LP Post Partum Normal PEB - Evi Rositah - 202311101132 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM NORMAL DENGAN PRE EKLAMPSI BERAT (PEB)



Oleh : Evi Rositah, S.Kep NIM 202311101132



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2021



LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN POST PARTUM NORMAL DENGAN PRE EKLAMPSI BERAT (PEB) Disusun guna untuk memenuhi tugas stase Keperawatan Maternitas pada program Pendidikan Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Jember



oleh : Evi Rositah, S.Kep NIM 202311101132



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2021



LEMBAR PENGESAHAN Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan berikut disusun oleh: Nama



: Evi Rositah, S.Kep



NIM



: 202311101132



Judul



: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien Post Partum Normal dengan PEB (Pre Eklampsi Berat) di Ruang Dahlia Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember



Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada: Hari



:



Tanggal



: Jember,



Oktober 2021



Pembimbing Ruangan



Pembimbing Akademik



Ruang Dahlia



Fakultas Keperawatan



RSD dr. Soebandi



Universitas Jember



Dina Ulfia. S. ST.



Dr. Iis Rahmawati, S.Kp., M.Kes.



NIP 19800803 200212 2 006



NIP. 19750911 200501 2 001 Kepala Ruang Ruang Dahlia



RSD dr. Soebandi



Dina Ulfia. S. ST. NIP 19800803 200212 2 006 LAPORAN PENDAHULUAN



ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM NORMAL DENGAN PRE EKLAMPSI BERAT (PEB) Oleh : Evi Rositah, S.Kep 1.



Kasus Post Partum Normal dengan Pre Eklampsi Berat (PEB)



2.



Konsep Dasar Nifas A. Pengertian Nifas Masa nifas dimulai setelah 2 jam postpartum dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali sepertikeadaan sebelum hamil, biasanya berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan baik secara fisiologis maupun psikologis akan pulih dalam waktu 3 bulan. Masa nifas (post partum/puerperium) berasal dari Bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan (Nurjanah dan A. Maemunah, 2013). Masa nifas disebut masa postpartum merupakan masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan dengan saat melahirkan (Wisyasih, Suherni dan Rahmawati, 2012). B. Tahapan Masa Nifas Menurut Sulfianti, dkk (2021) masa nifas merupakan masa yang dibagi menjadi 3 tahapan menurut yaitu: 1. Postpartum dini (Immediate postpartum) : pemulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (waktu 24 jam postpartum). Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. 2. Postpartum intermedial (Early postpartum) : yaitu suatu masa dimana pemulihan dari organ-organ reproduksi secara menyeluruh selama kurang lebih 6-8 minggu. 3. Remote postpartum (Late postpartum): yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan yang sempurna secara



bertahap terutama jika selama masa kehamilan dan persalinan ibu mengalami komplikasi, waktu untuk sehat bisa berminggu-minggu, bahkan bisa bertahun-tahun (Nugroho, 2014). C. Perubahan Fisiologis Masa Nifas Perubahan pada masa nifas akan terjadi perubahan fisiologi yaitu : 1. Involusi uterus Involusi uterus atau pengerutan pada uterus merupakan suatu proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil. Berdasarkan Suherni dkk (2009) tinggi fundus uterus dan berat uterus pada masa involusi sebagai berikut : Involusi Bayi lahir Uri/plasenta



Tinggi Fundus Uterus Setinggi pusat 2 jari di bawah pusat



Berat Uterus 1000 gram 750 gram



lahir 1 minggu 2 minggu



Pertengahan pusat simpisis Tidak teraba di atas



500 gram 350 gram



6 minggu 8 minggu



simpisis Bertambah kecil Sebesar normal



50 gram 30 gram



Berdasarkan Dewi (2013) proses involusi uterus adalah sebagai berikut : a. Iskemia miometrium disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus. b. Autolisis merupakan suatu proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otor uterus. c. Efek oksitosin yang menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. 2. Involusi tempat plasenta Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan maka akan terjadi konstriksi vaskuler dan thrombosis. Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan suatu tempat permukaan kasar, tidak rata, dan kira-kira



sebesar telapak tangan. Luka akan mengecil pada akhir minggu ke 2 sebesar 3-4 cm dan pada akhir masa nifas 1-2 cm 3. Serviks (mulut rahim) Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan 18 jam setelah post partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi padat dan kembali ke bentuk semula. 4. Lochea Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa dan lochea mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Komposisi lochea adalah jaringan endometrial, darah dan limfe. Lochea mengalami perubahan karena proses involusi, tahap lochea yaitu: a) Rubra (merah) Lochea muncul pada hari pertama hingga hari ke tiga masa post partum. Warnanya merah dan mengandung darah dari luka pada plasenta. b) Sanguinolenta (merah kuning) Lochea ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, pengeluaran pada hari ketiga sampai kelima post partum. c) Serosa (pink kecoklatan) Lochea ini muncul pada hari kelima sampai kesembilan. Warnanya kekuningan atau kecoklatan, terdiri atas sedikit darah dan lebih banyak serum. d) Alba (kuning-putih) Terjadi pada 10-14 hari, warnanya lebih pucat, putih kekuningan, lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati.Lochea terus keluar sampai 3 minggu, bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri. Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml. 5. Siklus menstruasi



Siklus mentruasi pad ibu menyusui dimulai 12-18 minggu post partum. Menstruasi pada ibu post partum tergantung hormon prolaktin. Apabila ibu tidak menyusui mentruasi mulai pada minggu 5-8 minggu. 6. Perubahan pembuluh darah rahim Dalam keadaan hamil mempunyai pembuluh-pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan bagi peredaran darah yang banyak, maka arteri tersebut harus mengecil lagi saat nifas. 7. Dinding perut dan peritonium Setelah persalinan dinding perut menjadi longgar karena teregang begitu lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. 8. Nyeri setelah persalinan Setelah persalinan uterus tetap berkontraksi dengan kuat pada interval tertentu dan menimbulkan nyeri, yang mirip dengan pada masa persalinan namun lebih ringan. 9. Laktasi Keadaan payudara pada dua hari pertama nifas sama dengan keadaan dalam masa kehamilan yang belum mengandung susu melainkan colostrum. Colostrum adalah cairan kuning yang mengandung banyak protein dan garam. D. Adaptasi Psikologis Ibu Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan ibu mengalami fase-fase sebagai berikut: 1. Fase Taking in (0 – 2 hari) Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat ini fokus perhatian pada diri sendiri. Gangguan fisiologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini: a) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang bayinya



b) Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik, misalnya rasa mulas dan payudara bengkak. c) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya. d) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan cenderung melihat saja tanpa membantu. 2. Taking hold (hari 3 – minggu ke 5) Fase taking hold adalah periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa kawatir atas ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu memiliki perasaan yang sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Tugas sebagai tenaga kesehatan adalah mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusui yang benar, cara merawat luka jahitan, mengajarkan senam nifas, memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu. 3. Letting go (minggu ke 5 – 8) Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya, serta kepercayaan dirinya sudah meningkat. Pendidikan yang kita berikan pada fase sebelumnya akan bermanfaat bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan bayinya. Dukungan dari suami dan keluarga masih sangat diperlukan ibu.Suami dan keluarga dapat membantu dalam merawat bayi, mengerjakan urusan rumah tangga sehingga tidak terlalu terbebani. E. Komplikasi Post Partum Menurut Siska (2019) komplikasi postpartum sebagai berikut: 1. Perdarahan Perdarahan post partum yang keluar lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Perdarahan dibagi menjadi dua yaitu



a) Perdarahan post partum primer yaitu terjadi pada 24 jam pertama akibat antonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir dan involusio uteri b) Perdarahan post partum sekunder yaitu terjadi setelah 24 jam penyebab utama perdarahan sekunder yaitu sub involusio uteri, retensio sisa plasenta, dan infeksi postpartum. 2. Infeksi Infeksi masa postpartum (puerpuralis) merupakan infeksi pada genitalia setelah persalinan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga mencapai 38˚C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan. Infeksi postpartum mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh kumankuman atau bakteri ke dalam alat genetalia pada waktu persalinan dan postpartum. 3. Gangguan psikologis postpartum seperti depresi, post partum blues dan psikosa 4. Gangguan involusi uterus F. Penatalaksanaan 1. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan) 2. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri 3. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas. 4. Hari ke- 2 : mulai latihan duduk 5. Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan 3.



Proses Terjadinya Pre Eklampsia Berat A. Pengertian Pre eklamsia Preeklamsia merupakan suatu gangguan kehamilan yang dikaitkan dengan hipertensi onset baru, yang paling sering terjadi pada setelah usia kehamilan 20 minggu disertai dengan proteinuria. Gejala klinik



preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Preeklampsia berat merupakan preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria >5 g/24 jam (Sumampouw dkk., 2019). Ibu hamil dengan preeklamsi memiliki tekanan darah yang meningkat lebih dari 160/100 mmHg saat usia kehamilan trimester kedua yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal dan dapat mengalami kenaikan tekanan darah diastolik diatas 25 mmHg yang lebih besar dari pada trimester pertama kehamilan (Hanretty, 2010). B. Penyebab Menurut Ratnawati (2016) menjelaskan bahwa penyebab preeklamsi hingga saat ini belum diketahui, namun terdapat teori yang dapat diterima untuk menerangkan menyebab preeklamsi, diantaranya: 1) Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas kehamilan ganda, hidroamnion dan mola hidatidosa 2) Bertambahnya frekuensi karena semakin tua kehamilan 3) Timbulnya edema, proteinuria, kejang dan koma Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya preeklamsi antara lain 1) Aliran darah ke uterus tidak mencukupi 2) Kerusakan pembuluh darah 3) Masalah dengan sistem imun 4) Gen tertentu 5) Kadar protein dalam urine (proteinuria)  6) Riwayat hipertensi sebelum kehamilan (Rana dkk., 2019) C. Klasifikasi Menurut Pribadi, Adhi (2018) terdapat dua perbedaan dari preeklamsi dan preeklamsi berat, diantaranya: Preeklamsia : 1. Sistolik : 140/159 mmHg 2. Diastolik 90-109 mmHg 3. Proteinuri + / > 300 mg/24 jam



Preeklamsia berat : 1. Sistolik ≥ 160 mmHg 2. Diastolik ≥ 110 mmHg 3. Proteinuri ≥ 2 4. Kreatinin serum > 1,2 mg% 5. Trombosit < 100.000/mm3 6. Peningkatan kadar LDH,SGOT 30 f)



Sindrom antifosfolipid



2) Faktor Risiko Lainnya a) Lupus eritematosus sistemik b) Riwayat lahir mati c) BMI sebelum hamil > 25 d) Nulliparitas e) Riwayat abruptio plasenta f)



Teknologi reproduksi terbantu



g) Penyakit ginjal kronis



h) Usia ibu lanjut > 35 i) Kerentanan genetik (ibu, ayah) 3) Faktor Risiko yang Jarang a. Riwayat keluarga preeklamsia b. Trisomi



13



atau



kelainan



genetik



serius



yang



disebabkan oleh adanya salinan ekstra kromosom 13 pada sebagian atau seluruh sel tubuh. Trisomi 13 dikenal juga dengan sindrom Patau.  E. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala preeklamsi antara lain : 1. Tekanan darah tinggi sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg, pada dua kali pengukuran setidaknya dengan jarak 4 jam, Pada kondisi parah tekanan darah sistolik ≥160 mmHg, atau tekanan darah diastolik ≥110 mmHg, pada dua kali pengukuran setidaknya dengan jarak 4 jam (kecuali terapi antihipertensi dimulai sebelum waktu ini) 2. Kelebihan protein dalam urin (proteinuria), menunjukkan hasil ≥300 mg/24 jam urine tampung atau protein/creatinine ≥0.3 atau dipstick reading =1+, atau pada kondisi yang parah akan ditemukan konsentrasi kreatinin serum > 1,1 mg / dL atau penggandaan kreatinin jika tidak ada penyakit ginjal lain 3. Sakit kepala 4. Gangguan penglihatan seperti pandangan kabur 5. Nyeri pada bagian perut atas 6. Sesak napas 7. Pusing dan lemas 8. Mual dan muntah 9. Bengkak pada tungkai, tangan wajah dan beberapa bagian tubuh yang lain (Rana dkk., 2019) F. Patofisiologi Proses terjadinya kondisi ini berhubungan dengan pertumbuhan plasenta yang mengalami 2 tahap yaitu :



a. Tahap 1 Merupakan tahap adanya pembentukan plasenta abnormal pada trimester pertama. Dapat dietahui bahwa pada tahap 1, dimana plasenta



mengalami



imaturitas



maka



timbul



iskemia



pada



uteroplasental yang mengakibatkan hipertensif, selain itu kondisi lain yang ditemui adalah oxidative stress, sel pembuluh yang abnormal pada gen dan faktor eksternal (hal ini menunjkkan adanya peran toxin yang dapat menginflamasi, membuat disfungsi endothelial dan penyakit sistemik maternal). b. Tahap ke 2 Tahap 2 ditunjukkan adanya sindrom maternal dengan karakteristik adanya faktor antiangiogenic pada trimester kedua dan ketiga. Menunjukkan adanya kegagalan resopon multi-organ yang muncul pada sindrom maternal preeklamtik. Pada saat implantasi plasenta yang terjadi adalah kegagalan cytotrophoblast yang mengakibatkan maternal uterine spiral arteri menjadi inkomplit, mengakibatkan pembuluh maternal sempit, sehingga terjadi plasental iskemik dan timbul oxidative stress (Rana dkk., 2019).



Clinical Pathway Faktor penyebab Preeklamsia berat Vasokontraksi meningkat TD Meningkat Kejang/penurunan kesadaran Terminasi kehamilan Post partum



Adaptasi Fisiologi



Adaptasi Psikologis Taking In



Luka laserasi/ Episiotomi



Menekan ujung saraf Nyeri akut Ketidaknyamanan pasca partum



Tempat masuknya kuman



Resiko Infeksi



Laktasi



Prolaktin



Produksi ASI meningkat Hisapan kuat dan meningkat Menyusui efektif



Tekanan darah meningkat Perfusi ke jaringan menurun Aliran darah berkurang Perfusi perifer tidak efektif



Taking Hold Letting Go Kesiapan peningkatan menjadi orang tua



G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan preeklamsia menurut Mayo Clinic pada tahu 2020 antara lain: 1.



Biasanya ibu hamil dengan preeklamsia akan diberikan obat: a) Obat antihipertensi bila tekanan darahnya sangat tinggi (labetalol, hydralazine, nifedipine) b) Obat kortikosteroid pada preeklamsi berat dan muncul sindrom HELLP, obat ini membantu pematangan organ paru janin c) Obat anticonvulsant seperti MgSO4 untuk mencegah kejang, magnesium sulfat diberikan selama dua hari postpartum. Pemberian



tersebut



bertujuan



untuk



mencegah



terjadinya



eklamsia pada 48 jam postpartum. Syarat pemberian MgSO4 meliputi :  Tersedia Ca Glukonas 10 %  Ada reflek patella  Jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam  Respirasi > 16 kali/menit Cara pemberian magnesium sulfat adalah sebagai berikut: 1) Dosis Inisial a) 4 g MgSO440% dibuat dengan cara mengencerkan 10 ml larutan MgSO4 dalam 10ml aquades, diberikan bolus (IV) selama 10-15 menit b) Segera dilanjutkan dengan 6 g MgSO4 40% dibuat dengan cara melarutkan 15ml larutan MgSO4 ke dalam 500 ml RL, habis dalam 6 jam c) Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan 2 g MgSO440% dibuat dengan cara mengencerkan 5 ml larutan MgSO4 dalam 5 ml aquades, diberikan bolus (IV) selama 5 menit. 2) Dosis Rumatan



Larutan MgSO4 40% 1 g/jam dimasukkan melalui cairan infus Ringer Laktat (RL)/Ringer Asetat (RA) yang diberikan sampai 24 jam pascapersalinan 2.



Tirah baring



3.



Hospitalisasi



4.



Persalinan



H. Pemeriksaan Diagnostik Beberapa pemeriksaan penunjang menurut Ratnawati (2016), yaitu: 1. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah 1) Penurunan hemoglobin (normal pada wanita hamil: 12 – 14 gr%) 2) Hematokrit meningkat (normal 37 – 43 vol%) 3) Trombosit menurun (normal 150 – 450 ribu/mm3 ) b. Urinalis: ditemukan protein dalam urine c. Pemeriksaan fungsi hati 1) Bilirubin meningkat (N= ≤1mg/dL) 2) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat 3) Aspartat aminomtransferase (AST) ≥60ul 4) Seru glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N=15-45 u/ml) 5) Serum glutamat oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N=