14 0 208 KB
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR DI RUANG INSTALASI GAWAT DAURAT (IGD) RSUD MOH. SALEH PROBOLINGGO
KEPERAWATAN GADAR TRAUMA
Disusun oleh : IGA ARIF FATHURINI P17221173046
KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG JURUSAN KEPERAWATAN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR
A. Pengertian Fraktur adalah putusnya hubungan suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari, 1989 : 144). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347). Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138). Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543). Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553). Jadi, kesimpulan fraktur adalah suatu cedera yang mengenai tulang yang disebabkan oleh trauma benda keras.
B. Anatomi dan Fisiologis
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan baikya fungsi system musculoskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang- tulang memberi perlindungan terhadap organ vital termasuk otak,jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk meyangga struktur tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak metrik. Tulang meyimpam kalsium, fosfor, magnesium, fluor. Tulang dalam tubuh manusia yang terbagi dalam empat kategori: tulang panjang (missal
femur tulang kumat) tulang pendek (missal tulang tarsalia),tulang pipih (sternum) dan tulang tak teratur (vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular atau spongius).Tulang tersusun atas sel,matrik protein,deposit mineral.sel selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas,osteosit dan osteocklas.osteoblas berfungi dalam pembetukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matrik merupakan kerangka dimana garam - garam mineral anorganik di timbun. Ostiosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharahan fungsi tulang dan tarletak ostion. Ostioklas adalah sel multi nukliar yang berperan dalam panghancuran,resorpsi dan remodeling tulang. Tulang diselimuti oleh membran fibrus padat di namakan periosteum mengandung saraf,bembulu darah dan limfatik.endosteum adalah membrane faskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga – rongga dalam tulang kanselus. Sumsum tulang merupakan jaringan faskuler dalam rongga sumsum tulang panjang dan dalam pipih.Sumsum tulang merah yang terletak di sternum,ilium,fertebra dan rusuk pada orang dewasa,bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih.pembentukan tulang .Tulang mulai tarbentuk lama sebelum kelahiran. (Mansjoer. 2000 : 347) C. Klasifikasi Klasifikasi fraktur secara umum : 1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst) 2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur: a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang). b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah : a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. 4. Berdasarkan posisi fragmen : a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh. b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen 5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: 1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya. 2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. 3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. 4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement. b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu : 1) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm. 2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif. 6. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma: c. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. c. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga. d. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. e. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. f. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.. 7. Berdasarkan kedudukan tulangnya : a. Tidak adanya dislokasi. b. Adanya dislokasi
At axim : membentuk sudut.
At lotus : fragmen tulang berjauhan.
At longitudinal : berjauhan memanjang.
At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
8. Berdasarkan posisi frakur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian : a. 1/3 proksimal b. 1/3 medial c. 1/3 distal 9. Fraktur Kelelahan
: Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
10. Fraktur Patologis
: Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang. D. Etiologi / Predisposisi Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu 1. Cedera Traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya. b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula. c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. 2. Fraktur Patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut : a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif. b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri. c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran. D. Patofisiologi Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi peubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi
edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang
sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995 : 1183) E. Manifestasi Klinis 1. Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti : a. Rotasi pemendekan tulang. b. Penekanan tulang. 2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur. 3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous. 4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur. 5. Tenderness / keempukan. 6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan ). 8. Pergerakan abnormal. 9. Dari hilangnya darah. 10. Krepitasi (Black, 1993 : 199 ). F. Penatalaksanaan Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut : 1. Terapi non farmakologi, terdiri dari : a. Proteksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik. Mobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplet dan fraktur tanpa kedudukan baik. b. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam anestesi umum atau lokal. c. Traksi, untuk reposisi secara berlebihan. 2. Terapi farmakologi, terdiri dari : a. Reposisi terbuka, fiksasi eksternal. b. Reposisi tertutup kontrol radiologi diikuti interial. Terapi ini dengan reposisi anatomi diikuti dengan fiksasi internal. Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam berikan toksoid, anti tetanus serum (ATS) / tetanus hama
globidin. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka. (Smeltzer, 2001). G. Komplikasi Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera.komplikasi lainnya adalah infeksi, tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID). Syok hipovolemik atau traumatik, akibat pendarahan (baik kehilangan dara eksterna maupun tak kelihatan ) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapaler terjadi kehilangan darah dalam jumlah
yang besar
sebagai akibat
trauma,khususnya pada fraktur femur pelvis. Penanganan meliputi mempertahankan volume darah,mengurangi nyeri yang diderita pasien, memasang pembebatan yang memadai , dan melindungi pasien dari cedera lebih lanjut. Sindrom Emboli Lemak. Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis,fraktur multiple,atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak,
khususnya pada dewasa muda 20-30
th
pria pada saat terjadi fraktur globula
lemat dapat termasuk ke dalam darah karma tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karma katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi setres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian men yumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain awitan dan gejala nya, yang sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera gambaran khansya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia. H. Pengkajian Fokus Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994: 10). Pengkajian Pasien Post Operasi Fraktur ( Doenges, 1999) meliputi
:
a. Gejala Sirkulasi Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmononal, penyakit vascular perifer atau Statis vascular (peningkatan resiko pembentu kan thrombus ). b. Integritas Ego Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; faktor-faktor stress multiple,
misalnya
financial,
hubungan,
gaya
hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / Cairan Gejala
:
insufisiensi
pankreas/DM,
(predisposisi
untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi). d. Pernapasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok. e. Keamanan Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkatan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi)
;
Riwayat
transfusi
darah
/
reaksi
transfusi.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam. f. Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, anti inflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alkohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
Pemeriksaan Penunjang : a. Pemeriksaan Rongent Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral. b. CT Scan tulang, fomogram MRI Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan. c. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer) d. Hitung darah kapiler 1. HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun. 2. Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat. 3. Kadar Ca kalsium, Hb.
I. Pathway Keperawatan Trauma langsung, benturan, kecelakaan Trauma eksternal > kekuatan tulang Kompresi tulang Patah tulang tak sempurna
patah tulang sempurna
Patah tulang tertutup & Patah tulang terbuka Kerusakan struktur tulang Patah tulang merusak jaringan pembuluh darah
Resiko Infeksi
Pendarahan lokal
resiko deficit volume cairan
kebersihan plasma darah
hematome pada daerah fraktur
akumulasi di dalam jaringan
aliran darah ke perifer jaringan
bengkak / tumor
desakan ke jaringan di sekitar
terkurang / hambat
warna jaringan
/ tekanan
pucat, nadi lemah
saraf terjepit / desak
sianosis, kesemutan Melemahnya kekuatan otot akibat fraktur
nyeri
saraf perifer terganggu
resiko cidera
gangguan mobilitas fisik
( Price & Wilson, 1994 )
J. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17). Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur Wilkinson, 2006 meliputi : 1. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretic, pembatasan cairan. 2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang. 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal. 4. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya kuman masuk. 5. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, tekanan dan disuse
K. Fokus Intervensi dan Rasional Diagnosa
Intervensi
Tujuan & Kiteria
Rasional
Keperawatan Hasil Defisit Volume
NOC: Fluid balance Hydration NIC :
Cairan
Nutritional Status : Food and Fluid
Berhubungan
Intake Setelah dilakukan tindakan
dengan:
keperawatan selama…..x 24 jam
1. Kehilangan volume cairan secara aktif
defisit
cairanteratasi
1.
Mempertahankan
urine
output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal
mekanisme
Tekanan
pengaturan
darah,
nadi,
suhu tubuh dalam batas
3.Terapi diuretic
normal 2.
cairan
Tidak ada tanda tanda
catatan intake dan output yang akurat
hidrasi
(
kelembaban
membran
mukosa,
nadi
adekuat,
tekanan ),
jika
diperlukan Monitor
kulit hasil lab yang sesuai
turgor
mukosa dengan
baik,membran
retensi
lembab, tidak ada rasa cairan
(BUN
Hmt
haus yang berlebihan 3.
darah
ortostatik
,
,osmolalitas
Orientasi terhadap waktu urin, albumin, total dan tempat baik Jumlah protein ) dan
irama
dalam
batas
Elektrolit, dalam
pernapasan Hb,
batas
normal Hmt normal
1. Pertahankan dan
menit – 1 jam Kolaborasi
catatan pemberian cairan IV output
yang akurat Monitor status hidrasi (
Monitor
vital sign setiap 15
5.
NIC : intake
4.
kelembaban
6. status
Monitor nutrisi
Berikan cairan oral
klien 2. Mengetahui
Monitor
status
Elastisitas 3.
dehidrasi,
status cairan
Pertahankan
2.
dengan kriteria hasil:
2. Kegagalan
4. Pembatasan
volume
1.
1. Mengetahui
keadaan umum klien
membran
mukosa, 7.
Berikan
nadi adekuat, tekanan penggantian darah
ortostatik
), nasogatrik
jika diperlukan 2. Monitor
output
hasil
retensi cairan (BUN , ,osmolalitas
urin, albumin, total protein
)
Monitor
8.
untuk
membantu
pasien
makan Kolaborasi jika
cairan
3. Kolaborasi pemberian cairan IV 4. Monitor status nutrisi 5. Berikan cairan oral 6. Berikan penggantian nasogatrik sesuai pH
tanda
berlebih
muncul meburuk 10.
Atur
kemungkinan tranfusi
batas 11.
Persiapan
untuk tranfusi
normal 7. Intake
Dorong
dokter
menit – 1 jam
dalam
–
keluarga
vital sign setiap 15 9.
urin
(50
lab 100cc/jam)
yang sesuai dengan Hmt
sesuai
oral
intravena adekuat
dan
12.
Pasang
kateter jika perlu 13. intake
Monitor dan
urin
output setiap 8 jam
Gangguan rasa nyaman Nyeri nyeri dengan
dapat 1. lakukan
berhubungan berkurang / hilang terputusnya
jaringan tulang pasien tenang
3. hubungan
yang
pendekatan
baik
pada klien &
klien & keluarga
keluarga
kooperatif
tampak 2. kaji
membuat
tingkat 4. Tingkat
intensitas
&
frekuensi nyeri
intensitas
nyeri & frekuensi menunjukkan skala nyeri
pada 5. Memberikan
3. Jelaskan
klien penyebab
penjelasan
dari nyeri
menambah
akan
pengetahuan klien tentang nyeri 4. observasi tanda- 6. Untuk mengetahui perkembangan
tanda vital
klien 7. Merupakan
5. Melakukan
tindakan dependent
kolaborasi dengan medis
tim dalam
perawat,
dimana
analgetik berfungsi
pemberian
untuk
memblok
analgetik
stimulasi nyeri
Gangguan fisik
mobilitas pasien memiliki berhubungan cukup energi untuk
dengan
kerusakan beraktifias
1. rencanakan
1.
mengurangi
periode istirahat
aktifitas dan energi
yang cukup
yang tidak terpakai
muskuloskeletal. perilaku
2. berikan latihan 2. tahapan-tahapan aktifitas
menampakkan kemampuan
untuk
secara
bertahap
yang
diberikan
membantu proses
memenuhi
aktifitas
secara
kebutuhan sendiri
perlahan
dengan
menghemat tenaga tujuan yang tepat, mobilisasi dini pasien
3. Bantu
pasien 3. Mengurangi
mengungkapkan
dalam
pemakaian energi
mampu
untuk
memenuhi
sampai
kekuatan
melakukan beberapa
kebutuhan
pasien
pulih
aktifitas
tanpa
kembali
dibantu koordinasi otot,
4. Setelah latihan 4. menjaga
tulang dan anggota
dan
aktifitas
gerak lainnya baik.
kaji
respon
pasien
kemungkinan adanya
-menjaga
kemungkinan adanya
abnormal
dari tubuh sebagai akibat dari latihan. Resiko
infeksi luka pasien sembuh
berhubungan
dengan dan kering
adanya kuman masuk.
1. Mengkaji luka pasien
1. mengetahui kondisi pasien
luka
2. Monitor tidak ada tanda
keadaan
infeksi
Resiko Cidera
umum pasien
Setelah
dilakukan
tindakan
perawatan
selama 1 x 24 jam cidera
Penkes proses penyakit
otot dan memfokuskan tingkat kembali perhatian pasien pasien
- Kaji
dapat dihindari dengan
Pengetahuan
kriteria:
tentang Fraktur - Jelaskan patofisiologi
NOC : Status keselamatan Injuri
dan diskusikan terapi
Client outcome : -
fraktur - Jelaskan tanda, gejala
fisik Bebas
dari
yang diberikan.
cidera -
Pencegahan Cidera
Manajemen Lingkungan - Batasi pengunjung - Pertahankan kebersihan
tempat
tidur. - Atur
posisi
paien
yang nyaman Memberikan posisi yang nyaman unuk Klien: - Berikan posisi yang aman untuk pasien dengan meningkatkan obsevasi pasien, beri pengaman
tempat
tidur - Periksa periper
sirkulasi dan
status
neurologi - Menilai ROM pasien - Menilai
Menurunkan ketegangan
integritas
kulit pasien. - Libatkan
banyak
orang
dalam
memidahkan
pasien,
atur posisi
L. Evaluasi Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah : 1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan. 2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai. 4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. 5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol. 6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta. Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta. Lukman & Nurna Ningsih. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.