4 0 150 KB
LAPORAN PENDAHULUAN Gangguan Mobilitas Fisik Pada Tn.D Di Ruang Cempaka 3 RSUD RA Basoeni Mojokerto
Disusun Oleh: Nama :
Saidatus Salamah
Tingkat :
III
Semester: V NIM :
201901065
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO TAHUN AJARAN 2021/2022
A. Gangguan Mobilitas Fisik pada Pasien 1. Pengertian Mobilitas Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara mudah, bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan bantuan orang lain dan hanya dengan bantuan alat (Widuri, 2010). Mobilitas adalah proses yang kompleks yang membutuhkan adanya koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan sistem saraf (P. Potter, 2010 Jadi mobilitas atau mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. 2. Pengertian Gangguan Mobilitas Fisik Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik, klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi), dan pembatasan gerakan volunter, atau gangguan fungsi motorik dan rangka (Kozier, Erb, & Snyder, 2010). 3. Etilogi Gangguan Mobilitas Fisik a. Penyebab Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan Roosheroe, 2007). Penyebab secara umum: -
Kelainan postur
-
Gangguan perkembangan otot
-
Kerusakan system saraf pusat
-
Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
-
Kekakuan otot
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi 1) Gaya hidup Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk. 2) Proses penyakit dan injuri Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya
misalnya;
seorang
yang
patah
tulang
akan
kesulitan
untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler. 3) Kebudayaan Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya. 4) Tingkat energi Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari. 5) Usia dan status perkembangan Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit. 4. Tanda dan Gejala a. Tanda dan Gejala Mayor 1) Mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas
2) Kekuatan otot menurun 3) Rentang gerak (ROM) menurun b. Tanda dan Gejala Minor 1) Nyeri saat bergerak 2) Enggan melakukan pergerakan 3) Merasa cemas saat bergerak 4) Sendi kaku 5) Gerakan tidak terkoordinasi 6) Gerakan terbatas 7) Fisik lemah 5. Manifestasi Klinis Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada: 1) Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi dan abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium 2) Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan thrombus 3) Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah beraktifitas 4) Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti konstipasi). 5) Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal. 6) Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan. 7) Neurosensori: sensori deprivation (Asmadi, 2008). 6. Patofiologi Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian
energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
7. Pathway
Mobilisasi
Tidak mampu beraktivitas
Tirah baring yang lama
Kehilangan daya otot
Penurunan otot
Perubahan sistem muskuloskeletal
Ganguuan mobilitas fisik
8. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Fisik: 1) Mengkaji skelet tubuh Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang. 2) Mengkaji system persendian Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi 3) Mengkaji system otot Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot. 4) Mengkaji cara bergerak Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain 5) Mengkaji fungsional klien a) Kategori tingkat kemampuan aktivitas Tingkat Aktivitas/ Mobilitas
Kategori
0 1 2 3
Mampu merawat sendiri secara penuh Memerlukan penggunaan alat Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
4
peralatan Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan
b) Rentang gerak (range of motion-ROM) Gerak Sendi Bahu
Derajat Normal Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari 180 posisi samping ke atas kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang
Siku
paling jauh. Fleksi: angkat lengan bawah ke arah 150
Pergelanga
depan dan ke arah atas menuju bahu. Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah 80-90
n tangan
bagian dalam lengan bawah. Ekstensi: luruskan pergelangan tangan 80-90 dari posisi fleksi Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 70-90 arah belakang sejauh mungkin Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke 0-20 sisi ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas. Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke 30-50 arah
kelingking
telapak
tangan
menghadap ke atas. Tangan dan Fleksi: buat kepalan tangan 90 Ekstensi: luruskan jari 90 jari Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 30 belakang sejauh mungkin Abduksi: kembangkan jari tangan 20 Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari 20 posisi abduksi
c) Derajat kekuatan otot SKAL
PERSENTASE
A
KEKUATAN NORMAL
KARAKTERISTIK
Rentang
(%) 0 10
Paralisis sempurna Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
2
25
di palpasi atau dilihat Gerakan otot penuh melawan gravitasi
3 4
50 75
dengan topangan Gerakan yang normal melawan gravitasi Gerakan penuh yang normal melawan
100
gravitasi dan melawan tahanan minimal Kekuatan normal, gerakan penuh yang
0 1
5
normal melawan gravitasi dan tahanan penuh b. Pemeriksaan penunjang 1) Sinar X tulang Menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang. 2) CT Scan (Computed Tomography) Menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi. 9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah gangguan mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan rentang gerak. Latihan rentang gerak yang dapat diberikan salah satunya yaitu dengan latihan Range of Motion (ROM) yang merupakan latihan gerak sendi dimana pasien akan menggerakkan masingmasing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara pasif maupun aktif. Range of Motion (ROM) pasif diberikan pada pasien dengan kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang maupun sendi dikarenakan pasien tidak dapat melakukannya sendiri yang tentu saja pasien membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga. Kemudian, untuk Range of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan latihan yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga. Tujuan Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi
darah, mencegah kelainan bentuk (Potter & Perry, 2012). Saputra (2013) berpendapat bahwa penatalaksanaan untuk gangguan mobilitas fisik, antara lain : a. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti memiringkan pasien, posisi fowler, posisi sims, posisi trendelenburg, posisi genupectoral, posisi dorsal recumbent, dan posisi litotomi. b. Ambulasi dini Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan yang lainnya. c. Melakukan aktivitas sehari-hari. Melakukan aktivitas sehari-hari dilakukan untuk melatih kekuatan, ketahanan, dan kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta mingkatkan fungsi kardiovaskular. d. Latihan Range of Motion (ROM) aktif atau pasif. 10. Komplikasi Menurut Garrison (dalam Bakara D.M & Warsito S, 2016) gangguan mobilitas fisik dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abnormalitas tonus, orthostatic hypotension, deep vein thrombosis, serta kontraktur. Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi adalah pembekuan darah yang mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan daan pembengkaan. Kemudian, juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke paru. Selanjutnya yaitu dekubitus. Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi. Atrofi dan kekakuan sendi juga menjadi salah satu komplikasi dari gangguan mobilitas fisik. Hal itu disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi. Komplikasi lainnya, seperti disritmia, peningkatan tekanan intra cranial, kontraktur, gagal nafas, dan kematian (Andra, Wijaya, Putri , 2013).
Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik 1. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi dan dokumentasi data yang sistematis dan berkesinambungan (Kozier et al, 2010). Menurut Bakri (2016) dalam proses pengkajian kebutuhan pendekatan agar pasien dan keluarga dapat secara terbuka memberikan data-data yang dibutuhkan. Pendekatan yang digunakan dapat disesuaikan dengann kondisi pasien dan sosial budayanya. Selain itu, diperlukan metode yang tepat bagi perawat untuk mendapatkan data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan pasien, metode pengkajian diantaranya: a. Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah proses pengumpulan informasi tentang status kesehatan klien. Proses ini harus sistematis dan kontinu untuk mencegah kehilangan data yang signifikan dan mengubah status kesehatan klien (Kozier et al., 2010). Metode pengumpulan data yang utama adalah observasi, wawancara, dan pemeriksaan. -
Observasi Observasi
adalah
pengumpulan
data
dengan
menggunakan
indra. Observasi adalah keterampilan yang disadari dan dikembangkan melalui upaya dan pendekatan yang terorganisasi. Meskipun perawat melakukan observasi, terutama melalui penglihatan, sebagian besar indra dilibatkan selama observasi yang cermat. -
Wawancara Wawancara adalah komunikasi yang direncanakan untuk dibicarakan dengan suatu tujuan, misalnya, mendapatkan atau memberikan informasi, mengidentifikasi masalah bersama, memberikan perubahan, mengajarkan, mendukung, atau memberikan konseling atau terapi. Salah satu contoh wawancara, yaitu riwayat kesehatan 2000, yang merupakan bagian pengkajian saat masuk rumah sakit. a) Informasi Biografi Informasi biografi meliputi tanggal lahir, alamat, jenis kelamin, usia, status pekerjaan, status perkawinan, nama anggota keluarga terdekat atau
orang
terdekat
lainnya,
agama,
dan
sumber
asuransi
kesehatan. Usia pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan baik pasien secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien masalah atau penyakitnya (Arief Muttaqin, 2014)
b) Keluhan Utama Pengkajian anamnesis keluhan utama didapat dengan menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan pasien sampai perlu pertolongan (Arif Muttaqin, 2010). Setiap keluhan utama harus ditujukan kepada pasien dan semua yang ditulis pada riwayat penyakit sekarang. Pada umunya, beberapa hal yang harus pada setiap gejala adalah lama timbulnya (surasi), lokasi penjalarannya. Pasien diminta untuk menjelaskan keluhan-keluhannya dari gejala awal sampai sekarang (Arif Muttaqin, 2010). c) Riwayat kesehatan dahulu Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami sebelumnya. Menurut (Arif Muttaqin, 2010) hal-hal yang perlu dikaji meliputi: pengobatan yang lalu dan riwayat alergi. d) Riwayat kesehatan keluarga Perawat menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga. Jika ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga diturunkan. Hal ini karena banyak penyakit menurun dalam keluarga. e) Riwayat pekerjaan dan kebiasaan Perawat situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Seperti kebiasaan sosial, kebiasaan merokok dan sebagainya yang memengaruhi kesehatan. f) Status perkawinan dan kondisi kehidupan. Tanyakan mengenai status perkawinan pasien dan cinta dengan hatihati menganai kepuasan dari kehidupannya yang sekarang. Tanyakan mengenai
kondisi
kesehatan
pasangannya
dan
setiap
anak-
anaknya. Pertanyaan mengenai rencana kehidupan pasien adalah penting terutama untuk penyakit kronis. b. Pemeriksaan fisik Menurut Muttaqin (2010) pemeriksaan fisik dengan pendekatan per sistem dimulai dari kepala ke ujung kaki atau head to toe dapat lebih mudah dilakukan pada kondisi klinik. Pada pemeriksaan fisik diperlukan empat modalitas dasar yang digunakan yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Setelah pemeriksaan pemeriksaan tambahan mengenai pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengkaji tingkat kesehatan umum seseorang dan pengukuran tanda-tanda vital (tekanan darah, suhu, respirasi, nadi) (PA Potter, 1996).
c. Pola fungsi kesehatan Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa dilakukan sehubungan dengan adanya nyeri pada persendian, ketidakmampuan mobilisasi. 1) Pola persepsi dan tata laksana kesehatan hidupkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan kesehatan. 2) Pola Menggambarkan nutrisi, menyeimbangkan cairan, dan elektolit, nafsu makan, pola makan, diet, sulit menelan, mual/muntah, dan makanan kesukaan. 3) Pola eliminasi adalah pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi, tidak ada masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan kateter. 4) Pola tidur dan istirahat Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap energi, jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur, dan insomnia. 5) Pola aktivitas dan istirahat Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan, dan sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan. Pengkajian Indeks KATZ. 6) Pola hubungan dan peran Menggambarkan dan mengetahui hubungan dengan peran kelayan terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuanan. 7) Pola sensori dan kognitif persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan, dan pembau. Pada klien katarak dapat menemukan gejala gangguan penglihatan perifer, fokus pada kerja dengan merasa diruang gelap. Sedangkan tandanya adalah tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil, peningkatan air mata. 8) Pola persepsi dan konsep diri Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri, harga diri, peran, identitas diri. Manusia sebagai sistem terbuka dan makhluk bio-psiko-sosio-kultural-spiritual, ketakutan, ketakutan, dan dampak terhadap sakit. 9) Pola seksual dan reproduksi Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap seksualitas. 10) Pola mekanisme/penanggulangan stres dan koping Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres. 11) Pola tata nilai dan kepercayaan Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk spiritual (Allen, 1998 dalam Aspiani, 2014). Data mengenai keyakinan klien spiritual yang diperoleh dari riwayat umum klien (pilihan agama
atau orientasi agama); pengkajian riwayat peningkatan yang menyeluruh, dan observasi klinis perilaku klien, verbalisasi, alam perasaan, dan sebagainya 2. Analisa Data Data
Etologi Mobilisasi
DS: Mengeluhkan
Masalah Gangguan mobilitas fisik
sulit
menggerakkan ekstermitas Tidak mampu beraktivitas
DO: Kekuatan
otot
menurun,
rentang ROM menurun
Tirah baring yang lama
Kehilangan daya otot
Penurunan otot
Perubahan sistem muskulokeletal
Hambatan mobilitas fisik
3. Diagnosa Keperawatan Diagnosa, merupakan suatu masalah juga penilaian mengenai respons pasien terhadap atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual potensial. (Tim Pokja DPP PPNI, 2016). Menurut SDKI, diagnosis gangguan mobilitas adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ektermitas secara mandiri. Penyebabnya yaitu: a. Kerusakan integritas struktur tulang b. Perubahan metabolisme c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot e. Penurunan massa otot f. Penurunan kekuatan otot g. Keterlambatan perkembangan h. Kekakuan sendi i. Kontraktur j. Malnutrisi k. Gangguan muskuluskletal l. Gangguan neuromuskular m. Efek agen farmakologi n. Program gerak o. Nyeri p. Kurangnya informasi tentang aktivitas fisik q. Kecemasan r. Gangguan kognitif s. Keengganan melakukan pergeraka t. Gangguan sensori persepsi. 4. Perencanaan dan Intervensi Keperawatan Rencana merupakan fase dari proses yang penuh pertimbangan dan sistematis serta mencakup pembuatan keputusan untuk menyelesaikan masalalah (Kozier et al. 2010) No
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Dx 1.
Keperawatan Gangguan
Hasil Tujuan:
mobilitas fisik
Setelah tindakan
Intervensi
Rasional
Observasi dilakukan 1. Identifikasi toleransi 1) keperawatan
3x24 jam diharapkan mobilitas
fisik
melakukan batas gerakan yang
pergerakan
fisik 2. Monitor
akan dilakukan frekuensi
meningkat
jantung dan tekanan 2)
Kriteria Hasil:
darah
a.Pergerakan
memulai mobilisasi
ekstermitas meningkat b.Kekuatan
otot
meningkat c.Pergerakan
(ROM) meningkat
Mengetahui
sebelum perkembangan klien
Teraupetik 1. Jelaskan
alasan
pemberian gerak
Menentukan
latian
menggerakkan sendi kepada pasien 1)Agar pasien dan
d.Nyeri menurun
atau keluarga
e.Kecemasan menurun f. Kaku sendi menurun g.Gerakan Gerakan Kelemahan
menurun
dapat
memahami
Edukasi
dan
mengetahui alasan pemberian latihan
Edukasi
2)Untuk
terbatas 1. Bantu klien ke posisi membantu
menurun i.
2. Libatkan keluarga
tidak
terkoordinasi menurun h.
keluarga
klien
yang optimal untuk dalam fisik
latihan rentang gerak meningkatkan 2. Terapi latihan fisik, pergerakan mobilitas
sendi
dengan
1)Cedera
yang
menggunakan
timbul
dapat
pergerakan
tubuh memperburuk
yang aktif
kondisi klien
3. Terapi latihan fisik, 2)Untuk latih secara mandiri mempertahakan dengan
atau
menggunakan
fleksibilitas sendi
aktivitas protokol
memulihkan
atau 3)Untuk latihan meningkatkan atau
tertentu
memulihkan
4. Anjurkan
klien pergerakan
untuk
melakukan terkendali
latihan
range
of 4)ROM
tubuh dapat
motion secara aktif mempertahankan jika memungkinkan
pergerakan sendi
5. Evaluasi Evaluasi adalah aspek penting Proses lanjutan, kesimpulan yang diambil dari evaluasi untuk menentukan apakah intervensi harus diakhiri, atau dilanjutkan, atau diubah. Evaluasi berjalan, evaluasi yang dilakukan ketika atau segera setelah mengimplementasikan program, mendukung perawat segera memodifikasi intervensi. Evaluasi yang dilakukan pada interval tertentu (misalnya, satu kali seminggu untuk klien perawatan dirumah) menunjukkan tingkat kemajuan untuk mencapai tujuan dan memungkinkan perawat untuk memperbaiki kekurangan dan memodifikasi rencana asuhan sesuai kebutuhan (Kozier, 2010).
Setelah dilakukan intervensi diharapkan : 1. Aktivitas dan mobilitas fisik terpenuhi 2. Melakukan ROM secara teratur 3. Koping pasien positif 4. Tidak mengalami fraktur baru
DAFTAR PUSTAKA Adha, S. A. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di IRNA C RSSN Bukit Tinggi. Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di Irna C Rssn Bukit Tinggi, 167. Astuti, S. I., Arso, S. P., & Wigati, P. A. (2015). Konsep Gangguan Mobilitas Fisik. Analisis Standar Pelayanan Minimal Pada Instalasi Rawat Jalan Di RSUD Kota Semarang, 3, 103– 111.
Efendi, M. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Tn. M dan Tn. S dengan CVA Infark Di Ruang Nakula RSUD Bhakti Darma Husada Surabaya. Occupational Medicine, 53(4), 130.