LP Nutritional Marasmus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Pendahuluan “Nutritional Marasmus”



Oleh: Kelompok 3 Anissa Kartika Dewi Paat



R014192001



Ani Winarsi



R014192002



Nurazizah



R014192008



Rifca Ayunila N.R



R014192005



Preseptor Institusi



(Nur Fadilah, S.Kep.,Ns.,MN)



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2020



A. DEFENISI NUTRITIONAL MARASMUS Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh. Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi dan overnutrisi. Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmic-kwashiorkor (Muller & Krawinkel, 2012). Nutritional marasmus adalah suatu kondisi dimana anak mengalami penurunan berat badan secara signifikan sehingga mengalami penciutan atau pengerusan otot generalisata dan tidak adanya lemak subkutis (Rudolph, Hoffman, & Rudolph, 2014). Black & Hawks (2014) menambahkan bahwa nutritional marasmus merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat kurangnya suplai energi dan protein yang berlangsung secara terus menerus. Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput. Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh terutama di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil, pandangan mata sayu dan rambut tipis/kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor (Muller & Krawinkel, 2012). Marasmus adalah kekurangan asupan energy atau kalori dan protein sedangkan kwashiorkor adalah malnutrisi karena kekurangan protein namun dengan asupan energi yang cukup. Maka, marasmus adalah kekurangan asupan energi dalam semua bentuk makronutrien, mencakup karbohidrat, lemak dan protein. B. ETIOLOGI Penyebab utama nutritional marasmus menurut Sodikin (2012): a. Faktor psikologis seperti adanya penolakan ibu dan penolakan lain yang berhubungan dengan anoreksia b. Asupan kalori dan protein yang tidak memadai akibat diet yang tidak cukup c. Kebiasaan makan yang tidak tepat seperti adanya hubungan antara orang tua dan anak yang terganggu atau tidak harmonis d. Adanya kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Menurut Black & Hawks (2014), terdapat dua penyebab dari nutritional marasmus yakni:



a. Penyebab langsung yaitu asupan makanan yang kurang baik dari gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) dan gizi mikro (vitamin A, B, Fe), maupun penyakit atau kelainan yang diderita anak misalnya penyakit infeksi, malabsorbsi, dan lain-lain. Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, melainkan juga karena adanya penyakit. b. Penyebab tidak langsung berupa faktor ekonomi, faktor fasilitas, perumahan dan sanitasi, faktor pendidikan dan pengetahuan, faktor fasilitas pelayanan kesehatan serta faktor pertanian dan lain sebagainya. Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau anak yang terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak memperoleh makanan yang bergizi seimbang dan pola makan yang salah. Anak yang terkena infeksi dan anak yang kurang gizi memiliki kaitan yang erat dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Marimbi, 2015). C. PATOFISIOLOGI Pada anak, penyakit malnutrisi berupa gizi buruk umumnya muncul sebagai marasmus, kwasiorkor, maupun kondisi di antara keduanya. Marasmus merupakan merupakan defisiensi kalori dan protein sedangkan kwasiorkor hanya defisiensi protein saja. Marasmus ditandai dengan tubuh yang sangat kurus disertai tanda dan gejala ikutannya seperti penampakan iga gambang dan baggy pants (Ibrahim, Zambruni, Melby, & Melby, 2017). Marasmus adalah kekurangan asupan energi atau kalori dari semua bentuk makronutrien, mencakup karbohidrat, lemak, dan protein. Kondisi ini paling banyak ditemukan pada anak berusia di bawah 2 tahun (James, 2017). Nutritional marasmus adalah suatu kondisi dimana anak mengalami penurunan berat badan secara signifikan sehingga mengalami penciutan atau pengerusan otot generalisata dan tidak adanya lemak subkutis (Rudolph, Hoffman, & Rudolph, 2014). Black & Hawks (2014) menambahkan bahwa nutritional marasmus merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat kurangnya suplai energi dan protein yang berlangsung secara terus menerus. Malnutrisi akut yang menyebabkan hilangnya jaringan adiposa subkutan dan massa otot; tubuh kurus tetapi tidak selalu pendek. Anak-anak dengan marasmus memiliki wajah



kurus dengan kulit keriput, pipi cekung, dan mata besar; hilangnya jaringan adiposa subkutan yang normal membuat wajah tampak tua, perut mungkin bengkak, mereka memiliki kulit yang kendur di kaki dan bokong juga nafsu makan meningkat (Ibrahim, Zambruni, Melby, & Melby, 2017) malnutrisi berkaitan dengan seluruh organ dalam tubuh. Protein sebagai sumber asam amino diperlukan untuk berbagai proses sintesis di dalam tubuh. Untuk menjalankan fungsi tubuh, energi diperlukan dalam seluruh proses biokimia. Selain makronutrien, berbagai komponen mikronutrien juga diperlukan sebagai kofaktor dalam proses enzimatik di dalam tubuh. Malnutrisi parah anak-anak yang immunecompromised menderita infeksi berulang, keduanya secara klinis dan secara sub-klinis. Karena terjad infeksi berulang, hati menghasilkan peningkatan protein fase aktif dalam bentuk peningkatan C-reactive protein (CRP), protein asam α-1, α-1 anti-trypsin, makroglobulin dll dengan produksi albumin di hati. Sebagai serum plasma albumin menurun, tekanan onkotik koloid plasma berkurang; akibatnya lebih banyak cairan yang hilang dari intravaskular ke ruang ekstravaskular yang menimbulkan edema dan edema kekurangan gizi. Namun perkembangan edema tidak tergantung sepenuhnya pada penurunan albumin serum. Pada anak sehat normal ada keseimbangan antara oksidan dan anti-oksidan. Pada anak-anak kekurangan gizi, ada stres oksidatif dan radikal bebas diinduksi kerusakan jaringan dan anti-oksidan seperti seng, β-karoten, dan tokoferol berkurang. Karena kenaikan oksidan menyebabkan stres oksidatif terus-menerus yang disebabkan oleh kerusakan jaringan karena edema. Melalui reaksi Fenton dan lipid per oksidasi dengan adanya zat besi, membran sel dan jaringan bebas rusak secara kimiawi. Akibatnya radikal bebas meningkat, kerusakan jaringan yang diinduksi juga berkontribusi pada edema jaringan. Malnutrisi edema juga dikaitkan dengan peningkatan hormon anti diuretik (ADH), yang menyebabkan retensi cairan yang selanjutnya memperparah edema. Peningkatan serum ferretin, terkait dengan malnutrisi edema, juga bertindak sebagai ADH, yang juga berkontribusi terhadap edema. Protein serum membutuhkan waktu lama untuk berkurang menjadi marasmus berat dan tidak sensitif dan juga merupakan indikator awal protein malnutrisi energi (PEM) (Shakur, Afroze, & Shakur, 2018). Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, akan tetapi kemampuan tubuh



untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan albumin (Rudolph, Hoffman, & Rudolph, 2014)(Black, J. M., & Hawks, J. H, 2014). Pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangkan lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan tubuh memerlukan energi, namun tidak didapat sendiri dan cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik albumin (Rudolph, Hoffman, & Rudolph, 2014)(Black, J. M., & Hawks, J. H, 2014). Kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit



akibatnya



katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. Oleh karena itu, pada anak-anak yang mengalami marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin (Rudolph, Hoffman, & Rudolph, 2014)(Black, J. M., & Hawks, J. H, 2014), karena protein serum membutuhkan waktu lama untuk berkurang menjadi marasmus berat (Shakur, Afroze, & Shakur, 2018).



D. MANIFESTASI KLINIS Pada mulanya, ada kegagalan menaikkan berat badan disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus. Lama kelamaan turgor kulit akan mengerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Pada awalnya setelah lemah subkutan menghilang, muka bayi/anak tetap terlihat normal. Abdomen terlihat kembung dan gambaran usus dapat dengan mudah terlihat. Terjadi atrofi otot, dengan akibat hipotoni. Suhu badan pasien biasanya normal dan nadi mungkin akan melambat. Angka metabolisme basal cenderung menurun. Mula-mula anak mungkin



cerewet, tetapi lama kelamaan menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi kadang konstipasi maupun diare, tinja berisi mukus dan sedikit (Rubenstein, Wayne, & Bradley, 2017). Tanda dan gejala dari marasmus menurut Nadila et.al (2016) sebagai berikut; 1. Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah. 2. Diare. 3. Mata besar dan dalam 4. Akral dingin dan tampak sianosis 5. Wajah seperti orang tua 6. Pertumbuhan dan perkembangan terganggu 7. Terjadi pantat begi karena terjadi atrofi otot. 8. Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit jelek 9. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas 10. Nadi lambat dan metabolisme basal menurun 11. Vena superfisialis tampak lebih jelas 12. Ubun-ubun besar cekung 13. Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol 14. Anoreksia 15. Sering bangun malam Black & Hawks (2014) menambahkan bahwa manifestasi klinis yang paling sering terjadi pada pasien dengan nutritional marasmus yaitu kerontokan pada rambut, gusi berdarah, kuku rapuh dan kadang anak akan mengalami anemia. Pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan penurunan hemoglobin, albumin, protein total, transferin, prelabumin dan proliferasi limfosit. Penampilan muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seperti orang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian besar lemak dan ototototnya, iga gambang, bokong baggy pant, perut cekung, wajah bulat sembab. Perubahan mental adalah anak mudah menangis, walapun setelah mendapat makan karena anak masih merasa lapar. Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus yang berat. Kelainan pada kulit tubuh yaitu kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak di bawah kulit serta otot-ototnya. Kelainan pada rambut kepala walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya tampak rambut yang kering, tipis dan mudah rontok. Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang. Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas. Pada



saluran pencernaan, penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi. Tidak jarang terdapat bradikardi, dan pada umumnya tekanan darah penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur. Terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang dan ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah. Selain itu anak mudah terjangkit infeksi yang umumnya kronis berulang akibat defisiensi imunologik (Pudjiadi, 2010).



Gambar 2. Perbedaan marasmus dan kwarshiorkor



E. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS/PENUNJANG Menurut Sjarif, Lestari Mexitalia dan Nasar (2011) mengakkan diagnosis malnutrisi membutuhkan beberapa tahap yang diawali dengan anamnesis, penilaian status nutrisi pemeriksaan fisik baik umu dan khusys untuk mencari adakah tanda tanda defisiensi mikronutrien tentu dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis untuk marasmus-kwashiorkor dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan antropometrik yaitu : a.



Manifestasi klinis.



Anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik. Manifestasi yang umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di samping itu terdapat pula satu atau lebih manifestasi klinis marasmus dan



kwashiorkor lainnya. Tanda jika anak mengalami marasmus yaitu tidak ada kenaikan berat badan. Pada anak-anak, dapat ditemukan pertumbuhan yang lambat. Selain itu, penderita malnutrisi dapat mengalami gejala perilaku seperti gelisah, apatis, berkurangnya respons sosial, cemas, serta gangguan pemusatan perhatian. Pada anak, kriteria diagnosis malnutrisi akut berat (MAB) yaitu: a)



Terlihat sangat kurus



b)



Edema nutrisional, simetris



c)



BB/TB