LP Perilaku Kekerasan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN PERILAKU KEKERASAN



DOSEN PENGAMPU: Ns. Aty Nurillawaty Rahayu, M.Kep, Sp.Kep.J



DISUSUN OLEH:



Ega Ogiyan Putri (O432950921024)



JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH Jl. RA. Kartini No.66, Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat 17113 2021



1. Masalah Utama Gangguan konsep diri : Perilaku Kekerasan 2. Proses Terjadinya Masalah A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. Pengungkapkan kemarahan secara tidak langsung dan konstrukstif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Sedangkan menurut Carpenito 2000, Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain. Individu melakukan kekerasan akibat adanya frustasi yang dirasakan sebagai pemicu dan individu tidak mampu berpikir serta mengungkapkan secara verbal sehingga mendemostrasikan pemecahan masalah dengan cara yang tidak adekuat (Rawlins and Heacoco, 1998). Sedangkan menurut Keliat (1999), perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan bemusuhan yang kuat disertai dengan hilangnya kontrol diri atau kendali diri. Tanda dan gejala : -



Muka merah dan tegang



-



Pandangan tajam



-



Mengatupkan rahang dengan



-



Mengancam



secara



verbal



atau fisik -



kuat



Melempar



atau



memukul



benda atua orang lain



-



Mengepalkan tangan



-



Merusak barang atau benda



-



Jalan mondar-mandir



-



Tidak memiliki kemampuan



-



Bicara kasar



mencegah



-



Suara tinggi, menjerit atau



mengendalikan



berteriak



kekerasan



atau perilaku



B. Penyebab Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Tanda dan gejala : -



Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)



-



Gangguan hubungan sosial (menarik diri)



-



Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)



-



Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram.



C. Akibat Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dlI. Sehingga klien dengan perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan. Tanda dan gejala : Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan melalui pengkajian meliputi : -



Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah diserasakan



-



oleh klien.



Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar dan



sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas



makanan, memukul jika tidak senang.



D. Etiologi Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan-perubahan dalam perilaku kekerasan menurut (Deden dan Rusdin, 2013) yaitu: 1. Faktor Predisposisi 1.) Faktor Biologis a.) Instinctual Drive Theory ( Teori Dorongan Naluri) Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat. b.) Psychosomatic Theory (Teori Psikosomatik) Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologi terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistim limbik berperan sebagai



pusat



untuk



mengekspresikan



maupun



menghambat rasa marah (Deden dan Rusdin, 2013). 2.) Factor Psikologis a.) Frustation Aggresion Theory (Teory Agresif-Frustasi) Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau menghambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berprilaku agresif karena perasaan prustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.



b.) Behavior Theory (Teori Perilaku) Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia fasilitas/situasi yang mendukung. c.) Eksistensial Theory ( Teori Eksistensi) Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi melalui berprilaku konstruktif, maka individu akan memenuhi melalui berprilaku destruktif.



3.) Faktor Sosiokultural a.) Sosial Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial) Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk merespon asertif atau agresif. b.) Sosial Learning Theory (Teori Belajar Sosial) Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialisasi(Deden dan Rusdin, 2013)



2. Faktor Presipitasi Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan, kematian) amaupun dalam (putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit fisik). Selain itu lingkungan yang terlalu rebut,



padat, kritikan yang mengaruh pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan(Deden dan Rusdin, 2013) E. Mekanisme Koping Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien sehingga dapat membantu



klien



untuk



mengembangkan



mekanisme



koping



yang



kontstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum



digunakan



“Displancement”,



adalah sublimasi,



mekanisme proyeksi,



pertahanan represi,



denial



ego dan



seperti reaksi



formasi(Deden dan Rusdin, 2013).



F. Perilaku Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain: 1. Menyerang atau Menghindar (Fight or Flight) Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan TD meningkat, takikardia, wajah merah, pupil melebar, mual, sekresi Hcl meningkat, peristaltic gaster menurun, pengeluaran urin dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku disertai reflek yang cepat. 2. Menyatakan secara asertif (assertiveness) Perilaku



yang



sering



ditampilkan



individu



dalam



mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif



dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekpresikan rasa marah tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Disamping itu perilaku ini dapat juga untuk mengembangkan diri klien. 3. Memberontak (acting Out) Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “Acting Out” untuk menarik perhatian orang lain. 4. Perilaku Kekerasan Tindakan kekerasan atau amuk yang ditinjaukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungaa(Deden dan Rusdin, 2013)



G. Rentang respon masalah Menurut yosep (2010) rentang respon marah dibagi menjadi 5 yaitu:



Respon adaptif



Respon



maladaptive



I Asertif



I



I



Frustasi



Pasif



I



I



Agresif



Kekerasan



Gambar 2.2 Rentang Respon Kemarahan (Yosep, 2007) a. Asertif yaitu mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain, hal ini dapat menimbulkan



kelegaan pada individu



b. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. c. Pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk mengungkapkan perasaan marah yang sekarang dialami, dilakukan dengan tujuan menghindari suatu tuntunan nyata. d. Agresif merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau ketakutan / panik. Agresif memperlihatkan permusuhan, keras dan mengamuk dengan ancaman, member kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain. e. Kekerasan sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman, melukai pada tingkat ringan sampai pada yang paling berat. Klien tidak mampu mengendalikan diri.



H. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan Tanda dan gejala, marah, suka marah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi berdebat, selalu memaksakan kehendak dan memukul bila tidak sengaja ditandai dengan: Fisik, Mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, seta postur tubuh



kaku. Verbal, mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar dan ketus (Keliat, 2013) Perilaku, menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak lingkungan, amuk atau agresif. Emosi, tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut. Intelektual, mendominasi, cerewet, kasar berdebat, meremehakan dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme. Spiritual, merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan kreativitas terhambat. Social, menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran. Perhatian, bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual (Keliat, 2013)



3. Pohon Masalah Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan



Gangguan



Perilaku kekerasan



4. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji a. Masalah keperawatan: 



Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan







Perilaku kekerasan







Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah



rendah



b. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan 



Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Data Subyektif: - Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. - Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah. - Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya. Data Objektif : - Mata merah, wajah agak merah. - Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain. - Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam. - Merusak dan melempar barang-barang.







Perilaku kekerasan / amuk Data Subyektif : - Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. - Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah. - Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya. Data Obyektif : - Mata merah, wajah agak merah. - Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai - Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam. - Merusak dan melempar barang-barang







Gangguan harga diri : harga diri rendah



Data Subyektif: - Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri. Data Obyektif: - Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ ingin mengakhiri hidup.



5. Diagnosa Keperawatan a. Resiko Perilaku Kekerasan b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan



6. Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa 1 : Resiko Perilaku Kekerasan Tujuan umum Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Tujuan Khusus 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan : 1. Bina hubungan saling percaya : salam terapetik, em[ati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi 2. Panggil klien dengan nama panggilan yang di sukai 3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang 2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan Tindakan : 1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan



2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal 3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang 3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan Tindakan : 1. Anjurkan klien menggungkapkan yang di alami dan di rasakan saat jengkel / kesal 2. Observasi tanda perilaku kekerasan 3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang di alami klien 4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa di lakukan 1. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan 2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan 3. Tanyakan “apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ? “ 5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan 1. Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang dilakukan 2. Bersama klien menyimpulkan akiba dari cara yang digunakan 3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat 6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan Tindakan : 1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat 2. Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik : Tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur 3. Secara verbal : katakana bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung 4. Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk di beri kesabaran 7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan Tindakan 1. Bantu memilih cara yang paling tepat 2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih 3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih 4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi 5. Anjurkan menggunakan cara yang telah di pilih saat jengkel / marah 8. Klien mendapat dukungan dari keluarga



Tindakan : 1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga 2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga 9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program) Tindakan : 1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping) 2. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar ( nama klien, obat, dosis, cara, waktu) 3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan



Diagnosa II : Gangguan konsep diri : harga diri rendah Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan Tujuan kusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan : 1. Bina hubungan saling percaya : salam trapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi 2. Panggil klien dengan nama panggilan yang di sukai 3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang 2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang di miliki Tindakan : 1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki 2. Hindari penilaian negative setiap pertemuan klien 3. Utamakan pemberian pujian yang realitas 3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat di gunakan untuk diri sendiri dan keluarga



Tindakan 1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang memiliki 2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah. 4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang di miliki Tindakan : 1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan 2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan 3. tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien



5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan Tindakan : 1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah di rencanakan 2. Beri pujian atas keberhasialan klien 3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah 6. Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada Tindakan : 1. Beri pendidikan kesehatan pada keluargan tentang cara merawatklien 2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien di rawat 3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah 4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga



Diagnose III : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Tujuan umum :



Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Tujuan khusus : - Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkunganya - Pasien mampu mengungkapkan perasaanya - Pasien mampu meningkatkan harga dirinya - Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik Tindakan : - Mendiskusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan Meningkatkkan harga diri pasien dengan cara : 



Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaan







Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif







Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting







Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien







Merencanakan yang dapat pasien lakukan



Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara : 



Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya







Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah







Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaiakan masalah yang lebih baik



Daftar pustaka 1. Asmadi, 2010. Konsep Dasar Keperawatan, Edisi I. Jakarta : EGG 2. Carpenito, L.J.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC 3. Dermawan, D. & Rusdin, (2013). Keperawatan Jiwa: konsep dan kerangka kerja asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing. 4. Elshy Pangden Rabba, Dahrianis, S. P. R. (2014). Hubungan Antara Pasien Halusinasi Pendengaran Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan Di Ruang Kenari RS. Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel, 4, 470-475 5. Gustop Amatiria (2010). Pengaruh Terapi Token Ekonomi Pada Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan Pada Pasien Gangguan Jiwa Di RSJ Provinsi Lampung 6. Hadiyanto, H. (2016). Hubungan Antara Terapi Modalitas Dengan Tanda Dan Gejala Perilaku Kekerasan Pada pasien skizofrenia Di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof. dr. Soerojo Magelang. 7. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 1, Jakarta : EGC, 1999 8. Stuart GW, Sundeen. 1998. Principles and Practice of Psykiatric Nursing ( 5 th ed.). St. Louis Mosby Year Book 9. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000 10. Townsend, M.C 1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, edisi 3. Jakarta : EGC.



11. PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan 3 REVISI) 1 ed.). Jakarta : DPP PPNI. 12. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II)1ED.). Jakarta : DPP PPNI. 13. PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan ((Cetak II) ed 1.). Jakarta : DPP PPNI. 14. Keliat dan akemat, 2010, Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa, Jakarta: EGC 15. (2009). Proses keperawatan kesehatan jiwa, penerbit buku kedokteran EGC : diagnosa keperawatan, Edisi 6, penerbit Jakarta