LP Orif [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

B. Konsep ORIF (Open Reduction Internal Fixation) 1. Definisi Open Reduction Internal Fixation (ORIF) merupakan suatu tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmenfragmen tulang yang patah atau kembali ke letak asalnya. Internal fiksasi melibatkan penggunaan plat, skup, paku



maupun



suatu



intramedullary



(IM)



dalam



posisisnya



sampai



penyembuhan tulang yang solid terjadi (Arviyani & Rusminah, 2019). Orif (Open Reduction Internal Fixation)



adalah suatu bentuk



pembedahan dengan pemasangan internal fiksasasi pada tulang yang mengalami fraktur. Orif juga untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Orif (Open Reduction Internal Fixation ),open merupakan suatu tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah/fraktur sedapat mungkin kembali seperti letaknya asalnya. Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahankankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid teriadi (Andini, 2018). Orif



(Open



Reduction



Internal



Fixation).



Merupakan



tindakan



pembedahan dengan melakukan insisi pada daerah fraktur. Kemudian melakukan implant pins screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah (Andini, 2018). 2. Tujuan Menurut Arviyani & Rusminah (2019), ada beberapa tujuan dilakukannya ORIF (Open Reduksi Fiksasi Internal), antara lain: a. Untuk menghilangkan rasa nyeri Nyeri yang timbul pada fraktur buka karena fraktunrya sendiri, namun karena terluka jaringan disekitr tulang yang patah tersebut. b. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dri fraktur c. Agar terjadi penyatuan tulang kembali Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan dalam penyantuan tulang. Sehingga dibutuhkan graft tulang d. Untuk mengemblikan fungsi seperti semula



Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin. 3. Indikasi Menurut Arviyani & Rusminah (2019), Indikasi ORIF (Open Reduksi Fiksasi Internal) meliputi : a. Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani dengan metode terapi lain, terbukti tidak memberi hasil yang memuaskan. b. Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan fraktur intraartikular disertai pergeseran. c. Fraktur avulsi mayor yang disertai oleh gangguan signifikan pada struktur otot tendon. 4. Kontra indikasi Menurut Arviyani & Rusminah (2019), Kontraindikasi ORIF (Open Reduksi Fiksasi Internal) meliputi : a. Tulang osteoporotik terlalu rapuh menerima implan b. Jaringan lunak diatasnya berkualitas buruk c. Terdapat infeksi d. Adanya fraktur comminuted yang parah yang menghambat rekonstruksi. 5. Metode Fiksasi Internal Terdapat 5 metode fiksasi internal yang digunakan, antara lain: a. Pemasangan kawat antartuang Biasanya digunakan untuk fraktur yang relatif stabil, terlokalisasi dan tidak bergeser pada kranium. Kawat kurang bermanfaat pada fraktur parah tak stabil karena kemampuan tulang berputar mengelilingi kawat, sehingga fiksasi yang dihasilkan kurang kuat. b. Lag screw Menghasilkan fiksasi dengan mengikatkan dua tulang bertumpuk satu sama lain. Dibuat lubang-lubang ditulang bagian dalam dan luar untuk menyamai



garis



tengah



luar



dan



dalam



sekrup.



Teknik



yang



menggunakan lag screw kadang-kadag disebut sebagai kompresi antarfragmen tulang. Karena metode ini juga dapat menyebabkan rotasi tulang, biasanya digunakan lebih dari satu sekrup untuk menghasilkan fiksasi tulang yang adekuat. Lag screw biasanya digunakan pada fraktur



bagian tengan wajah dan mandibula serta dapat digunakan bersama dengan lempeng mini dan lempeng rekonstruktif. c. Lempeng mini dan sekrup Digunakan terutama untuk cedera wajah bagian tengah dan atas. Metode ini menghasilkan stabilitas tiga dimensi yaitu tidak terjadi rotasi tulang. Lempeng mini (miniplate) difiksasi diujung-ujungnya untuk menstabilkan secara relatif segmen-segmen tulang dengan sekrup mini dan segmensegmen tulang dijangkarkan kebagian tengah lempeng juga dengan sekrup mini d. Lempeng kompresi Karena lebih kuat dari lempeng mini, maka lempeng ini serring digunakan untuk fratur mandibula. Lempeng ini menghasilkan kompresi di tempat fraktur. e. Lempeng konstruksi Lempeng yang dirancang khusus dan dapat dilekuk serta menyerupai bentuk mandibula. Lempeng ini sering digunakan bersama dengan lempeng mini. Lag screw dan lempeng kompresi. 6. Keuntungan dan Kerugian ORIF Keuntungan ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) yaitu : a. Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar. b. Ketelitian reposisi fragmen-fragmen fraktur. c. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya. d. Stabilitas fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai e. Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi. f.



Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal serta kekuatan otot selama perawatan fraktur.



Kerugian ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) yaitu : a. Setiap anastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi bahkan kematian akibat dari tindakan tersebut. b. Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan pemasangan gips atau traksi. c. Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat itu sendiri.



d. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan struktur yang sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi. 7. Perawatan Post Operatif Dilakukan utnuk meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan pada bagian yang sakit. Dapat dilakukan dengan cara:



a. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi. b. Meninggikan bagian yang sakit untuk meminimalkan pembengkak. c. Mengontrol kecemasan dan nyeri (biasanya orang yang tingkat kecemasannya tinggi, akan merespon nyeri dengan berlebihan)



d. Latihan otot Pergerakan harus tetap dilakukan selama masa imobilisasi tulang, tujuannya agar otot tidak kaku dan terhindar dari pengecilan massa otot akibat latihan yang kurang.



e. Memotivasi klien untuk melakukan aktivitas secara bertahap dan menyarankan keluarga untuk selalu memberikan dukungan kepada klien. 8. Asuhan Keperawatan 9. Diagnosa Keperawatan (Pre,Intra,Post) a. Pre Operasi 1)



Nyeri Akut



2)



Ansietas



3)



Resiko Kekurangan Volume Cairan



b. Intra Operasi 1)



Hipotermi



2)



Mual



3)



Gangguan integritas kulit/jaringan



4)



Resiko Cedera



5)



Resiko syok hipovolemik



c. Post operasi 1)



Mual



2)



Nyeri Akut



3)



Hambatan mobilitas fisik



4)



Ganggua Citra Tubuh



DAFTAR PUSTAKA Andini, Widiyawati. 2018. Penerapan Mobilisasi Dini Pada Asuhan Keperawatan Pasien Post Operasi Fraktur Femur dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Di RSUD Sleman. Karya Tulis Ilmiah diterbitkan. Yogyakarta: Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan. Desiartama, Agus dan I G N Wien Aryana. 2017. Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Femur Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013. EJurnal Medika, Vol. 6, No. 5, Halaman 2. Ermawan, Elham Eka. 2016. Upaya Peningkatan Mobilitas Fisik Pada Pasien Post ORIF Fraktur Femur Di RSOP Dr. Soeharso Surakarta. Publikasi Ilmiah diterbitkan. Prodi. Surakarta: DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Istianah, Umi. (2017). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Maisyaroh, S. G., Rahayu, U., & Siti Yuyun, R. (2015). Tingkat Kecemasan Pasien Post Operasi yang Mengalami Fraktur Ekstremitas. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 3(2), 77–87. Retrieved from http://128.199.73.20/jkp/index.php/jkp/article/view/103 Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Konsep, Mind Mapping dan NANDA NIC NOC. Jakarta: TIM. Purwanto, Hadi. 2016. Modul bahan Ajar Cetak Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan. PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI. PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.