LP Luka Tembak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN LUKA TEMBAK PADA TEMPORALIS



Oleh : ASRORI ANWAR 1601470021



POLTEKKES KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG April 2020



JUDUL LP



: LUKA TEMBAK PADA TEMPORALIS



NAMA



: ASRORI ANWAR



NIM



: 1601470021



KELOMPOK: 7A/ S.Tr 4A LAPORAN PENDAHULUAN LUKA TEMBAK (VULNUS SCHLOPETORUM) A. Konsep Dasar Medis 1. Pengertian Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru atau persentuhan peluru dengan tubuh. Termasuk dalam luka tembak adalah luka penetrasi ataupun perforasi. Luka penetrasi terjadi bila anak peluru memasuki suatu objek dan tidak keluar lagi, sedangkan pada luka perforasi anak peluru menembus objek secara keseluruhan. Luka dalam luka tembak dapat berupa keduanya, baik luka penetrasi maupun luka perforasi. Peluru yang ditembakkan ke kepala dapat menembus kulit dan tengkorak sebelum akhirnya bersarang di dalam otak. Hal ini menimbulkan luka penetrasi pada kepala dan luka perforasi pada tengkorak dan otak (Amir, 2011). 2. Klasifikasi Luka Tembak a)



Luka Tembak Masuk Bagian yang penting dalam pemeriksaan luka tembak adalah pemeriksaan luka tembak masuk, karena pengertian luka tembak adalah penetrasi anak peluru ke dalam tubuh, maka perlu dikaji tentang yang terjadi pada waktu peluru menembus kulit. Selain luka masuk yang merobek tubuh, maka di pinggir luka akan terbentuk cincin memar di sekeliling luka masuk (contusion ring), sebetulnya ini lebih tepat disebut luka lecet. Diameter luka memar ini menggambarkan kaliber peluru yang menembus. Oleh karena itu perlu diukur dengan teliti. Bila cincin memar bulat berarti peluru menembus tegak lurus. Bila lonjong maka peluru



menembus miring. Arah dan sudut kemiringan luka tembak masuk dapat ditentukan dari bagian yang lebih lebar dari cincin memar (Amir, 2011). Bentuk cincin memar tidak bisa teratur, ini dihubungkan dengan kemungkinan peluru yang menembus kulit tidak bulat lagi karena berubah bentuk, misalnya peluru rikoset karena mengenai benda lain dulu seperti dinding, pohon, dan lain-lain atau peluru memuai karena panas atau peluru yang ujungnya sengaja dibelah (Amir, 2011). Luka tembak pada tulang, khususnya tulang pipih akan menunjukkan kelainan yang khas, sehingga walaupun pada korban telah mengalami pembusukan masih tetap akan dapat dikenali dari bagian sebelah mana peluru masuk dan pada bagian mana pula peluru tersebut keluar. Luka tembak pada kepala merupakan contoh yang baik untuk melihat kelainan dimaksud (Idries, 1997). 1) Pada tempat masuknya peluru, lubang yang terjadi pada tabula eksterna akan lebih kecil dibandingkan dengan lubang pada tabula interna, sehingga membentuk corong yang membuka ke dalam. 2) Pada tempat keluarnya peluru, lubang yang terjadi pada tabula interna akan lebih kecil bila dibandingkan dengan lubang pada tabula eksterna, sehingga membentuk corong yang membuka keluar. 3) Tembakan pada tulang panjang walaupun tidak memberikan gambaran yang khas, tetapi merupakan petunjuk dari mana peluru datang yaitu melihat fragmen tulang yang terangkat atau terdorong, bila peluru datang dari sebelah kanan maka fragmen tulang akan terdorong ke sebelah kiri. 4) Pada luka tembak tempel dapat dijumpai pengotoran berwarna hitam yang ditimbulkan oleh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar, yang menempel pada tepi lubang yang terbentuk pada tengkorak atau tulang. b) Luka Tembak Keluar Jika peluru yang ditembakkan dari senjata api mengenai tubuh korban dan kekuatannya masih cukup untuk menembus dan keluar pada bagian tubuh lainnya, maka luka tembak dimana peluru meninggalkan tubuh itu



disebut luka tembak keluar. Bila mana peluru yang masuk kedalam tubuh korban tidak terbentur dengan tulang, maka saluran luka yang terbentuk yang menghubungkan luka tembak masuk dan luka tembak keluar dapat menunjukkan arah datangnya peluru yang dapat sesuai dengan tembakan (Idries, 1997). Ciri khusus yang sekaligus merupakan perbedaan pokok dengan luka tembak masuk adalah: tidak adanya kelim lecet, bentuk luka tembak keluar lebih besar. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan luka tembak keluar lebih besar dari luka tembak masuk adalah (Idries, 1997): 1) Perubahan luas peluru, oleh karena terjadi deformitas sewaktu peluru berada dalam tubuh dan membentur tulang. 2) Peluru sewaktu berada dalam tubuh mengalami perubahan gerak, misalnya karena terbentur bagian tubuh yang keras, peluru bergerak berputar dari ujung ke ujung (end to end), ini disebut tumbling 3) Pergerakan peluru yang lurus menjadi tidak beraturan disebut yawing 4) Peluru pecah menjadi beberapa fragmen, fragmen-fragmen ini akan menyebabkan bertambah besar luka tembak keluar. 5) Bila peluru mengenai tulang dan fragmen tulang tersebut turut terbawa keluar, maka fragmen tulang tersebut akan membuat robekan tambahan, sehingga akan memperbesar luka tembak keluarnya. Pada beberapa keadaan luka tembak keluar justru lebih kecil dari luka tembak masuk, hal ini disebabkan (Idries, 1997) : 1) Kecepatan atau velocity peluru sewaktu akan menembus keluar berkurang, sehingga kerusakannya, akan lebih kecil, perlu diketahui bahwa kemampuan peluru untuk dapat menimbulkan kerusakan berhubungan langsung dengan ukuran peluru dan kecepatannya. 2) Adanya benda yang menahan atau menekan kulit pada daerah dimana peluru akan keluar, yang berarti menghambat kecepatan peluru, luka tembak keluar akan lebih kecil bila dibandingkan dengan luka tembak masuk. Luka tembak keluar di daerah kepala dapat seperti bintang (stellate). Bentuk bintang tersebut disebabkan oleh karena akibat tembakan dimana



tenaganya diteruskan ke segala arah, fragmen-fragmen tulang yang terbentuk turut terdorong keluar dan menimbulkan robekan-robekan baru yang dimulai dari pinggir luka dan menyebar secara radier (Idries, 1997). Beberapa variasi luka tembak keluar seperti luka tembak keluar sebagian (partial exit wound), hal ini dimungkinkan oleh karena tenaga peluru tersebut. Jumlah luka tembak keluar lebih banyak dari jumlah peluru yang ditembakkan, ini dimungkinkan karena: 1) Peluru pecah dan masing-masing pecahan membuat sendiri luka tembak keluar. 2) Peluru menyebabkan ada tulang yang patah dan tulang tersebut terdorong keluar pada tempat yang berbeda dengan tempat keluarnya peluru. 3) Dua peluru masuk ke dalam tubuh melalui satu luka tembak masuk (tandem bullet injury), dan di dalam tubuh ke dua peluru tersebut berpisah dan keluar melalui tempat yang berbeda. 3. Jarak Luka Tembak Peluru yang menembus tubuh bisa ditembakkan dari berbagai jarak. Untuk kepentingan medikolegal penentuan jarak luka tembak ini sangat penting. Jarak luka tembak dibagi atas 4 yaitu: a)



Luka Tembak Tempel (Contact Wounds) Terjadi bila laras senjata menempel pada kulit. Luka masuk biasanya berbentuk bintang (stellate) karena tekanan gas yang tinggi waktu mencari jalan keluar akan merobek jaringan. Pada luka didapati jejas laras, yaitu bekas ujung laras yang ditempelkan pada kulit. Gas dan mesiu yang tidak terbakar didapati dalam jaringan luka. Didapati kadar CO yang tinggi dalam jaringan luka. Luka tembak tempel biasanya didapati pada kasus bunuh diri. Oleh karena itu sering didapati adanya kejang mayat (cadaveric spame). Luka tembak tempel sering didapati di pelipis, dahi, atau dalam mulut (Amir, 2011). Luka tembak tempel di daerah pelipis mempunyai ciri: luka berbentuk bundar dan terdapat jejas laras. Luka tembak tempel di daerah



dahi mempunyai ciri: luka berbentuk bintang dan terdapat jejas laras. Luka tembak tempel di dalam mulut mempunyai ciri : luka berbentuk bundar dan kemungkinan besar tidak terdapat jejas laras (Idries, 1997). 1) Luka Tembak Sangat dekat (Close Wound) Luka tembak masuk jarak sangat dekat sering disebabkan pembunuhan. Dengan jarak sangat dekat (± 15 cm), maka akan didapati cincin memar, tanda-tanda luka bakar, jelaga dan tatu disekitar lubang luka masuk. Pada daerah sasaran tembak didapati luka bakar karena semburan api dan gas panas, kelim jelaga (arang), kelim tatu akibat mesiu yang tidak terbakar dan luka tembus dengan cincin memar di pinggir luka masuk (Amir, 2011). 2) Luka Tembak Dekat (Near Wound) Luka dengan jarak dibawah 70 cm akan meninggalkan lubang luka, cincin memar dan tatu disekitar luka masuk. Biasanya karena pembunuhan. Pada luka tembak penting sekali memeriksa baju korban. Harus dicocokkan apakah lubang ditubuh korban setentang dengan lubang dipakaian. Dalam hal ini baik pada luka tembak dekat, sangat dekat, dan juga luka tembak tempel, perlu diperhatikan kemungkinan tertinggalnya materi-materi asap dan tatu dipakaian korban, karena pada tubuh korban hanya didapati luka dengan cincin memar yang memberikan gambaran luka tembak jauh. Oleh karena itu bila korban luka tembak tidak memakai pakaian, jangan menentukan jarak luka tembak sebelum memeriksa pakaiannya (Amir, 2011). 3) Luka Tembak Jauh (Distand Wound) Disini tidak ada kelim tatu, hanya ada luka tembus oleh peluru dan cincin memar. Jarak penembakan sulit atau hampir tak mungkin ditentukan secara pasti. Tembakan dari jarak lebih dari 70 cm dianggap sebagai tembakan jarak jauh, karena partikel mesiu biasanya tidak mencapai sasaran lagi (Amir, 2011).



4. Pathway Luka Tembak Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada trauma mekanik seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi akibat adanya transfer energi dari luar menuju jaringan. Keruskan yang terjadi pada jaringan tergantung pada absorpsi energi kinetiknya, yang juga akan menghamburkan panas, suara serta gangguan mekanik yang lainnya. Energi kinetik ini akan mengakibatkan daya dorong peluru kesuatu jaringan sehingga terjadi laserasi, kerusakan sekunder terjadi bila terdapat ruptur pembuluh darah atau struktur lainnya dan terjadi luka yang sedikit lebih besar dari diameter peluru (Algozi, 2011). Jika kecepatan melebihi kecepatan udara, lintasan dari peluru yang menembus jaringan akan terjadi gelombang tekanan yang mengkompresi jika terjadi pada jaringan seperti otak, hati ataupun otot akan mengakibatkan kerusakan dengan adanya zona-zona disekitar luka. Dengan adanya peluru dengan kecepatan tinggi akan membentuk rongga disebabkan gerakan sentrifugal pada peluru sampai keluar dari jaringan dan diameter rongga ini lebih besar dari diameter peluru, dan rongga ini akan mengecil sesaat setelah peluru berhenti, dengan ukuran luka tetap sama. Organ dengan konsistensi yang padat tingkat kerusakan lebih tinggi daripada organ berongga. Efek luka juga berhubungan dengan gaya gravitasi (Algozi, 2011).



PATHWAY ETIOLOGI VULNUS



Mekanik benda tajam ,benda tumpul , tembakan atau ledakan, gigitan binatang



Non mekanik, bahan kimia, suhu tinggi, radiasi



Kerusakan integritas kulit



Traumatic Jaringan



Rusaknya barier pertahanan primer



Terputusnya kontunuitas jaringan



Terpapar lingkungan



Kerusakan saraf perifel



Kerusakan integrtas jaringan Kerusakan pembuluh darah



Pendarahan berlebih



Resiko tinggi infeksi Stimulasi neurotransmitter (histamine, prostat glandin, bradikinin ) Pergerakan terbatas



Hambatan mobilitas fisik



Reseptor nyeri membawa input ke SPSS



Nyeri di persepsikan Nyeri akut



Resiko syok : hipofalemik



Ansietas



Gangguan pola tidur



5. Etiologi Akibat Luka Tembak a.



Akibat Anak Peluru (Bullet Effect) Luka terbuka yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: kecepatan, posisi peluru pada saat masuk ke dalam tubuh, bentuk dan ukuran peluru, dan densitas jaringan tubuh di mana peluru masuk. Peluru yang mempunyai kecepatan tinggi (high velocity), akan menimbulkan luka yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan peluru yang kecepatannya lebih rendah (low velocity). Kerusakan jaringan tubuh akan lebih berat bila peluru mengenai bagian tubuh yang densitasnya lebih besar. Pada organ tubuh yang berongga seperti jantung dan kandung kencing, bila terkena tembakan dan kedua organ tersebut sedang terisi penuh (jantung dalam fase diastole), maka kerusakan yang terjadi akan lebih hebat bila dibandingkan dengan jantung dalam fase sistole dan kandung kencing yang kosong, hal tersebut disebabkan karena adanya penyebaran tekanan hidrostatik ke seluruh bagian (Knight, 1996). Mekanisme terbentuknya luka dan kelim lecet akibat anak peluru (Knight, 1996). 1) Pada saat peluru mengenai kulit, kulit akan teregang. 2) Bila kekuatan anak peluru lebih besar dari kulit maka akan terjadi robekan. 3) Oleh karena terjadi gerakan rotasi dari peluru (pada senjata yang beralur atau rifle bore), terjadi gesekan antara badan peluru dengan tepi robekan sehingga terjadi kelim lecet (abrasion ring). 4) Oleh karena tenaga penetrasi peluru dan gerakan rotasi akan diteruskan ke segala arah, maka sewaktu anak peluru berada dan melintas dalam tubuh akan terbentuk lubang yang lebih besar dari diameter peluru. 5) Bila peluru telah meninggalkan tubuh atau keluar, lubang atau robekan yang terjadi akan mengecil kembali, hal ini dimungkinkan oleh adanya elastisitas dari jaringan.



6) Bila peluru masuk ke dalam tubuh secara tegak lurus maka kelim lecet yang terbentuk akan sama lebarnya pada setiap arah. 7) Peluru yang masuk secara membentuk sudut atau serong akan dapat diketahui dari bentuk kelim lecet.. 8) Kelim lecet paling lebar merupakan petunjuk bahwa peluru masuk dari arah tersebut. 9) Pada senjata yang dirawat baik, maka pada klim lecet akan dijumpai pewarnaan kehitaman akibat minyak pelumas, hal ini disebut kelim kesat atau kelim lemak (grease ring atau grease mark). 10) Bila peluru masuk pada daerah di mana densitasnya rendah, maka bentuk luka yang terjadi adalah bentuk bundar, bila jaringan di bawahnya mempunyai densitas besar seperti tulang, maka sebagian tenaga dari peluru disertai pula dengan gas yang terbentuk akan memantul dan mengangkat kulit di atasnya, sehingga robekan yang tejadi menjadi tidak beraturan atau berbentuk bintang. 11) Perkiraan diameter anak peluru merupakan penjumlahan antara diameter lubang luka ditambah dengan lebar kelim lecet yang tegak lurus dengan arah masuknya peluru. 12) Peluru yang hanya menyerempet tubuh korban akan menimbulkan robekan dangkal, disebut bullet slapatau bullet graze 13) Bila peluru menyebabkan luka terbuka dimana luka tembak masuk bersatu dengan luka tembak keluar, luka yang terbentuk disebut gutter wound b. Akibat Butir-Butir Mesiu (Gunpowder Effect): Tatu, Stiplin 1) Butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar akan masuk ke dalam kulit. 2) Daerah di mana butir-butir mesiu tersebut masuk akan tampak berbintik bintik hitam dan bercampur dengan perdarahan. 3) Oleh karena penetrasi butir mesiu tadi cukup dalam, maka bintikbintik hitam tersebut tidak dapat dihapus dengan kain dari luar. 4) Jangkauan butir-butir mesiu untuk senjata genggam berkisar sekitar 60 cm.



5) Black powder adalah butir mesiu yang komposisinya terdiri dari nitrit, tiosianat, tiosulfat, kalium karbonat, kalium sulfat, kalium sulfida, sedangkan smoke less powderterdiri dari nitrit dan selulosa nitrat yang dicampur dengan karbon dan grafit. c. Akibat Asap (Smoke Effect): Jelaga 1) Oleh karena setiap proses pembakaran itu tidak sempurna, maka terbentuk asap atau jelaga. 2) Jelaga yang berasal dari black powder komposisinya CO2 (50%), Nitrogen 35%, CO 10%, Hydrogen sulfide 3%, Hydrogen 2% serta sedikit Oksigen dan Methane. 3) Smokeless powder akan menghasilkan asap yang jauh lebih sedikit. 4) Jangkauan jelaga untuk senjata genggam berkisar sekitar 30 cm. 5) Oleh karena jelaga itu ringan, jelaga hanya menempel pada permukaan kulit, sehingga bila dihapus akan menghilang. d. Akibat Api (Flame Effect): Luka Bakar 1) Terbakarnya butir-butir mesiu akan menghasilkan api serta gas panas yang akan mengakibatkan kulit akan tampak hangus terbakar (scorching, charring). 2) Jika tembakan terjadi pada daerah yang berambut, maka rambut akan terbakar. 3) Jarak tempuh api serta gas panas untuk senjata genggam sekitar 15 cm, sedangkan untuk senjata yang kalibernya lebih kecil, jaraknya sekitar 7,5 cm e. Akibat Partikel Logam (Metal Effect): Fouling 1) Oleh karena diameter peluru lebih besar dari diameter laras, maka sewaktu peluru bergulir pada laras yang beralur akan terjadi pelepasan partikel logam sebagai akibat pergesekan tersebut. 2) Partikel atau fragmen logam tersebut akan menimbulkan luka lecet atau luka terbuka dangkal yang kecil-kecil pada tubuh korban. 3) Partikel tersebut dapat masuk ke dalam kulit atau tertahan pada pakaian korban. f. Akibat Moncong Senjata (Muzzle Effect): Jejas Laras



1) Jejas laras dapat terjadi pada luka tembak tempel, baik luka tembak tempel yang erat (hard contact) maupun yang hanya sebagian menempel (soft contact). 2) Jejas laras dapat terjadi bila moncong senjata ditempelkan pada bagian tubuh, dimana di bawahnya ada bagian yang keras (tulang). 3) Jejas laras terjadi oleh karena adanya tenaga yang terpantul oleh tulang dan mengangkat kulit sehingga terjadi benturan yang cukup kuat antara kulit dan moncong senjata. 4) Jejas laras dapat pula terjadi jika sipenembak memukulkan moncong senjatanya dengan cukup keras pada tubuh korban, akan tetapi hal ini jarang terjadi. 5) Pada hard contact, jejas laras tampak jelas mengelilingi lubang luka, sedangkan pada soft contact, jejas laras tersebut akan tampak sebagian sebagai garis lengkung. 6) Bila pada hard contact tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim tatu, oleh karena tertutup rapat oleh laras senjata, maka pada soft contact jelaga dan butir mesiu ada yang keluar melalui celah antara moncong senjata dan kulit, sehingga terdapat adanya kelim jelaga dan kelim tatu. 6. Pemeriksaan Penunjang Luka Tembak a. Pemeriksaan Kimiawi



Pada “black gun powder” dapat ditemukan kalium, karbon, nitrit, nitrat, sulfis, sulfat, karbonat, tiosianat dan tiosulfat. Pada “smokeles gun powder” dapat ditemukan nitrit dan selulosa nitrat. Pada senjata api yang modern, unsur kimia yang dapat ditemukan ialah timah, barium, antimon, dan merkuri. Unsur-unsur kimia yang berasal dari laras senjata dan dari peluru sendiri dapat di temukan ialah timah, antimon, nikel, tembaga, bismut perak dan thalium. Pemeriksaan atas unsur-unsur tersebut dapat dilakukan terhadap pakaian, didalam atau di sekitar luka.



b. Pemeriksaan dengan Sinar X



Pemeriksaan secara radiologik dengan sinar X ini pada umumnya untuk memudahkan dalam mengetahui letak peluru dalam tubuh korban, demikian pula bila ada partikel-partikel yang tertinggal. Pada “tanden bullet injury” dapat ditemukan dua peluru walaupun luka tembak masuknya hanya satu. Bila pada tubuh korban tampak banyak pellet tersebar, maka dapat dipastikan bahwa korban ditembak dengan senjata jenis “shoot gun”, yang tidak beralur, dimana dalam satu peluru terdiri dari berpuluh pellet.



7. Penatalaksanaan Luka Tembak a. Pre-Hospital



1) Tetap aman.  Jika Anda bukan korban luka tembak, tetap selalu utamakan kewaspadaan umum. Segala situasi yang melibatkan senjata api berpotensi bahaya. Jika Anda juga terluka, Anda tidak bisa memberikan banyak pertolongan bagi korban tersebut. 2) Telepon polisi (110) atau layanan gawat darurat (119/112) Segera setelah Anda mengetahui pasti bahwa ada keterlibatan senjata api. Bertahan hidup dari luka tembak sangat bergantung pada seberapa cepat korban dilarikan ke rumah sakit. Idealnya, korban luka tembak harus segera dilarikan ke unit gawat darurat terdekat dalam 10 menit setelah tertembak. 3) Jangan pindahkan korban, jika keselamatan dirinya terancam. 4) Buka pakaian atau celananya Periksa menyeluruh untuk mencari luka tembak. Anda tidak bisa hanya bergantung pada mencari jalur masuk-keluar peluru, bahwa semua peluru akan secara otomatis menembus keluar di jalur yang sama dengan tempat masuknya dalam keadaan utuh. Kadang, peluru dapat menabrak tulang, pecah menjadi serpihan kecil, dan berbelok kemana saja di dalam tubuh. Beberapa jenis peluru dapat menyebabkan luka ganda. Kepala dan tubuh bagian atas (dada dan abdomen) adalah dua area tubuh yang paling kritis,



dengan kemungkinan komplikasi gangguan sistem saraf utama atau kerusakan organ berat dan perdarahan. 5) Hentikan perdarahan i. Berikan tekanan langsung. Sebisa mungkin, beri tekanan pada luka. Jika Anda memiliki kain kasa, gunakanlah. Pembalut kasa akan menahan darah dan membantu komponen darah untuk tetap bersama dalam luka, guna mendorong proses pembekuan darah. Jika Anda tidak memiliki kain kasa, sobekan baju korban atau handuk juga akan bekerja dengan baik. Jika darah menembus kasa, tambahkan lapisannya dan jangan pernah mengangkat kain tersebut. Mengupas kain kasa dari luka akan menghentikan proses pembekuan darah sehingga perdarahan akan terus berlanjut. ii. Angkat bagian tubuh yang terluka lebih tinggi dari jantung. Posisikan luka lebih tinggi daripada jantungnya. Dengan begitu, Anda akan memperlambat aliran darah dan memudahkan untuk menghentikan perdarahan. Ingat: tetap aplikasi kan tekanan di atas luka. iii. Tahan luka. Poin tekanan adalah area tubuh di mana pembuluh darah terlihat jelas dari permukaan kulit. Dengan menekan pembuluh darah di lokasi ini, aliran darah akan berjalan lebih lambat, yang memungkinkan tekanan langsung bisa menghentikan perdarahan. Pastikan Anda menekan pembuluh darah di lokasi yang lebih dekat ke jantung, bukannya di sekitar luka. Menekan pembuluh darah jauh dari jantung tidak akan memiliki dampak apapun terhadap penghentian perdarahan. 6) Rawat syok. Perawatan syok harus dilakukan sejak awal dan bersamaan dengan perawatan perdarahan, dan berlanjut hingga bantuan medis datang. Caranya: 7) Pastikan korban masih bernapas. 8) Jika Anda tidak melihat ada cedera leher, pastikan korban dalam kondisi telentang dan tinggikan kakinya di atas jantung. Jangan mengangkat kaki untuk mengobati syok jika luka tembak berada di atas pinggang, kecuali luka tembak ada di lengan.



9) Jika korban muntah, miringkan kepalanya. Jika dalam posisi berbaring, buka mulutnya, dan keluarkan isi muntahannya. 10) Jaga agar korban tetap hangat. Kematian akibat hipotermia adalah risiko nyata. 11) Jika korban tidak sadar, tetapi masih bernapas, pastikan untuk menjaga saluran napas tetap terbuka dan tidak terhalang. Jika korban tidak bernapas, lakukan pernapasan buatan (CPR). Perhatikan tanda-tanda vital korban. b. In-Hospital 1) Bila memungkinkan korban difoto Rontgen terlebih dahulu untuk memastikan saluran luka dan letak peluru (kalau ada) serta arah pecahan tulang. Tapi di Indonesia biasanya sarana ini tidak ada dibagian forensik. 2) Bentuk luka harus dilukis teliti, bila perlu dengan foto close-up. Luka tembak masuk dan keluar digambarkan dengan membuat proyeksi luka kebagian tengah tubuh dan ketumit setentang. Ini dapat dipakai untuk merekonstruksi arah tembakan. 3) Jumlah luka. Lihat juga kemungkinan anak peluru yang sama mengenai bagian tubuh yang lain. Satu peluru bisa membuat 2 luka masuk dan 2 luka keluar, misalnya dari lengan luar menembus lengan dalam dan masuk lagi ke dada dan keluar di tempat lain. 4) Luka dibersihkan dengan kapas yang dibasahi dengan sabun. Kapas tidak dibuang tapi diserahkan kepada penyidik. Jelaga akan terhapus, sementara tatu tetap ada. Penyebarannya dilukis atau difoto. Lihat kemungkinan luka bakar. Partikel mesiu diambil dengan parafin, bila perlu diambil dengan plester lebar. Semua ini penting untuk jarak tembakan. 5) Perhatikan saluran luka waktu autopsi dan letak perdarahan. 6) Cari peluru dan ambil hati-hati tanpa membuat goresan. Bila tertanam di tulang, tulangnya dipotong (jangan coba-coba menariknya dari tulang) dan dikirim ke Laboratorium. 7) Luka tembak masuk sebaiknya di eksisi dan disimpan dalam formalin 10% dan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk pemeriksaan



mikroskopis. Pada jaringan luka tembak masuk bisa ditemui sisa-sisa mesiu berupa pigmen-pigmen hitam atau serat-serat pakaian (Amir, 2011).



B. Konsep Dasar Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian meliputi : a) Aktivitas / Istirahat Lelah, letih, malaise, ketegangan mata, kesulitan membaca, insomnia b) Sirkulasi Denyutan vaskuler misalnya daerah temporal pucat, wajah tampak kemerahan c) Integritas ego Ansietas, peka rangsang selama sakit kepala d) Makanan / Cairan Mual / muntah , anoreksia selama nyeri e) Neuro sensori Pening, Disorientasi (selama sakit kepala) f)



Kenyamanan Respon emosional/perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah



g) Interaksi sosial Perubahan dalam tanggung jawab peran h) Pengkajian kegawat daruratan 1) Primary survey pada pasien di gawat darurat bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam nyawa pasien:



Pengkajian



Tindakan mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol servikal.



Airway



Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah : - sianosis (mencerminkan hipoksemia) - retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas) - pernafasan cuping hidung - bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan nafas) - tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total jalan nafas atau henti nafas mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat. Pengkajian pernafasan dilakukan dengan



Breathing



mengidentifikasi : - pergerakan dada - adanya bunyi nafas - adanya hembusan/aliran udara mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan.



Circulation



Status hemodinamik dapat dilihat dari : - tingkat kesadaran - nadi - warna kulit Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya



Disability



respon terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar.



Exposure



Tidak dianjurkan mengukur GCS keadaan kuli, seperti turgor kulit/ kelainan pada kulit



b) Second Primaryari Survey Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat meggunakan format AMPLE (Alergi,



Medikasi, Post illnes, Last meal, dan Event/ Environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik.



2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan luka b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan cedera. c. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses pembedahan d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan. 3. Intervensi Keperawatan No 1



Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b.d luka



Tujuan (NOC) Setelah dilakukan perawatan



Manajemen nyeri :



Intervensi (NIC)



1x24 jam tingkat kenyamanan



 Lakukan



pegkajian



nyeri



secara



klien meningkat, dibuktikan



komprehensif



dengan level nyeri pada scala



karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas



2-3, klien dapat melaporkan



dan faktor presipitasi.



nyeri



pada



petugas



dan



menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis



 Observasi 



termasuk



reaksi



lokasi,



nonverbal



dari



ketidaknyamanan.  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.  Kaji kultur yang mempengaruhi nyeri.  Evaluasi



pengalaman



nyeri



masa



lampau.  Evaluasi



bersama



klien



dan



tim



kesehatan tentang keefektifan kontrol nyeri masa lampau.  Bantu



klien



dan



keluarga



untuk



mendapatkan dukungan  Kontrol



faktor



lingkungan



yang



mempengaruhi



nyeri



seperti



suhu



ruangan, pencahayaan, kebisingan.  Kurangi faktor presipitasi nyeri.  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)  kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.  Ajarkan



teknik



non



farmakologis



(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.  Evaluasi



tindakan



pengurang



nyeri/kontrol nyeri.  Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.  Monitor



penerimaan



klien



tentang



manajemen nyeri. 2



Kerusakan integritas kulit



Setelah



b.d cedera



tindakan selama



dilakukan NIC : perawatan 3



x



24



diharapkan mampu







jam,



dan  mengontrol resiko



yang



Hindari kerutan padaa tempat







Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering



 Tissue Integrity : Skin







Mucous



Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali







Monitor



kulit



Kriteria Hasil :



kemerahan



 Integritas kulit yang  baik bisa



lotion



dipertahankan



pakaian



tidur



NOC :



Membranes



untuk



longgar



mengetahui 



and



pasien



menggunakan



pasien



dengan kriteria hasil :



Anjurkan







atau



akan



adanya



minyak/baby



oil



pada derah yang tertekan Monitor aktivitas dan mobilisasi



(sensasi,



elastisitas,



pasien



temperatur,



hidrasi, 



pigmentasi)







 Tidak



ada



luka/lesi



Monitor status nutrisi pasien mandikan pasien dengan sabun dan air hangat



pada kulit  Perfusi jaringan baik  Menunjukkan pemahaman



dalam



proses perbaikan kulit dan



mencegah



terjadinya



sedera



berulang  Mampu



melindungi



kulit



dan



mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami 3



Resiko tinggi terhadap



Setelah



dilakukan



infeksi b.d proses



keperawatan selama 1x24 jam



pembedahan



luka



post



op



tindakan Kontrol infeksi.  Batasi pengunjung.



tidak  Bersihkan lingkungan pasien secara



terkontaminasi oleh bakteri, dengan kriteria hasil :



benar setiap setelah digunakan pasien.  Cuci tangan sebelum dan sesudah



 Membersihkan luka post



merawat pasien, dan ajari cuci tangan



op



yang benar.  Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai jika ada.  Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.  Tingkatkan masukan cairan yang cukup.  Anjurkan istirahat



4



Hambatan mobilitas fisik NOC : b.d



nyeri/



nyamanan, pembatasan



NIC :



ketidak Setelah diberikan tindakan kep terapi selama



1x24 jam



aktivitas, klien teratasi



masalah







Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan



penurunan kuatan







ketahanan/ke Kriteria Hasil :  Klien



meningkat



dalam



 Mengerti



lain tentang teknik ambulasi 



aktivitas fisik tujuan



dari



peningkatan mobilitas



meningkatkan



Kaji



kemampuan



pasien



dalam



mobilisasi 



 Memverbalisasikan perasaan



Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan



Berikan



alat



Bantu



jika



klien



memerlukan. dalam



kekuatan



dan kemampuan berpindah







Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi



dan



berikan



bantuan



diperlukan



 Therapi medis



DAFTAR PUSTAKA Chada, P.V. 1993. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan). Widya Medika: Jakarta. Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan). Edisi EGC: Jakarta. Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC: Jakarta. Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika Auskulapius FKUI: Jakarta. Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika: Jakarta. Smeltzer,S.C& Bare,B.G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.Jakarta : EGC Sudoyo,W.et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Edisi 4.Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam.



jika



Tucker.S.M. 1998. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa dan Evaluasi (Terjemahan). Volume 2. Edisi 2. EGC: Jakarta. Wilkinson, JM & Ahern,N. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Intervensi NIC, kriteria hasil NOC.Edisi 9.Jakarta : EGC Willson.J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC: Jakarta.