24 0 135 KB
LAPORAN PENDAHULUAN DAN SPTK “Psikososial Kehilangan” Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa I Dosen Pengampu :
Disusun oleh : Nama : Hendi Permana (C1814201027) Kelas :3A
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA 2020
KAJIAN TEORI KEHILANGAN DAN BERDUKA A. PENGERTIAN Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Berdasarkan
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan
suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada). Terlepas dari penyebab kehilangan yang dialami setiap individu akan berespon terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya. GRIEVING ADALAH REAKSI EMOSIONAL DARI KEHILANGAN DAN TERJADI BERSAMAAN DENGAN KEHILANGAN BAIK KARENA PERPISAHAN, PERCERAIAN MAUPUN KEMATIAN. BEREAVEMENT ADALAH KEADAAN BERDUKA YANG DITUNJUKAN SELAMA INDIVIDU MELEWATI REKASI Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu :pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan. 1. Rentang Respon Kehilangan Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan (Kublier-rose,1969). Fase Marah
Fase Depresi
Fase Pengingkaran
Fase Tawar-menawar
Fase Menerima
a. Fase Pengingkaran Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun. b. Fase Marah Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. c. Fase Tawar-menawar Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”. d. Fase Depresi Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
e. Fase Penerimaan Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”. Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya. B. Bentuk-Bentuk Kehilangan 1. Kehilangan orang yang berarti. 2. Kehilangan kesejahteraan. 3. Kehilangan milik pribadi. C. Sifat Kehilangan 1. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan) Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima. 2. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984). D. Tipe Kehilangan 1. Actual Loss Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan anggota badan, uang, pekerjaan, anggota keluarga. 2. Perceived Loss ( Psikologis )
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun tidak dapat dirasakan / dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilanga masa remaja, lingkungan yang berharga. 3. Anticipatory Loss Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.
E. Lima Kategori Kehilangan 1. Kehilangan objek eksternal. Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut. 2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal Selama periode tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit. 3. Kehilangan orang terdekat Orang terdekat mencakup orangtua,
pasangan, anak-anak, saudara
sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian. F. Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri. G. Kehilangan hidup Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan meninggal. H. Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka Menurut Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses kehilangan: 1. Denial ( Mengingkari ) a. Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”. b. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari informasi tambahan. c. Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. 2. Anger ( Marah ) a. Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. b. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri. c. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus. d. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. 3. Bergaining ( Tawar Menawar ) a. Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
b. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”. c. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”. d. Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi, membuat surat warisan, mengunjungi keluarga dsb. 4. Depression ( Bersedih yang mendalam) a. Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bias di tolak. b. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. c. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, ,susah tidur, letih, dorongan libido menurun. 5. Acceptance (menerima) a. Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. b. Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa damai dan tenang, serta menyiapkan dirinya menerima kematian. c. Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang, kadang klien ingin ditemani keluarga / perawat. d. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya betulbetul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau “Sekarang saya telah siap untuk pergi dengan tenang setelah saya tahu semuanya baik”. I. Prespektif Agama Terhadap Kehilangan Dilihat dari perpektif agama hal-hal yang harus diperhatikan oleh individu untuk mengatasi kehilangan yang dialaminya adalah sabar, berserah diri, menerima dan mengembalikannya pada Tuhan.
ASKEP TEORI KEHILANGAN ATAU BERDUKA A. Pengkajian Pengkajian keperawatan adalah kumpulan data yang berisikan status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Hal-hal yang perlu dikaji adalah: 1. Identitas Klien, yang berisikan inisial, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, no. rekam medik. 2. Alasan Masuk 3. Faktor Presdiposisi 4. Keadaan Fisik 5. Keadaan Psikososial 6. Status Mental 7. Kebutuhan Persiapan Pulang 8. Mekanisme Koping 9. Masalah Psikososial dan Lingkungan 10. Pengetahuan 11. Aspek Medik Data Fokus yang didapat: Data subjektif: -
Merasa sedih
-
Merasa putus asa dan kesepian
-
Kesulitan mengekspresikan perasaan
-
Konsentrasi menurun
Data objektif: -
Menangis
-
Mengingkari kehilangan
-
Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
-
Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
-
Adanya perubahan dalam kebiasaan
makan, pola tidur, tingkat aktivitas B. Diagnosa Setelah melakukan pengkajian diperoleh masalah keperawatan yang akan disusun menjadi diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang actual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. Diagnosa yang dapat ditegakkan dalam kasus ini adalah: 1. Isolasi sosial berhubungan dengan koping individu tidak efektif terhadap respon kehilangan pasangan 2. Ansietas berhubungan dengan keadaan di masa yang akan datang setelah kehilangan pasangan 3. Ketidakberdayaan dalam melakukan peran berhubungan dengan kehilangan dan berduka 4. Harga diri rendah berhubungan dengan kehilangan dan berduka C. Rencana Tindakan Keperawatan Setelah dirumuskan diagnosa keperawatan maka disusun rencana tindakan keperawatan. Rencana tindakan keperawatan adalah preskripsi untuk prilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang diharapkan dan tujuan pemulangan. No
Diagnosa
. 1.
Tujuan
Tujuan Khusus
Intervensi
Keperawatan umum Isolasi sosial Klien
TUK 1 : Klien
1.Sapa
berhubungan
dapat
tidak
dengan koping menceder individu tidak ai efektif
hubungan
diri percaya
sendiri
membina
dengan
saling
ramah,
Rasional klien 1.Membina hubungan baik
saling percaya
secara verbal
hubungan
maupun
saling percaya
non
terhadap
verbal
respon
antara perawat
2.Perkenalkan
kehilangan
diri
pasangan
sopan
dengan
dan
klien
merupakan dasar
3.Tanyakan
terbinanya
nama lengkap
hubungan
klien
terapeutik
dan
nama panggilan yang disukai klien 4.Jelaskan tujuan pertemuan 5.Jujur
dan
menepati janji 6.Tunjukkan sikap empati dan menerima klien
apa
adanya
TUK 2 : Klien
1.Kaji
2.
motivas akan
dapat
pengetahuan
i
menyebutkan
klien tentang
membuat
penyebab menarik
perilaku
klien
diri
menarik dan
diri tanda-
tandanya 2.Berikan
lebih
terbuka mengenai pikiran
dan
perasaannya
kesempatan kepada klien untuk mengungkapk an
perasaan,
penyebab menarik
diri
atau
tidak
mau bergaul. 3.Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda dan penyebab muncul. 4.Berikan pujian terhadap kemampuan klien
dalam
mengungkapk an perasaannya. TUK 3 : Klien
1.Kaji
3.
hal
ini
dapat
pengetahuan
menunjukkan
menyebutkan
klien tentang
rasa
keuntungan
menfaat
terhadap
berhubungan
keuntungan
dan
peduli
perawatan
dengan orang lain
berhubungan
klien,
dan kerugian tidak
dengan orang
tidak terlibat
berhubungan
lain
secara emosi.
dengan orang lain.
2.Beri
tetapi
Klien
akan
kesempatan
merasa aman
kepada klien
dan
untuk
saat bercerita
mengungkapk
kepada
an
perawat
perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain. 3.Diskusikan bersama klien tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain 4.Beri reinforcement positif terhadap kemampuan klien mengungkapk an
perasaan
tentang keuntungan
nyaman
berhubungan dengan orang lain 5.Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain 6.Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapk an
perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. 7.Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain 8.Beri reinforcement
positif terhadap kemampuan klien mengungkapk an
perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain TUK 4 : Klien
1.Kaji
dapat
kemampuan
melaksanakan
klien
fisik
hubungan
membina
memberikan
hubungan
suatu metode
dengan orang
yang
aman
lain
dan
efektif
social
secara bertahap
4.Aktivitas
2.Dorong
dan
bantu
klien
untuk mengeluarka
untuk
n emosi dan
berhubungan
kemarahan
dengan orang
yang
lain
terpendam.
melalui
tahap : Klien – Perawat Klien
–
Perawat
–
Klien lain Klien
–
Perawat
–
Keluarga Klien
–
Perawat
–
Kelompok/ masyarakat 3.Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang
telah
dicapai 4.Bantu
klien
untuk mengevaluasi manfaat berhubungan 5.Diskusikan jadwal harian yang
dapat
dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu 6.Motivasi klien
untuk
mengikuti kegiatan ruangan
TUK 5 : Klien
1.Dorong klien
dapat
untuk
mengungkapkan
mengungkapk
perasaannya
an
setelah
perasaannya
berhubungan
bila
dengan orang lain
berhubungan dengan orang lain 2.Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain 3.Beri reinforcement positif
atau
kemampuan klien mengungkapk an
perasaan
manfaat berhubungan TUK 6 : Klien
dengan orang
dapat
lain
memberdayakan system pendukung atau
1.Bina hubungan
keluarga mampu
saling percaya
mengembangka
dengan
n
keluarga
kemampuan
klien
untuk
Salam,
berhubungan
perkenalkan
dengan
diri,
lain.
orang
sampaikan tujuan,
buat
kontrak,
dan
eksplorasikan perasaan keluarga. 2.Diskusikan dengan anggota keluarga tentang perilaku penyebab serta
akibat
perilaku menarik diri 3.Dorong anggota keluarga untuk member dukungan kepada klien untuk berkomunikas
i
dengan
orang lain 4.Anjurkan anggota keluarga secara
rutin
dan bergantian menjenguk klien minimum
1
minggu sekali
TUK 7 : Klien 1. Diskusikan dapat
denga
klien 7.
menggunakan obat
tentang dosis,
meminum
dengan benar dan
frekuensi dan
obat
tepat
manfaat obat
anjuran, klien
sertaefek
akan merasa
sampingnya
lebih tenang
2. Anjurkan klien
dan
untuk
minta sendiri obat
kepada
perawat
dan
merasakan manfaatnya 3. Anjurkan klien
untuk
berbicara
Dengan sesuai
nyaman
untuk tidur.
dengan dokter tentang manfaat
dan
efek samping yang dirasakan. 4. Diskusikan akibat
tidak
minum
obat
tanpa konsultasi
D. Implementasi Setelah membuat
rencana tindakan, maka dilakukan implementasi
keperawatan.
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Implementasi keperawatan dilaksanakan berdasarkan rencana tindakan yang telah dibuat. E. Evaluasi Setelah melakukan implementasi keperawatan kepada klien, dilakukan evaluasi pada pasien. Evaluasi keperawatan adalah merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Evaluasi keperawatan ada dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan setelah melakukan tindakan saat itu juga, dan evaluasi sumatif dilakukan setelah semua tindakan dalam satu diagnosa tersebut telah selesai dilakukan.
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan dan Berduka (SP 1) Pertemuan
: 1/TUK 1
Proses Keperawatan 1. Kondisi Klien Ibu M sering melamun dan selalu mengatakan jika suaminya belum meninggal. Selain itu, Ibu M juga tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan merasa gelisah sehingga susah tidur. 2. Diagnosa keperawatan Ansietas berhubungan dengan koping individu tidak efektif terhadap respon kehilangan pasangan 3. Tujuan Khusus Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat 4. Tindakan Keperawatan a. BHSP: Salam terapiutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan, lingkungan yang terapiutik, kontrak yang jelas b. Dorong dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaanya c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati d. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaanya Proses Pelaksanaan Tindakan A. Orientasi 1. Salam terapiutik “Selamat pagi Ibu.” “Perkenalkan saya perawat yang bertugas hari ini, nama saya Luhtu Eka, saya biasa di panggil Eka, nama ibu siapa?” “Ibu senang di panggil siapa? 2. Evaluasi “Bagaimana perasaan Ibu hari ini, apa yang Ibu rasakan saat ini?
3. Kontrak “Ibu, saya bertugas di sini untuk merawat ibu dari hari Kamis sampai Minggu mulai dari jam 07.00 sampai dengan 14.00 WITA saya harap selama saya merawat bapak saya dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi bapak. Ibu sekarang saya ingin berbincangbincang dengan Ibu untuk mengetahui keadaan Ibu saat ini, apakah bapak bersedia? Bapak ingin kita bicara di mana? Hmm,, bagaimana kalau di taman ? baiklah Buk. Berapa lama ingin bincang-bincangnya Buk? Bagaimana kalau kita berbincang selama 15 menit? B. Kerja 1. Ibu, tadi Ibu sudah menyebutkan nama Ibu, lalu boleh saya tahu berapa umur Ibu sekarang? 2. Ibu sudah berapa lama di rawat di sini? 3. Boleh saya tahu Ibu berasal dari mana? 4. Bapak masih ingat, kapan Ibu di bawa kesini? 5. Siapa yang membawa Ibu kesini? 6. Bagaimana perasaan Ibu saat di bawa kesini? 7. Menurut Ibu, Ibu di bawa kesini karena apa? 8. Selama di rawat di sini hal apa saja yang sudah Ibu dapatkan? 9. Bagaimana perasaan Ibu saat melakukan kegiatan tersebut? 10. Boleh saya tahu apakah hobi Ibu? Bagaimana kalau sekarang Ibu bercerita tentang hobi Ibu? 11. Wah….ternyata bagus sekali hobi Ibu. Boleh saya tahu apa pekerjaan Ibu sebelum disini? Bisa Ibu ceritakan tentang pekerjaan Ibu? 12. Wah, ternyata pekerjaan Ibu bagus sekali. C. Terminasi 1. Evaluasi (Subyektif) (obyektif) 2. Tindak lanjut
: Setelah kita ngobrol tadi,bagaimana perasaan Ibu saat ini? : Klien mau menjawab pertanyaan perawat dan sesekali melihat perawat.
Nah pak, ini sudah 15 menit. Jadi kita cukupkan saja dulu perbincangan kita. Sekarang Ibu istirahat dulu. Kalau nanti ada yang ingin Ibu ceritakan atau tanyakan kepada saya, Ibu bisa sampaikan saat pertemuan kita berikutnya.
3. Kontrak yang akan datang Bagaimana kalau nanti siang sesudah makan siang kita ngobrol-ngobrol lagi sekitar pukul 14.00 wita? Dan bagaimana kalau nanti kita membicarakan tentang kondisi Ibu? Apakah Ibu bersedia? Ibu nanti ingin mengobrol dimana? Apakah di tempat ini lagi? Baik bu nanti kita berbincang-bincang lagi, kalau begitu saya permisi dulu Bu, terima kasih karena Ibu sudah mau berbincang-bincang dengan saya.
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan dan Berduka (SP 2) A. Proses keperawatan 1. Kondisi klien Pada pertemuan kedua, Ibu M belum menunjukkan rasa penerimaan terhadap kehilangan. Ia masih menarik diri dari lingkungan dan orang-orang sekitarnya. Ia juga masih melamun dan merasa gelisah sehingga tidurnya tidak nyenyak. 2. Diagnosa keperawatan Ansietas berhubungan dengan koping individu tidak efektif terhadap respon kehilangan pasangan 3. Tujuan khusus Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan klien dapat merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat Klien mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya Klien merasa lebih tenang 4. Tindakan keperawatan Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri perawat sambil berjabat tangan dengan klien Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Dengarkan setiap perkataan klien. Beri respon, tetapi tidak bersifat menghakimi Ajarkan klien teknik relaksasi B. Strategi pelaksanaan 1. Tahap orientasi - Salam terapeutik: “Selamat pagi Ibu M. Masih ingat dengan saya Bu? Ya, betul sekali. Saya perawat Eka, Bu. Seperti kemarin, pagi ini dari pukul 07.00 sampai 14.00 nanti dan saya yang akan merawat Ibu.” - Evaluasi validasi: “Bagaimana keadaan Ibu hari ini? - Kontrak: “Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang-bincang sebentar? Saya rasa 30 menit cukup Bu. Ibu bersedia?” “Ibu mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Baiklah.”
2. Tahap kerja - “Baiklah Ibu M, bisa Ibu jelaskan kepada saya bagaimana perasaan Ibu M saat ini?” - “Saya mengerti Ibu sangat sulit menerima kenyataan ini. Tapi kondisi sebenarnya memang kucing bapak sudah meninggal. Sabar ya, Bu ” - “Saya tidak bermaksud untuk tidak mendukung Ibu. Bapak coba pikir,
Itu sudah
menjadi kehendak Tuhan, Bu. Ibu harus berusaha menerima kenyataan ini.” - “Ibu, hidup matinya seseorang atau hewan peliharaan semua sudah diatur oleh Tuhan. Meninggalnya kucing bapak juga merupakan kehendak-Nya sebagai Maha Pemilik Hidup. Tidak ada satu orang pun yang dapat mencegahnya, termasuk saya ataupun Ibu sendiri.” - “Ibu sudah bisa memahaminya?” - “Ibu tidak perlu cemas. Bapak masib bisa mencoba mencari kucing yang sama dengan kucing bapak sebelumnya.” - “Untuk mengurangi rasa cemas Ibu, sekarang Ibu ikuti teknik relaksasi yang saya lakukan. Coba sekarang Ibu tarik napas yang dalam, tahan sebentar, kemudian hembuskan perlahan-lahan.” - “Ya, bagus sekali Bu, seperti itu.” 3. Tahap terminasi - Evaluasi: (subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa Ibu sudah mulai memahami kondisi yang sebenarnya terjadi?” (objektif): “Kalau begitu, coba Ibu jelaskan lagi, hal-hal yang Ibu dapatkan dari perbincangan kita tadi dan coba Ibu ulangi teknik relaksasi yang telah kita lakukan.” - RTL: “Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu merasa cemas, Ibu dapat melakukan teknik tersebut. Dan setiap kali Ibu merasa Ibu tidak terima dengan kenyataan ini, Ibu dapat mengingat kembali perbincangan kita hari ini. - Kontrak yang akan datang: ”Sudah 30 menit ya, Bu. Saya rasa perbincangan kita kali ini sudah cukup. Mungkin besok kita bisa berbincang-bincang di taman depan ya Bu.” “Apa ada yang ingin Ibu tanyakan? Baiklah, kalau tidak ada, saya permisi dulu ya Bu.”