LP IKTERUS Neonatus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS IKTERUS NEONATORUM DI RUANG NICU 2 RSUD KABUPATEN BULELENG 13 DESEMBER 2018



OLEH : DESAK MADE RINA ASTITI 15060140104



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 2018



A. Konsep Dasar Penyakit



1. Definisi Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit dan sclera yang terjadi akibat peningkatan kadar bilirubin di dalam darah (Fraser, 2009). Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum >5mg/dL (Guyton Arthur.C, 2011). Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total. Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Smeltzer Suzane dan Brenda G. Bare, 2010). 2. Epidemiologi Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. 3. Etiologi Menurut Smeltzer Suzane dan Brenda G. Bare, 2010 peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena: a. Meningkatnya produksi bilirubin - Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek.



b. Penurunan ekskresi bilirubin - Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) sehingga terjadi penurunan uptake dalam hati dan penurunan konjunggasi dalam hati. - Peningkatan sirkulasi bilirubin enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim glukuronidase di usus dan belum ada nutrien. Faktor resiko untuk timbulnya ikterus neonatorum: a. Faktor Maternal - Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunani) - Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) - Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik, ASI. b. Faktor Perinatal - Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) - Infeksi (bakteri, virus, protozoa) c. Faktor Neonatus - Prematuritas - Faktor genetik - Polisitemia - Obat (Streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol) - Rendahnya asupan ASI - Hipoglikemia - Hipoalbuminemia 4. Patofisiologi Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi



apabila kadar protein Y dan Z berkurang atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi. Hepar atau neonates yang mengalami gangguan eksresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak, sifat ini memungkinkan terjadinyaefek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak tersebut disebut kenikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelaian pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dL. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonates. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah dalam otak apabila bayi terdapat keadaa berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia (Fraser, 2009). 5. Klasifikasi Ada 2 macam ikterus neonatorum : 1. Ikterus Fisiologis Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut ( Ngastiyah,2014 ) : -



Timbul pada hari ke2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 dan ke-6



-



Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan.



-



Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari



-



Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %



-



Ikterus hilang pada 10 hari pertama



-



Tidak



terbukti



mempunyai



hubungan



dengan



keadaan



patologis tertentu 2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah, 2014) sebagai berikut : - Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR. - Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan. - Bilirubin direk lebih dari 1mg%. - Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam. - Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis). 6. Manifestasi Klinis Menurut Ngastiyah 2014, manifestasi klinis icterus dibedakan menjadi dua yaitu : a. Ikterus fisiologi memiliki tanda–tanda sebagai berikut : -



Timbul pada hari ke 2 dan 3 setelah bayi lahir



-



Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg%



-



Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan



-



Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%



-



Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis



-



Ikterus menghilang pada 10 hari pertama



-



Bayi prematur biasanya kadar puncak 8-12 mg/dL tidak dicapai sebelum hari ke 5 sampai ke 7 dan ikterus jarang diamati sesudah hari ke 10



-



Secara keseluruhan , 6-7 % bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin lebih besar dari 15 mg/dL



b. Ikterus patologis mempunyai tanda dan gejala : - Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama - Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus kurang bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan - Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg% per hari - Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik - Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg% - Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama - Ikterus patologis memiliki bilirubin total > 200 mol/L (12,9 mg/dL), bilirubin terkonjunggasi (reaksi-langsung) > 25-35 mol/L (1,5-2 mg/dL) - Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah, lateragis, malas menetek, penurunan BB yang cepat, apnea, takipnea atau suhu tubuh yang tidak stabil) Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis apabila tidak menunjukan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern-icterus. Karena bilirubin tidak terkonjunggasi saat dilepaskan ke



luar dari otak, maka jarang terjadi kerusakan otak akibat kadar bilirubin tidak terkonjunggasi yang sangat tinggi disebut kern-icterus. Kern icterus adalah tertimbunnya bilirubin dalam jaringan otak sehingga dapat mengganggu fungsi otak dan menimbulkan gejala klinis sesuai timbunan tempat timbunan itu. Pembagian ikterus menurut metode Kremer :



7. Pemeriksaan Fisik Menurut Guyton Arthur.C, 2011 pemeriksaan fisik pada bayi meliputi : a. Pemeriksaan umum Pada pemeriksaan umum terdiri dari keadan umum, kesadaran pasien, tanda-tanda vital meliputi nadi, tekanan darah, suhu, respirasi. b. Inspeksi a) Kepala Adakah caput susadenum, bagaimana warna rambut, terdapat bekas luka atau tidak, bagaimana keadaan suturanya. b) Wajah Terdapat pucat, odema atau tidak pada muka, pewarnaan pada muka bagaimana apakah pucat, kuning atau biru. c) Mata Cekung atau tidak, pewarnaan pada konjungtiva pucat, kemerahan atau putih dan warna sklera kuning atau merah muda.



d) Mulut dan gigi Apakah terdapat karies atau tidak, mulut bersih atau tidak, berwarna pucat, biru atau kemerahan. e) Leher Adakah pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar limfe dan getah bening. f) Dada Ada tarikan dinding dada atau tidak, simetris atau tidak, serta pewarnaan pada bagian dada apakah kuning atau kemerahan. g) Abdomen Kembung atau tidak, keadaan tali pusat apakah kering atau basah, terdapat tanda-tanda infeksi tali pusat atau tidak, pewarnaan pada bagian abdomen kuning atau kemerahan, serta dinding abdomen. h) Genitalia Ada lubang ureter, atau adanya kelainan pada bagian genetalia untuk jenis kelamin laki-laki apakah ada penis, apakah ada 2 testis dalam 1 scrotum apakah penis berlubang di ujung dan untuk jenis kelamin perempuan, apakah labia mayora kanan dan kiri menutupi labia minora kanan dan kiri atau tidak, terdapat vagina atau tidak, terdapat clitoris atau tidak. i) Anus Berlubang atau tidak. j) Ekstremitas Adanya kelainan pada bagian ekstremitas seperti pembengkakan pada bagian kaki dan tangan, adakah fraktur pada bagian ekstremitas serta pewarnaan pada bagian ekstremitas apakah kuning atau tidak. c. Palpasi Setelah di inspeksi dilakukan pemeriksaan lanjut dengan meraba telapak tangan sehingga dapat ditentukan bentuk, besar, tepi permukaan serta konsistensi organ.



d. Pekusi Tujuannya untuk mengetahui perbedaan suara ketuk sehingga dapat ditentukan batas-batas suatu organ pada paru, jantung dan hati. 8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Menurut Guyton Arthur.C, 2011 pemeriksaan penunjang pada ikterus neonatorum terdiri dari : a) Kadar bilirubin serum (total) untuk menetukan kadar dan apakah bilirubin tidak terkonjugasi atau terkonjugasi. b) Darah tepi lengkap untuk melihat adanya sel abnormal. c) Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi untuk kemungkinan adanya inkompatibilitas. d) Pemeriksaan kadar enzim G-6-PD untuk mengetahui adanya defisiensi G-6-PD. e) Uji coombs direct (untuk mendeteksi adanya antibodi maternal pada SDM bayi) dan uji coombs indirect (untuk mendeteksi adanya hemolisis pada saat SDM baru diproduksi). f)



Taksiran hemoglobin/hematokrit untuk mengkaji anemia.



g) Hitung sel darah putih untuk mendeteksi infeksi. h) Zat dalam urine, misalnya galaktosa. Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar. 9. Diagnosis Menurut Huda Nuratif, Amin 2015 penegakan diagnosis ikterus neonates adalah : a. Visual Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak



direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatsan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut. WHO dalam panduannya menerengkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut : Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahay matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. b. Bilirubin Serum Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menetukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil). Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi 2 minggu. c. Bilirubinometer Transkutan Adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 mm. Cahaya representasi



warna



kulit



yang dipantulkan merupakan



neonatus



yang



sedang



diperiksa.



Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelenght spectral reflectance yang tidak



terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining bukan untuk diagnosis. d. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO Bilirubin bebas secara difusi dapat mewakili sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah. Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin. 10. Therapy/Tindakan Penanganan Menurut Herdman, T. Heather. 2015, tujuan utama adalah untuk me ngendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat



berlangsung



ini



dapat



dilakukan



dengan



merangsang



terbentuknya glukuronil transferase dengan pemberian obat sperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi hikan merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar, antara lain: enferitis, hipertemia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan minum, latergi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan



kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki. a. Ikterus fisiologis Penatalaksanaan asuhan pada bayi dengan ikterus fisiologis sebagai berikut : 1. Lakukan perawatan bayi sehari-hari 2. Pemberian nutrisi secara adekuat terutama ASI 3.Bagi sebagian besar bayi dengan kenaikan bilirubin ringan, fototerapi adalah penatalaksanaanya. 4. Ikterus akibat pemberian ASI tidak perlu terapi. b. Ikterus patologis Penatalaksanaan pada ikterus patologis : 1. Lakukan observasi dengan derajat ikterus, keadaan umum dan ttv 2. Lakukan pencegahan hipotermi 3. Lakukan rujukan bila terjadi ikterus patologis 4. Pemberian nutrisi adekuat terutama ASI c. Penatalaksanaan ikterus patologis di rumah sakit : 1. Lakukan pemeriksaan laboratorium 2. Lakukan fototerapi pada saat kadar bilirubin 10-20 mg/dL 3. Lakukan transfusi tukar jika fototerapi gagal untuk mencegah kerusakan syaraf. 11. Komplikasi Komplikasi dari ikterus adalah terjadinya cern-icterus. Cern-icterus adalah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin indirect lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolotik berat dan pada autopsi ditemukan bercak bilirubin di otak. Cern-icterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spastis yang terjadi secara kronik (Guyton Arthur.C, 2011).



B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian keperawatan a. Data subjektif : 1) Identitas Pasien. 2) Identitas Penanggung Jawab 3) Riwayat Kesehatan saat ini : a) Keluhan utama Menanyakan keluahan utama dengan jelas dan lengkap yaitu keluhan yang menyebabkan pasien dibawa ke rumah sakit untuk mengetahui tanda dan gejala terjadinya ikterus misalnya warna kuning pada bagian tertentu tubuh bayi. b) Keluhan saat pengkajian Menanyakan dengan jelas alasan datang kepada pasien untuk mengetahui alasan datang ke rumah sakit. Pada pasien ikterus fisiologis dan patologis terlihat warna kuning di bagian tubuh tertentu hanya yang membedakan biasanya pada ikterus patologis ditandai dengan muntah, letargis, malas menetek, penurunan BB yang cepat. 4) Riwayat Kesehatan Dahulu (ibu) : Menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita ibu seperti: hipertensi dan DM. Terutama riwayat gangguan hemolisis. 5) Riwayat kesehatan keluarga : Menanyakan penyakit yang pernah diderita keluarga seperti jika ada saudara kandung yang mempunyai ikterus maka hal ini menimbulkan terjadinya ikterus. 6) Riwayat Obstetri : Hal pertama yang ditanyakan adalah keadaan ibu saat hamil, bersalin, dan nifas dalam keadaan sehat. Riwayat persalinan ibu meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, dan keadaan bayi segera stelah lahir, Jenis persalinan seperti vakum dapat



menyebabkan trauma lahir dan keadaan bayi bila terjadi asfiksia, lahir prematur, serta adanya infeksi neonatal. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya ikterus pada bayi 7) Pola kebutuhan sehari-hari a) Pola intake nutrisi Mengetahui tentang makanan yang dikonsumsi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Mengetahui nutrisi yang didapatkan oleh bayi. Pemberian ASI yang adekuat akan mengurangi terjadinya ikterus fisologis. Pada bayi yang diberi susu formula cenderung mengeluarkan bilirubin yang lebih banyak dibandingkan dengan yang diberi ASI. b) Pola eliminasi Untuk mengetahui pola BAB dan BAK meliputi frekuensi, konsistensi, dan keluhan. Pada bayi dengan ikterus warna fesesnya pucat dan warna urine kuning atau jingga. Hal tersebut disebabkan adanya sumbatan intrahepatik yang menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin dalam saluran pencernaan yang kemudian akan menyebabkan tinja berwarna pucat



dan



urine



kuning



atau



jingga



karena



adanya



strekobilinogen dan urobilinogen menurun. c) Pola aktivitas Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan bayi saat bayi terjaga karena pada bayi ikterus patologis bayi terlihat rewel dan menangis dengan nada tinggi. Keadaan tersebut disebabkan karena dehidrasi dan kelaparan. d) Pola istirahat Menggambarkan beberapa lama bayi bisa beristirahat. Pada bayi ikterus pola istirahatnya normal sedangkan pada bayi



dengan ikterus patologis istirahatnya terganggu karena adanya dehidrasi. b. Data objektif 1) Keadaan umum Untuk mengetahui keadaan pasien, apakah dalam keadaan distres akut yang memerlukan penanganan segera atau dalam keadaan relatif stabil. Pada bayi yang mengalami ikterus fisiologis keadaan umumnya baik. Tetapi pada ikterus patologis keadaan umumnya cukup. 2) Tingkat kesadaran Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien. Pada bayi yang mengalami ikterus fisiologis tingkat kesadaran bayi composmentis yaitu bayi mengalami kesadaran yang penuh dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan dan somnolen yaitun bayi yang memiliki tingkat kesadaran yang lebih rendah dengan ditandai bayi ntampak mengantuk, tidak responsif dengan stimulus yang diberikan biasanya terjadi pada ikterus patologis. 3) Tanda-tanda vital a) Bunyi jantung Pemeriksaan bunyi jantung untuk menilai keadaan bayi. Pemeriksaan denyut jantung dikatakan normal apabila frekuensi antara 120-160 kali per menit. Pada bayi ikterus umumnya bunyi jantung normal apabila tidak disertai kelainan tertentu pada jantung. b) Suhu Mengetahui suhu tubuh bayi diukur menggunakan termometer yang diselipkan diaksila, oral, atau rektal bayi. Normalnya suhu



tubuh bayi adalah 36,5-37,5 derajat celcius. Pada ikterus fisiologis suhunya



normal



tetapi



pada



ikterus



patologis



mengalami



ketidakstabilan suhu karena adanya perubahan produksi atau aktivitas uridine diphosphoglucoronil transferase. c) Respirasi Pemeriksaan frekuensi nafas ini dilakukan dengan menghitung rata-rata pernafasan dalam satu menit. Pemeriksaan ini dikatakan normal apabila frekuensinya 30-60 kali per menit, tanpa ada retraksi dinding dada dan suara merintih saat ekspirasi. Pada ikterus fisiologis pernafasannya normal tetapi pada ikterus patologis ditandai dengan adanya apnea atau takipnea. 4) Pemeriksaan Fisik a) Kepala Adakah caput susadenum, bagaimana warna rambut, terdapat bekas luka atau tidak, bagaimana keadaan suturanya. b) Wajah Terdapat pucat, odema atau tidak pada muka, pewarnaan pada muka bagaimana apakah pucat, kuning atau biru. c) Mata Cekung atau tidak, pewarnaan pada konjungtiva pucat, kemerahan atau putih dan warna sklera kuning atau merah muda. d) Mulut dan gigi Apakah terdapat karies atau tidak, mulut bersih atau tidak, berwarna pucat, biru atau kemerahan. e) Leher Adakah pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar limfe dan getah bening.



f) Dada Ada tarikan dinding dada atau tidak, simetris atau tidak, serta pewarnaan pada bagian dada apakah kuning atau kemerahan. g) Abdomen Kembung atau tidak, keadaan tali pusat apakah kering atau basah, terdapat tanda-tanda infeksi tali pusat atau tidak, pewarnaan pada bagian abdomen kuning atau kemerahan, serta dinding abdomen. h) Genitalia Ada lubang ureter, atau adanya kelainan pada bagian genetalia untuk jenis kelamin laki-laki apakah ada penis, apakah ada 2 testis dalam 1 scrotum apakah penis berlubang di ujung dan untuk jenis kelamin perempuan, apakah labia mayora kanan dan kiri menutupi labia minora kanan dan kiri atau tidak, terdapat vagina atau tidak, terdapat clitoris atau tidak. i) Anus Berlubang atau tidak. j) Ekstremitas Adanya kelainan pada bagian ekstremitas seperti pembengkakan pada bagian kaki dan tangan, adakah fraktur pada bagian ekstremitas serta pewarnaan pada bagian ekstremitas apakah kuning atau tidak. k) Antropomteri BB dan LILA 2. Diagnosa Keperawatan 1. Ikterik neunatus berhubungan dengan usia ≤7hari 2. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan usia yang ekstrem 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia. 4. Resiko injury berhubungan dengan efek fototerapi.



DAFTAR PUSTAKA



Guyton Arthur C. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta Smeltzerr Susanne & Brenda G Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Jilid 2. EGC: Jakarta NANDA (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi 1 dan 2. Yogyakarta Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 20152017 edisi 10. Jakarta: EGC Huda Nuratif,Amin.2015.Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa (Nanda NIC-NOC jilid). Yogyakarta :Medication Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta : Buku Kedokteran Fraser M. D. Myles. 2009.Buku Ajar Bidan. Jakarta : Buku Kedekteran



WOC Hemoglobin



Globin



Heme



Biliverdin



Feco



Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport bilirubin/peningkatan siklus enterohepatik) Hb dan eritrosit abnormal



Pemecahan bilirubin berlebih/bilirubin yang tidak berikan dengan albumin meningkat uplay bilirubin melebihi kemampuan hepar Hepar tidak mampu melakukan konjugasi Sebagian masuk kembali ke siklus emerohepatik



Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah pengeluaran meconium terlambat/obstruksi usus tinja berwarna pucat Ikterus pada sklera, leher dan badan,



Kerusakan integritas kulit



peningkatan bilirubin indirect > 12 mg/dl Indikasi foto terapi Sinar dengan intensitas tinggi



Resiko injury



Ikterus neonatus



Ketidakefektifan termoregulasi