengasuh pasien, pembawaaan anak secara umum, dan lingkungan rumah. e. Pengkajian Pola Fungsional Gordon Meliputi pola persepsi dan manajemen kesehatan, pola nutrisi metabolik, pola eliminasi, pola aktivitas, pola istirahat-tidur, pola persepsi-kognitif, pola konsep diri, pola hubungan-peran, pola seksualitas, pola koping-toleransi terhadap stres, pola nilai dan keyakinan. f. Pemeriksaan Fisik g. Pemeriksaan Perkembangan Penilaian berdasarkan format DDST/Denver II)



2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077) b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal (D.0054) c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis (D.0129) d. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (D.0142)



3. Intervensi Keperawatan Diagnosa Keperawatan Nyeri



akut Setelah



berhubungan dengan



Intervensi



Tujuan & Kriteria Hasil



tindakan



agen selama



dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238) keperawatan Observasi 3x24



jam



pencedera fisik



diharapkan



nyeri



(D.0077)



berkurang,



dengan



- Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri - Identifikasi skala nyeri



kriteria hasil: (L.08066)



- Identifikasi respon nyeri non verbal



1. Tingkat



- Identifikasi faktor yang memperberat



nyeri



menurun



dan memperingan nyeri



2. Gelisah menurun 3. Frekuensi



nadi



membaik 4. Pola nafas membaik



- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup - Monitor



keberhasilan



terapi



komplementer yang sudah diberikan - Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik - Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (misal TENS, hipnotis,



akupresur,



terapi



musik,



biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau dingin, terapi bermain) - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa



nyeri



(misal



suhu



ruangan,



pencahayaan, kebisingan) - Fasilitasi istirahat dan tidur - Pertimbanngkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri - Jelaskan strategi meredekan nyeri



- Anjurkan



memonitor



nyeri



secara



mandiri - Anjurkan



menggunakan



analgetik



secara tepat - Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri Kolaborasi - Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu Gangguan



Setelah



mobilitas



dilakukan Dukungan Mobilisasi



fisik tindakan



berhubungan



selama



keperawatan Observasi 3x24



dengan gangguan diharapkan



jam



-



mobilitas



muskuloskeletal



fisik meningkat, dengan



(D.0054)



kriteria hasil: (L.05042)



fisik lainnya -



Identifikasi toleransifisik melakukan pergerakan



-



1. Pergerakan



Identifikasi adanya nyeri atau keluhan



ekstremitas



Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi



meningkat



-



2. Kekuatan



otot



meningkat



Monitor



kondisi



umum



selama



melakukan mobilisasi Terapeutik



3. Nyeri menurun



-



4. Kaku sendi menurun 5. Gerakan



terbatas



Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu



-



menurun



Fasilitasi melkaukan pergerakan, jika perlu



6. Kelemahan



fisik



-



menurun



Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan



Edukasi -



Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi



-



Anjurkan melakukan mobilisasi dini



-



Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan



Kolaborasi -



Kolaborasi dengan tim medis lain dalam memberikan tindakan fisioterapi



Gangguan integritas



Setelah kulit tindakan



berhubungan



selama



dilakukan Perawatan Integritas Kulit keperawatan Observasi 3x24



jam



dengan



faktor diharapkan



integritas



mekanis



kulit meningat, dengan



(D.0129)



kriteria hasil: (L.14125)



- Identifikasi



penyebab



gangguan



integritas kulit Terapeutik



1. Elastisitas meningkat



- Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring



2. Hidrasi meningkat



- Gunakan produk berbahan petrolium



3. Kerusakan



lapisan



kulit menurun



atau minyak pada kulit kering - Hindari produk berbahan alkohol pada



4. Perdarahan menurun 5. Nyeri menurun 6. Hematoma menurun



kulit Edukasi - Anjurkan menggunakan pelembab - Anjurkan minum air yang cukup - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi - Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim - Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya Kolaborasi - Kolaborasi dengann tim medis lain untuk menunjang perawatan pasien Perawatan Luka Observasi -



Monitor karakteristik luka



-



Monitor tanda-tanda infeksi



Terapeutik -



Lepaskan balutan dan plester secara perlahan



-



Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik



-



Bersihkan jaringan nekrotik



-



Berikan salep yang sesuai dengan kulit, jika perlu



-



Pasang balutan sesuai jenis luka



-



Pertahankan



teknik



steril



melakukan perawatan luka Edukasi -



Jelaskan tanda gejala infeksi



saat



Anjurkan mengonsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein Risiko



infeksi Setelah



ketidakadekuatan tindakan



dilakukan Pencegahan infeksi keperawatan Observasi



pertahanan tubuh selama 3x24 jam derajat primer (D0142)



infeksi



menurun,



dengan kriteria hasil:



- Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistem sistemik Terapeutik



1. Demam menurun



- Batasi jumlah pengunjung



2. Kemerahan menurun



- Berikan perawatan kulit pada daerah



3. Nyeri menurun 4. Bengkak menurun 5. Kadar membaik



leukosit



edema - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien - Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi Edukasi - Jelaskan tanda gejala infeksi - Ajarkan cara memeriksa luka - Anjurkan meningkatkan asupan cairan Kolaborasi - Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu



4. Implementasi Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri(independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri (independen)adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusansendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugaskesehatan lain. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan yangdidasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lainnya (Tarwoto & Wartonah, 2015).



5. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat menemukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan untuk dapatmenemukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi padadasarnya adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengantujuan atau kriteria hasil yang telah ditetapkan, (Tarwoto & Wartonah, 2015).



DAFTAR PUSTAKA



Lestari, Yunanik Esmi Dwi. 2017. Pengaruh Rom Exercise Dini Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah (Fraktur Femur Dan Fraktur Cruris) Terhadap Lama Hari Rawat Di Ruang Bedah RSUD Gambiran Kota Kediri. Jurnal Ilmu Kesehatan, [S.l.], v. 3, n. 1, p. 34 - 40, june 2017. ISSN 2579-7301. Doi: https://doi.org/10.32831/jik.v3i1.43. Online http://www.ejurnaladhkdr.com/index.php/jik/article/view/43 Diakses pada tanggal 16 Oktober 2021



Noor, Zairin. 2017. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika



Mansjoer, Arief. 2016. Kapita Selecta kedokteran. Jakarta:.Media Aesculapularis



Patterson, Joseph T. MD; Tangtiphaiboontana, Jennifer MD; Pandya, Nirav K. MD. 2018. Management of Pediatric Femoral Neck Fracture, Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons: June 15, 2018 - Volume 26 - Issue 12 - p 411-419 doi: 10.5435/JAAOS-D-16-00362 diakses pada tanggal 17 Oktober 2021



Sjamsuhijat. 2011. Buku Ajar Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC



Tarwoto, Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawtan Indonesia (SDKI), Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia



Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia



Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia