LP Nifas Normal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NIFAS NORMAL Disusun guna untuk memenuhi tugas Keperawatan Maternitas Profesi Ners



Disusun oleh: WARIH MAHARDINI NIM. 202102040053



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN TAHUN 2021/2022



LAPORAN PENDAHULUAN NIFAS NORMAL



A. Pengertian Nifas Normal Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 68 minggu setelah persalinan. Periode pasca partum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Periode ini juga disebut periode puerperium, dan wanita yang mengalami puerperium disebut puerpera. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alatalat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses persalinan (Saleha, 2009, Varney, 2008). B. Etiologi Nifas Normal Menurut Devi Vivian, Sunarsih (2013), etiologi post partum dibagi menjadi 2, yaitu : 1.



Post partum dini, adalah atonia uteri, laserasi jalan lahir, robekan jalan lahir, dan hematoma.



2.



Post partum lambat, adalah tertinggalnya sebagian plasenta, ubinvolusi di daerah insersi plasenta dari luka bekas secsio sesaria.



C. Fisiologi Nifas Normal Secara garis besar terdapat tiga proses penting di masa nifas, yaitu sebagai berikut: 1.



Pengecilan Rahim Rahim merupakan organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat mengecil serta membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah selnya. Pada wanita yang tidak hamil, berat rahim sekitar 30 gram. Selama kehamilan rahim makin lama makin membesar. Setelah bayi lahir umumnya berat rahim menjadi sekitar



1.000 gram dan dapat diraba kira-kira setinggi 2 jari di bawah umbilikus. Setelah 1 minggu kemudian beratnya berkurang jadi sekitar 500 gram. Sekitar 2 minggu beratnya sekitar 300 gram dan tidak dapat diraba lagi. Jadi, secara alamiah rahim akan kembali mengecil perlahan-lahan ke bentuknya semula. Setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar 40-60 gram. Pada saat ini masa nifas dianggap sudah selesai namun sebenarnya rahim akan kembali ke posisinya yang normal dengan berat 30 gram dalam waktu 3 bulan setelah masa nifas. Selama masa pemulihan 3 bulan ini bukan hanya rahim saja yang kembali normal tapi juga kondisi tubuh ibu secara keseluruhan. 2.



Kekentalan darah (hemokonsentrasi) kembali normal Selama hamil, darah ibu relatif lebih encer, karena cairan darah ibu banyak, sementara sel darahnya berkurang. Setelah melahirkan sistem sirkulasi darah ibu akan kembali seperti semula. Darah mulai mengental, dimana kadar perbandingan sel darah kembali normal. Umumnya hal ini terjadi pada hari ke-3 sampai ke-15 pascapersalinan.



3.



Proses laktasi dan menyusui Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta mengandung hormon



penghambat



prolaktin



(hormon



plasenta)



yang



menghambat



pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas hormon plasenta itu tidak dihasilkan lagi, sehingga terjadi produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan (Saleha, 2009). Beberapa perubahan yang terjadi di masa nifas di antaranya : 1.



Perubahan Vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol.



2.



Perubahan Perineum Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5, perinium sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil.



3.



Perubahan Sistem Pencernaan Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan, kurangnya asupan makan, hemoroid dan kurangnya aktivitas tubuh.



4.



Perubahan Sistem Perkemihan Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih setelah mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Kadar hormon estrogen yang besifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “diuresis”.



5.



Perubahan Sistem Muskuloskeletal Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit, sehingga akan menghentikan perdarahan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.



6.



Perubahan Sistem Kardiovaskuler Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba-tiba. Volume darah bertambah, sehingga akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima postpartum.



7.



Perubahan Tanda-tanda Vital a. Suhu badan Dalam 1 hari (24 jam) postpartum, suhu badan akan naik sedikit (37,50 – 380C) akibat dari kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila dalam keadaan normal, suhu badan akan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena ada pembentukan ASI. Bila suhu tidak turun, kemungkinan adanya infeksi pada endometrium. b. Nadi Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100x/ menit, harus waspada kemungkinan dehidrasi, infeksi atau perdarahan postpartum. c. Tekanan darah Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada saat postpartum menandakan terjadinya preeklampsi postpartum. d. Pernafasan Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa postpartum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.



D. Manifestasi Klinik Nifas Normal 1.



Involusi uteri merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana TFU-nya (Tinggi Fundus Uteri).



2.



Adanya lokhea yang merupakan ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lokhea



mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses involusi. Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya : a. Lokhea rubra Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisasisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan mekonium. b. Lokhea sanguinolenta Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum. c. Lokhea serosa Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14. d. Lokhea alba Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat berlangsung selama 2-6 minggu post partum. Lokhea yang menetap pada awal periode post partum menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya endometritis, terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan “lokhea purulenta”. Pengeluaran lokhea yang tidak lancar disebut “lokhea statis”. E. Pemeriksaan Penunjang Nifas Normal 1.



Pemeriksaan Laboratorium



2.



USG (bila diperlukan)



F. Penatalaksanaan Nifas Normal 1.



Early Ambulation Ibu post partum diharapkan sedini mungkin melakukan early ambulation, di mana ibu 8 jam pertama istirahat tidur terlentang, setelah 8 jam diperbolehkan miring ke kiri atau ke kana n untuk mencegah trombosis dan boleh bangun dari tempat tidur setelah 24 jam sampai 48 jam post partum.



2.



Perawatan Payudara Perhatikan kebersihan mammae, puting bila ada luka segera obati, dan pada ibu yang belum mampu mengeluarkan ASI



dilakukan perawatan payudara post



partum. 3.



Pemberian Nutrisi Nutrisi ibu diberikan harus memenuhi gizi seimbang porsinya lebih banyak daripada waktu hamil, di samping untuk mempercepat pulihnya kesehatan setelah kelahiran juga untuk meningkatkan produksi ASI .



4.



Aktivitas Seksual Pasangan dianjurkan untuk menunggu sampai terdapat pengeluaran lochea akhir minggu ke-4. Perhatikan posisi, sebaiknya wanita pada posisi atas untuk menghindari adanya penetrasi yang terlalu dalam.



G. Komplikasi Pada Nifas Normal 1.



Perdarahan Postpartum



2.



Infeksi masa Nifas, meliputi: a. Vulvitis, infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum. b. Vaginitis, infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum. c. Servisitis, luka servik yang dalam, meluas, dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium. d. Endometritis, kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium.



e. Septikemia dan piemia, disebabkan oleh kuman-kuman yang sangat patogen biasanya Streptococcus haemolilyticus golongan A. f. Peritonitis, infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe di dalam uterus langsung mencapai peritonium dan menyebabkan peritonitis. g. Parametritis (selulitis pelvika) h. Mastitis dan abses. Mastitis adalah infeksi payudara. Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10 % risiko terbentuknya abses. 3.



Infeksi saluran kencing



4.



Subinvolusi Uterus



5.



Tromboflebitis dan emboli paru



6.



Depresi postpartum



H. Pengkajian Fokus Pada Nifas Normal 1.



Sirkulasi. Perhatikan riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau statis vaskuler (peningkatan resiko pembentukan trombus).



2.



Integritas ego. Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya faktor-faktor stress multipel seperti finansial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, dan stimulasi simpatis.



3.



Makanan dan cairan. Kaji kondisi malnutrisi, membran mukosa yang kering. Lakukan pembatasan pra operasi insufisiensi pankreas atau DM karena merupakan predisposisi untuk terjadinya hipoglikemia/ketoasidosis.



4.



Pernafasan. Kaji adanya infeksi, kondisi yang kronik/batuk, merokok.



5.



Keamanan. Kaji adanya alergi atau sensitif terhadap obat, makanan, plester dan larutan, defisiensi imun, munculnya kanker atau adanya terapi kanker, riwayat keluarga tentang hipertemia malignan/reaksi anestesi, riwayat penyakit hepatic, riwayat transfusi darah, dan tanda munculnya proses infeksi.



I. Fokus Intervensi Pada Nifas Normal 1.



Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan trauma mekanis, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal. a. Kaji lokasi, sifat, derajat ketidak nyamanan, jenis melahirkan, sifat kejadian itra partal, lama persalianan, pemberian anastesia atau analgesia dan skala nyeri (0-10). Rasional : Membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang memperberat ketidak nyamanan atau nyeri. b. Kaji perbaikan episiotomi atau laserasi, evaluasi penyatuan perbaikan luka;perhatikan adanya edema atau hemoroid. Rasional : Trauma dan edema meningkatkan derajat ketidaknyamanan dan dapt menyebabkan stress pada garis jahitan. c. Berikan kompres dingin atau es Rasional : Kompres dingin atau es memberikan anastesia lokal, meningkatkan vasokontriksi dan menurunkan edema. d. Kaji adanya tremor pada kaki atau tubuh atau gemetaran yang tidak terkontrol. Tempatkan selimut hangat pada pasien. Rasional : Tremor pasca kelahiran (mengigil) mungkin disebabkan karena bebas dari tekanan pada nervus pelvis secara tiba-tiba atau mungkin berhubungan dengan tranfusi janin ke ibu yang terjadi dengan pemisahan plasenta. Selimut yang hangat dapat meningkatkan relaksasi otot dan persaan nyaman. e. Masase uterus dengan perlahan sesuai indikasi. Catat adanya faktor-faktor yang memperberat hebatnya frekuensi afterpain. Rasional : Masase perlahan meningkatkan kontraktilitas tetapi tidak seharusnya menyebabkan ketidak nyamanan berlebihan. Multipara, distensi uterus berlebihan, rangsangan oksitosin dan menyusui meningkatkan derajat afterpain berkenaan dengan kontraksi miometrium.



f. Anjurkan penggunaan teknik pernafasaan atau relaksasi Rasional : Meningkatkan rasa kontrol dan dapat menurunkan beratnya ketidak nyamanan berkenaan dengan afterpain (kontraksi) dan masase fundus. g. Kolaborasi pemberian anlgesik sesuai kebutuhan Rasional : Analgesik bekerja pada pusat otak lebih tinggi untuk menurunkan presepsi nyeri. 2.



Perubahan eleminasi urin berhubungan dengan efek-efek hormonal (perpindahan cairan atau peningkatan aliran plasma darah), trauma mekanis, edema jaringan, efek-efek anastesi. a. Kaji masukan cairan dan haluaran urin terakhir. Catat masukan cairan itrapartal dan haluaran urin dan lamannya persalinan. Rasional : Pada periode pasca partal awal, kira-kira 4 kg cairan hilang melalui haluaran urin dan kehilangan tidak kasat mata termasuk diaforesis. Persalinan yang lama dan penggantian cairan yang tidak efektif mengakibatkan dehidrasi. b. Palpasi kandung kemih. Pantau tinggi fundus dan lokasi serta jumlah aliran lokhia. Rasional : Aliran plasma ginjal yang meningkatkan 25%- 50% selama periode pranatal tepat tinggi pada minggu pertama pascapartum. Distensi kandung kemih yang dapat di kaji dengan derajat perubahan posisi uterus menyebabkan peningkatan relaksasi uterus dan aliran lokhia. c. Perhatikan adanya edema atau laserasi/ episiotomi dan jenis anatesia yang digunakan. Rasional : Trauma kandung kemih atau uretra atau edema dapat mengganggu berkemih. Anastesia dapat menggangu sensasi penuh pada kantung kemih. d. Tes urin terhadap albumin dan aseton. Rasional : Aseton dapat menandakan dehidrasi yang dihbungkan dengan persalinan lama atau kelahiran. e. Anjurkan berkemih dalam 6-8 jam pasca partum dan setiap 4 jam setelahnya.



Rasional : Kandung kemih penuh mengganggu motilitas dan involusi uterus dan meningkatkan aliran lokhia. Distensi berlebihan kandung kemih dalam waktu lama dapat merusak dinding kandung kemih dan mengakibatkan atoni. f. Instruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setiap hari setelah efek-efek anastesia berkurang. Rasional : Lakukan latihan kegel 100 kali per hari untuk meningkatkan sirkulasi pada perinium, membantu menyembuhkan dan memulihkan tonus otot pubokoksigeal dan mencegah atau menurunkan inkontinen stress. g. Anjurkan minum 6-8 gelas cairan per hari. Rasional : Membantu mencegah stasis dan dehidrasi, mengganti cairan waktu melahirkan. h. Kaji tanda-tanda ISK (misalnya : Rasa terbakar pada saat berkemih, peningkatan frekuensi, urin keruh) Rasional : Stasis, hygiene buruk dan masuknya bakteri dapat membuat kecenderungan klien terkena ISK. i. Katerisasi dengan menggunakan kateter lurus atau indwelling sesuai indikasi. Rasional : Untuk mengurangi distensi kandung kemih, untuk memungkinkan involusi uterus dan mencegah atoni kandung kemih karena distensi berlebihan. j. Dapatkan spesimen urin bila klien mempunyai gejala-gejala ISK. Rasional : Adanya bakteri atau kultur dan sensitivitas positif adalah diagnosis untuk ISK. k. Pantau hasil tes laboratorium seperti BUN, urine 24 jam, klirens kreatinin dan asam urat sesuai indikasi. Rasional : Saat kadar steroid menurun mengikuti kelahiran, fungsi ginjal yang ditunjukan oleh BUN dan klirens kreatinin mulai kembali normal dalam 1 minggu. 3.



Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot(diastesis rekti), efek-efek progesteron, dehidrasi, kelebihan analgesik atau anastesia, diare pra persalinan, kurang masukan, nyeri parineal atau rektal.



a. Kaji pola BAB, kesulitan BAB, warna, bau, konsistensi dan jumlah. Rasional : Mengidentifikasi penyimpangan serta kemajuan dalam pola eleminasi (BAB). b. Anjurkan ambulasi dini. Rasional : Ambulasi dini merangsang pengosongan rektum secara lebih cepat. c. Anjurkan pasien untuk minum banyak 2500-3000 ml/24 jam. Rasional : Cairan dalam jumlah cukup mencegah terjadinya penyerapan cairan dalam rektum yang dapat menyebabkan feses menjadi keras. d. Kaji bising usus setiap 8 jam. Rasional : Bising usus mengidentifikasikan pencernaan dalam kondisi baik. e. Pantau berat badan setiap hari. Rasional : Mengidentifikasi adanya penurunan BB secara dini. f. Anjurkan pasien makan banyak serat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran hijau. Rasional : Meningkatkan pengosongan feses dalam rektum. 4.



Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang cara merawat bayi. a. Beri kesempatan ibu untuk melakukan perawatan bayi secara mandiri. Rasional : Meningkatkan kemandirian ibu dalam perawatan bayi. b. Libatkan suami dalam perawatan bayi. Rasional : Keterlibatan bapak/suami dalam perawatan bayi akan membantu meningkatkan keterikatan batih ibu dengan bayi. c. Latih ibu untuk perawatan payudara secara mandiri dan teratur. Rasional : Perawatan payudara secara teratur akan mempertahankan produksi ASI secara kontinyu sehingga kebutuhan bayi akan ASI tercukupi. d. Motivasi ibu untuk meningkatkan intake cairan dan diet TKTP. Rasional : Meningkatkan produksi ASI. e. Lakukan rawat gabung sesegera mungkin bila tidak terdapat komplikasi pada ibu atau bayi. Rasional : Meningkatkan hubungan ibu dan bayi sedini mungkin



J. Pathways Nifas Normal



PERSALINAN



Kala IV (2 Jam Post Partum) Setelah Kala IV



Adaptasi Psikologis



Adaptasi Fisiologis



Episiotomi Terputusnya Kontinuitas Jaringan Merangsang Reseptor Nyeri Perifer Impuls Nyeri ke Otak



Penurunan Hormon Estrogen dan Progesteron Menstimulasi Hipofisis Anterior dan Posterior Sekresi Prolaktin dan Oksitosin Laktasi



Pengeluaran ASI tidak lancar Pembengkakan Payudara



GANGGUAN RASA NYAMAN



Sensitifitas



Taking In



Motilitas dan Tonus Otot Menurun



Kelahiran Anak



PERUBAHAN ELIMINASI URIN RESIKO KONSTIPASI



Belum Pengalaman PERUBAHAN PROSES KELUARGA



DAFTAR PUSTAKA



DepKes RI. 2005. Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga. Kusmiati, Yuni dkk. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta : Fitramaya. Manjoer, Arif dkk. 2003. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Aeusculapious. Manuaba, Ida Bagus Gede. 2010. Ilmu Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC. Pantikawati, Ika dan Saryono. 2010. Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). Yogyakarta : Nuha Medika. Saifudin, Abdul Bari. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sudarti. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Yogyakarta : Nuha Medika. Sulisyawati, Ari dkk. 2010. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin. Jakarta : Salemba Medika. Wiknjosastro, Gulardi Hanifa dkk. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.