(LP - Hirschsprung) Hanif Rahmatullah Aidyl (18.012) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hirschsprung Disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah dengan dosen pembimbing : Ns. Lailatul Hafidah, S.Kep., M.Kes



Disusun Oleh : Hanif Rahmatullah Aidyl (18.012)



Politeknik Negeri Madura Jurusan Kesehatan Prodi D3 Keperawatan



Page 1



Page 2



LAPORAN PENDAHULUAN



I.



Konsep Dasar Kebutuhan Hisprung



1.1 Definisi Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu. Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus, mulai dari sfingter anal internal ke arah proksimal dengan panjang segmen tertentu, tetapi selalu termasuk anus dan setidaktidaknya sebagian rektum. Kelainan ini dikenal sebagai congenital aganglionesis, aganglionic megacolon, atau Hirschsprung’s disease. Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138). Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507). 1.2 Macam-macam Penyakit Hirschprung Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu : a.       Penyakit Hirschprung segmen pendek Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan. b.      Penyakit Hirschprung segmen panjang Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 : 138)



Page 3



1.3 Etiologi Hisprung Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 : 1134). a. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”. b. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus. (Suriadi, 2001 : 242). 1.4 Tanda dan Gejala Tanda dan gejala setelah bayi lahir a.



Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)



b.



Muntah berwarna hijau



c.



Distensi abdomen, konstipasi.



d.



Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja /



pengeluaran gas yang banyak. Karena gejala tidak jelas. Gejala pada anak yang lebih besar  waktu lahir. a. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir b. Distensi abdomen bertambah c. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling d. Terganggu tumbang karena sering diare. e. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita. f. Perut besar dan membuncit.



Page 4



1.5 Patofisiologi Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden). Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson ). 1.6 Manifestasi Klinis a. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan. b. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti pita. c. Obstruksi usus dalam periode neonatal. d. Nyeri abdomen dan distensi. e. Gangguan pertumbuhan. (Suriadi, 2001 : 242) a. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluai mekonium. b. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara spontan maupun dengan edema. c. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. d. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala. e. Gejala hanya konstipasi ringan.



Page 5



(Mansjoer, 2000 : 380) ·         Masa



bayi dan anak-anak :



1. Konstipasi 2. Diare berulang 3. Tinja seperti pita, berbau busuk 4. Distensi abdomen 5. Gagal tumbuh (Betz, 2002 : 197) 1.7 Komplikasi a. Gawat pernapasan (akut) b. Enterokolitis (akut) c. Striktura ani (pasca bedah) d. Inkontinensia (jangka panjang) (Betz, 2002 : 197) a.



Obstruksi usus



b.



Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit



c.



Konstipasi



(Suriadi, 2001 : 241) 1.8 Pemeriksaan Diagnostik a. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap and mencari sel ganglion pada daerah submukosa. b. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic. c. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase. d. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus. (Ngatsiyah, 1997 : 139)



Page 6



a.



Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.



b.



Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.



c.



Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.



d.



Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna.



(Betz, 2002 : 197). 1.9 Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschprung 1. Radiologi a. Foto Polos Abdomen Pemeriksaan foto polos abdomen, terlihat tanda-tanda obstruksi usus letak rendah. Umumnya gambaran kolon sulit dibedakan dengan gambaran usus halus. Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan dilatasi kolon proksimal.Penyakit Hirschsprung pada neonatus cenderung menampilkan gambaran obstruksi usus letak rendah. Daerah pelvis terlihat kosong tanpa udara. Pada pasien bayi dan anak gambaran distensi kolon dan massa feses lebih jelas dapat terlihat. b. Foto Barium Enema Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan melihat perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik. Terdapat tiga jenis gambaran zona transisi yang dijumpai pada foto enema barium:  Abrupt, perubahan mendadak  Cone, bentuk seperti corong atau kerucut  Funnel, bentuk seperti cerobong 2. Laboratorium a. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit.



Page 7



b. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet preoperatif. c. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan. 3. Patologi Anatomis (Biopsi) Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat ganglion atau tidak. Padapenyakithirschprung ganglion initidakditemukan. 1.10



Penatalaksanaan Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop



atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3 prosedur berikut : a.      Prosedur Duhamel : Penarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik. b.      Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan saluran anal yang dibatasi. c.       Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus. d.      Intervensi bedah Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami obstruksi. Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi ditutup dalam prosedur kedua. 1)      Persiapan prabedah a)      Lavase kolon b)      Antibiotika c)      Infuse intravena d)     Tuba nasogastrik e)      Perawatan prabedah rutin



Page 8



f)       Pelaksanaan pasca bedah  Perawatan luka kolostom  Perawatan kolostomi  Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis dan peningkatan suhu.  Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar untuk diterima. Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak dengan suatu kolostomi. Observasi apa yang perlu dilakukan bagaimana membersihkan stoma dan bagaimana memakaikan kantong kolostomi. (Betz, 2002 : 198)



Page 9



II.



Kosep Dasar Asuhan Keperawatan Hisprung 2.1 Pengkajian a. Informasi identitas/data Dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama,



alamat, tanggal



pengkajian, pemberi informasi. b.      Keluhan utama Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah. c.       Riwayat kesehatan sekarang Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal. Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut. d.      Riwayat kesehatan masa lalu Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi. e.       Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak. f.       Riwayat psikologis Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya. g.      Riwayat kesehatan keluarga Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita Hirschsprung. h.      Riwayat social Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain. i.        Riwayat tumbuh kembang Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB. j.        Riwayat kebiasaan sehari-hari Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.



Page 10



Pemeriksaan Fisik : a.      Sistem integument Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit. b.      Sistem respirasi Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan c.       Sistem kardiovaskuler Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal. d.      Sistem penglihatan Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata e.       Sistem Gastrointestinal Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tenderness. Menurut Wong (2004:507) mengungkapkan pengkajian pada penyakit hischprung yang perlu ditambahkan selain uraian diatas yaitu : 1. Lakukan pengkajian melalui wawancara terutama identitas, keluhan utama, pengkajian pola fungsional dan keluhan tambahan. 2. Monitor



bowel



elimination



pattern



:



adanya



konstipasi,



pengeluaranmekonium yang terlambat lebih dari 24 jam, pengeluaran feses yang berbentuk pita dan berbau busuk. 3. Ukur lingkar abdomen untuk mengkaji distensi abdomen, lingkar abdomen semakin besar seiring dengan pertambahan besarnya distensi abdomen. 4. Lakukan pemeriksaan TTV, perubahan tanda viatal mempengaruhi keadaan umum klien.



Page 11



5. Observasi manifestasi penyakit hirschprung a. Periode bayi baru lahir 1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah lahir. 2. Menolak untuk minum air. 3. Muntah berwarna empedu 4. Distensi abdomen  b. Masa bayi 1) Ketidakadekuatan penembahan berta badan 2) Konstipasi 3) Distensi abdomen 4) Episode diare dan muntah 5) Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis : diare berdarah, letargi berat) c. Masa kanak –kanak 1. Konstipasi. 2.



Feses berbau menyengat dan seperti karbon.



3. Distensi abdomen. 4. Anak biasanya tidak mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan yang buruk. 6.



Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian a. Radiasi : Foto polos abdomen yang akan ditemukan gambaran obstruksi usus letak rendah. b. Biopsi rektal : menunjukan aganglionosis otot rectum. c. Manometri anorectal : ada kenaikan tekanan paradoks karena rektum dikembangkan / tekanan gagal menurun.



Page 12



Lakukan pengkajian fisik rutin, dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat terutama yang berhubungan dengan pola defekasi. 1. Kaji status hidrasi dan nutrisi umum a. Monitor bowel elimination pattern b. Ukur lingkar abdomen c. Observasi manifestasi penyakit hischprung 2. Periode bayi baru lahir  a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 – 48 jam setelah lahir b. Menolak untuk minum air c. Muntah berwarna empedu / hijau-Distensi abdomen 3. Masa bayi a.



Ketidakadekuatan penambahan berat badan



b.



Konstipasi



c.



Distensi abdomen



d.



Episode diare dan muntah



e.



Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis)



f.



Diare berdarah



g.



Demam dan Letargi berat



4. Masa kanak – kanak (gejala lebih kronis) a.



Konstipasi



b.



Feses berbau menyengat seperti karbon



c.



Distensi abdomen



d.



Masa fekal dapat teraba



e.



Anak biasanya mampu mempunyai nafsu makan & pertumbuhan yang buruk 



Page 13



2.2 Diagnosa Keperawatan Preoperasi a. Inkontinensia Fekal berhubungan dengan Kerusakan Susunan Saraf Motorik Bawah . b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Ketidak Mampuan Mencerna Makanan. c. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit berhubungan dengan Mutah dan Diare d. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan Gejala Penyakit Postoperasi a. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan Faktor Mekanis b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik c. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Terpapar informasi



2.3 Intervensi Keperawatan Pre operasi a. Inkontinensia Fekal berhubungan dengan Kerusakan Susunan Saraf Motorik Bawah . 1. Tujuan : Kontinensia fekal membaik. 2. Criteria hasil : 



Pengontrolan pengeluaran feses meningkat







Defekasi membaik







Frekuensi buang air besar membaik







Kondisi kulit perineal



3. Intervensi : 1) Identifikasi penyebab inkontenensia fekal baik fisik maupun psikologis Rasional: Untuk mengetahui diare dan penurunan tonus otot pada klien. 2) Identifikasi perubahan frekuensi defekasi dan konsistensi feses Rasional: Untuk mengetahui frekuensi, warna feses dan warna feses dari pada biasanya.



Page 14



3) Monitor kondisi kulit perineal Rasional: Untuk mengetahui kondisi kulit perineal apakah terjadi terbentuknya kantung nanah atau tidak. 4) Monitor keadekuatan evakuasi feses Rasional: Untuk mengetahui defekasi yang jarang,jumlah feses yang kurang, keras atau lembutnya feses. 5) Monitor diet dan kebutuhan cairan Rasional: Untuk mengetahui diet dan kebutuhan cairan yang mempengaruhi pola defeksi terganggu atau tidak. 6) Bersihkan daerah parenial dengan sabun dan air. Rasional: Untuk menjaga daerah parenial klien agar tidak terjadi infeksi yan tidak diinginkan. 7) Jaga kebersihan tempat tidur dan pakain Rasional: Supaya kenyamanan tetap terjaga dan klien merasakan tidur yang nyaman. 8) Berikan celana pelindung/popok ,sesuai kebutuhan Rasional: Agar klien leluasa untuk mengeluarkan feses dan memmberikan rasa nyaman kepada klien. 9) Jelaskan definisi, jenis dan penyebab kontinensia fekal Rasional: Untuk mengetahui dan memastikan apakah keluarga tau tentang hal kontinensi fekal. b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Ketidak Mampuan Mencerna Makanan. 1. Tujuan : Status nutrisi membaik. 2. Criteria hasil : 



Porsi makanan yang dihabiskan meningkat







Diare menurun







Berat badan Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik



Page 15



3. Intervensi : 1) Identifikasi status nutrisi Rasional: Untuk mengetahui status nutrisi klien terpenuhi atau tidak. 2) Identifikasi makanan yang disukai. Rasional: Supaya selera makan klien terpenuhi dengan baik. 3) Monitor asupan makanan Rasional: Untuk mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan klien. 4) Monitor berat badan Rasional: Untuk mengetahui perubahan berat badan. 5) Berikan makanan yang tinggi serat untuk mencegah kontisipasi Rasional: Untuk mencegah terjadinya konstipasi . 6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan. Kolaborasi: Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi yang yang dibutuhkan kien. c. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit berhubungan dengan Mutah dan Diare 1. Tujuan : Keseimbangan elektrolit meningkat 2. Criteria hasil : 



Serum natrium meningkat







Serum kalium meningkat







Serum klorida meningkat



3. Intervensi : 1) Identifikasi



kemungkinan



penyebab



ketidak



seimbangan



elektroilit Rasional: Untuk mengetahui yang dibutuhkan klien terhadap pemenuhan elektrolit.



Page 16



2) Monitor mual, muntah dan diare Rasional: Untuk mengetahui mual, muntah dan diare klien sebelum melakukan operasi 3) Monitor kehilangan cairan Rasional: Untuk mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya 4) Monitor tanda dan gejala hiperkalemia Rasional: Untuk mengetahui gejala terjadinya mual muntah 5) Informasikan hasil pemantaun dan jelaskan tujuan dan prosedur pemantaun Rasional: Supaya keluarga klien mengetahui tentang peyakit yang diderita keluarganya d. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan Gejala Penyakit 1. Tujuan : Status kenyamanan meningkat 2. Criteria hasil : 



Keluhan tidak nyaman menurun







Gelisah menurun







Mual menurun



3. Intervensi : 1) Identifikasi skala nyeri Rasional: Untuk mengetahui tingkat nyeri dan menentukan tindakan selanjutnya. 2) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Rasional: untuk mengurangi ketergantungan terhadap analgesic 3) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri Rasional: Untuk memberi rasa nyaman dan mengangkat kualitas hidup klien 4) Jelaskan strategi meredakan nyeri Rasional: Supaya klien bisa mandiri mengontrol rasa nyeri yang dirasakan



Page 17



5) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri Rasional: Untuk memberikan dukungan kepada klien dalam factor – factor emosional dan lingkungan yang berkaitan dengan nyeri 6) Anjurkan menggunakan analgesic secara tepat Rasional: Untuk meyakinkan pengurangan analgesic yang adekuat 7) Kolaborasi pemberian analgesic Rasional: Untuk meyakinkan pengurangan analgesic yang adekuat Post operasi a. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan Faktor Mekanis 1. Tujuan :Integritas kulit dan jaringan meningkat 2. Criteria hasil : 



Kerusakan jaringan menurun







Kerusakan lapisan kulit menurun







Nyeri menurun



3. Intervensi 1) Identifikasi penyebab ganguan intrgritas kulit Rasional: Untuk mengetahui adanya perubahan status nutris pada klien 2) Ubah posisi tiap 2 jam Rasional: Supaya tidak tejadi ulkus dekubitus pada bagian tubuh yang terlalulu lama tirah baring 3) Bersihkan perineal dengan air hangat ,terutama selama periode diare Rasional: Supaya tidak terjadi infeksi parineal 4) Anjurkan minum air yang cukup



Page 18



atau luka di daerah



Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan cairan supaya terhindar dari dehidrasi 5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi Rasional: Supaya kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan cukup nutrisi b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik 1. Tujuan :Tingkat nyeri menurun. 2. Criteria hasil : 



Keluhan nyeri menurun







Meringis menurun







Sikap protektif menurun







Gelisah menurun







Kesulitan tidur menurun







Mual dan muntah menurun







Frekuensi nadi membaik



3. Intervensi 1) Identifikasi karakteristik nyeri Rasional: Untuk mengetahui tingkat nyeri dan menentukan tindakan selanjutnya. 2) Identifikasi kesesuain jenis analgesic Rasional: intuk mengetahui tingkat keparahan nyeri terhadpat klien 3) Monitor efektifitas analgesic Rasional: Untuk mengetahui efektifitas tingkat nyeri yang diberikan 4) Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk mencapai analgesia optimal Rasional: Supaya klien mengetahui analgesic



Page 19



terhadap pemberian



5) Dokumentasikan respons terhadap efek analgesic dan efek yang diinginkan Rasional: Untuk menetapkan pemberian analgesic yang tepat pada klien dan berkontribusi dengan kesembuhannya 6) Jelaskan efek terapi dan efek samping obat Rasional: Agar klien mengetahui tentang efek penggunaan analgesic 7) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic Rasional: Untuk meyakinkan pengurangan analgesic yang adekuat dan mengurangi persepsi terhadap nyeri pemberian analgesic. c. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Terpapar informasi 1. Tujuan : Tingkat pengetahun membaik 2. Criteria hasil : 



Perilaku sesuai anjuran meningkat







Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat



3. Intervensi : 1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Rasional: Untuk mengetahui kesiapan klien menerima informasi yang berikan 2) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan Rasional: Supaya klien dan keluarga mengetahui tentang pendidikan kesehatan yang akan diberikan 3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan Rasional: Agar klien mengetahui jadwal yang disepakati dan berkontribusi untuk pendidikan kesehatan yang akan di berikan 4) Berikan kesempatan untuk bertanya Rasional: Supaya bisa bertanya apa yang tidak bisa dipahami oleh klien maupun keluarga



Page 20



5) Jelaskan factor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan Rasional: Agar klien maupun keluarga mengetahui resiko yang dapat mempengaruhi kesehatannya 6) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat Rasional: Agar klien maupun keluarga mengetahui hidup bersih dan sehat dan bisa dipraktekkan dilingkungannya. 2.4 Evaluasi Pre operasi Hirschsprung a.       Pola eliminasi berfungsi normal b.      Kebutuhan nutrisi terpenuhi c.       Kebutuhan cairan dapat terpenuhi d.      Nyeri pada abdomen teratasi Post operasi Hirschsprung a.       Integritas kulit lebih baik b.      Nyeri berkurang atau hilang c.      Pengetahuan



meningkat



tentang



pembedahan kolon.



Page 21



perawatan



pembedahan



terutama



DAFTAR PUSTAKA Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta : EGC. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC. Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta : EGC. Carpenito , Lynda juall. 1997 . Buku saku Diagnosa Keperawatan.Edisi ke -^. Jakarta : EGC Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1991. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-2 . Jakarta : FKUI . Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media Aesulapius FKUI.



Page 22