LP Pneumothorak - Aini Nur Farihah - 2A [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Pendahuluan Pneumothoraks Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Emergency Pembimbing Akademik: Ns. Suryanto, S.Kep., M.Nurs, PhD



OLEH: Aini Nur Farihah (200070300111020) Kelompok 2A



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2020



A. Laporan Pendahuluan Pneumothoraks 1. Definisi Merupakan keadaan dimana terdapat akumulasi udara ekstrapulmoner dalam rongga pleura, antarapleura visceral & parenteral yang dapat menyebabkan kolaps paru (Rahajoe, 2012). 2. Etiologi Menurut (Huda & Kusuma, 2015) penyebab terjadinya pneumothoraks adalah: a. Infeksi saluran nafas b. Adanya rupture “bleb” pleura c. Traumatic misalnya pada luka tusuk d. Acute lung injury yang disebabkan oleh materi fisik yang terinhalasi dan bahan kimia e. Penyakit inflamasi paru akut dan kronis (PPOK, TB, dan kanker) yang bermetastase ke pleura Pneumothoraks terjadi karena adanya kebocoran bagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkus.



Pelebaran



alveoli



dan



pecahnya



septa-septa



alveoli



kemudian



membentuk suatu bula yang disebut granulomatous fibrosis yang menjadi penyebab tersering terjadinya pneumothoraks, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empyema. 3. Epidemiologi Data epidemiologi pneumothorax bervariasi tergantung tipe pneumothorax. Pneumothorax



traumatik



merupakan



trauma



toraks



yang



sering



terjadi.



Pneumothorax spontan sering terjadi pada 2 kelompok usia, usia muda (15-34 tahun) untuk pneumothorax spontan primer, dan usia tua (>55 tahun) untuk pneumothorax spontan sekunder. Di Indonesia, pneumothorax spontan sekunder sering terjadi terutama pada laki-laki. Mortalitas akibat penyakit ini masih tinggi terutama akibat gagal napas. Studi epidemiologis di Perancis menunjukan kejadian pneumothorax spontan sekitar 22,7 kasus/100.000 penduduk. Penderita didominasi pria terutama pada populasi usia >30 tahun. Kasus pneumothorax spontan primer jauh lebih banyak dibanding spontan sekunder.



Studi lain menunjukkan pneumothorax sering dialami penderita usia 15-34 tahun serta usia >55 tahun. Perbedaan kelompok usia tersebut berkaitan dengan pada tipe pneumothorax. Pneumothorax spontan sering terjadi pada kelompok usia muda. Pneumothorax sekunder sering kali dialami pada usia tua akibat penyakit



paru



dasar



yang



diderita



contohnya



penyakit



paru



obstruktif



kronik.Insidensi pneumothorax traumatik secara global tidak diketahui secara pasti. Trauma toraks sekitar 10% dari seluruh kasus trauma.Suatu studi terhadap pasien trauma toraks menunjukkan pneumothorax dialami 20% pasien. Studi pada salah satu center rumah sakit menunjukkan pneumothorax dominan terjadi pada pria. Kasus pneumothorax spontan sekunder lebih banyak dibanding pneumothorax jenis lainnya. Kebiasaan merokok, penyakit paru seperti pneumonia serta tuberkulosis sering ditemukan pada pasien pneumothorax.Studi kohort pada salah satu center di Indonesia menunjukkan angka mortalitas yang tinggi yakni 33,7%. Penyebab utama kematian tersering yaitu akibat gagal napas. Faktor-faktor yang memperburuk kesintasan meliputi trauma toraks dan penyakit tuberkulosis.Studi lain menunjukkan bahwa mortalitas pada kelompok tension pneumothorax lebih tinggi dibanding pneumothorax jenis lainnya. 4. Klasifikasi Menurut (Huda & Kusuma, 2015) klasifikasi dari pneumothoraks dibedakan menjadi traumatic dan spontan, yaitu: a. Traumatic 1) Pneumothoraks iatrogonik Terjadi akibat komplikasi tindakan medis, yang dibedakan menjadi 2, yaitu: -



Traumatic iatrogonik aksidental Akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut. Misal:



parasentesis



dada,



biopsy



pleura,



biopsy



transbronkial,



biopsy/aspirasi paru perkutaneus. -



Traumatic iatrogonik artificial (deliberate) Dengan sengaja dilakukan mengisi udara kedalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi TB sebelum era antibiotic atau untuk menilai permukaan paru.



2) Penumothoraks non-iatrogonik (accidental)



Pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma. b. Spontan, terjadi tanpa penyebab yang jelas. Dibagi menjadi 2 yaitu: 1) Primer Terjadi tanpa adanya penyakit yang mendasar seperti penyakit paru. Pneumothoraks ini diduga disebabkan pecahnya kantong kecil berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bula (12 cm) subpleural, terutama di bagian puncak paru.. Lebih sering pada laki-laki muda sehat dibandingkan wanita. 2) Sekunder Terjadi karena komplikasi dari penyakit paru akut atau kronik (misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan). Tersering  pada  pasien  bronkitis  dan emfisema  yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Dan berdasarkan jenis fistulanya (Alsagaf, 2009), maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu: 1) Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax) Pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif. 2) Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax) Terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).



3) Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) Pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas. Sedangkan menurut luasnya paru (Alsagaf, 2009) yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1) Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru). 2) Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru)



5. Patofisiologi Infeksi Saluran Napas



Trauma Dada



Keganasan



Penyakit Inflamasi Paru akut dan Kronik



Pneumothoraks



Pneumothoraks tertutup



Pneumothoraks tension



Pneumothoraks terbuka



Cedera tumpul



Udara di ruang pleura



Membuka ruang intra pleura ke dalam tekanan atmosfer



Akumulasi udara di rongga dada (tekanan positif)



Udara terhisap ke dalam ruang intrapleura



-Pergeseran mediastinum -Kompresi organ-organ mediastinum



Kolaps paru



Fraktur rusuk, menusuk dan merobek membrane pleura



↑ tekanan intra pleura dan mengempiskan paru



Penurunan ekspansi paru Resiko penurunan curah jantung



Kolaps paru Ketidakefektifan pola napas Gangguan pertukaran gas Resiko Infeksi



Kurang terpajan insformasi



Insersi WSD



Pergeerakan terbatas



Pasien dan keluarga sering bertanya



Gangguan mobilitas fisik



Kurang Pengetahuan



Pemasangan WSD



Intoleransi aktivitas



6. Manifestasi Klinis Menurut (Huda & Kusuma, 2015) manifestasi klinis dari pneumothoraks adalah: a. Keluhan mendadak nyeri dada pluritik akut yang terlokalisasi pada paru yang sakit b. Disertai sesak nafas, peningkatan RR dan dyspnea c. Retraksi dinding dada tidak simetris d. Perkusi dada menghasilkan suara hipersonor e. Takikardia f.



Gelisah



g. Keringan dingin h. Sianosis i.



Tanda tension pneumothoraks (Morton, 2012): 1) Hipoksemia 2) Takipnea berat 3) Peningkatan



tekanan jalan



nafas puncak



& rerata, penurunan



komplians, dan auto-tekanan ekspirasi akhir positif (auto PEEP) pada pasien yang terpasang ventilasi mekanis 4) Kolaps kardiovaskuler (frekuensi jantung > 140x/menit pada setiap hal berikut: sianosis perifer, hipotensi, aktivitas listrik tanpa denyut nadi) (Morton, 2012). 7. Pemeriksaan Penunjang Menurut (Malueka, 2007) pemeriksaan penunjang dari pneumothoraks antara lain: a. Foto thoraks 1) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru. 2) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.



3) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi. 4) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut: -



Pneumomediastinum Terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.



-



Emfisema subkutan Dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.



-



Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps2.



b. BGA Dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%. c. CT-scan thorax Lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.



8. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Pneumothoraks (Umum) Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut : 1) Primary Survey a) Airway Assessment : perhatikan patensi airway, dengar suara napas, perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada Management : -



Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas



-



Observasi dan Pemberian O2 Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (Alsagaff, 2009).



-



Re-posisi kepala, pasang collar-neck



-



Lakukan



cricothyroidotomy



atau



traheostomi



atau



intubasi



(oral/nasal) b) Breathing Assesment: Periksa frekwensi napas, Perhatikan gerakan respirasi, palpasi toraks, auskultasi dan dengarkan bunyi napas Management: -



Lakukan bantuan ventilasi bila perlu



-



Lakukan



tindakan



bedah



emergency



untuk



atasi



pneumotoraks, open pneumotoraks, hemotoraks, flail chest c) Circulation



tension



Assesment: periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi, periksa tekanan darah, pemeriksaan pulse oxymetri, periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis) Management - Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines - Torakotomi emergency bila diperlukan - Operasi Eksplorasi vaskular emergency



b. Penatalaksanaan Pneumothoraks (Spesifik) 1) Pneumotoraks Simpel Ciri: -



Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)



-



Tidak ada mediastinal shift



-



PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada menurun



Penatalaksanaan: WSD 2) Pneumotoraks Tension Ciri: -



Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi trakhea , venous return ↓ → hipotensi & respiratory distress berat.



-



Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu, hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis



-



Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu Ro



Penatalaksanaan: -



Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea midklavikula) pada sumber setelah tahun 2019, kalau pada anak tetap. kalau pada dewasa di ics 5 antara anterior axsila dan midklavikula.



-



WSD



3) Open Pneumothorax Penatalaksanaan: -



Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)



-



Pasang WSD dahulu baru tutup luka



-



Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.



-



Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)



c. Penatalaksanaan WSD Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura). Tujuannya: 1) Mengalirkan/drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut. 2) Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura/lubrican. Tekanan Istirahat Inspirasi Ekspirasi -



Atmosfir 760 760 760



-



Intrapulmoner 760 757 763



-



Intrapleural 756 750 756



Indikasi Pemasangan WSD : 1) Hemotoraks, efusi pleura 2) Pneumotoraks ( > 25 % ) 3) Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk 4) Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator Kontraindikasi: 1) Infeksi pada tempat pemasangan 2) Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol d. Tindakan Dekompresi Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara: 1) Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut. 2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil: a) Infus set



Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol. b) Jarum abbocath Pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infus ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol. c) Pipa water sealed drainage (WSD) Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuatdengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada lineamid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis midklavikula. Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udaradapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut. Penghisapan



dilakukan



terus-menerus



apabila



tekanan



intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negative kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan ujicoba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura



kembali menjadi positif maka pipa belum bias dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal. e. Pengobatan Tambahan 1) Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator. 2) Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat. 3) Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan,



untuk



mengurangi



insidensi



komplikasi,



seperti



emfisema. f.



Rehabilitasi 1) Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya. 2) Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras. 3) Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan. 4) Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas.



9. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada pneumothorax antara lain tension



pneumothorax, hemopneumothorax, fistula bronkopleural, pneumomediastinum, dan pneumothorax kronik (kegagalan paru untuk ekspansi). 1) Hematopneumothorax Spontan Sekitar 5% pasien dengan pneumothorax akan mengalami hemotoraks. Mekanisme



perdarahan



pada



hematopneumothorax



spontan



adalah



perdarahan karena robekan adhesi vaskular apeks antara pleura visceral dan parietal dan bula pada kolaps paru atau karena ruptur bula tervaskularisasi. Manifestasi



klinis



bergantung



dengan



jumlah



kehilangan



darah.



Penatalaksanaan hematopneumothorax spontan antara lain pemasangan selang torakostomi/kateter interkostal untuk drainase hematopneumothorax dan



reekspansi paru. Jika reekspansi paru tidak menghentikan perdarahan, torakotomi dibutuhkan untuk menghentikan perdarahan (Slobodan, 2015). 2) Fistula Bronkopleural Fistula bronkopleural dapat terjadi pada pneumothorax spontan primer (3%-4%), walaupun lebih sering ditemukan pada pasien dengan pneumothorax spontan sekunder atau pneumothorax traumatik Kebocoran udara persisten terjadi setelah drainase pneumothorax adalah tanda klinis awal dari komplikasi ini. Penatalaksanaan dapat dengan torakotomi, penutupan fistula dan pleurodesis (Slobodan, 2015). 3) Pneumomediastinum Merupakan komplikasi yang jarang terjadi (