LP Gangguan Eliminasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI



Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Keterampilan Dasar Praktek Profesi dengan dosen pengampuh Asri Aprilia Rohman, S.Kep.,Ners., M.Kep



Oleh : DEVITA FITRIANI NIM.1490120027



PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS GALUH CIAMIS 2020



LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI



A. Pengertian Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul reflex saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidaktidaknyamenimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun reflex miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak. Kandung kemih dipersarafi saraf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4)kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang diusebuturine residu. Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur., Normal miksisehari 5 kali. Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.



Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitastoilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.  Jenis-jenis eliminasi 1. Eliminasi urine Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan, dimana sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses pembentukan urine berada di ginjal melalui 3 proses yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. 2. Eliminasi alvi Sistem yang berperan dalam eliminasi alvi adalah sistem pencernaan. Organ utama yang berperan dalam eliminasi alvi adalah usus besar.proses eliminasi alvi adalah suatu upaya pengosongan intestine. Pusat refleks ini terdapat pada medula dan spinal cord. Refleks defekasi timbul karena adanya feses dalam rektum B. Fisiologi 1. Ginjal 



Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai dengan vertebra lumbalis ke3. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hepar (hati). Setiap ginjal dilapisi oleh kapsul yang kokoh dan dikelilingi oleh lapisan lemak. Produk pembuangan hasil metabolisme yang terkumpul dalam darah di filtrasi di ginjal.







Darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis yang merupakan percabangan dari aorta abdominalis. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum. Setiap ginjal



berisi 1 juta nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal kemudian membentuk urine. 



Darah masuk ke nefron melalui arteiola aferen. Sekelompok pembuluh darah ini membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan tempat pertama filtrasi darah dan pembentukan urine. Apabila dalam urine terdapat protein yang berukuran besar (proteinuria), maka hal ini merupakan tanda adanya cedera pada glomelorus. Normalnya glomelorus memfiltrasi sekitar 125 ml filtrat/menit.







Sekitar 99 % filtrat direabsorsi ke dalam plasma, dengan 1 % sisanya diekskresikan sebagai urine. Dengan demikian ginjal memiliki peran dalam pengaturan cairan dan eletrolit.







Ginjal juga sebagai penghasil hormon penting untuk memproduksi eritrisit, pengatur tekanan darah dan mineralisasi mineral. Ginjal memproduksi eritropoietin, sebuah hormon yang terutama dilepaskan dari sel glomerolus sebagai penanda adanya hipoksia ( penurunan oksigen) eritrosit. Setelah dilepaskan dari ginjal, fungsi eritropoesis ( produksi dan pematangan eritrosit ) dengan merubah sel induk tertentu menjadi eritoblast. Klien yang mengalami perubahan kronis tidak dapat memproduksi hormon ini sehingga klien tersebut rentan terserang anemia.







Renin adalah hormon lain yang diproduksi oleh ginjal berfungsi untuk mengatur aliran darah pada saat terjadi iskemik ginjal ( penurunan suplai darah ). Fungsi renin adalah sebagai enzim untuk mengubah angiotensinogen ( substansi yang disentesa oleh hati ) menjadi angiotensin I. Kemudian angiotensi I bersikulasi dalam pulmonal ( paru-paru ), angiotensin I diubah menjadi angiotensin II dan angeotensin III. Angeotensin II menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan menstimulasi pelepasan aldosteron dari korteks adrenal.







Aldesteron menyebabkan retensi air sehingga meningkatkan volume darah. Angiotensin III mengeluarkan efek yang sama namun dengan derajat yang lebih ringan. Efek gabungan dari keduanya adalah terjadinya peningkatan tekanan darah arteri dan aliran darah ginjal.







Ginjal juga berfungsi sebagai pengatur kalsium dan fosfat. Ginjal bertanggungjawab untuk memproduksi substansi mengaktifkan vitamin D. Klien dengan gangguan fungsi ginjal tidak membuat metabolik vitamin D menjadi aktif sehingga klien rentan



pada kondisi demineralisasi tulang karena adanya gangguan pada proses absorbsi kalsium. 2. Ureter 



Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki kandung kemih di dalam rongga panggul ( pelvis ) pada sambungan uretrovesikalis. Dinding ureter dibentuk dari tiga lapisan jaringan. Lapisan dalam, merupakan membran mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung kemih. Lapisan tengah merupakan serabut polos yang mentranspor urine melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang distimulasi oleh distensi urine di kandung kemih. Lapisan luar adalah jaringan penyambung fibrosa yang menyokong ureter.







Gerakan peristaltis menyebabkan urine masuk kedalam kandung kemih dalam bentuk semburan. Ureter masuk dalam dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring. Pengaturan ini berfungsi mencegah refluks urine dari kandung kemih ke dalam ureter selama proses berkemih ( mikturisi ) dengan menekan ureter pada sambungan uretrovesikalis ( sambungan ureter dengan kandung kemih ).



3. Kandung Kemih 



Merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan ekskresi. Vesica urinaria dapat menampungan sekitar 600 ml walaupun pengeluaran urine normal 300 ml. Trigonum ( suatu daerah segetiga yang halus pada permukaan bagian dalam vesica urinaria ) merupakan dasar dari kandung kemih.







Sfingter uretra interna tersusun atas otot polos yang berbentuk seperti cincin berfungsi sebagai pencegah urine keluar dari kandung kemih dan berada di bawah kontrol volunter ( parasimpatis : disadari ).



4. Uretra 



Urine keluar dari vesica urinaria melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra. Uretra pada wanita memiliki panjang 4 – 6,5 cm. Sfingter uretra eksterna yang terletak sekitar setengah bagian bawah uretra memungkinkan aliran volunter urine.







Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke uretra dari daerah perineum. Uretra pada ria merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ reproduksi dengan panjang 20 cm.



C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi 1. Eliminasi urine  Diet dan asupan (intake)  Respon keinginan awal untuk berkemih  Gaya hidup  Stress psikologis  Tingkat aktivitas  Tingkat perkembangan  Kondisi penyakit  Sosiokultural  Kebiasaan seseorang  Tonus otot  Pembedahan  Pengobatan  Pemeriksaan diagnostik 2. Eliminasi alvi  Usia  Diet  Asupan cairan  Aktivitas  Pengobatan  Gaya hidup  Penyakit  Nyeri  Kerusakan sensoris dan motoris



D. Jenis Gangguan 1. Eliminasi urine  Retensi urine Adalah akumulasi urine yang nyata di dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih.  Dysuria Adanya rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih, hal ini sering ditemukan pada penyakit ISK, trauma.  Polyuria Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal seperti 2500ml/hari tanpa adanya intake cairan.  Inkontinensi cairan urine Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot spingter eksternal untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.  Urinari suppresi Adalah berhenti mendadak produksi urine. 2. Eliminasi alvi  Konstipasi Adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering.  Impaksi Merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi. Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum, yang tidak dapat dikeluarkan.  Diare Adalah peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeuaran feses yang cair dan tidak berbentuk.



 Inkontinensia Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus.  Flatulen Adalah penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa nyeri dan kram.  Hemoroid Adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan rektum. E. Pengkajian 1. Eliminasi Urine 1) Riwayat keperawatan a. Pola berkemih pasien b. Gejala dari perubahan berkemih dan sejak kapan, lamanya c. Faktor yang memengaruhi berkemih dan usaha yang dilakukan selama mengalami masalah eliminasi urine 2) Pemerikasaan fisik a. Penampilan umum psien ekspresi wajah, pasien gelisah, atau menahan sakit b. Keadaan kulit Kulit kering, mukosa mulut kering turgor kulit kering, lidah menjadi kering tanda kekurangan cairan. Kulit berkeringat, basah dapat disebabkan karna pasienmenahan nyeri saaat berkemih. Kaji adanya edema atau asites mungkin dapat terjadi c. Abdomen Pembesaran, pelebaran pembulu darah vena, distensi kandung kemih, pembesaran ginjal, nyeri tekan, tandeerness, dan bising usus d. Genitalia wanita Inflamasi, nodul, lesi, adnya sekret dari meatus, dan keadaan atrofi jaringan vagina e. Genitalia laki-laki Kebersihan, adanya lesi, tenderness, dan adanya pembesaran skrotum 3) Intake dan output cairan



a. Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24jam) b. Kebiasan minum dirumah c. Intake; cairan infus, oral, makanan, NGT d. Kaji perubahan volume urine untuknmengetahui ketidakseimbangan cairan e. Output urine dari urine dan urinal, kantong urine, drainase ureterostomi , dan sitostomi f. Karakteristik urine: warna, kejernihan, bau, dan kepekatan 4) Pemeriksaan diagnostik a. Pemeriksaan urine (urinalis):  Warna (normalnya jernih kekuningan)  Penampilan (normalnya jernih)  Bau (normalnya beraroma)  pH ( normalnya 4,5-8,0)  berat jenis (normalnya 1,005-1,030)  glukosa (normalnya negatif)  keton ( normalnya negatif) b. kultur urine (N: kuman patogen negati 2. Eliminasi alvi a. Pola defekasi dan keluhan selama defekasi b. Karakteristik feses c. Faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi d. Pemeriksaan fisik, meliputi:  Abdomen : ada atau tidaknya distensi, simetris atau tidak, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, dan tenderness.  Rektum dan anus : ada atau tidaknya tanda inflamasi seperti perubahan warna, lesi, fistula, hemoroid, dan massa. F. Diagnosa Keperawatan 1. Retensi urine 2. Inkontinensia 3. Konstipasi



4. Diare



G. Rencana Keperawatan Diagnosa Retensi urine



NOC      



NIC



Menentukan masalah







Memonitor keseimbangan cairan Menjaga defisit cairan







Mencegah nokturia Meningkatkan fungsi ginjal dan bladder Menguatkan otot pelvis Mengeluarkan urine



   



Monitor keadaan bladder setiap 2 jam Ukur intake dan output caitan setiap 4 jam Berikan cairan 2000 ml/hari dengan kolaborasi Kurangi minum setelah jam 6 malam Lakukan latihan pergerakan Ajarkan teknik latihan dengan kolaborasi dokter/fisioterapi Kolaborasi dalam pemasangan kateter



Inkontinensia



    



Konstipasi



    



Diare



   



Membantu mencegah distensi atau komplikasi Mengurangi inkontinensia Meningkatkan kekuatan otot ginjal dan fungsi bladder Meningkatkan pengetahuan dan diharapkan klien lebih kooperatif Menguatkan otot dasar pelvis Mengatasi faktor penyebab  



Mengurangi feses agar tidak keras Meningkatkan peristaltic  



Mencegah hemoroid



Mempercepat penyerapan makanan  Mencegah mengedan terlalu kuat Mengeluarkan feses



Mengetahui penyebab diare  



Menentukan masalah



Mengetahui tingkat keparahan diare Mencegah kehilangan cairan terlalu banyak Meningkatkan pengetahuan dan klien lebih kooperatif.



   







          



Monitor keadaan bladder setiap 2 jam Anjurkan klien untuk tidak cemas Tingkatkan aktivitas Jelaskan tentang pengobatan, kateter, penyebab, dan tindakan lainnya Kolaborasi dalam bladder training  Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan dan kateterisasi Tingkatkan asupan cairan dengan banyak minum Lakukan latihan fisik, misal melatih otot perut Anjurkan untuk tidak memaksakan diri dalam BAB Berikan diet yang mengandung serat tinggi  Atur posisi saat BAB Beri obat laksatif Evaluasi intake makanan yang masuk Monitor tanda dan gejala diare Observasi turgor kulit secara rutin Instruksi untuk menghindari obat laksantif Anjurkan klien untuk menggunakan obar anti diare



H. Daftar Pustaka Alimul , A. Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 2. Jakarta : Salemba Dochterman dan Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification (NIC). United States of America : Mosby. Moorhead S,dkk. 2006. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America : Mosby https://www.academia.edu/9883646/Laporan_Pendahuluan-Kebutuhan-Eliminasi https://id.scribd.com/document/391847986/Lp-Eliminasi https://riezkhyamalia.wordpress.com/2013/01/30/laporan-pendahuluan-gangguaneliminasi/