LP Mobilitas Fisik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK DI RUANG TOPAZ RS. KEN SARAS KAB. SEMARANG



DISUSUN OLEH : MUHAMAD NOOR CHOLIS SETIAWAN



PROGRAM MAGANG KEPERAWATAN RS. KEN SARAS KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2017



LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK



A. DEFINISI Suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang. Immobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bargerak bebas yang disebabkan oleh kondisi dimana gerakan terganggu atau dibatasi secara teraupetik (Potter & Perry, 2006). Dalam hubungannya dengan perawatan pasien, maka immobilisasi adalah keadaan dimana pasien berbaring lama ditempat tidur, tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang menggangu pergerakan (aktifitas). Immobilisasi pada pasien tersebut dapat disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, trauma, fraktur pada ekstremitas, atau menderita kecacatan (Asmadi, 2008). Dalam hubungannya dengan perawatan pasien, maka immobilisasi adalah keadaan dimana pasien berbaring lama ditempat tidur, tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang menggangu pergerakan (aktifitas). Immobilisasi pada pasien tersebut dapat disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, trauma, fraktur pada ekstremitas, atau menderita kecacatan (Asmadi, 2008). B. ETIOLOGI Menurut Tarwoto dan Wartonah (2003), factor-faktor yang mempengaruhi kurangnya pergerakan atau immobilisasi adalah sebagi berikut : 1.



Gangguan muskuloskletal Gangguan pada muskuloskletal biasanya dipengaruhi oleh beberapa keadaan tertentu yang menggangu pergerakan tubuh seseorang misalnya : osteoporosis, atrofi, kontraktur, kekakuan sendi dan sakit sendi.



2.



Gangguan kardiovaskuler Beberapa kasus kardiovaskuler yang dapat berpengaruh terhadap mobilitas fisik seseorang antara lain postural hipotensi, vasodilatasi, peningkatan valsalva maneuver.



3.



Gangguan sistem pernapasan Beberapa keadaan gangguan respirasi yang dapat berpengaruh terhadap mobilitas seseorang antara lain penurunan gerak pernapasan, bertambahnya sekresi paru, atelektasis, hipostatis pneumonia.



C. PATOFISIOLOGI Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah. (Perry & Potter, 2006)



D. MANIFESTASI KLINIS 1.



Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuaikebutuhan.



2.



Keterbatasan menggerakan sendi.



3.



 



4.



 



5.



Malas untuk bergerak atau mobilitas



Adanya kerusakan aktivitas. Penurunan ADL dibantu orang lain.



(Tarwoto dan Wartonah, 2003) E. PATHWAY Trombus/emboli di cerebral Suplai darah ke jaringan cerebral tidak adekuat Perfusi jaringan cerebral tidak adekuat Vasospasme arteri cerebral / saraf cerebral Iskemik / Infark Defisit Neurologi



Hemisfer Kanan



Hemisfer Kiri



Hemiparase / plegi kiri



Hemiparase / plegi kanan



Defisit Perawatan Diri



Gangguan mobilitas fisik



Intoleransi aktivitas



F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.



Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.



2.



CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.



3.



MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan komputer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang dll)



4.



Pemeriksaan Laboratorium: Hb menurun pada trauma, Ca menurun pada imobilisasi lama, Alkali Fospat meningkat, kreatinin dan SGOT meningkat pada kerusakan otot.



G. PENATALAKSANAAN 1.  Terapi a. Penatalaksanaan umum 1) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan pramuwerdha. 2)  Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien. 3) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi. 4)   Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada masalah imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.



5)  Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan wajib diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan. 6) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral. 7)  Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi terbatas. 8)  Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan ambulasi. 9)  Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet. b. Penatalaksanaan khusus 1) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi. 2)  Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi. 3)  Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis yang kompeten. 2. Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen. 3.



    



Penatalaksanaan Lain



a. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, diberdayakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. b. Ambulasi dini Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.



c. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. d.  Latihan isotonik dan isometric Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan denyut nadi. e. Latihan ROM Pasif dan Aktif Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot. 1) ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan menggunakan



energi



sendiri.



Perawat



memberikan



motivasi,



dan



membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). 2) ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008) f.



  



Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif



Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak terjadinya imobilitas. g. Melakukan Postural Drainase Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan memanfaatkan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis,



sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase lebih efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada. h.  Melakukan komunikasi terapeutik Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-lain. (Aziz A., 2006) H. KOMPLIKASI 1.



Perubahan Metabolik  Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Immobilisasi menggangu fungsi metabolik normal antara lain laju metabolik: metabolisme karbohidarat, lemak, dan protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan. Keberdaaan infeksius pada klien immobilisasi meningkatkan BMR karena adanya demam dan penyembuhan luka yang membutuhkan peningkatan kebutuhan oksgen selular.



2.



Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.



3.



Gangguan Pengubahan Zat Gizi Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan aktivitas metabolisme.



4.



Gangguan Fungsi Gastrointestinal



Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi  gastrointestinal, karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi. 5.



Perubahan Sistem Pernapasan



 



Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot. 6.



Perubahan Kardiovaskular Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.



7.



Perubahan Sistem Muskuloskeletal a.



  



Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas, dapat



menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung. b. Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis. 8.



Perubahan Sistem Integumen, perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.



9.



Perubahan Eliminasi, perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah



 



urine. 10.



Perubahan Perilaku, perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain



 



timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya. (Aziz A., 2006) I. PROSES KEPERAWATAN 1.



Aspek biologis a. Usia. Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu. b.  Riwayat keperawatan. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.



2.



3.



4.



5.



6.



7.



8.



c.  Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh. Aspek psikologis Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain. Aspek sosial kultural Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain Aspek spiritual Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Kemunduran musculoskeletal Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi. Kemunduran kardiovaskuler Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop Kemunduran Respirasi Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi. Perubahan-perubahan integument



Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan 9. Perubahan-perubahan fungsi urinaria Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah 10. Perubahan-perubahan Gastrointestinal 11. Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala. 12. Faktor-faktor lingkungan Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas. (Asmadi, 2008). J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensori persepsi 3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (Nanda, 2009)



K. INTERVENSI 1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien toleransi dalam aktivitas KH : Klien mampu mengidentifikasi aktivitas, mampu berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan vital sign, dan mampu berpartisipasi dalam perawatan diri tanpa bantuan Intervensi : a. Tentukan penyebab keletihan : nyeri, aktivitas, perawatan dan pengobatan b. Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktivitas c. Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk meningkatkan aktivitas d. Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktivitas : takikardi, disritmia, dispnea, diaphoresis dan pucat e. Bantu dengan aktivitas fisik teratur : misal ambulasi, berubah posisi, perawatan personal sesuai kebutuhan f. Kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi sesuai indikasi 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensori persepsi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan mobilitas fisik secara mandiri KH : Klien mampu mandiri Intervensi : a. Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin : ROM (Kun Ika Nur Rahayu, 2015) b. Atur posisi 2-3 jam sekali (Kun Ika Nur Rahayu, 2015) c. Ajarkan teknik ambulasi dan perpindahan yang aman kepada klien dan keluarga d. Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda dan walker e. Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh f. Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan 3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri KH : Klien mampu melakukan ADL mandiri, mandi atau keramas ataupun bersisir secara mandiri, terbebas dari bau badan, mempertahankan kebersihan area perineal dan anus



Intervensi : a. Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut, perineal dan anus b. Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian lotion, perawatan kuku, rambut, gigi dan mulut sesuai kondisi c. Anjurkan klien dan keluarga untuk melakukan oral hygiene sesudah makan dan bila perlu d. Kolaborasi dengan tim medis/dokter gigi bila ada lesi, iritasi, kekeringan mukosa mulut dan gangguan integritas kulit (Wilkinson, Judith M.., 2007) 4. EVALUASI Intervensi yang dilakukan dikatakan berhasil apabila perilaku klien sesuai dengan tujuan dan KH dalam waktu yang ditetapkan dalam tujuan, sedangkan intervensi yang dilakukan dikatakan tercapai sebagian apabila klien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam tujuan dan jika intervensi yang dilakukan dikatakan belum tercapai apabila klien tidak mampu sama sekali menunjukan perilaku yang diharpkan pada tujuan



DAFTAR PUSTAKA Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika. Aziz A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundal Mental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC. Herdman, T. Heather.2009.Nanda Internasional Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi.Jakarta : EGC. Rahayu, Kun Ika Nur. 2015. Pengaruh Pemberian Latihan ROM Terhadap Kemampuan Motorik Pada Pasien Post Stroke. Available From : http://download.portalgaruda.org/article.php? article=424602&val=278&title=PENGARUH%20PEMBERIAN%20LATIHAN %20RANGE%20OF%20MOTION%20. Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Wilkinson, Judith M..2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7.Jakarta : EGC.