Pneumonia Pada Anak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH FARMAKOTERAPI TERAPAN PNEUMONIA ANAK-BALITA



Disusun Oleh : 1) Heny Nur Fitriana



(2020001145)



2) Muhammad Yusuf Pratama



(2020001153)



3) Reinaldy Yuda Afriza



(2020001166)



4) Muzna



(2020001209)



5) Natasya Rizkiyan Ramadhani



(2020001210)



Kelas



:B



Kelompok



:5



PROGRAM STUDI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA 2021



BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur dan bakteri. (Kemenkes 2018). Ketika seorang anak terkena pneumonia, akan terjadi penumpukan nanah dan cairan di alveoli dikarenakan infeksi yang terjadi, hal ini membuat jalan napas terbatas dann menimbulkan rasa sakit (UNICEF, 2016). Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang biasanya terjadi pada anak-anak tetapi terjadi lebih sering pada bayi dan awal masa kanak-kanak dan secara klinis pneumonia dapat terjadi sebagai penyakit primer atau komplikasi dari penyakit lain (Seyawati, A, 2018). Di dunia, terdapat 3 penyakit yang menyebabkan kematian terbesar pada balita. 3 penyakit tersebut adalah pneumonia dengan kasus kematian 920.000, diare 526.000 dan malaria lebih dari 300.000. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia adalah penyebab kematian tertinggi pada balita di dunia, dengan presentasi kasus kematian di setiap wilayah yang berbeda. Dimana wilayah dengan kasus kematian tertinggi beurutan adalah central and west africa 17%, eastern and southerm africa 17%, sub-saharan africa 17%, south asia 15%, dan east asia and the pacific 15% (UNICEF, 2016). Pada Profil Kesehatan Republik Indonesia data tahun 2017 didapatkan angka insiden pneumonia di Indonesia sebesar 20,54 per 1000 balita. Jumlah kasus pneumonia balita di Indonesia tahun pada tahun 2013 hingga 2017 mengalami kenaikan dan penurunan. Pada tahun 2013 ditemukan kasus pneumonia balita sebanyak 571.547 kasus. Kasus tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2014 menjadi 657.490 kasus. Penurunan angka kasus terjadi pada tahun 2015 dengan besaran 554.650 kasus. Namun, pada tahun 2016 kembali mengalami kenaikan hingga sebanyak 568.146 kasus dan menurun pada tahun 2017 sebesar 511.434 kasus (Sari, M.P,dkk,2019). Sedangkan berdasarkan Profil Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018, di dapatkan insiden pneumonia di Indonesia sebesar 20,06% per 1000 balita, dengan perkiraan presentasi kasus pneumonia di wilayah Indonesia yang menempati urutan tertinggi adalah Nusa Tenggara Barat 6,38%, Kepulauan bangka belitung 6,05% dan kalimantan Selatan 5,53% (Kemenkes 2018). Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang pneumonia pada anak dan balita, mulai darin penyebab terjadinya pneumonia, gejalanya, hingga penatalksanaannya. Dan sebagai calon apoteker harusnya mampu dalam melakukan asuhan kefarmasian kepada pasian, untuk itu dalam makalah ini juga akan dilakukan pemecahan sebuah kasus terkait pneumonia.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Etiologi Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia yang didapat di masyarakat (communityacquired pneumonia atau pneumonia komuniti) banyak disebabkan oleh bakteri gram positif, sebaliknya bakteri yang didapat di rumah sakit (hospital-acquired pneumonia atau pneumonia nosokomial) banyak disebabkan oleh bakteri gram negatif, sedang pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob (Seyawati, A, 2018). Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti. Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus Aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi (Seyawati, A, 2018). Penyebab selain bakteri antara lain seperti aspirasi (makanan atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon dan substansi lipoid), reaksi hipersensitifitas, obat atau radiasi yang menginduksi pneumonitis (Seyawati, A, 2018). Pada tabel berikut dapat dilihat, mikroorganisme yang menyebabkan pneumonia pada anak pada setiap usia (Schrock, K.S., dkk, 2012) Umur Penyebab Umum Penyebab yang kurang umum 2 - 24 bulan Respiratory syncytial virus Mycoplasma pneumoniae Human metapneumovirus Haemophilus influenzae Parainfluenza viruses Chlamydophila pneumoniae Influenza A and B Rhinovirus Adenovirus Enterovirus Streptococcus pneumoniae Chlamydia trachomatis 2-5 tahun Respiratory syncytial virus Staphylococcus aureus Group Human metapneumovirus A streptococcus Parainfluenza viruses Influenza A and B Rhinovirus Adenovirus Enterovirus S. pneumoniae M. pneumoniae H. influenzae (B and nontypable) C. pneumoniae > 5 tahun M. pneumoniae H. influenzae C. pneumoniae S. S. aureus Group A pneumoniae Rhinovirus streptococcus Respiratory Adenovirus Influenza A and syncytial virus Parainfluenza B viruses Human metapneumovirus Enterovirus



B. Patofisiologi Berdasarkan Barbara G. Wells, dkk (2015), berikut patofisiologi dari pneumonia :  Mikroorganisme masuk ke saluran pernapasan bagian bawah melalui tiga rute: terhirup sebagai partikel aerosol, melalui aliran darah dari tempat infeksi di luar paru, atau melalui kerongkongan tertelan makanan yang terkontaminasi.  Infeksi paru-paru dengan virus menekan aktivitas pembersihan bakteri paru-paru dengan merusak fungsi makrofag alveolar dan pembersihan mukosiliar, sehingga waktu yang lama menyebabkan pneumonia sekunder.  Sebagian besar kasus pneumonia yang diperoleh di masyarakat oleh orang dewasa yang sehat disebabkan oleh S. pneumoniae (hingga 75% dari semua kasus). Penyebab bakteri umum lainnya adalah M.pneumoniae, spesies Legionella, C.pneumoniae, dan H.influenzae dan berbagai virus.  Pneumonia nasokomial (HCAP) adalah klasifikasi yang digunakan untuk membedakan pasien yang tidak dirawat di rumah sakit yang berisiko terhadap patogen multi-resistan (MDR) (mis. P. aeruginosa, spesies Acinetobacter, dan Staphylococcus aureus resisten methicillin [MRSA]) dari mereka yang memiliki pneumonia yang didapat masyarakat.  Basil aerob gram negatif dan patogen S. aureus dan MDR juga merupakan agen penyebab utama pada pneumonia yang didapat di rumah sakit.  Bakteri anaerob adalah agen etiologi yang paling umum pada pneumonia yang mengikuti aspirasi kotor dari isi lambung atau orofaring.  Pada kelompok usia anak-anak, sebagian besar pneumonia disebabkan oleh virus, terutama virus pernapasan, parainfluenza, dan adenovirus. S.pneumoniae adalah penyebab bakteri yang paling umum, diikuti oleh grup A Streptococcus, S. aureus, dan H.influenzae tipe b.



C. Faktor Risiko Pada tabel berikut dapat dilihat faktor risiko pneumonia secara umum :



(Barbara G. Wells, dkk, 2015) Berdasarkan Kartasima, (2010), faktor risiko pneumonia khusus pada anak-balita adalah sebagai berikut : 1. Status gizi. Kurangnya gizi dan gizi buruk dapat meningkatkan risiko pada anak 2. Pemberian asi. Pemberian asi ekslusif dapat mengurangi risiko 3. Suplementasi Vitamin A. Vitamin A bermanfaat untuk meningkatkan imunitas dan melindungi saluran pernapasan dari infeksi kuman. 4. Suplementasi zinc. suplementasi Zinc pada diet sedikitnya 3 bulan dapat mencegah infeksi saluran pernapasan bawah 5. Berat bayi lahir rendah 6. Pemberian Imunisasi



7. Polusi udara. Asap rokok, asap biomassa, dan lain-lain 8. Pendidikan ibu 9. Status sosio-ekonomi keluarga D. Manifestasi Klinik Berdasarkan Kartasima, (2010), secara umum manifestasi klinik pneumonia terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu : 1. Gejala umum  Demam  Sakit kepala  Malaise  Nafsu makan kurang  Gejala gastrointestinal, seperti mual, muntah dan diare 2. Gejala respiratorik  Batuk  Napas cepat (tachypnoe/ fast breathing)  Napas sesak (retraksi dada/chest indrawing),  Napas cuping hidung,  Air hunger  Sianosis Gejala pada balita yang menderita pneumonia berat bisa mengalami kesulitan bernafas, sehingga dadanya bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik napas/inspirasi yang dikenal sebagai ‘lower chest wall indrawing’. Gejala pada anak usia muda bisa berupa kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak bereaksi (letargi) dan minum terganggu Berikut adalah kriteria gangguan pernapasan pada anak-anak penderita pneumonia No Tanda-tanda adanya gangguan pernapasan 1. Tachypnea, laju pernapasan, nafas/menit Usia 0-2 bulan : >60 Usia 2-12 bulan : >50 Usia 1-5 tahun : >40 Usia >5 tahun : >20 2. Dyspnea 3. Retraction (Suprastenal, intercostals, atau subcostals) 4. Mendengkur 5. Penyumbatan hidung 6. Apnea 7. Perubahan status mental 8. Saturasi oksigen 50 kali/menit b) Pada anak umur 1 bulan – 5 tahun : > 40 kali/menit 2) Pneumonia berat Terdapat batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu dari tanda berikut : a) Kepala terangguk-angguk b) Pernafasan cuping hidung c) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam d) Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi, dll) Selain itu terdapat tanda lain yaitu nafas cepat, suara merintih, pada auskultasi terdengar suara ronki, suara nafas menurun dan bronkial 3) Pneumonia sangat berat Dalam keadaan yang sangat berat dijumpai beberapa tanda tambahan, tanda tersebut antara lain : a) Tidak dapat menyusu atau makan/minum b) memuntahkan semuanya c) Kejang d) letargis atau tidak sadar e) Sianosis f) Distres pernafasan berat F. Penatalaksanaan Berdasarkan Barbara G. Wells, dkk (2015), berikut penatalaksanaan pneumonia.  Pemberantasan organisme penyebab dan penyembuhan klinis lengkap adalah tujuan utama. Morbiditas terkait harus diminimalkan (misalnya disfungsi ginjal, paru, atau hati).  Prioritas pertama pada penilaian pasien dengan pneumonia adalah untuk mengevaluasi kecukupan fungsi pernapasan dan untuk menentukan apakah ada tanda-tanda penyakit sistemik, khususnya dehidrasi, atau sepsis yang mengakibatkan kolaps sirkulasi.  Perawatan suportif pasien dengan pneumonia meliputi penggunaan humidifoxygen untuk hipoksemia, resusitasi cairan, pemberian bronkodilator (auterol) ketika bronkospasme hadir, dan fisioterapi dada dengan postural draage jika ada bukti sekresi yang tertahan.  Tambahan terapi penting termasuk hidrasi yang adekuat (dengan rute IV jika diperlukan), dukungan nutrisi yang optimal, dan pengendalian demam.  Pengobatan pneumonia bakteri pada awalnya melibatkan penggunaan empiris antibiotik spektrum-relatbroad (atau antibiotik) yang efektif terhadap kemungkinan patogen biakan yang sesuai dan spesimen untuk evaluasi laboratorium telah diperoleh. Terapi harus dipersempit untuk mencakup patogen spesifik setelah hasil kultus diketahui.  Pilihan empiris yang tepat untuk pengobatan penyakit yang mendasari pneumonia relativepatient bakteri ditunjukkan pada Tabel 43–7 untuk orang dewasa dan Tabel 43–8 anak-anak. Dosis untuk antibiotik untuk mengobati radang paru-paru disediakan pada Tabel 43-9



 Konsentrasi antibiotik dalam sekresi pernapasan yang melebihi konsentrasi hambat minimum patogen (MIC) diperlukan untuk keberhasilan pengobatan infeksi monaring.  Manfaat aerosol antibiotik atau pemberian endotrakeal langsung belum secara jelas ditunjukkan.



(Lanjutan)



CMV, sitomegalovirus; RSV, virus syncytial pernapasan; CAP, pneumonia yang didapat masyarakat; MRSA, S. aureus yang resisten methicillin. Sebuah. Lihat bagian Pemilihan Agen Antimikroba. b. Sefalosporin generasi ketiga: ceftriaxone dan cefotaxime. Perhatikan bahwa sefalosporin tidak aktif melawan Listeria. c. Carbapenem: imipenem-cilastatin dan meropenem. d. Lihat teks untuk perincian tentang kemungkinan pengobatan ribavirin untuk infeksi RSV. e. Macrolide / azalide: erythromycin dan clarithromycin / azithromycin. Penisilin semisintetik: nafcillin dan oxacillin. f. Sefalosporin generasi kedua: cefuroxime dan cefprozil.



(Lanjutan)



   



Dosis dapat ditingkatkan untuk penyakit yang lebih parah dan mungkin memerlukan modifikasi untuk pasien dengan disfungsi organ. Amoksisilin dosis tinggi dan amoksisilin / klavulanat (mis., 90 mg / kg / hari) digunakan untuk S.pneumoniae yang resisten terhadap penisilin. Fluoroquinolon telah dihindari untuk pasien anak-anak karena potensi kerusakan tulang rawan; Namun, mereka telah digunakan untuk infeksi bakteri MDR dengan aman dan efektif pada bayi dan anak-anak (lihat teks). Tetrasiklin jarang digunakan pada pasien anak, terutama pada mereka yang lebih muda dari 8 tahun karena perubahan warna gigi permanen yang diinduksi tetrasiklin.



BAB 3 STUDI KASUS A. Kasus Bayi Zaskia, usia 9 bulan dengan BB 8,6 Kg (BB dua minggu yang lalu 8,9 kg). Menurut ibunya, sudah satu minggu klien batuk pilek, demam dan anak tampak lemas. Ibu juga mengatakan satu minggu ini anak menetek kurang kuat menetek. Ibu mengatakan sebelumnya anaknya memang sering batuk pilek, dan di rumah suami dan bapak mertua nya perokok dan sering merokok di dalam ruang TV. Ibu mengatakan kadang kesal untuk menasehati kedua nya agar berhenti merokok. Hasil pemeriksaan fisik: HR=110 x/menit, RR=48 x/menit, S=39 0C, suara nafas ronchi +/+, pernafasan cuping hidung (+), terdapat retraksi intercostal dan subclavia. Pemeriksaan laboratorium: Hb = 11,5 gr%, leukosit= 15.000/mm3. Pada pemeriksaan foto thoraks: terdapat bercak infiltrat pada lobus kanan. Hasil pemeriksaan AGD: pH= 7,33, PaO2= 60 mmHg, PCO2 = 60 mmHg. Saat ini klien mendapatkan terapi obat: Amoxicillin 3 x 300 mg i.v, Ambroxol 3 x ½ cth, Paracetamol 3 x ½ cth. B. Identifikasi pasien Nama : An. Zaskia Usia : 9 bulan Jenis kelamin : Perempuan BB : 8,6 kg Anamnesi : Diberikan oleh ibunya C. Analisis SOAP a) Subjektif  Batuk (+)  Pilek (+)  Demam (+)  Lemas (+)  Penurunan nafsu makan b) Objektif Data Nilai Normal BB : 8,6 kg dari 8,9 (2 8.8 kg miggu yang lalu) HR : 110x/menit RR : 48x/menit Suhu : 39ºC Pernafasan cuping hidung



115x/menit 50x/menit 35.5ºC – 37.5ºC Tidak ada pernafasan



(+) cuping hidung Retraksi Intercostal dan Tidak ada Subclavia



Interprestasi klinik Rendah dan menurun Bradikardi Takipnea Hipotensi Abnormal



retraksi Abnormal



intercostal dan subclavia pada saat bernafas.



Hb : 11,5 gr% Leukosit : 15.000/mm3 pH : 7,33



12 gr% 9.000 – 12.000/mm3 7,35 – 7,45



Hb rendah Leukosit naik Rendah (Asidosis)



PaO2 : 60 mmHg PCO2 : 60 mmHg c) Asessment/Plan Data Data Subjektif Objektif Batuk Pilek Demam



suhu 39C



Lemas



HR 110x/menit



80 – 100 mmHg 35 – 45 mmHg Problem



Terapi



Rendah (Hipoksia) Tinggi DRP Plan



Monitoring



Literatur



Ambroxol 3 x½c Paracetamol 3 x ½ cth HR Rendah5



Penurunan nafsu makan Leukosit Naik 15.000/mm3



Amoxicillin 3 x 300 mg i.v



Hb 11,5 gr Rendah %



Daftar Pustaka Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019, Profil Kesehatan Indonesia 2018, Jakarta : Kemenkes RI.



UNICEF, 2016. One Is Too Many : Ending Child Deaths From Pneumonia and Diarrhoea, New York : United Nations Children’s Fund. Seyawati, A., dan Marwiati, 2018, Tata Laksana Batuk dan atau Kesulitan Bernapas : Literatur review, Jurnal Ilmu Kesehatan 9(1):30-52. Kartasima, 2010, Pneumonia Pembunuh Balita, Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 3, Jakarta: Kemenkes RI. Sari M.P., Cahyati W.H., 2019. Tren Pneumonia Balita di Kota Semarang Tahun 20122018. Higeia 3(3): 407-416. DOI: https://doi.org/10.15294/higeia/v3i3/30266 Schrock, K., S., Hayes, B., L., & George, C., M. 2012. Community-Acquired Pneumonia in Children. American Family Physician, 86(7):661-667 Barbara G. Wells&Joseph T. DiPiro, Terry L. Schwinghammer, Cecily V. DiPiro, (2015). Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. New York : McGraw-Hill Education Bradley, S.J., dkk, 2011, The Management Of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older Than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Disease Society and the Infectious Disease Society of America, Clinical Infectious Disease, 53(7):25-76. DOI: 10.1093/cid/cir531 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003, Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia,PDPI.