LP Konstipasi Anak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KONSTIPASI DI RUANG BANGSAL ANAK RSUD KOTA SURAKARTA



A. KONSEP PENYAKIT 1. Definisi Konstipasi Konstipasi adalah penurunan defekasi yang tidak normal pada seseorang, disertai dengan kesulitan keluarkan feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang keras dan kering (Wilkinson,2006). Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan passe feses yang menyangkut konsistensi tinja dan frekuensi berhajat. Konstipasi dikatakan akut jika lamanya 1 sampai 4 minggu, sedangkan dikatakan kronik jika lamanya lebih dari 1 bulan (Mansjoer,2000). Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang di ikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedaan saat saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorbsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum (Potter & Perry, 2005). Konstipasi adalah kesulitan atau jarang defekasi yang mungkin karena feses keras atau kering sehingga terjadi kebiasaan defekasi yang tidak teratur, faktor psikogenik, kurang aktivitas, asupan cairan yang tidak adekuat dan abnormalitas usus (Paath, E.F, 2004). Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang air besar, kesulitan dalam mengeluarkan feses atau perasaan tidak tuntas ketika buang air besar. Studi epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan usia terutama berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila tidak buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan antara dokter dan penderita tentang arti konstipasi (Cheskin dkk,1990).



2. Etiologi Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry,2005 adalah sebagai berikut : 1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi dapat menyebabkan konstipasi. 2. Klien mengkonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani (misalnya daging, produk-produk susu,telur) dan karbohidrat murni (makanan penutup yang berat) sering mengalami masalah konstipasi, karena bergerak lebih lambat didalam saluran cerna. Asupan cairan yang rendah juga memperlambat peristaltik. 3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan konstipasi. 4. Pemakaian laktasif yang berat menyebabkan hilangnya reflex defekasi normal. Selain itu, kolon bagian bawah yang dikosongkan dengan sempurna, memerlukan waktu untuk diisi kembali oleh masa feses. 5. Obat penenang, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek menciutkan da kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang), diuretik, antasid dalam kalsium atau alumunium dan obat-obatan antiparkinson dapat menyebabkan konstipasi. 6. Lansia mengalami perlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot abdomen dan penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering mengkonsumsi makanan rendah serat. 7. Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI seperti obstruksi usus, ileus paralitik. 8. Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon (misalnya cedera pada medula spinalis, tumor) dapat menyebabkan konstipasi. 9. Penyakit-penyakit



organik,



seperti



hipotiroidisme,



hipokalsemia,



atau



hypokalemia dapat menyebabkan konstipasi. 10. Peningkatan stress psikologi. Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalu kerja dari epinefrin dan sistem saraf simpatis. Stress juga dapat menyebabkan usus spastik(spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi kolon). Yang berhubungan



dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi. 11. Umur Otot semakin melemah dan melambatnya tonus spinker yang terjadi pada orang tua turut berperan menyebabkan konstipasi. 3. Patofisiologi Pengeluaran feses merupakan akhir proses pencernaan. Sisa-sisa makanan yang tidak dapt dicerna lagi oleh saluran pencernaan, akan masuk kedalam usus besar (kolon). Disini, kelebihan air dalam sisa-sisa makanan tersebut diserap oleh tubuh. Kemudian, massa tersebut bergerak kedalam (dubur), yang dalam keadaan normal mendorong terjadinya gerakan peristaltik usus besar. Pengeluaran feses secara normal, terjadi sekali atau dua kali setiap 24 jam (Akmal,dkk,2010). Patofisiologi konstipasi fungsional pada anak berhubungan dengan kebiasaan anak menahan defekasi akibat pengalaman nyeri pada defekasi sebelumnya, biasanya disertai fissura ani. Pengalaman nyeri berhajat ini menimbulkan penahanan tinja ketika ada hasrat untuk defekasi. Kebiasaan menahan tinja yang berulang akan meregangkan rektum dan kemudian kolon sigmoid yang menampung tinja berikutnya. Tinja yang berada dikolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk skibala. Seluruh proses akan berulang dengan sendirinya, yaitu tinja yang keras dan besar menjadi lebih sulit dikeluarkan melalui kanal anus, menimbulkan rasa sakit dan kemudian retensi tinja selanjutnya. 4. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain, karena pola makan,hormon,gaya hidup dan bentuk usus besasr setiap orang berbeda-beda, tetapi biasanya tanda dan gejala yang umum ditemukan pada sebagian besar atau kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut : 1. Perut terasa begah,penuh dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika tinja sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut penderita dapat terlihat seperti sedang hamil). 2. Tinja menjadi lebih keras, panas dan berwarna lebih gelap daripada biasanya, dan jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (bahkan dapat berbentuk bulatbulat kecil bila sudah parah).



3. Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang harus mengejan ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan tinja. 4. Terdengar bunyi-bunyi dalam perut. 5. Bagian anus terasa penuh dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat gesekan dengan tinja yang panas dan keras. 6. Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada biasanya (jika kram perutnya parah, bahkan penderita akan kesulitan atau sama sekali tidak bisa buang). 7. Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau lebih). 8. Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah. Suatu batasan dari konstipasi di usulkan oleh Holson meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan : a. Konsistensi feses yang keras b. Mengejan dengan keras saat BAB c. Rasa tidak tuntas saat BAB meliputi 25% dari keseluruhan BAB d. Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang. 5. Komplikasi Nyeri perut atau rektum dan enkoperesis merupakan komplikasi primer konstipasi pada anak. Eneuresis dilaporkan terjadi pada anak lebih dari 40% dengan enkopresis. Pada beberapa kasus eneuresisi menghilang bila masa tinja dievakuasi sehingga memungkinkan kandung kemih mengembang. Komplikasi urologis penting lainnya adalah dilatasi kolon distal, sehingga berperan dalam meningkatkan frekuensi infeksi saluran kemih dan obstruksi ureter kiri. Dilatasi kolon distal dapat mengurangi tonus kolon yang menyebabkan terjadinya invaginasi, yang dapat bermanifestasi sebagai prolaps rektis etelah defekasi. Prolaps kolon ringan tetapi berlangsung lama akan menciptakan suatu ulkus iskemik pada dinding mukosa rektum (ulkus soliter) yang secara klinis tampak sebagai tinja yang berlendir dan berdarah apa pun konsistensi tinjanya. Iritasi difus pada kolon akibat tinja yang amat keras bahkan dapat menyebabkan protein-losing entropathy. Sebagian anak dengan enkoperesis kronik akan menyangkal bila ditanya tentang masalah enkoperesisnya dan bahkan sering menyembunyikan celana dalamnya yang kena.



6. Penatalaksanaan Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi, merangsang upaya untuk memberikan pengobatan secara simptomatik. Sedangkan bila mungkin pengobatan harus ditujukan pada penyebab dari konstipasi. Penggunaan obat pencahar jangka panjang terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi : 1. Pengobatan non-farmakologi a. Latihan usus besar Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan usus secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. Dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsangan untuk BAB dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini. b. Diet Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan masa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. Untuk mendukung manfaat serat ini, diharapkan cukupa supan cairan sekitar 6-8gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan. c. Olahraga Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut. 2. Pengobtan farmakologis Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil ditambahkan terapi farmakologis dan biasanya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :



a. Memperbesar dan melunakkan masa feses antara lain a: Cereal, Methyl selulose,Pslium b. Melunakkan dan melincinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate. c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulase,gliserin. d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya : bisakodil,fenolptalein. Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan



cara-cara



tersebut



diatas,



mungkin



dibutuhkan



tindakan



pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada respon dengan pengobatan yang diberikan. Pada umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena masa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan. 7. Pencegahan Berikut beberapa pencegahan untuk mencegah terjadinya konstipasi : a. Jangan jajan di sembarang tempat b. Hindari makanan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi c. Minum air putih 1,5 sampai 2 liter air (kira-kira 8 gelas) sehari dan cairan lainnya setiap hari d. Olahraga seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan minimal 10-15 menit untuk olahraga ringan, dan minimal 2 jam untuk olahraga yang lebih berat. e. Biasakan buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan buang air besar f. Konsumsi makanan yang mengandung serat secukupnya, seperti buah-buahan dan syur-sayuran g. Tidur minimal 4 jams sehari.



B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agamaa, suku bangsa/ras, pendidikan dan alamat. b. Keluhan utama Klien tidak bisa BAB sudah 2 minggu c. Riwayat penyakit sekarang Klien mengeluh tidak bisa kentut, nyeri perut dan badan terasa panas d. Riwayat penyakit dahulu Kebiasaan makan makanan rendah serat yang dapat menimbulkan konstipasi. e. Pola Gordon 1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan karena dirawat di rumah sakit 2. Pola nutrisi dan metabolisme Klien tidak mau makan makanan yang telah disediakan dari rumah sakit,karena klien ingin makan soto. 3. Pola Eliminasi Klien selama dirawat di rumah sakit BAK ny tidak terlalu banyak, hanya saja klien tidak bisa BAB. 4. Pola aktivitas dan latihan Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah. 5. Pola kognitif perseptual Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba dan penghirupan tidak mengalami gangguan. 6. Pola hubungan dan peran Karena klien harus menjalani perawatan dirumah sakit maka dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalam keluarga,teman dan masyarakat. h.



Pemeriksaan Penunjang  Anuskopi (dianjurkan dilakukan secara rutin pada pasien dengan konstipasi untuk menemukan adalah fisura, hemoroid, dan keganasan)



 Foto polos perut harus dikerjakan pada pasien konstipasi, terutama yang terjadinya untuk mendeeksi adanya implaksi feses yang dapat menyebabkan sumbatan dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat dilanjutkan dengan barium enema untuk memastikan tempat dan sifat sumabatan.  Sinedefecgrafi adalah pemeriksaan radiologis daerah anorektal untuk menilai evakuasi feses secara tuntas, mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasi kontraksi serta relaksasi otot rektum. Uji ini memakai semacam pasta yang konsistensinya mirip feses, dimasukkan kedalam rektum. Kemudian penderita duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar X. Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebut. Dinilai kelainan anorektal saat proses berlangsung. 1. Pemeriksaan darah  IgG dengue positif (dengue blood)  Trombositopenia  Hb menurun  Hemokonsentrasi  Hasil



kimia



darah



menunjukkan



hipoproteinema,



hiponatremia,



hipokalemia, dan lainnya 2. Diagnosa keperawatan a. Konstipasi berhubungan dengan penurunan respon terhadap dorongan defekasi b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan c. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen 3. Rencana keperawatan



No 1



Diagnosa keperawatan



Tujuan dan kriteria



Intervensi



hasil



Konstipasi



(NIC) (NOC) Setelah dilakukan  Manajemen konstipasi



berhubungan



tindakan



keperawatan  Identifikasi faktor-faktor



dengan penurunan selama ..x.. klien dengan



yang



respon



konstipasi



terhadap konstipasi



dorongan defekasi



dapat



diharapkan



teratasi



dengan  Monitor



menyebabkan tanda-tanda



kriteria hasil :



ruptur bowel



 Pola BAB dalam batas  Jelaskan penyebab dan normal



rasionalisasi



 Feses lunak  Cairan



tindakan



pada pasien



dan



serat  Konsultasikan



dengan



dokter



tentang



adekuat  Aktivitas adekuat



peningkatan



dan



 Hidrasi adekuat



penurunan bising usus  Kolaborasi tanda



jika



dan



ada gejala



konstipasi yang menetap  Jelaskan



pada



klien



manfaat diet (cairan dan serat) terhadap eliminasi  Jelaskan



pada



klien



konsejuensi menggunakan



laxative



dalam waktu yang lama  Kolaborasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan  Dorong



peningkatan



aktivitas yang optimal  Sediakan privacy dan 2



keamanan selama BAB dilakukan  Catat status nutrisi



Ketidakseimbangan Setelah nutrisi kurang dari tindakan kebutuhan



keperawatan



klien pada penerimaan,



tubuh selama ..x.. klien dengan



catat turgor kulit, BB,



berhubungan



dengan



integritas mukosa oral,



dengan



ketidakseimbangan nutrisi



kemampuan



ketidakmampuan



kurang



riwayat



mencerna makanan



tubuh diharapkan dapat terasi



dari dengan



kebutuhan



menelan,



mual/muntah/diare



kriteria  Pastikan pola diet klien



 Awasi



hasil :  Intake nutrisi meningkat sesuai dengan diit  Intake



masukan



dan



pengeluaran nutrisi dan BAB secara periodik



dan  Selidiki



makanan



cairan meningkat sesuai



adanya



anoreksia



dengan diet  Menunjukkan perubahan prilaku/pola hidup



untuk



meningkatkan/ 3.



Nyeri akut



mempertahankan BB Setelah dilakukan  Lakukan



berhubungan



tindakan



dengan akumulasi



selama ..x.. klien nyeri



komprehensif termasuk



feses keras pada



akut



lokasi,karakteristik,dur



abdomen



teratasi



keperawatan



diharapkan



dapat



dengan



krteria



hasil :  Mampu



pengkajian



nyeri



asi,



secara



frekuensi,kualitas



dan faktor presipitasi mengontrol  Observasi reaksi non



nyeri (tahu penyebab



verbal



nyeri,



ketidaknyamanan



mampu



menggunakan



teknik  Bantu



dari klien



dan



non farmakologi untuk



keluarga untuk mencari



mengurangi nyeri)



dan



 Melaporkan



bahwa



menemukan



dukungan



nyeri berkurang dengan  Kontrol



lingkungan



menggunakan



yang



dapat



manajemen nyeri



mempengaruhi



nyeri



 Mampu



mengenali



seperti suhu ruangan,



nyeri



pencahayaan



(skala,intensitas,frekuen



kebisingan



si dan tanda nyeri)  Menyatakan



 Kurangi rasa



dan faktor



presipitasi nyeri



nyaman setelah nyeri  Kaji tipe dan sumber berkurang



 Tanda



vital



rentang noraml



dalam



nyeri



untuk



menentukan intervensi  Ajarkan tentang teknik non farmakologi : nafas dalam, relaksasi,distraksi,kom pres hangat/dingin  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri  Tingkatkan istirahat  Berikan tentang



inforamsi nyeri



seperti



penyebab nyeri,berapa lama



nyeri



berkurang



akan dan



antisipasi ketidaknyamanan prosedur



dari



DAFTAR PUSTAKA Arief, Mansjoer, dkk,2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI, Jakarta Doengus ME, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Herdman, T Heatrher, Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC Perry, P.d, 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC Wilkinson, Judith.M, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan (Edisi 7), Jakarta : EGC