LP Kelompok (Cephalgia) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN CEPHALGIA Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah



Disusun Oleh : 1. ALFIN WAHYU PUTRANTO (SN211004) 2. ANNA IRWANTI (SN211009) 3. PRATAMAJAYA SINTRIAS PUTRA (SN211110) 3. OKTAFIANA SETIA SARASWATI (SN211107) 4. TRI WULANDARI (SN211144) 5. RISMAWATI (SN211121) 6. DITA PRAMIANTI FIRDAUS (SN211043) 7. INDAH AYU SEPTIYANI (SN211066)



PROGRAM STUDI PROFESI NERS UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA TAHUN 2022



LAPORAN PENDAHULUAN CEPHALGIA A. KONSEP PENYAKIT 1. Definisi Cephalgia adalah istilah medis dari nyeri kepala atau sakit kepala. Cephalgia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu cephalo dan algos. Cephalo memiliki arti kepala, sedangkan algos memiliki arti nyeri. Cephalgia dapat menimbulkan gangguan pada pola tidur, pola makan, menyebabkan depresi sampai kecemasan pada penderitanya. (Hidayati, 2016). Cephalgia biasanya ditandai dengan nyeri kepala ringan maupun berat,nyeri seperti diikat, tidak berdenyut, nyeri tidak terpusat pada satu titik, terjadi secara spontan, vertigo, dan adanya gangguan konsentrasi (Kusuma, 2012). Nyeri kepala merupakan suatu penyakit yang sangat umum terjadi di Indonesia bahkan di dunia. Menurut WHO (2012), sekitar 47% populasi dewasa di dunia setidaknya pernah mengalami satu kali nyeri kepala dalam satu tahun. Nyeri kepala juga merupakan salah satu gejala yang paling sering dirasakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, bahkan hingga saat ini nyeri kepala masih menjadi masalah yang sering terjadi. Berdasarkan data prevalensi diketahui bahwa nyeri kepala menempati peringkat teratas dengan persentase sebanyak 42% dari semua keluhan pasien neurologi. 2. Etiologi Penyebab nyeri kepala banyak sekali, meskipun kebanyakan adalah kondisi yang tidak berbahaya (terutama bila kronik dan kambuhan), namun nyeri kepala yang timbul pertama kali dan akut awas ini adalah manifestasi awal dari penyakit sistemik atau suatu proses intrakranial yang memerlukan evaluasi sistemik yang lebih teliti (Bahrudin, 2013).



Menurut Papdi(2012) sakit kepala sering berkembang dari sejumlah faktor resiko yang umum yaitu: a. Penggunaan obat yang berlebihan yaitu mengkonsumsi obat berlebihandapat memicu sakit kepala bertambah parah setiap diobati. b. Stress Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, stress bias menyebabkan pembuluh darah di bagian otak mengalami penegangansehingga menyebabkan sakit kepala. c. Masalah tidur Masalah tidur merupakan salah satu faktor terjadinya sakit kepala, karenasaat tidur seluruh anggota tubuh termasuk otak dapat beristirahat. d. Kegiatan berlebihan Kegiatan yang berlebihan dapat mengakibatkan pembuluh darah di kepaladan leher mengalami pembengkakan, sehingga efek dari pembengkakanakan terasa nyeri. e. Rokok Kandungan didalam rokok yaitu nikotin yang dapat mengakibatkan pembuluh darah menyempit, sehingga menyebabkan sakit kepala. 3. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis khusus nyeri kepala meliputi (Yusran, 2019) : 1. Jenis nyeri berat, denyut, tarik, ikat, pindah – pindah, rasa kosong 2. awitan (onset) onset pada orang tua – peningkatan TIK (hidrocephalus, tumor, perdarahan sub arachnoid) kronis – tension headache, post trauma, neurosis, sinusitis akut – perdarahan non trauma, meningitis, glaucoma 3. frekuensi (periodisitas) terus-menerus – tension headache episode – migren 4. lama nyeri migren – dalam jam tension headache – hari-bulan neuralgia trigeminal – menyengat, detik-menit 1. kapan nyeri cluster headache: sewaktu tidur – nyeri waktu bangun tidur tension headache: siang dan sore lebih sering, rangsangan emosi migren;



pencetus cahaya, cuaca, alkohol



neuralgia trigeminal: tecetus waktu



menelan, bicara, sikat gigi 2. kualitas dan intensitas migren: denyut hebat (susah kerja) cluster headache: denyut seperti bortension headache: seperti memakai topi baja berat 3. gejala penyerta migren: muntah, vertigo, diplopia cluster: ptosis ipsilateral, mioasis, konjungtiva merah tension headache: foto dan fonofobia. 4. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan chepalgia meliputi (Yusran, 2019) : - Cidera serebrovaskuler / Stroke - Peningkatan tekanan intrakranial - Gangguan keseimbangan neuromuskular - Cemas - Gangguan tidur - Gangguan pencernanaan - Depresi - Masalah fisik dan psikologis lainnya. 5. Penatalaksanaan 



Keperawatan Asuhan keperawatan pada pasien dengan cephalgia meliputi pemberian edukasi dan informasi untuk meningkatkan pengetahuan klien dan mengurangi kecemasan serta ketakutan klien. Perawat mendukung kemampuan klien dalam perawatan diri untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah komplikasi (Morita, 2016). Perawat perlu mengidentifikasi bagaimana klien memandang penyakit dan memaknai setiap hal yang berhubungan dengan penyakit tersebut. Apabila terdiagnosis cephalgia, banyak orang merasa takut akan komplikasi apa saja yang dapat terjadi dikemudian harinya. Intervensi keperawatan kemudian difokuskan untuk



membantu klien mengekspresikan rasa takut, membuat parameter harapan yang realistis, memperjelas nilai dan dukungan spiritual, meningkatkan kualitas sumber daya keluarga dan komunitas, dan menemukan kekuatan diri untuk menghadapi masalah. 



Medis - CT Scan Menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman untuk menemukan abnormalitas pada susunan saraf pusat. - MRI Scan Bertujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula spinalis dengan menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh. - Pungsi lumbal pengambilan cairan serebrospinalis untuk pemeriksaan. Hal ini tidak dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan tumor otak, karena penurunan tekanan yang mendadak akibat pengambilan CSF.



6. Patofisiologi Sakit kepala (cephalgia) timbul sebagai hasil “perangsangan” (stimulasi) terhadap bagian-bagian intrakranial dan ekstrakranial diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bagian – bagian tersebut adalah (Yusran, 2019) : 1. Bagian-bagian intrakranial yang peka nyeri antara lain ; -



Sinus Venosus (Sinus Sagitalis)



-



Arteri Duramater (Arteri Meningea anterior dan media)//Duramater dasar



tengkorak -



N. V (trigeminus), N. IX (glosophareal), N. X (vagus)



-



Arteri yang membentuk sirkulus willisi dan cabang-cabangnya



-



Substansia Grisea Periaquaductal batang otak



-



Nukleus sensori dari talamus



2. Bagian-bagian ekstrakranial yang peka nyeri antara lain ; -



Kulit, Scalp, Otot, Tendon, dan Fasia daerah kepala leher



-



Periosteum tengkorak terutama Supra Orbital, Temporal, dan



Oksipital bawah -



Rongga Orbita beserta isinya



-



Sinus Paranasalis, Oropharynx, dan rongga hidung



-



Gigi geligi



-



Telinga luar dan tengah



-



Arteri Ekstrakranial



-



Nervus C2 dan C3



3. Perangsangan terhadap bagian-bagian itu dapat berupa ; -



Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.



-



Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau



setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi. -



Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi



umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti



hipoksemia,



hipoglikemia



dan



hiperkapnia),



pemakaian



obat



vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut). -



Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi (migren



dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis). -



Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala,



seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis. -



Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus



(sinusitis), baseol kranii (ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis).



-



Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada



keadaan depresi dan stress.



Pathway



(Yusran, 2019)



B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Anamnesis Anamnesis pada klien dengan vertigo dapat dilakukan sebagai berikut 1) Data demografi Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung jawab, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis. 2) Keluhan utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan peningkatan TIK dan adanya gangguan fokal sepeti nyeri kepala hebat, muntah-muntah, kejang dan penurunan tingkat kesadaran. 3) Riwayat kesehatan sekarang Kaji bagaimana terjadi nyeri kepala, mual, muntah, kejang dan penurunan tingkat keasadaran dengan pendekatan PQRST. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan didalam intrakranial.Keluhan



perubahan



perilaku



juga



umum



terjadi.Sesuai



perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma. 4) Riwayat kesehatan dahulu Kaji adanya riwayat nyeri kepala sebelumnya.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit saat ini dan merupakan data



dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan Tindakan selanjutnya.



5) Riwayat kesehatan keluarga Untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga sebelumnya apakah ada yang memiliki riwayat tumor otak atau tidak 6) Pemeriksaan Pola Fungsi Kesehatan a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Dikaji apakah klien mengerti tentang penyakitnya dan bagaimana pengambilan keputusan saat sakit b) Pola nutrisi metabolik Nafsu makan hilang, adanya mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan, kesulitan menelan gangguan pada refleks palatum dan faringeal c) Pola eliminasi Perubahan pola berkemih dan buang air besar d) Pola aktifitas dan latihan Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan tingkat kesadaran, resiko trauma karena epilepsi, hemiparesis, ataksia, gangguan penglihatan dan merasa mudah lelah e) Pola tidur dan istirahat Susah untuk beristirahat atau mudah tertidur



f) Pola persepsi kognitif dan sensori Pusing, sakit kepala, kelemahan, tinitus, afasia motorik, gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan, penurunan memori, pemecahan masalah, kehilangan kemampuan masuknya rangsang visual, menurunan kesadaran sampai dengan koma, tidak mampu merekam gambar, tidak mampu membedakan kanan/kiri g) Pola persepsi dan konsep diri Perasaan tidak berdaya dan putus asa, emosi labil dan kesulitan untuk mengekspresikan h) Pola peran dan hubungan dengan sesama Masalah bicara dan ketidakmampuan dalam berkomunikasi (kehilangan komunikasi verbal/ bicara pelo) i) Reproduksi dan seksualitas Adanya



gangguan



seksualitas



dan



penyimpangan



seksualitas



atau



pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas j) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres Adanya perasaan cemas, takut, tidak sabar ataupun marah, perasaan tidak berdaya, putus asa, respon emosional klien terhadap status saat ini, mudah tersinggung, mekanisme koping yang biasa digunakan dan orang yang membantu dalam pemecahan masalah k) Sistem kepercayaan Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu atau tidak. b. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan Umum Keadaan umum pasien diamati mulai saat pertama kali bertemu dengan pasien dilanjutkan mengukur TTV, kesadaran pasien diamati sadar sepenuhnya (komposmentis, apatis, somnolen, delirium semi koma,



koma, keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tampak tidak sakit. Pengukuran tingkat kesadaran bisa dlakukan dengan Gasglow Coma Scale.



Tingkat kesadaran dapat dibedakan kedalam beberapa tingkatan, yaitu: a. Composmentis (14-15), yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa dengan baik. b. Apatis (12-13), yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya. c. Delirium (10-11), yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi serta meronta-ronta. d. Somnolen (7-9) yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih dapat sadar bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur kembali. e. Sopor (5-6), yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik. f. Semi-coma (4) yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil masih baik.



g. Coma (3), yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan respons terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri. c. Pemeriksaan penunjang 1) CT scan dan MRI Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur data awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal dan salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. a. Pemeriksaan cairan serebrospinal Tujuan untuk melihat adanya sel-sel tumor. Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri). b. Biopsi Tujuan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis c. Angiografi Serebral Tujuan memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral. d. Elektroensefalogram (EEG) Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk megevaluasi lobus temporal pada waktu kejang. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Tujuan diagnosis keperawatan adalah untuk mengidentifikasi respons pasien individu, keluarga, komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).Perumusan atau penulisan diagnosis disesuaikan dengan jenis diagnosis keperawatan. Terdapat dua metode perumusan diagnosis keperawatan yaitu :



a. Penulisan tiga bagian (Three part) Metode penulisan ini terdiri atas Masalah, Penyebab dan Tanda/ggejala. Metode penulisan ini hanya dilakukan pada diagnosis aktual b. Penulisan dua bagian (Two part) Metode pnulisan ini dilakukan pada diagnosis risiko dan diagnosis promosi kesehatan (PPNI, 2016). Menurut (Aspiani, 2017), diagnosis keperawatan pada pasin dismenoreyaitu: gangguan rasa nyaman, nyeri akut, defisit nutrisi, ansietas, dan defisit pengetahuan. Pada kasus ini diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien dismenore yaitu gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya gejala suatu penyakit ditandai dengan klien mengeluh tidak nyaman kerna nyeri, mengeluh lelah dan mual, tidak mampu rileks, sulit tidur, serta klien tampak gelisah dan merintih/menagis. 3. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcomes) yang diharapkan. Setiap intervensi keperawatan pada standar SIKI terdiri atas tiga komponen yaitu label, definisi dan tindakan (PPNI, 2018). Luaran (outcomes) keperawatan merupakan aspek – aspek yang dapat diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau dari persepsi pasien, keluarga atau komunitas sebagai respons terhadap intervensi keperawatan. Luaran (outcomes) keperawatan memiliki tiga komponen utama yaitu label, ekspektasi dan kriteria hasil (PPNI, 2018). 4. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan. a. Nyeri akut b.d agen pencidera fisiologis d.d pasien mengeluh nyeri (D.0078) b. Risiko jatuh d.d gangguan keseimbangan (D.0143)



INTERVENSI No



Diagnosa Keperawatan



1.



Tujuan dan Kriteria



Intervensi



Hasil



Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Menejemen Nyeri (I.08238) pencidera fisiologis perawatan 1x 24jam Tingkat d.d mengeluh (D.0078)



pasien Nyeri (L.08066) menurun nyeri dengan kriteria hasil : - keluhan nyeri (menurun) - meringis (menurun) - gelisah (menurun)



O: - Identifikasi skala nyeri -



Identifikasi



karakteristik,



lokasi, durasi,



frekuensi, kualitas, intensitas nyeri T: - Fasilitasi istirahat dan tidur - Pertimbangkan jenis dan sumber



nyeri



dalam



pemilihan strategi meredakan nyeri E:



- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri -



Anjurkan



menggunakan



analgetik secara tepat K : kolaborasi pemberian analgetic jika perlu 2.



Risiko



jatuh



d.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan jatuh (I.14540)



gangguan



perawatan 1x 24jam Tingkat



keseimbangan



jatuh (L.14138) menurun



(D.0143)



dengan kriteria hasil : -



jatuh



saat



- identifikasi faktor risiko berdiri



jatuh



saat



jatuh



(menurun)



duduk



identifikasi



faktor



lingkungan T:



(menurun) -



jatuh -



(menurun) -



O:



saat



berjalan - pasang handril tempat tidur - pastikan roda tempat tidur



- jatuh saat dikamar mandi dan kursi roda terkunci (menurun)



E: -



anjurkan



berkonsentrasi



untuk menjaga keseimbangan tubuh -



anjurkan



memanggil



perawat jika membutuhkan bantuan untuk berpindah



5.



EVALUASI Tanggal Waktu



No DX



Evaluasi (SOAP)



1



S : Pasien mengatakan nyerinya sudah tidak ada O : Pasien tampak tidak gelisah A : Masalah teratasi P : Hentikan intervensi



2



S : Pasien mengatakan sudah tidak merasa mau jatuh lagi ( skor 6) O : pasien tampak bisa berdiri, berjalan dan duduk dengan leluasa A : masalah teratasi P : henntikan intervensi



Ttd



Daftar Pustaka Bahrudin,



M.



(2018).



Patofisiologi



Nyeri.



13(1),



7.



https://doi.org/10.22219/sm.vl3il.5449 Hidayati, H. B. (2016). Pendekatan Klinisi dalam Manajemen Nyeri Kepala. Mnj, 2(2), 89–96 Kusuma, H. (2012). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction Papdi, E. (2012). Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal medicine) PPNI (2018). Standar Dagnosa Keperawatan Indonesia :Definisi dan Indikator Keperawatan.Edisi 1.Jakarta : DPP PPNI PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :Definisi dan Indikator Keperawatan.Edisi 1.Jakarta : DPP PPNI Yusran, M. (2019). Praktik Keperawatan Medikal Bedah II Diruang Perawatan Flamboyan RSUD Abdul Rivai “Cephalgia” WHO.



2012.



Headache



http://www.who.int/mediacentre/factsheets (Desember, 2014



Disorders.