LP Keracunan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN SKENARIO KERACUNAN MAKANAN Di susun untuk memenuhi tugas Gadar wisata



Disusun oleh :



1. Dwi Bekti Lestari



(1707101)



2. Wiwik Setyoningsih (1707146) 3. Eny Hartati



(1707105)



4. Erlina Yuliastuti



(1707106)



5. Eni Tri Lestari



(1707104)



6. Noor Khayati



(1707123)



7. Yulfa



(1707148)



8. Wahyu Nurdiansah (1707145)



PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN TRANSFER SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG 2018 1



LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KASUS INTOXICASI/KERACUNAN



I. PENGERTIAN Intoksikasi adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis. Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit, atau dialirkan didalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Reaksi kimia racun mengganggu sistem kardiovaskular, pernapasan sistem saraf pusat, hati, pencernaan (GI), dan ginjal (Nurarif & Kusuma, 2013). Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga. Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia (Arisman, 2008).



II. ETIOLOGI & KLASIFIKASI



A. KLASIFIKASI Menurut Arisman, 2008 keracunan dibagi menjadi 3 yaitu : 1. Keracunan Hidrokarbon 2. Keracunan Makanan 3. Keracunan Bahan Kimia



B. ETIOLOGI Penyebab keracunan ada beberapa macam dan akibatnya bisa mulai yang ringan sampai yang berat. 1.



Keracunan Hidrokarbon Kelompok hidrokarbon yang sering menyebabkan keracunan adalah minyak tanah, bensin, minyak cat ( tinner ) dan minyak untuk korek api (Arisman, 2008).



2



2.



Keracunan Makanan a.



Keracunan Jamur Keracunan setelah memakan jamur belakangan ini sering terjadi. Ada jamur yang mengandung racun amanitin dan muskarin dimana muskarin merupakan zat alkaloid beracun yang menyebebkan paralisis otot dan bereaksi sangat cepat.



b.



Keracunan Makanan Kaleng Disebabkan oleh kuman Clostridium botulinum, terdapat dalam makanan kaleng yang diawetkan dan dikalengkan secara tidak sempurna sehingga tercemar kuman tersebut.



c.



Keracunan Jengkol Pada keracunan jengkol terjadi penumpukan kristal asam pada tubuli, ureter dan urethrae. Keluhan terjadi 5 - 12 jam sesudah makan jengkol.



d.



Keracunan Ketela Pohon Dapat terjadi karena ada ketela pohon yang mengandung asam sianida (HCN) atau sianogenik glikosida. Ketela pohon pahit mengandung lebih dari 50mg HCN per 100gr ketela pohon segar.



e.



Keracunan Makanan yang Terkontaminasi Tidak jarang terjadi keracunan bahan makanan yang tercemar oleh kuman, parasit, virus, maupun bahan kimia. Kuman-kuman yang dapat menyebabkan



keracunan



bahan



makanan



ialah



Staphilococcus,



Salmonella, Clostridium Botulinum, E. Coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dll. Tercemarnya makanan biasanya melalui lalat, udara, kotoran rumah tangga, dan terutama melalui juru masak yang menjadi pembawa kuman. Kuman yang masuk kedalam makanan cepat memperbanyak diri dan memproduksi toksin. Akibat keracunan tergantung dari virulensi dan banyaknya kuman, sifat kuman ialah tidak tahan panas (Arisman, 2008).



3.



Keracunan Bahan Kimia a. Keracunan Arsen Lebih dari 20 abad yang lalu arsen digunakan baik oleh orang yunani maupun roma untuk pengobatan maupun sebagai racun. Pada saat ini tidak 3



banyak obat mengandung arsen, akan tetapi kadang-kadang dipakai pada pembuatan beberapa herbisida dan peptisida. Arsen dapat juga ditemukan sebagai hasil sampingan dari peleburan timah, seng, dan logam lainnya (Arisman, 2008). b. Keracunan Asam Basa Zat asam kuat seperti asam sulfat, asam klorida dan zat basa kuat seperti KOH, NaOH banyak dipakai sebagai bahan kimia untuk keperluan rumah tangga, seperti pembersih porselen, bahan anti sumbat saluran air, pembasmi serangga, maupun untuk memasak seperti cuka bibit (Arisman, 2008). c. Keracunan Insektisida (Pestisida) Walaupun tujuan pemakaian insektisida itu untuk membasmi berbagai macam serangga seperti kecoa dan sebagainya. Bahan-bahan demikian dapat pula membunuh manusia. Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain : Azinophosmethyl, Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion, Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos.



Dengan demikian jika



barang tersebut tidak disimpan di tempat yang aman dan jauh dari jangkauan anak-anak, maka kejadian keracuan baik melalui kontak maupun



inhalasi



dan



minum



tidak



dapat



dihindarkan.



Untuk



menanggulangi kejadian keracunan insektisida tidak mudah karena bahan kimia yang dipergunakan oleh tiap produsen tidak sama (Prijanto, 2009).



III. MANIFESTASI KLINIK



1. Gejala Yang Paling Menonjol Menurut Nurarif & Kusuma 2013, dalam buku Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC gejala yang paling menonjol pada keracunan meliputi : a. Kelainan visus b. Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat c. Gangguan saluran pencernaan d. Kerusakan bernafas.



4



2. Keracunan Hidrokarbon a. Gejala klinik : terutama terjadi sebagai akibat dari iritasi pulmonal dan depressi susunan saraf pusat. b. Iritasi pulmonal : Batuk, sesak, retraksi, tachipneu, cyanosis, batuk darah dan udema paru. Pada pemeriksaan foto thorak bisa didapatkan adanya infiltrat di kedua lapangan paru, effusi pleura atau udema paru. c. Depresi CNS (Central Nervous System) / SSP (Sistem Saraf Pusat) : Terjadi penurunan kesadaran mulai dari apatis sampai koma, kadang-kadang disertai kejang. d. Gejala-gejala GI Tract : Mual, muntah, nyeri perut dan diare (Arisman, 2008).



3. Keracunan Makanan a. Keracunan Jamur Gejala klinik : Rasa mual, Muntah, Sakit perut, Mengeluarkan banyak ludah dan keringat, Miosis, Diplopia, Bradikardi sampai konfusi (Kejang). b. Keracunan Makanan Kaleng Gejala klinik : Penglihatan kabur, refleks cahaya menurun atau negatif, midriasis dan kelumpuhan otot-otot mata, Kelumpuhan saraf-saraf otak yang bersifat simetrik, dysphagia, dysarthria, kelumpuhan (general paralyse). c. Keracunan Jengkol Gejala klinik : Sakit pinggang, nyeri perut, muntah, hematuria, oliguria sampai anuria dan urin berbau jengkol, dapat terjadi gagal ginjal akut. d. Keracunan Ketela Pohon Gejala klinis : Tergantung pada kandungan asam sianida (HCN), kalau banyak dapat menyebabkan kematian dengan cepat, penderita merasa mual, perut terasa panas, pusing, lemah dan sesak, kejang, lemas, berkeringat, mata menonjol, midriasis, mulut berbusa bercampur darah, warna kulit merah bata (pada orang kulit putih) dan sianosis. e. Keracunan Makanan yang Terkontaminasi Gejala timbul 3-24 jam setelah makan makanan yang tercemar kuman terdiri dari mual muntah, diare, sakit perut, disertai pusing dan lemas (Arisman, 2008).



5



4. Keracunan Bahan Kimia a. Keracunan Arsen Gejala klinis keracunan akut : Dalam 1 jam setelah menelan arsen sudah timbul : Rasa tidak enak dalam perut, bibir terasa terbakar, sukar menelan kemudian disusul sakit pada lambung dengan muntah-muntah dan diare berat, adakalanya terdapat pula : oliguria sampai anuria, kejang otot dan rasa haus. Gejala klinis keracunan kronis : Otot-otot lemah, gatal-gatal, pigmentasi, keratosis kulit dan edema (Arisman, 2008). b. Keracunan Asam Basa Gejala : zat asam atau basa kuat dapat merusak epitel atau mukosa dan disebut bahan korosif. Bahan ini akan membuat nekrosis di bagian tubuh yang terkena, seperti kulit dan mata jika tersiram, saluran pernafasan jika terhirup, saluran pencernaan seperti kulit mukosa mulut, esofagus, lambung jika terminum. Dalam fase penyembuhan pada lokasi luka akan terbentuk jaringan granulasi yang akan menyebabkan stiktura (peradangan pada esofagus karena akumulasi jaringan parut) dan stenosis, sehingga menimbulkan kesukaran menelan. Untuk menghindarkan kejadian ini maka pada keracunan demikian tindakan cepat dan tepat sangatlah penting (Arisman, 2008). c. Keracunan Insektisida Gejala keracunan organofosfat akan berkembang selama pemaparan atau 12 jam kontak. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami perubahan secara hidrolisa di dalam hati dan jaringan-jaringan lain. Hasil dari perubahan / pembentukan ini mempunyai toksisitas rendah dan akan keluar melalui urine. Adapun 3 gejala keracunan pestisida golongan organofosfat yaitu : 1) Gejala awal Gejala awal akan timbul : mual/rasa penuh di perut, muntah, rasa lemas, sakit kepala dan gangguan penglihatan. 2) Gejala Lanjutan Gejala lanjutan yang ditimbulkan adalah keluar ludah yang berlebihan, pengeluaran lendir dari hidung (terutama pada keracunan melalui hidung), kejang usus dan diare, keringat berlebihan, air mata yang berlebihan, kelemahan yang disertai sesak nafas, akhirnya kelumpuhan otot rangka.



6



3) Gejala Sentral Gelaja sentral yan ditimbulkan adalah, sukar bicara, kebingungan, hilangnya reflek, kejang dan koma. 4) Kematian, apabila tidak segera di beri pertolongan berakibat kematian dikarenakan kelumpuhan otot pernafasan (Prijanto, 2009).



IV. PATOFISIOLOGI



Organofosfat adalah persenyawaan yang tergolong antikholinesterase. Dampak organofosfat terhadap kesehatan bervariasi, antara lain tergantung dari golongan, intensitas pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan. Dalam tubuh manusia diproduksi asetikolin dan enzim kholinesterase. Enzim kholinesterase berfungsi memecah asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat. Asetilkolin dikeluarkan oleh ujung-ujung syaraf ke ujung syaraf berikutnya, kemudian diolah dalam Central nervous system (CNS) dan akhirnya terjadi gerakan-gerakan tertentu yang dikoordinasikan oleh otak. Apabila tubuh terpapar organofosfat, maka mekanisme kerja enzim kholinesterase terganggu, dengan akibat adanya ganguan pada sistem syaraf. Ketika pestisida organofosfat memasuki tubuh manusia atau hewan, pestisida menempel pada enzim kholinesterase. Karena kholinesterase tidak dapat memecahkan asetilkholin, impuls syaraf mengalir terus (konstan) menyebabkan suatu twiching yang cepat dari otot-otot dan akhirnya mengarah kepada kelumpuhan. Pada saat otot-otot pada sistem pernafasan tidak berfungsi terjadilah kematian. Hadirnya pestisida golongan organofosfat di dalam tubuh juga akan menghambat aktifitas enzim asetilkholinesterase, sehingga terjadi akumulasi substrat (asetilkholin) pada sel efektor. Keadaan tersebut diatas akan menyebabkan gangguan sistem syaraf, baik sistem saraf pusat, sistem saraf simpatis dan parasimpatis yang berupa aktifitas kolinergik secara terus menerus akibat asetilkholin yang tidak dihidrolisis. Gangguan ini selanjutnya akan dikenal sebagai tanda-tanda atau gejala keracunan (Prijanto, 2009).



7



PATH-WAY Masuknya insektisida organofosfat ke gastrointestinal



Respon Psikologis



Koping individu tidak efektif kecemasan pemenuhan informasi



Efek stimulasi muskarinik pada saraf parasimpatis



Bronkospasme, hipotensi, bradikardi, miosis, muntah, berkeringat, diare, sering kencing dan hipersaliva.



Intoksikasi insektisida organofosfat



Hambatan aktivikasi enzim asetilkolinesterase (Ache)



Akumulasi asetilkolin pada ujung saraf



Efek stimulasi nikotinik pada sistem saraf simpatis



Takikardi, Hipertensi, Midriasis



Penurunan asupan makanan



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



Efek stimulasi nikotinik muskarinik pada sistem saraf pusat



Agitasi, gagal nafas, penurunan tingkat kesadaran dan koma



Ketidakefektifan pola nafas Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak



Penurunan aliran udara, hipoksia, penurunan aliran darah sistemik, peningkatan hilangnya cairan tubuh



Gangguan tidak dapat dikoreksi Gangguan pertukaran gas Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer Ketidakseimbangan elektrolit



Gagal kardiorespirasi



Kematian Efek akumulasi asetilkolin pada neuromuskular junction



Kelelahan, Kelemahan fisik, fasikulasi



Intoleransi Aktivitas



Sumber : Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NICNOC 2013 8



V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap (urin, gula darah, cairan lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum, elektrolit, urea, kreatinin, glukosa, transaminase hati). EKG, untuk melihat dan memantau kerja dari jantung, Foto toraks/abdomen, untuk melihat apakah terjadi perubahan pada organ pernafasan dan organ pencernaan, Tes toksikologi kuantitatif (Boswick, 1997).



VI. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Pengobatan simptomatis / mengatasi gejala : a.



Gangguan sistem pernafasan dan sirkulasi : RJP



b.



Gangguan sistem susunan saraf pusat : 1) Kejang : beri diazepam atau fenobarbital 2) Odem otak : beri manitol atau dexametason



c.



Gejala : mual, muntah, nyeri perut, hipersalivasi, nyeri kepala, mata miosis, kekacauan mental, bronchokonstriksi, hipotensi, depresi pernafasan dan kejang. Tindakan : Atropin 2 mg tiap 15 menit sampai pupil melebar. Atropin berfungsi untuk menghentikan efek acetylcholine pada reseptor muscarinik, tapi tidak bisa menghentikan efek nikotinik. Pada usia < 12 tahun pemberian atropin diberikan dengan dosis 0,05 mg/kgBB, IV perlahan dilanjutkan dengan 0,02-0,05mg/kgBB setiap 5-20 menit sampai atropinisasi sudah adekuat atau dihentikan bila : 1) Kulit sudah hangat, kering dan kemerahan 2) Pupil dilatasi (melebar) 3) Mukosa mulut kering 4) Heart rate meningkat Pada anak usia > 12 tahun diberikan 1 - 2 mg IV dan disesuaikan dengan respon penderita. Pengobatan maintenance dilanjutkan sesuai keadaan klinis penderita, atropin diteruskan selama 24 jam kemudian diturunkan secara bertahap. Meskipun atropin sudah diberikan masih bisa terjadi gagal nafas karena atropin tidak mempunyai pengaruh terhadap efek nikotinik (kelumpuhan otot) organofosfat



d.



Antiemetik : zat-zat yang digunakan untuk menghambat muntah.



9



Obat antiemetik adalah : Antagonis reseptor 5-hydroxy-tryptamine yang menghambat reseptor serotonin di Susunan Syaraf Pusat (SSP) dan saluran cerna. Obat ini dapat digunakan untuk pengobatan post-operasi, dan gejala mual dan muntah akibat keracunan. Beberapa contoh obat yang termasuk golongan ini adalah : Domperidon, Ondansentron, Dolasetron (Boswick, 1997).



2. Pengobatan Supportif Tujuan dari terapi suportif adalah adalah untuk mempertahankan homeostasis fisiologis sampai terjadi detoksifikasi lengkap dan untuk mencegah serta mengobati komplikasi sekunder seperti aspirasi, ulkus dekubitus, edema otak & paru, pneumonia, rhabdomiolisis (kumpulan gejala yang ditimbulkan karena gangguan dalam sel-sel otot), gagal ginjal, sepsis, dan disfungsi organ menyeluruh akibat hipoksia atau syok berkepanjangan. Terapi : Hipoglikemia : glukosa 0,5-1g /kgBB IV, Kejang : diazepam 0,2-0,3mg /kgBB IV (Boswick, 1997).



3. Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4 jam) dengan cara : a. Dimuntahkan : Bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek muntah di tenggorokan), atau pemberian air garam atau sirup ipekak. Kontraindikasi : cara ini tidak boleh dilakukan pada keracunan zat korosif (asam/basa kuat, minyak tanah, bensin), kesadaran menurun dan penderita kejang. b. Bilas lambung : 1) Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah. 2) Pasang NGT dan bilas dengan : air, larutan norit, Natrium bicarbonat 5 %, atau asam asetat 5 %. 3) Pembilasan sampai 20 X, rata-rata volume 250 cc. 4) Kontraindikasi : keracunan zat korosif & kejang (Arisman, 2009).



10



VII.KEMUNGKINAN DATA FOKUS A. IDENTITAS a). Identitas Klien b). Identitas Penanggung Jawab



B. PENGKAJIAN c). Primer Survey 1). Airway (A) : Kaji apakah terdapat sumbatan karena edema (inflamasi) saluran pernapasan akibat dari keracunan gas (inhalasi) atau reaksi alergi berat. 2). Breathing (B) : Nafas cepat atau lambat, keracunan asetaminofen dapat menyebabkan depresi pusat nafas. 3). Circulation (C) : Kaji jika ada reaksi perdarahan lambung karena keracunan zat korosif atau zat racun lain yang teringesti, kaji jika ada mual-muntah, tanda dehidrasi, diare/GE. 4). Disability (D) : Kaji GCS, penurunan kesadaran akibat racun, reaksi pupil terhadap cahaya, dan dilatasi pupil. d). Secondary Survey 1). Exposure (E) : Kaji apakah terdapat luka atau lesi luar akibat terpapar racun (tersiram zat kimia). 2). Fluid, Farenheit (F)



: Observasi output urine jika terdapat dehidrasi atau



tanda-tanda syok (urine output : 1-2cc/kgBB/jam). 3). Get Vital Sign (G)



: Kaji tanda-tanda vital, dan perubahanya secara teratur.



Lakukan bilas lambung segera untuk mengeliminasi racun. 4). Head To toe, History (H)



: Monitoring kerja jantung jika keracunan



asetominopen. Sumber : https://www.scribd.com/doc/231779366/Askep-Keracunan-Gadar



11



VIII. Analisa Data Data Data Subjuektif : 1. Klien menyatakan sulit



Etiologi Intoksikasi intektisida organofosfat



Masalah Ketidakefektifan pola nafas



untuk bernafas 2. Klien menyatakan merasa



Hambatan aktivasi enzim asetilkolinesterase



seperti tercekik



Data Objektif :



Akumulasi asetilkolin pada ujung saraf



1. Perubahan kedalaman pernafasan 2. Takipnea



Efek stimulasi nikotinik muskarinik pada sistem saraf pusat



3. Suara nafas abnormal Agitasi, gagal nafas. Data Subjektif : 1. Klien mengatakan



Intoksikasi intektisida organofosfat



Gangguan Pertukaran Gas



penglihatanya kabur Hambatan aktivasi enzim asetilkolinesterase Data Objektif : 1. pH darah arteri abnormal 2. Dispnea



Akumulasi asetilkolin pada ujung saraf



3. Hipoksia 4. Takikardi 5. Somnolen



Data Subjektif : 1. Klien menyatakan kawatir



Efek stimulasi nikotinik muskarinik pada sistem saraf simpatis



Takikardi, Hipertensi, Midriasis Masuknya insektisida organofosfat ke GI



Ansietas



karena perubahan dalam peristiwa hidup.



Intoksikasi insektisida 12



organofosfat



Respon psikologis



Data Objektif : 1. Perilaku : gelisah, agitasi 2. Affektive: ketakutan, 3. Fisiologis:



suara



bergetar, gemetar, peningkatan keringat, 4. Respirasi meningkat, nadi meningkat, tekanan darah meningkat



Intoksikasi insektisida organofosfat



Data Subjektif : 1. Klien menyatakan merasa



Intoleran aktivitas



letih, 2. Klien menyatakan mersa



Efek akumulasi asetilkolin pada neuromuskular junction



lemah,



Data Objektif :



Kelelahan, kelemahan fisik



1. Respon terkanan darah abnormal terhadap aktivitas, 2. Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas,



IX. Diagnosa Keperawatan (NANDA 2012-2014 & Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC 2013) 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, Ansietas. (00032) Domain 4 (Aktivitas/Istirahat) Kelas 4 (Respon Kardiovaskular/Pulmonal) 2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Ventilasi-Perfusi. (00030) 13



Domain 3 (Eliminasi dan Pertukaran) Kelas 4 (Fungsi Pernapasan)



3. Ansietas berhubungan dengan pemajanan toksin. (00146) Domain 9 (Koping/Toleransi Stres) Kelas 2 (Respon Koping) 4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. (00092) Domain 4 (Aktivitas/Istirahat) Kelas 4 (Respon Kardiovaskular/Pulmonal)



14



X. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (NIC-NOC) No 1.



Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, ansietas. Batasan karakteristik : Data Subjuektif : 1. Klien menyatakan sulit untuk bernafas 2. Klien menyatakan merasa seperti tercekik Data Objektif : 1. perubahan kedalaman pernafasan 2. takipnea 3. suara nafas abnormal



2.



Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasiperfusi. Batasan Karakteristik :



Tujuan Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam pola nafas klien teratur



Rencana Tindakan Intervensi 1. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi. 2.



Kriteria Hasil : 1. Menunjukkan jalan nafas yang paten (Klien tidak merasa tercekik, irama nafas teratur, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) 2. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, perafasan, suhu). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1x24 jam pertukaran gas klien kembali normal



3.



4.



5.



6.



Rasional 1. Posisi setengah duduk dapat meringankan kerja dari otot-otot pernafasan, Identifikasi klien perlunya 2. Mengetahui tindakan selanjutnya pemasangan alat jalan nafas yang perlu untuk mempermudah buatan. klien bernafas, Auskultasi suara nafas, 3. Mengetahui kondisi saluran catat adanya suara pernapasan klien, tambahan. Berikan bronkodilator bila 4. Bronkodilator untuk melebarkan perlu. saluran pernapasan untuk pemenuhan O2 yang adekuat, Monitor TTV. 5. Menunjukkan keadaan / respon klien dan untuk menentukan tindakan selanjutnya Berikan Terapi oksigen 6. Untuk memenuhi kebutuhan sesuai indikasi. oksigen tubuh klien.



1. Monitor TTV



2. Atur posisi klien menjadi semi-fowler



1. Menunjukkan keadaan / respon klien dan untuk menentukan tindakan selanjutnya 2. Posisi semi-fowler dapat memaksimalkan ventilasi dan meringankan kerja otot-otot 15



Data Subjektif : 1. Klien mengatakan penglihatanya kabur



Data Objektif : 1. pH darah arteri abnormal



Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal, 2. Tidak ada Sianosis dan Dispnea 3. Peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat



pernafasan 3.Auskultasi suara nafas. 3. Untuk mengetahui adanya sumbatan jalan nafas atau tidak. 4. Identifikasi klien perlunya 4. Hasil identifikasi dapat pemasangan alat jalan nafas mempermudah klien dalam buatan. memenuhi oksigenasinya. 5. Monitor respirasi dan status 5. Melihat perkembangan status O2 O2. serta untuk menentukan tindakan selanjutnya. 6. Kolaborasi untuk pemberian 6. Untuk pemenuhan kebutuhan O2 sesuai indikasi. oksigenasi klien.



Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ansietas klien berkurang.



1. Identifikasi tingkat kecemasan.



2. Dispnea 3. Hipoksia 4. Takikardi 5. Somnolen 3.



Ansietas berhubungan dengan pemajanan toksin Batasan Karakteristik : Data Subjektif : 1. Klien menyatakan kawatir karena perubahan dalam peristiwa hidup. Data Objektif : 1. Perilaku : gelisah, agitasi 2. Affektive: ketakutan, 3. Fisiologis: suara bergetar, gemetar, peningkatan keringat,



2. Monitor TTV Kriteria hasil : 1. Vital sign dalam batas normal. 2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas.



3. Bantu klien mengenal situasi yang menyebabkan kecemasan. 4. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi.



1. Untuk menentukan tingkat kecemasan klien dan untuk menentukan tindakan selanjutnya. 2. Menunjukkan keadaan / respon klien dan untuk menentukan tindakan selanjutnya 3. Klien dapat melakukan latihan nafas dalam agar perasaan cemas berkurang. 4. Dengan mengungkapkan apa yang sedang dirasakan dapat menurunkan tingkat kecemasan.



16



4. Respirasi meningkat, nadi meningkat, tekanan darah meningkat.



4.



3. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.



Intoleran aktivitas berhubungan Tujuan : setelah dilakukan dengan kelemahan umum asuhan keperawatan selama 1x24 jam klien Batasan karakteristik : dapat kembali beraktivitas Data Subjektif : 1. Klien menyatakan merasa Kriteria hasil : letih, 1. Vital sign normal 2. Klien menyatakan mersa 2. Mampu berpindah dengan lemah, atau tanpa alat 3. Status kardiopulmonari Data Objektif : adekuat 1. Respon terkanan darah abnormal terhadap aktivitas. 4. Sirkulasi baik 5. Status respirasi : pertukaran 2. Respon frekuensi jantung gas dan ventilasi adekuat. abnormal terhadap aktivitas,



5. Instruksikan klien menggunakan teknik relaksasi. 6. berikan obat untuk mengurangi kecemasan. 1.



2.



3.



4.



5.



5. Teknik nafas dalam dapat memberikan rasa tenang kepada klien 6. kandungan obat langsung berkerja pada otak sehingga mengurangi rasa cemas klien. Monitor TTV 1. Menunjukkan keadaan / respon klien dan untuk menentukan tindakan selanjutnya Bantu klien 2. Untuk mengetahui apa saja mengidentifikasi aktivitas yang masih mampu dilakukan yang mampu dilakukan klien secara mandiri. Bantu klien untuk 3. Mempermudah klien mendapatkan alat bantuan melakukan aktivitas dengan aktivitas seperti kursi roda, aman. krek. Bantu klien dan keluarga 4. Untuk menapatkan evaluasi untuk mengidentifiasi mengenai kegiatan apa yang kekurangan dalam memerlukan bantuan dan untuk berkativitas. menentukan tindakan yang lebih lanjut. Monitor respon fisik, emosi, 5. Respon fisik, emosi, sosial dan sosial dan spiritual. spiritual yang belum baik harus diperbaiki agar klien memiliki semangat untuk beraktivitas.



17



DAFTAR PUSTAKA



Arisman. 2008. Keracunan Makanan:Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC. Jakarta Boswick, J. 1997. Perawatan Gawat Darurat. EGC. Jakarta Herdman, T.H. 2012. NANDA International Nursing Diagnose Definition & Clasification, 2012-2014. Oxford. Wiley-Blackwell Nurarif, H.N & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Mediaction Publishing. Yogyakarta. Prijanto, B.T. 2009. Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfat Pada Keluarga Petani Hortikultura Di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Semarang.



18