LP PNC [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

POST NATAL CARE (PNC) A. DEFINISI Masa nifas atau post partum disebut juga Puerperium yang berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang berati bayi dan “Parous” yang berati melahirkan. Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil (Anggraini, 2010). Periode postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.Periode ini kadang disebut puerperium atau trimester ke empat kehamilan (Bobak, et al., 2004). Masa nifas didefinisikan sebagai periode selama tepat setelah kelahiran.Namun secara populer, diketahui istilah tersebut mencangkup 6 minggu berikutnya saat terjadi involusi kehamilan normal (Hugnes, 1972 dalam Chunnigham, 2006). Masa nifas ini dapat dibagi menjadi tiga tahap yakni : a. Immidiate post partum Masa setelah post partum sampai 24 jam setelah melahirkan (24 jam) b. Early post partum Masa setelah hari pertama sampai dengan minggu pertama post partum c. Late post partum Masa minggu pertama post partum sampai dengan minggu keempat post partum B. ETIOLOGI a) Tahap-tahapan masa post partum Masa nifas dibagi menjadi tiga tahapan menurut Bobak (2004) yaitu: 1. Peurperium dini (immediate puerperium) : waktu 0-24 jam post partum, yaitu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan. 2. Peurperium intermedial (early puerperium) : waktu 1-7 hari post partum, yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ reproduksi selama kurang lebih 68 minggu.



3. Remote Puerperium (later puerperium) : waktu 1-6 minggu post partum. Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama ibu apabila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. C. ANATOMI DAN FISIOLOGI 1.



Organ Genetalia Internal



Secara umum alat reproduksi wanita terbagi ata dua bagian yaitu terdiri dari alat kelamin bagian dalam dan alat kelamin bagian luar. (Manuaba, 2012) a. Alat kelamin bagian dalam 1) Vagina (Saluran senggama) Vagina merupakan saluran muskula membranas yang menghubungkan rahim dengan dunia luar, bagian ototnya berasal dari otot levatorani dan otot sfingterani sehingga dapat dikendalikan dan dilatih. 2) Rahim (Uterus) Bentuk uterus seperti buah pir dengan berat sekitar 30 gram terletak dipanggul kecil diantara rectum (bagian usus sebelum dubur) dan di depannya terletak kandung kemih. 3) Tuba Fallopi



Saluran



sepermatozoa



dan



ovum,



tempat



terjadinya



pembuahan, menjadi saluran dan tempat pertumbuhan hasil sebelum mampu menanamkan dari pada lapisan rahim. 4) Indung telur (Ovarium) Merupakan sumber hormonal yang paling utama sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengaturan proses menstruasi. 5) Parametrum Merupakan lipatan peritoneum dengan berbagai penebalan yang menghubungkan rahim dengan tulang panggul. 2. Organ genetalia Eksternal



a. Mons Veneris Mons veneris disebut juga gunung venus, merupakan bagian yang menonjol dibagian depan simfisis, terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat. Setelah dewasa tertututp oleh rambut yang bentuknya segitiga. b. Bibir Besar (Labia Mayora) Labia



mayora



kelanjutan



dari



mons



veneris



bentuknya



lonjong.Kedua bibir ini dibagian bawah membentuk perineum. Permukaan terdiri dari : 1) Bagian Luar : tertutup rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris



2) Bagian dalam : tanpa rambut, merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak). c. Bibir kecil (labia minora) Merupakan lipatan dibagian dalam bibir besar, tanpa rambut. d. Klitoris Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada pria, mengandung banyak pembuluh darah dan serta saraf, sehingga sangat sensitive saat berhubungan seks. e. Vestibulum Bagian kelamin ini dibatasi oleh kedua labia kanan –kiri dan bagian atas oleh klitoris serta bagian belakang pertemuan labia minora. D. PATOFISIOLOGI Pada kasus post partus spontan akan terjadi perubahan fisiologis dan pesikologis, pada perubahan fisiologis terjadi proses involusi menyebabkan perineum terjadi ruptur jaringan terjadi trauma mekanis, personal hygine yang kurang baik, pembulu darah rusak menyebabkan genetalia



menjadi



kotor



dan



terjadi juga



pendarahan sehingga muncul masalah keperawatan resiko infeksi. Perubahan laktasi akan muncul struktur dan karakter payudara. Laktasi di pengaruhi oleh hormon estrogen dan peningkatan prolaktin, sehingga terjadi pembentukan asi, tetapi terkadang terjadi juga aliran darah di payudara berurai dari uterus (involusi) dan refensi darah di pembuluh payudara maka akan terjadi bengkak dan penyempitan pada duktus intiverus. Sehingga asi tidak keluar dan muncul masalah keperawatan menyusui tidak efektif. Pada perubahan psikologis akan muncul taking in (ketergantungan), taking hold ( ketergantungan kemandirian), letting go (kemandirian). Pada perubahan taking in pasien akan membutuhkan perlindungan dan pelayanan,



ibu



akan



cenderung



berfokus pada diri sendiri dan lemas, sehingga muncul maslah keperawatan gangguan pola tidur, taking hold pasien akan belajar mengenai perawatan diri dan bayi akan cenderrung informasi karena mengalami pengetahuan. E. PERUBAHAN FISIOLOGI 1. Tanda-tanda vital a. Suhu



masalah



keperawatan



kurang



Selama 24 jam pertama, mungkin meningkat 38



0



C sebagai suatu akibat dari



dehidrasi persalinan 24 jam wanita tidak boleh demam. b. Nadi Bradikardi umumnya ditemukan pada 6 – 8 jam pertama setelah persalinan. Brandikardi merupakan suatu konsekuensi peningkatan cardiac out put dan stroke volume. Nadi kembali seperti keadaan cardia output dan stroke volume. Nadi kembali seperti keadaan sebelum hamil 3 bulan setelah persalinan. Nadi antara 50 sampai 70 x/m dianggap normal. c. Respirasi Respirasi akan menurun sampai pada keadaan normal seperti sebelum hamil d. Tekanan darah Tekanan darah sedikit berubah atau tidak berubah sama sekali. Hipotensi yang diindikasikan dengan perasaan pusing atau pening setelah berdiri dapat berkembang dalam 48 jam pertama sebagai suatu akibat gangguan pada daerah persarafan yang mungkin terjadi setelah persalinan. e. Adaptasi sistim cardiovaskuler Pada dasarnya tekanan darah itu stabil tapi biasanya terjadi penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg jika ada perubahan dari posisi tidur ke posisi duduk. Hal ini disebut hipotensi orthostatik yang merupakan kompensasi cardiovaskuler terhadap penurunan resitensi didaerah panggul. Segera setelah persalinan ibu kadang menggigil disebabkan oleh instabilitas vasmotor secara klinis, hal ini tidak berarti jika tidak disertai demam. f. Adaptasi kandung kemih Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma akibat tekanan oedema dan menurunnya sensifitas terhadap tekanan cairan, perubahan ini menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas, biasanya ibu mengalami kesulitan BAK sampai 2 hari pertama post partum. g. Adaptasi sistem endokrim Sistem endokrim mulai mengalami perubahan kala Iv persalinan mengikuti lahirnya placenta, terjadi penurunan yang cepat dari estrogen progesteron dan proaktin. Ibu yang tidak menyusui akan meningkat secara bertahap dimana produksi ASI mulai disekitar hari ketiga post partum. Adanya pembesaran payudara terjadi karena peningkatan sistem vaskulan dan linfatik yang mengelilingi payudara menjadi besar, kenyal, kencang dan nyeri bila disentuh.



h. Adaptasi sistem gastrointestinal Pengembangan fungsi defekasi secara normal terjadi lambat dalam minggu pertama post partum. Hal ini berhubungan dengan penurunan motilitas usus, kehilangan cairan dan ketidaknyamanan parineal. i. Adaptasi sistem muskuloskletal Otot abdomen terus menerus terganggu selama kehamilan yang mengakibatkan berkurangnya tonus otot yang tampak pada masa post partum dinding perut, Terasa lembek, lemah, dan kotor. Selama kehamilan otot abdomen terpisah yang disebut distasi recti abdominalis, juga terjadi pemisahan, maka uteri dan kandung kemih mudah dipalpasi melalui dinding bila ibu terlentang. j. Adaptasi sistem integument Cloasma gravidrum biasanya tidak akan terlihat pada akhir kehamilan, hyperpigmenntasi pada areola mammae dan linea nigra, mungkin belum menghilang sempurna setelah melahirkan. k. Adaptasi Reproduksi l. Uterus Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusio) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.



Involusio



Tinggi Fundus Uterus



Berat Uterus



Bayi lahir



Setinggi pusat



100 gram



Plasenta lahir



2 jari bawah pusat



750 gram



1 minggu



Pertengahan pusat simfisis



500 gram



2 minggu



Tidak teraba diatas simfisis



350 gram



6 minggu



Bertambah kecil



50 gram



8 minggu



Sebesar normal



30 gram



Involusi terjadi disebabkan oleh : a) Kontraksi retraksi serabut otot yang terjadi terus-menerus sehingga mengakibatkan kompresi pembuluh darah dan anemia setempat (iskemia). b) Otolisis yang disebabkan sitoplasma sel yang berlebihan akan tercernah sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro-elastik dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.



c) Atrofi merupakan jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofit sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofik pada otot-otot uterus, lapisannya (desidua) mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan bergenerasi menjadi endometrium yang baru. Luka bekas pelekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total 2. Lokia Lokia adalah istilah yang diberikan pada pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas. Jumlah dan warnah lokia akan berkurang secara progresif. Lokia dapat dibagi atas a) Lokia rebra (hari 1 – 4) jumlahnya sedang, berwarnah merah terutama darah. b) Lokia serosa ( hari 4 – 8) jumlahnya berkurang dan berwarnah merah mudah (hemoserosal) c) Lokia alba (hari 8 – 14) jumlahnya sedikit, berwarnah putih atau hampir tidak berwarna. 3. Serviks Serveksi mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan, ostium ekstern dapat dimasuki oleh dua hingga tiga tangan : setelah 6 minggu postnatal, serviks menutup. Karena robekan kecil-kecil yang terjadi selama dilatasi. Serviks tidak pernah kembali kekeadaan sebelum hamil (nulipara) yang berupa lubang kecil seperti mata jarum ; serviks hanya kembali pada keadaan tidak hamil yang berupa lubang yang sudah sembuh, tertutup tapi berbentuk celah. Dengan demikian, os servisis wanita yang sudah pernah melahirkan merupakan salah satu tanda yang menunjukkan riwayat kelahiran lewat vagina 4. Vulva dan vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan serta perenggangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah tiga minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaab tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol. 5. Perineum



Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya tegang oleh tekanan kepada bayi yang bergerak maju. Pada postnatal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali bagian besar tonusnya sekaligus tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan (nulipara). 6. Payudara Payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa nifas kecuali jika laktasi disupresi. Payudara akan menjadi lebih besar lebih kencang dan mulamula lebih nyeri tekan status hormonal serta dimulainya laktasia. 7. Traktus urinarius Buang air kecil sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasme sfigner dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan laboratorium b. USG bila diperlukan G. MANIFESTASI KLINIS 1) Perdarahan post partum (apabila kehilangan darah lebih dari 500 mL selama 24 jam pertama setelah kelahiran bayi) 2) Infeksi a. Endometritis (radang edometrium) b. Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus) c. Perimetritis (rad ang peritoneum disekitar uterus) d. Caked breast / bendungan asi (payudara mengalami distensi, menjadi keras dan berbenjol-benjol) e. Mastitis (Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Jika tidak ada pengobatan bisa terjadi abses) f. Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam vena varicose superficial yang menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi pada kehamilan dan nifas, yang ditandai dengan kemerahan atau nyeri.) g. Luka perineum (Ditandai dengan : nyeri local, disuria, temperatur naik 38,3 °C, nadi < 100x/ menit, edema, peradangan dan kemerahan pada tepi, pus atau nanah warna kehijauan, luka kecoklatan atau lembab, lukanya meluas)



3. Gangguan psikologis 1) Depresi post partum 2) Post partum Blues 3) Post partum Psikosa 4. Gangguan involusi uterus H. PENATALAKSANAAN MEDIS a. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan) b. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri c. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas. d. Hari ke- 2 : mulai latihan duduk e. Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan I. PENANGANAN MASA NIFAS (PUERPERIUM) a. Kebersihan diri 1. Anjurkan menjaga kebersihan seluruh tubuh 2. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah alat kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa klien mengerti untuk membersihkan daerah vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan ibu untuk membersihkan vulva setiap kali buang air kecil atau besar. 3. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya 2x sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan dibawah matahari dan disetrika. 4. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. 5. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka. b. Istirahat 1. Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan berlebihan. 2. Sarankan untuk kembali melakukan kegiatan rumah tangga secara perlahanlahan serta untuk tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur.



3. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam 4. Mengurangi jumlah asi yang diproduksi 5. Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan 6. Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri. c. Latihan 1. Diskusikan pentingnya otot-otot panggul kembali normal. Ibu akan merasa lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya menjadi kuat sehingga mengurangi rasa sakit pada panggul. 2. Jelaskan pentingnya latihan untuk memperkuat tonus otot jalan lahir dan dasar panggul (kelgel exercise). Mulai dengan mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu naikkan jumlah latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu ke-6 setelah persalinan ibu harus mengerjakan setiap gerakan sebanyak 30 kali. d. Gizi 1. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari. 2. Makan dengan diet seimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup 3. Minum sedikitnya 3 liter setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui. 4. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari post partum. 5. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayi melalui air asinya. e. Perawatan payudara 1. Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama pada puting susu 2. Menggunakan Bra yang menyokong payudara 3. Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali menyusui. Tetap menyusui dimulai dari puting susu yang tidak lecet. 4. Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminumkan menggunakan sendok. 5. Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum paracetamol 1 tablet. 6. Urut payudara dari arah pangkal menuju puting susu dan gunakan sisi tangan untuk mengurut payudara.



7. Keluarkan ASI sebagian dari depan payudara sehingga puting susu menjadi lunak. 8. Susukan bayi setiap 2-3 jam. Apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI, sisanya keluarkan dengan tangan. 9. Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui. f. Senggama 1. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri 2. Banyaknya budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai pada masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan. F. PERAWATAN a. Perineum Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptura atau laserasi merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan kering. Pengamatan dan perawatan khusus diperlukan untuk menjamin agar daerah tersebut sembuh dengan cepat dan mudah. Pencucian daerah perineum memberikan kesempatan untuk melakukan inspeksi secara seksama pada daerah tersebut dan mengurangi rasa sakitnya. b. Mobilisasi Karena lelah sehabis bersalin ibu harus istirahat tidur terlentang selama 8 jam post partum, kemudian boleh miring-miring kekiri dan kekanan untuk mencegah terjadinya trobosis dan tramboemboli. Pada hari kedu duduk-duduk, hari ketiga jalan-jalan dan pada hari keempat atau lima boleh pulang. Mobilisasi diatas mempunyai variasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan nifas dan sembuhnya luka-luka



c. Diet Makanan harus bermutu dan bergizi cukup kalori. Sebaiknya makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan sayuran-sayuran dan buah-buahan. d. Miksi Hendaknya berkemih dapat dilakukan sendiri dngan secepatnya. Kadang-kadang wanita sulit berkemih karena sphineter uretrae mengalami tekanan oleh kepala janin dan spasme otot iritasi musculus sphicterani selama persalinan bila kandung kemih penuh dan wanita sulit berkemih sebaiknya lakukan kateterisasi. e. Defakasi



Buang air besar harus dilakukan 3 – 4 hari post partum. Bila masih sulit buang air besar dan terjadi optipasi apabila faeces keras harus diberikan obat laksans atau perectal, jika masih belum bisa dilakukan klisma. f. Laktasi Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu tidak keras, lemas dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Laktasia dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu (ASI). Keuntungan ASI yakni : 1. Bagi ibu a) Mudah didapatkan b) Praktis dan murah c) Memberi kepuasan 2. Bagi bayi a) ASI mengandung zat ASI yang sesuai dengan kebutuhan b) ASI mengandung berbagai zat antibody untuk mencegah infeksi c) ASI mengandung laktoperin untuk mengikat zat gizi d) Susu tepat dan selalu segar e) Memperindah gigi dan rahang Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran ASI 1. Faktor anatomis Apabila jumlah lobus dalam buah dada berkurang maka produksi ASI akan kurang karena sel-sel ocini yang ngisap zat makanan dari pembuluh darah akan berkurang. 2. Faktor fisiologis Bahwa terbentuknya ASI dipengaruhi oleh hormon yaitu hormon proloctin yang merangsang sel-sel ocini untuk membentuk ASI, apabila ada kelainan dari hormon ini maka dengan sendirinya rangsangan pada sel-sel ocini akan berkurang sehingga tidak dapat membentuk ASI. 3. Makanan yang dimakan ibu yang menyusui 4. Faktor istirahat 5. Faktor isapan anak 6. Faktor obat-obatan dapat mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran ASI karena adanya hormon yang dikandung oleh obat-obatan tersebut mempengaruhi hormon prolaktin yang sangat berperan penting dalam produksi ASI



G. PATHWAY



Faktor Janin



Faktor Ibu



Fetal distress Letak lintang Prolaps umbilicus Janin besar



Disfungsi uterus Disfungsi jaringan Distosia jaringan lunak CPD Plasenta previa Obesitas



Persalinan induksi Induksi gagal Sectio Cesarea Post Sectio Cesarea



Efek anastesi



Luka insisi



Perdarahan



Risiko kekurangan cairan tubuh Penurunan motilitas Penurunan kekuatan usus otot



Fisiologi nifas



Risiko infeksi Sistem reproduksi laktasi



Nyeri akut



Konstipasi



Peningkatan prolaktin



Defisit perawatan diri Intoleransi aktivitas



ASI keluar



Ketidakefektifan pemberian ASI



Duktus terisi ASI



ASI tidak keluar



H. Pengkajian IBU a. Riwayat kesehatan lalu dan sekarang 1)  Ibu tidak pernah menderita penyakit hipertensi,jantung,DM,malaria,penyakit keturunan,PMS,serta hepatitis. 2) Tidak ada riwayat operasi 3) Tidak ada riwayat ketergantungan obat–obatan alkohol dan rokok. b. Riwayat Obstetri 1) Kehamilan 2) Persalinan 3) Nifas c. Riwayat Kehamilan Sekarang 1) HPHT 2) HPL 3) Imunisasi TT Lengkap 4) Taksiran Partus 5) ANC 6) Imunisasi d. Riwayat persalinan 1) Tanggal, tempat dan jenis persalinan 2) Perdarahan 3) Keadaan Plasenta 4) Ketuban (Warna dan Bau) 5) Catatan waktu persalinan e. Riwayat Psikososial, spritual dan ekonomi f. Riwayat Pemenuhan kebutuhan dasar 1) Pola Nutrisi 2) Pola Eliminasi 3) Kebutuhan Istirahat g. Riwayat KB h. Pemeriksaan Fisik 1) Tanda-tanda Vital BAYI



a. Jenis Kelamin b. BBL c. APGAR SCORE d. Masa Gestrasi e. Cacat Bawaan (ada/tidak) I. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi) b. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan defisit pengetahuan ibu. c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum g. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen J. Intervensi a. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (trauma jalan lahir, epiostomi) NOC : setelah dikakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, diharapkan nyeri berkurang. Kriteria hasil : 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 5.



Tanda vital dalam rentan normal NIC :



1) Lakukan



pengkajian



nyeri



secara



komprehensif



termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi (PQRST) 2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3) Gunakan



teknik



komunikasi



terapeutik



untuk



mengetahui pengalaman nyeri pasien 4) Ajarkan tentang teknik non farmakologi 5) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 6) Motivasi untuk meningkatkan asupan nutrisi yang bergizi 7) Tingkatkan istirahat 8) Latih mobilisasi miring kanan miring kiri jika kondisi klien mulai membaik 9) Kaji kontraksi uterus, proses involusi uteri 10) Anjurkan pasien untuk membasahi perineum dengan air hangat sebelum berkemih. 11) Anjurkan dan latih pasien cara merawat payudara secara teratur. 12) Jelaskan pada ibu tetang teknik merawat luka perineum dan mengganti PAD secara teratur setiap 3 kali sehari atau setiap kali lochea keluar banyak. 13) Kolaborasi dokter tentang pemberian analgesik b. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan; kelelahan post partum. NOC : Setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam, ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat. Kriteria hasil : 1. Menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas. 2. Kelemahan dan kelelahan berkurang. 3. Kebutuhan ADL terpenuhi secara mandiri atau dengan bantuan. 4. frekuensi jantung/irama dan Td dalam batas normal. 5. kulit hangat, merah muda dan kering NIC :



1) Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan. 2) Tingkatkan



istirahat,



batasi



aktifitas



pada



dasar



nyeri/respon hemodinamik, berikan aktifitas senggang yang tidak berat. 3) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri. 4) Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri. 5) Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasien. 6) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst. c. Resiko defisit volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan; perdarahan; diuresis; keringat berlebihan. NOC : Setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam, Pasien dapat mendemostrasikan status cairan membaik. Kriteria evaluasi: Tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, haluaran urine di atas 30 ml/jam, kulit kenyal/turgor kulit baik. NIC : Fluid management 1. Obs Tanda-tanda vital setiap 4 jam. 2. Obs Warna urine 3. Status umum setiap 8 jam 4. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat 5. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan 6. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian 7. Lakukan terapi IV 8. Berikan cairan



9. Dorong masukan oral 10. Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer gelap. 11. Konsultasi dokter bila manifestasi kelebihan cairan terjadi. 12. Pantau: cairan masuk dan cairan keluar setiap 8 jam. d. Resiko infeksi b/d trauma jalan lahir. NOC : Setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam, Infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil: tanda infeksi tidak ada, luka episiotomi kering dan bersih, takut berkemih dan BAB tidak ada. NIC : 1. Pantau: vital sign, tanda infeksi. 2. Kaji pengeluaran lochea, warna, bau dan jumlah. 3. Kaji luka perineum, keadaan jahitan. 4. Anjurkan pasien membasuh vulva setiap habis berkemih dengan cara yang benar dan mengganti PAD setiap 3 kali perhari atau setiap kali pengeluaran lochea banyak. e. Resiko



gangguan



proses



parenting



b/d



kurangnya



pengetahuan tentang cara merawat bayi. NOC : Setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam, Gangguan proses parenting tidak ada. Kriteria hasil: ibu dapat merawat bayi secara mandiri (memandikan, menyusui). NIC : 1. Beri kesempatan ibu untuk melakuakn perawatan bayi secara mandiri. 2. Libatkan suami dalam perawatan bayi. 3. Latih ibu untuk perawatan payudara secara mandiri dan teratur. 4. Motivasi ibu untuk meningkatkan intake cairan dan diet TKTP. 5. Lakukan rawat gabung sesegera mungkin bila tidak terdapat komplikasi pada ibu atau bayi.



DAFTAR PUSTAKA Moctar, Rustam. Sinopsis obstruksi : Obstetri Fisiologis, obstetri patologis, Edisi 2, Jilid 1. Jakarta. EGC, 1998 Bobak, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4, Jakarta, EGC, 2004 Wikojosostro, Hanifa, Ilmu Kebidanan. Edisi 3, cetakan 3, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo, 1994. Doengus, Merillyn E. Rencana Perawatan Maternal/bayi, Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, edidi 2, jakarta, EGC, 2001. Marjati,dkk.2010. Asuhan Kebidanan pada Kehamilan Fisiologis.Jakarta: Salemba Medika. Muchtar Rustam.2007. Sinopsis Obstetri fisiologi Obstetri Patologi. Jakarta: EGC. http://staff.ui.ac.id/system/files/users/tutinfik/material/ebookbioteknologipdsistemrepr oduksi.pd