21 0 146 KB
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. Y DENGAN Dx PNEUMONIA
DOSEN PEMBIMBING : TUMIUR SORMIN, SKM, M.Kes.
DISUSUN OLEH : NAMA
: LUSYANA NIKITA SIAHAAN
NIM
: 1914401023
KELAS : TINGKAT 2 D3 REGULER 1
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG D.III KEPERAWATAN TANJUNGKARANG TAHUN AKADEMIK 2020/2021
BAB I PENDAHULUAN
A.
Definisi Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab noninfeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011) Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) (Bennete, 2013). Menurut WHO (2015), Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut yang mempengaruhi paru-paru. Paru-paru terdiri dari kantung kecil yang disebut Alveoli, yang mengisi dengan udara ketika orang yang sehat bernafas.Ketika seorang individu memiliki pneumonia, alveoli dipenuhi nanah dan cairan, yang membuat berbafas asupan oksigen yang menyakitkan dan terbatas.
B.
Etiologi Berdasarkan etiologinya pneumonia dapat disebabkan oleh : 1.
Bakteri
2.
Virus
3.
Jamur
4.
Aspirasi makanan
5.
Pneumonia hipostatik
6.
Sindrom Loefler. (Bradley et.al., 2011) Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain
virus dan bakteri seperti Pneumokokus, Staphilococcus Pneumoniae, dan H. influenzae. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit ini diantaranya adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER, aspirasidan lain-lain. C.
Tanda dan Gejala, Klasifikasi
Tanda dan gejala dari pneumonia antara lain: 1.
Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 – 40,5 bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang eoforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.
2.
Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun.
3.
Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan.
4.
Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangssung singkat, tetapi dapat menetap selama sakit.
5.
Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
6.
Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari nyeri apendiksitis.
7.
Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi.
8.
Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pad tipe dan atau tahap infeksi.
9.
Batuk, merupakan gambarab umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi bukti hanya selama faase akut.
10.
Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar mengi, krekels.
11.
Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral.
Menurut Zul Dahlan (2007), pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai berikut: 1.
Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2.
Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3.
Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular. Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya,
virus, atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang terjadi yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain. 1.
Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2.
Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.
3.
Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus,
toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus. Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia, pneumonia dapat diklasifikasikan: 1.
Usia 2 bulan – 5 tahun a.
Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
b.
Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia 2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih.
c.
Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah dan tanpa adanya nafas cepat.
2.
Usia 0 – 2 bulan a.
Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.
b.
Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.
D.
Patofisiologi Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal sampai unit paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa mekanisme: 1.
filtrasi partikel dari hidung.
2.
pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
3.
Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.
4.
Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris.
5.
Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.
6.
Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.
7.
Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral. Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia. (Bennete, 2013) Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011): 1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediatormediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 3. Stadium III (3-8 hari berikutnya) Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. 4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya) Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. Infeksi kuman patogen ( bakteri / virus )
terganggunya parenkhim paru
brochiolitis
gangguan interstisiil
PK : Infeksi
kerusakan epitel
pembentukan mukus
penyumbatan bronkhus
muntah
infiltrat ke duktus alveolus
kerusakan alveolus Gangguan pertukaran gas
brochietase gangguan fungsi paru 1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif
2.
Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3.
Perubahan pola nafas
E. Pemeriksaan Penunjang 1.
Pemeriksaan laboratorium a.
Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.
b.
Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
c.
Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat menyokong diagnosa.
d. 2.
Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
Pemeriksaan mikrobiologik a.
Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
b.
Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.
3.
Pemeriksaan imunologis a.
Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b.
Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.
c.
Spesimen: darah atau urin.
d.
Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex agglutination, atau latex coagulation.
4.
Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap mikroorganisme penyebab pneumonia. a.
Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu
lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan. b.
Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.
c.
Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumnya penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.
F. Penatalaksanaan a. Manajemen Umum 1. Humidifikasi: humidifier atau nebulizer jika sekret yang kental dan berlebihan. 2. Oksigenasi: jika pasien memiliki PaO2 3. Fisioterapi: berperan dalam mempercepat resolusi pneumonenia pasti; pasien harus didorong setidaknya untuk batuk dan bernafas dalam untuk memaksimalkan kemampuan ventilator. 4. Hidrasi: Pemantauan asupan dan keluaran; cairan tambahan untuk mempertahankan hidrasi dan mencairkan sekresi. b. Operasi Thoracentesis dengan tabung penyisipan dada: mungkin diperlukan jika masalah sekunder seperti empiema terjadi. c. Terapi Obat Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya: Penicillin G untuk infeksi pneumonia staphylococcus, amantadine, rimantadine untuk infeksi pneumonia virus. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin untuk infeksi pneumonia F. Masalah Keperawatan Dan Data Pendukung
1. Masalah Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d proses infeksi
Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Risiko infeksi dibuktikan dengan peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
Nyeri akut b.d agen pencendera fisiologis (inflamasi)
Gangguan proses keluarga b.d peruban status kesehatan anggota keluarga
2. Data Pendukung a.
Riwayat pasien: Panas, batuk, nasal discharge, perubahan pola makan, kelemahan, Penyakit respirasi sebelumnya,perawatan dirumah, penyakit lain yangdiderita anggota keluarga di rumah
b.
Pemeriksaan Fisik: Demam, dispneu, takipneu, sianosis, penggunaan otot pernapasn tambahan, suara nafas tambahan, rales, menaikan sel darah putih (bakteri pneumonia), arterial blood gas, XRay dada
c.
Psikososial dan faktor perkembangan: Usia, tingkat perkembangan, kemampuan memahami rasionalisasi intervensi, pengalaman berpisah denganm orang tua, mekanisme koping yang diapkai sebelumnya, kebiasaan (pengalaman yang tidak menyenangkan, waktu tidur/rutinitas pemberian pola makan, obyek favorit)
d.
Pengetahuan pasien dan keluarga: Pengalaman dengan penyakit pernafasan, pemahaman akan kebutuhan intervensi pada distress pernafasan, tingkat pengetahuan kesiapan dan keinginan untuk belajar.
G. Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif
Pola nafas tidak efektif
Intoleransi aktivitas
Risiko infeksi
Nyeri akut
H. Tujuan Rencana Keperawatan Dan Kriteria Hasil Diagnosa Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan Bersihan Jalan Napas Meningkat Dengan Kriteria Hasil : 1. Batuk efektif meningkat 2. Produksi sputum menurun 3. Mengi menurun 4. Wheezing menurun 5. Dispnea menurun 6. Ortopnea menurun 7. Sulit bicara menurun 8. Frekuensi napas membaik 9. Pola napas membaik
Pola nafas tidak efektif
Pola napas membaik Dengan kriteria hasil : 1. Dispnea menurun
2. Penggunaan otot bantu napas menurun 3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun 4. Ortopnea menurun 5. Frekuensi napas membaik 6. Kedalaman napas membaik Intoleransi aktivitas
Toleransi aktivitas meningkat Dengan kriteria hasil : 1. Frekuensi nadi menigkat 2. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat 3. Keluhan lelah menurun 4. Dispnea saat aktivitas menurun 5. Dispnea setelah aktivitas menurun 6. Perasaan lemah menurun 7. Frekuensi napas membaik
Risiko infeksi
Tingkat infeksi menurun Dengan kriteria hasil : 1. Kebersihan tangan meningkat 2. Kebersihan badan meningkat 3. Nafsu makan meningkat 4. Demam menurun
5. Nyeri menurun 6. Kultur sputum membaik Nyeri akut
Tingkat nyeri menurun Dengan kriteria hasil : 1. Kemmapuan menuntaskan aktivitas meningkat 2. Keluhan nyeri menurun 3. Meringis menurun 4. Gelisah menurun 5. Anoreksia menurun 6. Muntah menurun 7. Mual menurun 8. Frekuensi nadi membaik 9. Pola napas membaik
I. Intervensi Dan Rasional Diagnosa Bersihan jalan napas tidak efektif
Intervensi
Rasional
Manajemen Jalan Napas 1. Observasi
Monitor pola napas
Untuk mengetahui
(frekuensi,kedalaman,
pola napas
usaha napas)
(frekuensi,kedalaman,
usaha napas)
Monitor bunyi napas
Untuk mengetahui
(mis. Gurgling, mengi,
bunyi napas (mis.
wheezing, ronkhi
Gurgling, mengi,
kering)
wheezing, ronkhi kering)
Monitor sputum
Sputum yang keluar akan mengurangi efek hambatan jalan nafas
2. Terapeutik
Untuk mempertahankan
Pertahankan kepatenan
Head tilt-chin lift/ jaw
jalan napas dengan
trust agar jalan nafas
head-tilt dan chin lift
selalu terbuka
(jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
semi-fowler ata fowler
Posisikan semi-fowler
untuk mengurangi
ata fowler
Lakukan fisioterapi
sesak napas
dada, jika perlu
Lakukan penghisapan
Untuk Memposisikan
Untuk mengurangi sesak napas
lender kurang dari 15
Untuk membantu mengeluarkan cairan,
detik
seperti cairan di dalam paru-paru
3. Edukasi
untuk membantumengeluark
Jelaskan teknik batuk
an secret yang
efektif
menyumbat jalannya nafas,untuk
memperingan keluhan saat terjadi sesak nafas.
4. Kolaborasi
Untuk membantu
Kolaborasi pemberian
merelaksasi otot-otot
bronkodilator,ekspekto
pada saluran
ran, mukolitik, jika
pernapasan sehingga
perlu
proses bernapas menjadi lebih ringan dan lancar
Pola nafas tidak efektif
Pemantauan Respirasi 1. Observasi
Monitor
frekuensi,irama,kedala
frekuensi,irama,kedala
man dan upaya napas
man dan upaya napas
Monitor kemampuan
batuk efektif
efektif
napas
napas
Atur interval pemantauan respirasi
Untuk mengetahui adanya sumbatan jalan
Auskultasi bunyi
2. Terapeutik
Untu mengetahui adanya sputum
Monitor adanya sumbatan jalan napas
Untuk mengetahui kemampuan batuk
Monitor adanya sputum
Untuk mengetahui
Untuk mengetahui bunyi napas
Untuk mengatur pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
sesuai kondisi pasien
3. Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Untuk mengetahui tujuan dan prosedur pemantauan
Intoleransi aktivitas
Manajemen Energi 1. Observasi
Monitor kelelahan
fisik dan emosional
kelelahan fisik dan emosional
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
Untuk mengetahui
Untuk memberitahu
selama melakukan
kelelahan fisik dan
aktivitas
emosional
2. Terapeutik
Lakukan latihan gerak
aktif dan pasif
latihan gerak aktif dan pasif
Sediakan lingkungan yang nyaman dan
Untuk menyediakan
rendah stimulus (mis.
lingkungan yang
Cahaya, suara,
nyaman dan rendah
kunjungan)
stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
3. Edukasi
Untuk melakukan
Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
4. Kolaborasi
Untuk menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
imun yang optimal
makanan Risiko infeksi
Untuk meningkatkan
Pencegahan Infeksi 1. Observasi
Monitor
tanda
dan
gejala infeksi local dan
tanda dan gejala
sistemik
infeksi local dan sistemik
2. Terapeutik
Untuk mengetahui
Cuci tangan sebelum dan
penyebaran virus dan
sesudah kontak
dengan
pasien
Untuk menghindari bakteri
dan
lingkungan pasien 3. Edukasi
Jelaskan
tanda
dan
gejala infeksi
Ajarkan etika batuk
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Kolaborasi -
tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
Untuk mengetahui
Untuk mencegah agar tidak terjadi infeksi pada pasien
Untuk memenuhi gizi yang seimbang pada pasien
Nyeri akut
Manajemen Nyeri 1. Observasi
Untuk
mengetahui
karateristik, durasi,
lokasi,
karateristik,
frekuensi, kualitas,
durasi,
frekuensi,
intensitas nyeri
kualitas,
intensitas
Identifikasi lokasi,
nyeri Identifikasi factor
yang memperberat dan
sebagai
nyeri nyeri
Untuk menghindari nyeri tambahan.
Berikan terknik
Hindari
injeksi i.m atau i.sc.
2. Terapeutik
berat
atau ringan
Monitor efek saping penggunaan analgetik
mengetahui
penyebab
memperingan nyeri
Untuk
Teknik-teknik
seperti
nonformakologis
relaksasi, nafas dalam,
untuk mengurangi rasa
dan
nyeri
membuat
distraksi
dapat
nyeri
dapat
lebih ditoleransi.
Fasilitasi istirahat dan
tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber dalam
Untuk
membantu
pasien
mengurangi
resiko nyeri
Untuk
membantu
mempertibangkan jenis
pemilihan strategi
dan
meredakan nyeri
sumber
pemilihan
dalam strategi
meredakan nyeri 3. Edukasi
Untuk
mengatahui
Jelaskan
penyebab,periode, dan
penyebab,periode, dan
pemicu nyeri
pemicu nyeri
Anjurkan
menganjurkan
menggunakan
menggunakan
analgetik secara tepat
analgetik secara tepat
Anjurkan teknik nonformakologis
membuat
nyeri Kolaborasi :
Teknik-teknik
seperti
relaksasi, distraksi dapat
untuk mengurangi rasa
Untuk
nyeri
dapat
lebih ditoleransi.
Untuk membantu efek
Kolaborasi pemberian
puncaknya tepat dengan
analgetik, jika perlu
kejadian nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/ 967822-overview. (29 September 2014 pukul 15.50 WIB) Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., et al. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis 53 (7): 617-630
Dahlan, Zul. 2007. Pneumonia : Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi 2 Jilid 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia