LP Hidrosefalus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Departemen Keperawatan Gawat Darurat LAPORAN PENDAHULUAN PADA An “M” DENGAN DIAGNOSA HIDROSEFALUS DI OK IGD BEDAH RSUP. dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR



Oleh : NURWAHIDAH, S.Kep. NIM: 70900119011



PRESEPTOR LAHAN



PRESEPTOR INSTITUSI



(…………………….……..)



(…………………………....)



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2020



1



KATA PENGANTAR     Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT berkat segala nikmat iman, rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien An. “M” dengan diagnose Hidrosefalus di OK IGD Bedah RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo”. Teriring pula salam dan salawat kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa tentu ada kelemahan dan kekurangan dalam laporan pendahuluan ini, Oleh karena itu, dari segenap pembaca, penyusun mengharapkan kritik dan saran untuk lebih meningkatkan mutu penulisan selanjutnya. Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Makassar, 03 Februari 2020 Penyusun



Nurwahidah , S.Kep



DAFTAR ISI



2



HALAMAN JUDUL……….......................................................................................i KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii DAFTAR ISI.............................................................................................................iii BAB 1 KONSEP MEDIS.........................................................................................04 A. Definisi..................................................................................................................04 B. Etiologi..................................................................................................................04 C. Patofisiologi...........................................................................................................05 D. Tanda Dan Gejala..................................................................................................06 E. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................07 F. Komplikasi.............................................................................................................08 G. Penatalaksanaan....................................................................................................09 H. Pencegahan............................................................................................................10 BAB II KONSEP KEPERAWATAN.....................................................................12 A. Pengkajian.............................................................................................................12 B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................13 C. Rencana Keperawatan...........................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................23 PENYIMPANGAN KDM........................................................................................24



BAB I KONSEP MEDIS 3



A. Definisi Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang sub arachnoid atau ruang subdural. Hidrosefalus  merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebro spinalis tanpa atau



pernah



dengan



tekanan



intracranial



yang



meninggi



sehingga



terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal. Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresi pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan-jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang-ruang tempat mengalirnya liquor (Ropper, 2017). CSF merupakan cairan yang tidak berwarna yang dihasilkan terutama di plexus choroidea ventrikel lateral, ventrikel ke-2 dan ventrikel ke-4, serta sebagian kecil (±20%) dari ruang interstisial dan permukaan ependim dari dinding ventrikel.Sedangkan, di kompartemen spinalis, CSF dihasilkan dari duramater yang membungkus radiks-radiks saraf (Ropper, 2017). B. Etiologi Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarackhnoid. akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan aliran CSS sering terdapat pada bayi dan anak ialah: Kongenital: disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim,atau infeksi intrauterine meliputi (Apriyanto, dkk. 2016).:  1. Stenosis aquaductus sylvi 2. Spina bifida dan kranium bifida 3. Syndrom Dandy-Walker 4



4. Kista arakhnoid dan anomali pembuluh darah Didapat : disebabkan oleh infeksi, neoplasma, atau perdarahan 1. Infeksi Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. secara patologis terlihat penebalan jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis. 2. Neoplasma Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari cerebelum,



penyumbatan



bagian



depan



ventrikel



III



disebabkan



kraniofaringioma. 3. Perdarahan Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjakdi akibat organisasi dari darah itu sendiri. C. Patofisiologis Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba–tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit 5



keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel lateral dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klein dengan type hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional (Apriyanto, dkk. 2016).. Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian. Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi (Apriyanto, dkk. 2016). D. Manifestasi Klinis 1. Pembesaran kepala. 2. Tekanan intra kranial meningkat dengan gejala: muntah, nyeri kepala, oedema papil. 3. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekana dan penipisan tulang supraorbital. 4. Gangguan keasadaran, kejang. 5. Gangguan sensorik. 6. Penurunan dan hilangnya kemampuan akrivitas. 7. Perubahan pupil dilatasi. 8. Gangguan penglihatan (diplobia, kabur, visus menurun) 9. Perubahan tanda-tanda vital (nafas dalam, nadi lambat, hipertermi,/ hipotermi). 6



10. Penurunan kemampuan berpikir (Ropper, 2017).. Manifestasi klinis Hidrosefalus dibagi menjadi 2 yaitu : anak dibawah usia 2 tahun, dan anak diatas usia 2 tahun. 1. Hidrosefalus dibawah usia 2 tahun, Sebelum usia 2 tahun yang lebih menonjol adalah pembesaran kepala (Apriyanto, dkk. 2016). a. Ubun-ubun besar melebar, terba tegang/menonjol dan tidak berdenyut. b. Dahi nampak melebar dan kulit kepala tipis, tegap mengkilap dengan pelebaran vena-vena kulit kepala. Tulang tengkorang tipis dengan suture masih terbuka lebar cracked pot sign yankni bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi. c. Perubahan pada mata 1) Bola mata berotasi kebawah karena ada tekanan dan penipisan tulang supra orbita. Sclera nampak diatas iris, sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam. 2) Strabismus divergens 3) Nystagmus 4) Reflex pupil lambat 5) Atropi N II oleh karena kompensi ventrikel pada chiasma optikum 6) Papil edema jarang, mungkin oleh sutura yang masih terbuka 2. Hidrosefalus pada anak usi 2 tahun yang lebih menonjol disini adalah gejalagejala peninggian tekanan intra kasrnial oleh karena pada usia ini ubun-ubun sudah mulai tertutup (Ropper, 2017). E. Komplikasi Penyakit ini ditandai dengan perubahan ukuran kepala anak menjadi lebih besar dari ukuran normal. Selain pada bayi dan anak-anak, hidrosefalus juga rentan terjadi pada orang yang berusia lanjut (lansia), yaitu berusia lebih dari 60 tahun. Membesarnya ukuran kepala terjadi karena adanya penumpukan cairan di rongga otak.  7



Hidrosefalus yang menyerang bayi ditandai dengan meningkatnya volume lingkar kepala. Selain itu, kondisi ini juga memicu munculnya benjolan yang terasa lunak di ubun-ubun kepala. Penyakit ini menyebabkan bayi menjadi lebih rewel, mudah mengantuk, menolak minum susu atau ASI, pertumbuhan yang terhambat, muntah, hingga kejang. Sedangkan pada anak dan orang dewasa, gejala yang muncul mungkin berbeda. Hidrosefalus menyebabkan gejala berupa sakit kepala, penurunan daya ingat, gangguan konsentrasi, mual dan muntah, penglihatan terganggu, gangguan koordinasi tubuh, masalah keseimbangan, serta pembesaran ukuran kepala (Apriyanto, dkk. 2016).: . F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan fisik : a. Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal b. Transiluminasi 2. Pemeriksaan darah : a. Tidak



ada



pemeriksaan



darah



khusus



untuk



hidrosefalus



Pemeriksaan cairan serebrospinal b. Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis



untuk



mengetahui



kadar



protein



dan



menyingkirkan



kemungkinan ada infeksi sisa 3. Pemeriksaan radiologi : a. X-foto kepala : tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar. b. USG kepala : dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup c. CT Scan kepala : untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya G. Penatalaksanaan Medis 1. Terapi Medikamentosa 8



Hidrosefalus dewngan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25 – 50 mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan menitol. Diuretika dan kortikosteroid dapat diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan. Pembarian diamox atau furocemide juga dapat diberikan. Tanpa pengobatan “pada kasus didapat” dapat sembuh spontan ± 40 – 50 % kasus (Apriyanto, dkk. 2016). 2. Pembedahan



:



Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat absorbsi. Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan pembedahan juga dapat mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang disebut a. Ventrikulo Peritorial Shunt b. Ventrikulo Adrial Shunt Untuk pemasangan shunt yang penting adalah memberikan pengertian pada keluarga mengenai penyakit dan alat-alat yang harus disiapkan (misalnya : kateter “shunt” obat-obatan darah) yang biasanya membutuhkan biaya besar. Pemasangan pintasan dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari ventrikel otak ke atrium kanan atau ke rongga peritoneum yaitu pintasan ventrikuloatrial atau ventrikuloperitonial. Pintasan tersebut dari bahan –bahan silicon khusus yang tidak menimbulkan raksi radang atau penolakan, sehingga dapat ditinggalkan di dalam tubuh untuk selamanya. Penyulit terjadi pada 40-50%. Terutama berupa infeksi, obstruksi, atau dislokasi. 3. Terapi Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu: a. Mengurangi produksi CSS b. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi c. Pengeluaran likour (CSS) ke dalam organ ekstrakranial. 9



4. Penanganan a. Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya. b. Penanganan alternative (selain shunting) Misalnya: pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reaksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi, saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik c. Operasi penangan pintas (shunting) Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas darinase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum, biasanya cairan ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang ada hidrosefalus komunikans ada yang didrain rongga subaraknoid lumbar. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikal dan bahkan kematian (Ropper, 2017).. H. Pencegahan Untuk mencegah timbulnya kelainan genetic perlu dilakukan penyuluhan genetic, penerangan keluarga berencana serta menghindari perkawinan antar keluarga dekat. Proses persalinan/kelahirandiusahakan dalam batas-batas fisiologik untuk menghindari trauma kepala bayi. Tindakan pembedahan Caesar suatu saat lebih dipilih dari pada menanggung resiko cedera kepala bayi sewaktu lahir (Ropper, 2017).



10



BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 11



1. Anamnesa   a. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat   b. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.  c. Riwayat Penyakit dahulu 1) Antrenatal : Perdarahan ketika hamil   2) Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir  3) Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma  4) Riwayat penyakit keluarga  5) Pengkajian persisten a) B1 ( Breath )   : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas b) B2 ( Blood )  : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan nadi c) B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan  mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat melihat keatas “ sunset eyes ”, kejang d) B4 ( Bladder ) : Oliguria e) B5 ( Bowel )   : Mual, muntah, malas makan f) B6 ( Bone )     : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas 6) Observasi tanda – tanda vital a) Peningkatan systole tekanan darah b) Penurunan nadi / bradikardia c) Peningkatan frekuensi pernapasan B. Diagnosa keperawatan Adapun diagnosa keperawatan ditemukan antara lain: 1. Resiko Perfusi serebral tidak efektif Kategori



: Fisiologis 12



Subkategori



: Sirkulasi



Kode



: D.0017



a. Definisi Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak b. Faktor resiko 1) Keabnormalan masa protrombin dan atau masa tromboplastin parsial 2) Penurunan kinerja ventrikel kiri 3) Aterosklerosis aorta 4) Diseksi arteri 5) Fibrilasi atrium 6) Tumor otak 7) Stenosis karotis 8) Miksoma atrium 9) Aneurisma serebri 10) Koagulasi (mis: anemia sel sabit) 11) Dilatasi kardiomiopati 12) Koagulasi intravaskuler diseminata 13) Embolisme 14) Cedera kepala 15) Hiperkolesteronemia 16) Hipertensi 17) Endokarditis infektif 18) Katup prostetik mekanis 19) Stenosis mitral 20) Neoplasma otak 21) Infark miokard akut 22) Sindrom sick sinus 23) Penyalahgunaan zat 24) Terapi tombolitik 13



25) Efek samping tindakan c. Kondisi klinis terkait 1) Troke 2) Cedera kepala 3) Aterosklerotik aortic 4) Infark miokard akut 5) Diseksi arteri 6) Embolisme 7) Endokarditis infektif 8) Fibrilasi atrium 9) Hiperkolestrolemia 10) Hipertensi 11) Dilatasi kardiomiopati 12) Koagulasi intravascular diseminata 13) Miksoma atrium 14) Neoplasma otak 15) Segmen ventrikel kiri akinetik 16) Sindrom sick sinus 17) Stenosis carotid 18) Stenosis mitral 19) Hidrosefalus 20) Infeksi otak (meningitis, absesserebri, ensefalitis) 2. Resiko Infeksi Kategori



: Lingkungan



Subkategori



: Keamanan dan Proteksi



Kode



: D.0142



d. Definisi Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik e. Faktor resiko 14



1. Penyakit kronis 2. Efek prosedur invasive 3. Malnutrisi 4. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan 5. Ketidakadekuatan pertahan tubuh primer: a) Gangguan peristaltic b) Kerusakan integritas kulit c) Perubahan sekresi pH d) Penurunan kerja siliaris e) Ketuban pecah lama f) Ketuban pecah sebelum waktunya g) Merokok h) Statis cairan tubuh 6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder a) Penurunan haemoglobin b) Imunosupresi c) Leukopenia d) Supresi respon inflamasi e) Vaksinasi tidak adekuat f. Kondisi klinis terkait 1. AIDS 2. Luka Bakar 3. Penyakit Paru Obstruktif kronis 4. Diabetes mellitus 5. Tindakan invasive 6. Kondisi penggunaan terapi steroid 7. Penyalahgunaan obat 8. Ketuban pecah sebelum waktunya 9. Kanker 15



10. Gagal ginjal 11. Imunosupresi 12. Lymphedema 13. Leukositopenia 14. Gangguan fungsi hati 3. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan a. Definisi Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tenon, tulang, kartigo, kapsul sendi dan/atau ligament). Kategori



: Lingkungan



Subkategori



: Keamanan & Proteksi



Kode



: D.0129



b. Penyebab 1) Perubahan sirkulasi 2) Perubahan status nutrisi 3) Kekurangan atau kelebihan volume cairan 4) Penurunan mobilitas 5) Bahan kimia iritatif 6) Suhu lingkungan yang ekstrem 7) Faktor mekanis ( mis. Penekanan pada tonjolonan tulang, gesekan) atau faktor elektris 8) Efek samping terapi radiasi 9) Kelembaban 10) Proses penuaaan 11) Neuropati perifer 12) Perubahan pigmentasi 13) Perubahan hormonal



16



14) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas kulit c. Gejala dan Tanda Mayor Subjektif: Tidak tersedia Objektif: kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit Gejala dan Tanda Minor Subjektif: Tidak tersedia Objektif: 1. Nyeri 2. Perdarahan 3. Kemerahan 4. Hematoma d. Kondisi Klinis Terkait 1. Gagal ginjal 2. Imobilisasi 3. Diabetes mellitus 4. Gagal Jantung Kongestif 5. Imunodefesiensi (mis. AIDS) 4. Ansietas Kategori



: Psikologis



Sub kategori : Integrits Ego Kode



: D. 0080



a. Definisi : Kondisi emosional dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu mrlakukan tindakan untuk menghadapi ancaman. b. Penyebab 1) Krisis situasional 2) Kebutuhan tidak terpenuhi 3) Krisis maturasional 17



4) Ancaman terhadap konsep diri 5) Ancaman terhadap kematian 6) Kekhawatiran mengalami kegagalan 7) Disfungsi sistem keluarga 8) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan 9) Faktor keturunan ( tempramen mudah Teragitasi sejak lahir) 10) Penyalahgunaan zat 11) Terpapar lingkungan (mis. Toksin, polutan dan lain-lain) 12) Kurang terpapar informasi c. Gejala dan tanda mayor 1) Subjektif : Merasa bingun, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi 2) Objektuf : tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur d. Gejala dan tanda minor 1) Subjektif : Mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tak berdaya. 2) Objektif : frekuensi napas meningkat, tekanan darah meningkat,



diaforesis,



frekuensi nadi meningkat, tremor, muka tampak pucat,



suara bergetar kontak mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu. e. Kondisi klinis tetkait 1) Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, pentakit autoimun) 2) Penyakit akut 3) Hospitallisasi 4) Rencana operasi 5) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas 6) Penyakit neurologis 7) Tahap tumbuh kembang C. Intervensi Keperawatan (PPNI, 2018) : 18



1. Resiko Perfusi serebral tidak efektif Pencegahan syok 1) Observasi a) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napas, tekanan darah. b) Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT) 2) Terapeutik a) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94% b) Pasang jalur intravena 3) Edukasi a) Jelaskan penyebab atau faktor resiko syok b) Jelaskan tanda dan gejala awal syok 4) Kolaborasi a) Kolaborasi pemberian intra vena b) Kolaborasi pemberian transfuse darah 2. Resiko infeksi a. Perawatan Luka 1) Observasi a) Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna, ukuran, bau) R: Memberikan informasi untuik menetukan intervensi yang akan diberikan kepada pasien b) Monitor tanda-tanda infeksi R: Dapat mengetahui apakah terdapat tanda-tanda infeksi atau tidak 2) Terapeutik a) lepaskan balutan dan plester secara perlahan b) Cukur rambut di sekitar luka c) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik d) Bersihkan jaringan nekrotik e) Berikan salep yang sesuai kulit 19



f) Pasung balutan sesuai jenis luka g) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka h) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase i) Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien j) Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,251,5 g/kg/BB/hari k) Berikan terapi TENS (Stimulasi Saraf transkutaneous) 3) Edukasi a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi R: Memberikan informasi untuk menerapkan intervensi yng akan diberikan kepada pasien b) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri R: keluarga pasien atau psien dapat melakukan dengan mandiri dan bisa di praktekkan saat di rumah 4) Kolaborasi a) Kolaborasi pemberian antibiotik R: untuk mengobati infeksi atau menghentikan pertumbuhan bakteri. 3. Gangguan integritas kulit/jaringan a. Tujuan dankriteria hasil Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam penyembuhan luka meningkat dengan kriteria hasil: 1) Peradangan luka menurun 2) Nyeri menurun 3) Kerusakan lapisan kulit menurun 4) Kemerahan menurun 5) Tekstur membaik b. Intervensi keperawatan Perawatan Integritas Kulit : a) Observasi 20



a. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem dan penurunan monilitas). Rasional: Untuk mengetahui penyebab gangguan integritas kulit b) Terapeutik a. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring Rasional: Untuk menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan b. Gunakan produk berbahan ringan atau alami dan hipoalergik pada kulit Rasional: untuk membantu penyembuhan pada kulit 3) Edukasi a) Anjurkan memakai pelembab (mis. Lotion, serum) Rasional: Agar kulit dapat tetap dalam keadaan lembab dan mengurangi ruam semakin parah. b) Anjurkan minum Air yang cukup Rasional: turgor pada kulit tidak kering. c) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi Rasional: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat 4. Ansietas a. Tujuan dan kriteria hasil Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil: 1) Perilaku gelisah menurun 2) Perilaku tegang menurun 3) Pola tidur membaik b. Intervensi keperawatan Reduksi Ansietas: 1) Observasi:



21



a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor) R: Mengetahui tingkat ansietas berubah pada kondisi, waktu dan stressor b) Monitor tanda-tanda ansietas R: Dapat membantu pasien untuk mencegah terjadinya ansietas. 2) Terapeutik: a) Dengarkan dengan penuh perhatian R: memdengarkan seksama keluhan pasien dapat mengurangi ansietas. b) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan R: perasaan pasien akan berfikir positif jika diberikan motivasi. 3) Edukasi: a) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien R: Agara pasien tidak merasa tidak diperhatikan dan pasien merasa nyaman. b) Latih tekhnik relaksasi R: Mengurangi tingkat kecemasan dan membuat rileks. 4) Kolaborasi: Kolaborasi pemberian terapi antiansietas. R: Mengurangi perasaan cemas pada pasien.



DAFTAR PUSTAKA



22



Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2017. Adams And Victor’s Principles Of Neurology: Eight Edition. USA. Apriyanto, dkk. 2016. Hidrosefalus Pada Anak. RSUD Raden Mattaher, Jambi: JMJ, Volume1, Nomor 1, Mei 2016 Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017 .Standar Diagnosis Keperawtan Indonesia (SDKI) Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018 .Standar Intervensi Keperawtan Indonesia (SIKI) Definisi dan Tindakan Keperawatan.Edisi 1 Cetakan II. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. .Standar Luaran Keperawtan Indonesia (SLKI) Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan.Edisi 1 Cetakan II. Herdman, T. Heather & Kamitsuru, Shigemi. 2015. Nanda International inc Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta: EGC



PENYIMPANGAN KDM



23



Congenital disebabkan gangguan perkembangan janin dan rahim



Infeksi, Neoplasma, Perdarahan Obstruksi aliran CSS



Gangguan absorbsi CSS Tindakan pembedahan



Akumulasi CSS di dalam ventrikel



Adanya luka terbuka Patogen mudah masuk Resiko Infeksi



Peningkatan ukuran kepala



Dilatasi ventrikel Ketidakmampuan bayi Dan menekan oran yang terdapat dalam menggerakkan dalam otak kepala Peningkatan TIK Resiko Perfusi serebral tidak efektif



Kulit kepala tertekan hebat



kurang



oleh berat kepala



Informasi



Gangguan integritas kulit/jaringan



Ansietas



24