17 0 187 KB
LAPORAN PENDAHULUAN
DISUSUN OLEH : NESIA DWI AGUSTINA 2014901076
POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG PROGRAM STUDI PROFESI NERS TAHUN 2020
A. Konsep Penyakit 1. Definisi GERD Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah penyakit kronik pada sistem pencernaan. GERD terjadi ketika asam lambung naik kembali ke esofagus (kerongkongan). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya iritasi pada esofagus. Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi (Susanto, 2002). 2. Etiologi GERD Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi : a. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter) b. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun c. Ketahanan epitel esofagus menurun d. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph < 2, adanya pepsin, garam empedu, HCL. e. Kelainan pada lambung f. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis g. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas h. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks i. Mengkonsumsi
makanan
berasam,
coklat,
minuman
berkafein
dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat. j. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2009). 3. Patofisiologis Dalam keadaan normal, makanan seharusnya masuk ke mulut menuju sfingter esofagus bagian bawah, dan menutup saat makanan sudah masuk ke lambung untuk mencegah naiknya makanan atau asam lambung kembali ke esofagus. Di sana makanan umumnya bertahan selama tiga hingga empat jam untuk dicerna.
Namun pada kasus GERD terdapat kelainan berupa terlalu kendur (relaksasi) atau lemahnya sfingter esofagus bagian bawah sehingga makanan yang sudah ditampung di lambung naik kembali ke kerongkongan –atau bisa saja hanya berupa cairan asam lambungnya. Ketika asam lambung atau makanan naik kembali ke kerongkongan, umumnya penderita mengalami sensasi terbakar atau panas di dadanya. Seseorang dapat mengalami GERD ringan setidaknya 2 kali dalam seminggu dan GERD sedang sampai berat setidaknya 1 kali dalam seminggu. Gangguan yang cukup berat dan mengganggu aktivitas serta tidur juga bisa menjadi indikasi GERD. Jika tidak ditangani dengan baik, maka dapat timbul komplikasi yang bisa merugikan Anda. Misalnya peradangan pada esofagus (esofagitis) yang dapat menyebabkan perdarahan, luka, tukak, hingga jaringan parut pada esofagus. Jaringan parut ini dapat membuat esofagus menjadi lebih sempit yang selanjutnya akan mengganggu proses menelan. Di antara 10-15% penderita GERD yang berkepanjangan dapat memicu masalah kesehatan yang lebih serius. Salah satunya adalah Barrett’s esofagus yang bisa menjadi kanker esofagus di kemudian hari.
4. Manifestasi Klinik a. Sensasi terbakar di dada yang terkadang menjalar ke kerongkongan. Rasa terbakar ini dapat berlangsung selama 2 jam, dan umumnya memberat setelah makan. Berbaring juga dapat memperberat gejala. b. Sensasi tersebut bisa juga disertai dengan rasa asam atau pahit di mulut c. Nyeri dada d. Sulit menelan e. Batuk kering f. Nyeri tenggorokan dan suara serak g. Penurunan berat badan h. Anemia i. Hematemesis atau melena j. Odinofagia (Bestari, 2011). 5. Pemeriksaan Penunjang a. Endoskopi Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus (esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut nonerosive reflux disease (NERD). b. Esofagografi Dengan barium dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen. c. Monitoring pH 24 jam Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus
bagian
distal
dapat
memastikan
ada
tidaknya
refluks
gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal. d. Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasienpasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esophagus. e. Manometri esofagus Pengukuran tekanan pada katup kerongkongan bawah menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang normal dari katup yang berfungsi buruk kekuatan sphincter. 6. Penatalaksanaan Medis a. Terapi Farmakologis -
Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah.
-
Antagonis reseptor H2. Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, dan efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.
-
Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi asam.
- Metoklopramid dan Domperidon. Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. -. Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan -
Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek
langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. b. Terapi Non-Farmakologis -
Tidak merokok
-
Tempat tidur bagian kepala ditinggikan
-
Tidak minum alkohol
-
Diet rendah lemak
-
Hindari mengangkat barang berat
-
Penurunan berat badan pada pasien gemuk
-
Jangan makan terlalu kenyang
-
Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang.
1. Penatalaksanaan Medis a. Penatalaksanaan keperawatan
Monitor tanda-tanda vital
Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
Distraksi dan ajarkan teknik relaksasi
Kompres hangat
b. Penatalaksanaan Medis a) Pemberian Obat Analgetik Obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total. Seseorang yang mengonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. b) Pemberian obat ANS (Anti inflamasi non steroid) Aspirin dan Ibuprofen mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf perifer pada daerah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan luka. 2. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Keperawatan b. Pengumpulan Data -
Riwayat Keperawatan 1) Riwayat Penyakit Sekarang
Lingkungan, kebisingan mempengaruhi rasa aman dan nyaman. Lingkungan pasien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan atau kelangsungan hidup pasien. Keamanan yang ada dalam lingkungan ini akan mengurangi insiden terjadinya penyakit dan cedera yang akan mempenngaruhi rasa aman dan nyaman pasien. 2) Riwayat Penyakit Dahulu Trauma pada jaringan tubuh, misalnya ada luka bekas operasi/bedah menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secar langsung pada reseptor sehingga mengganggu rasa nyaman pasien. 3) Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat ini bisa dapat menyebabkan gangguan rasa aman dan nyaman, karena dengan adanya riwayat penyakit maka klien akan beresiko terkena penyakit sehingga menimbulka rasa tidak nyaman seperti nyeri. c. Keluhan Utama 1) Perilaku non verbal : Beberapa perilaku non verbal yang dapat kita amati antara lain ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah, dll. 2) Kualitas : Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dan nyeri. Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui. 3) Faktor presipitasi : Beberapa faktor presipitasi yang meningkatkan nyeri antara lain lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba. 4) Intensitas : Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak tertahankan, atau dapat menggunakan skala dari 0-10. 5) Waktu dan lama : Perawat perlu mengetahui, mencatat kapan nyeri mulai, berapa lama, bagaimana timbulnya, juga interval tanpa nyeri, kapan nyeri terakhir timbul. 6) Karakteristik nyeri (PQRST) P (provokatif) : faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri Q (quality)
: seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau tersayat)
R (region)
: daerah perjalanan nyeri
S (Skala nyeri) T (time)
: keparahan/intensitas nyeri : lama/waktu serangan/frekuensi nyeri
Pengkajian Skala Nyeri o Skala nyeri 1-3 nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktivitas tak terganggu) o Skala nyeri 4-6 nyeri sedang (mengganggu aktivitas fisik) o Skala nyeri 7-10 nyeri berat (tidak dapat melakuka aktivitas secara mandiri) Pemeriksaan Fisik -
Ekspresi wajah a) Menutup mata rapat-rapat b) Membuka mata lebar-lebar c) Menggigit bibir dibawah
-
Verbal a) Menangis b) Berteriak
-
Tanda-tanda Vital a) Tekanan darah b) Nadi c) Pernafasan
-
Ekstremitas Amati gerak tubuh pasien untuk mengalokasi tempat atau rasa yang tidak nyaman.
-
Pemeriksaan Penunjang c) Pemeriksaan dengan skala nyeri d) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di abdomen e) Rontgen untuk mengetahui tukang dalam yang abnormal f) Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan fisik lainnya g) CT-Scan mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah diotak h) EKG
i) MRI
DIAGNOSA 1.
Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks laring dan glotis terhadap cairan refluks.
2.
Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan muntah / pengeluaran yang berlebihan.
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
4.
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.
5.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring dan tenggorokan.
6.
Gangguan menelan berhubungan dengan penyempitan/striktur pada esophagus akibat gastroesofageal reflux disease.
7.
Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.
INTERVENSI
No. 1.
Diagnosa Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refleks laring dan glotis terhadap cairan refluks.
Perencanaan Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan 1.
Intervensi Monitor tingkat
keperawatan selama ...x 24
kesadaran, reflek
ekspansi
jam masalah aspirasi pada
batuk
maksimal dan alat
klien dapat diatasi dengan
kemampuan
pembersihan jalan
kriteria hasil:
menelan.
napas.
Klien dengan
mudah,
tidak
kurang,
cairan
mengunyah tanpa terjadi 4.
Hindari
makan
aspirasi,
kalau
residu
dan
mampu
sekret.
masih banyak
Menghindari terjadinya
risiko
aspirasi
Jalan nafas paten, mudah
terlalu tinggi.
tidak
merasa
yang
Dapat membatasi
tercekik dan tidak ada
ekspansi
suara nafas abnormal
gastroesofagus
intravaskuler,
interseluler. Mengarah
segmen
skala 4
penurunan
interstisial dan atau
udara
dan mengeluarkan
dilakukan
tindakan
klien
dapat
diatasi
muntah / pengeluaran dengan kriteria hasil:
Definisi:
pengisian
kecil kecil.
dan pada
yang berlebihan.
derajat
Meningkatkan
Pasien mampu menelan,
yang jam, defisit volume cairan
mual
30-45
paru, memobilisasi
dengan keperawatan selama .....x 24
pemasukan
kepala
Potong makanan
Defisit volume cairan Setelah berhubungan
Naikkan
paru
pernafasan normal skala 4 3.
bernafas,
2.
dan
Meningkatkan
seluruh
frekuensi
melakukan oral hygiene
setelah makan.
irama,
bernafas 2.
dapat
Rasional
1. Monitor
status 1. Perubahan
hidrasi.
pada
kapasitas gaster dan
2. Kaji tanda vital, catat
perubahan
TD,
takikardi,
mual
sangat
mempengaruhi masukan
dan
Mempertahankan
turgor kulit dan
kebutuahan cairan,
urine output sesuai
kelembaban
peningkatan risiko
dengan usia BB, BJ
membran
dehidrasi.
urine normal skala 4
mukosa.
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,
elastisitas
3. Berikan tambahan
2. Indikator cairan IV
dehidrasi/hipovole mia,
keadekuatan
ke kehilangan dengan
dehidrasi
turgor kulit baik dan
cairan
tidak ada rasa haus
pengeluaran
yang berlebihan
sodium.
sesuai indikasi. 4. Dorong masukan
penggantian cairan 3. Menggantikan
oral bila mampu
kehilangan
cairan
Berat badan stabil
dan
Hematokrit menurun
keseimbangan
skala 4
cairan dalam fase
Tidak
ada
memperbaiki
segera dan pasien
ascites
mampu memenuhi
skala 4
cairan per oral. 4. Memungkinkan penghentian tindakan dukungan cairan infasif dan 3.
Setelah
nutrisi kurang dari
keperawatan selama .....x 24
pasien
kebutuhan tubuh
jam, nutrisi pada klien dapat
yang disukainya
disukai
pasien
berhubungan dengan
diatasi dengan kriteria hasil:
dan
maka
selera
intake kurang akibat
mual dan muntah.
dilakukan
tindakan 1. Diskusikan pada
tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh
makanan
Peningkatan berat badan
yang
sesuai dengan tujuan
disukainya.
Tidak
ada
tanda-tanda
Tidak
ada
tidak
2. Buat
penurunan
jam.
makanan
tiap
Anjurkan
yang
makan si pasien akan
jadwal
masukan
malnutrisi Definisi: intake nutrisi
makanan
1.
kembali ke normal. Dengan memilih
Ketidakseimbangan
bertambah
dan
dapat
mengurangi
rasa
mual dan muntah.
berat badan yang berarti
mengukur
Mengidentifikasi
cairan/makanan
pembagian,
nutrisi
dan
minum
kapasitas
gaster
Stamina dan energi ada
sedikit
demi
menurun
kurang
sedikit
atau
makan
secara
skala
2. Setelah tindakan
perlahan. 3. Beritahu pasien untuk duduk saat makan/minum. 4. Tekankan
dari
50
sehingga
ml, perlu
makan sedikit/sering 3. Menurunkan kemungkinan aspirasi.
pentingnya
4. Makan berlebihan
menyadari
dapat
kenyang
dan
mengakibatkan
menghentikan masukan.
mual dan muntah 5. Pengawasan
5. Timbang
berat
kehilangan dan
badan tiap hari.
alat
Buat
jadwal
kebutuhan nutrisi
teratur
setelah
6.
pulang.
pengkajian
Perlu
bantuan
dalam
6. Kolaborasi
perencanaan
dengan ahli gizi
diet
yang
memenuhi kebutuhan 4
Nyeri
akut Setelah
dilakukan
tindakan
berhubungan
dengan keperawatan selama ......x 24
inflamasi
lapisan jam, pasien tidak mengalami
esofagus
nyeri, dengan kriteria hasil:
Mampu
mengontrol
faktor
istirahat
pencetus
nyeri maka pasien
3. Berikan
tidak
terlalu
merasakan
nyeri,
nyeri
intensitas nyeri.
mampu tehnik
seperti
penyebab
nyeri, 2. Menurunkan
nonfarmakologi untuk
berapa lama nyeri
tegangan abdomen
mengurangi
akan berkurang,
dan
mencari bantuan)
dan
rasa kontrol.
Melaporkan
ketidaknyamanan
nyeri, bahwa berkurang
dengan menggunakan
2. Tingkatkan
berkurangnya
informasi tentang
nyeri
presipitasi nyeri
nyeri (tahu penyebab menggunakan
nutrisi 1. Kurangi faktor 1. Dengan
antisipasi
prosedur. 4. Ajarkan tentang
meningkatkan
3. Pemberian informasi
yang
berulang
dapat
manajemen nyeri
teknik
mengurangi
Mampu
nonfarmakologi
kecemasan
nyeri (skala, intensitas,
seperti
teknik
terhadap
frekuensi dan tanda
relaksasi
nafas
nyerinya.
Tanda
dalam,
mengenali
vital
dalam
distraksi
rasa pasien
4. Meningkatkan
rasa
rentang normal
dan
kompres
hangat/dingin. 5. Berikan analgesik
relaksasi, memfokuskan kembali
untuk
mengurangi nyeri
dan
perhatian
meningkatkan
kemampuan koping. 5. Perlu
penanganan
obat
untuk
memudahkan istirahat
adekuat
dan penyembuhan 5
Bersihan
jalan Setelah
nafas
tidak keperawatan selama ......x 24
efektif berhubungan
dilakukan
tindakan
jam klien dapat menunjukkan
dengan refluks cairan kriteria hasil: ke
laring
dan
tenggorokan
jalan nafas yang paten
1. Posisikan pasien 1. Peninggian untuk
mempermudah
memaksimalkan
fungsi
ventilasi
dengan
2. Lakukan
(tidak tercekik, irama
fisioterapi
nafas dan pola nafas
jika perlu
dalam rentang normal)
kepala
pernapasan
menggunakan dada
gravitasi. 2. Fisioterapi
3. Atur intake untuk
dada
dapat mengeluarkan
cairan
sisa
mengoptimalkan
masih tertinggal.
keseimbangan.
sekret
yang
3. Keseimbangan akan stabil apabila antara dan
pemasukan pengeluaran
diatur
6.
Gangguan Menelan
Setelah
dilakukan
berhubungan dengan
keperawatan selama .....x 24
dengan
hiperekstensi
penyempitan/strikture
jam maka gangguan menelan
mengontrol
membantu
pada esophagus akibat
pada
kepala
mencegah
klien
dapat
gastroesophegal reflux dengan kriteria hasil:
tindakan 1. Bantu
diatasi
pasien 1. Menetralkan
2. Letakkan pasien
dan
,
aspirasi
meningkatkan
disease
Klien dapat menelan
pada
makanan
duduk/tegak
dengan
posisi dan
setelah makan. 3. Berikan makan perlahan
untuk
menelan.
selama
sempurna
kemampuan
pada
lingkungan yang tenang
2. Menggunakan gravitasi
untuk
memudahkan proses menelan. 3. Pasien
dapat
berkonsentrasi pada mekanisme
makan
tanpa
adnya
gangguan distraksi 7.
Ansietas berhubungan Setelah dengan penyakit
dilakukan
tindakan 1. Dorong
proses keperawatan selama .....x 24
pasien
dari luar 1. Memberikan
untuk
kesempatan
jam, ansietas pada klien dapat
mengungkapkan
memeriksa
diatasi dengan kriteria hasil:
pikiran
takut realistis serta
Menyingkirkan
tanda
dan
perasaan.
rasa
kesalahan
2. Berikan informasi
kecemasan
untuk
tentang diagnosis.
Merencanakan strategi
yang
koping skala 4
dipercaya
dan
untuk
Intensitas kecemasan
konsisten
dan
interpersonal
Mencari
dukungan
untuk
untuk cemas
informasi menurunkan
dapat
konsep
tenang
interaksi dan
menurunkan
rasa
rasa
ansietas
rasa
dan
takut.
lingkungan
dan
3. Memudahkan
tenang.
istirahat, menghemat
4. Pertahankan
dan sering
dengan
pasien,
4. Memberikan
bicara
dengan
keyakinan
tepat.
bila
energi
meningkatkan
kontak
menyentuh
lebih
baik
orang terdekat. 3. Tingkatkan
2. Memungkinkan
kemampuan koping. bahwa
pasien tidak sendiri atau
ditolak,
mengembangkan kepercayaan. Evaluasi a. Risiko aspirasi pada klien dapat diatasi b. Defisit volume cairan dapat diatasi. c. Ketidakseimbangan nutrisi pada pasien GERD dapat ditangani. d. Nyeri akut pada pasien dapat diatasi. e. Bersihan jalan nafas efektif. f. Gangguan menelan pada klien dapat diatasi g. Ansietas pada pasien dapat diatasi.
Daftar Pustaka Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis & NANDA NIC-NOC. Jilid 1. Jakarta : Media Action Publishing.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia