10 0 195 KB
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA PASIEN PTERYGIUM
OLEH : NAMA
: NI PUTU NITA SARI
NIM
: P07120013003
TINGKAT
: 2.1 / DIII REGULER
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN 2014
I.
KONSEP DASAR PENYAKIT A. PENGERTIAN Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium merupakan massa ocular eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea. Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea.Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun
pada kondisi lanjut atau apabila
kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita. B. PENYEBAB Hingga saat ini etiologi pasti pterygium masih belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor resiko pterygium antara lain adalah paparan ultraviolet, mikro trauma kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus. Selain itu beberapa kondisi kekurangan fungsi lakrimal film baik secara kuantitas maupun kualitas, konjungtivitis kronis dan defisiensi vitamin A juga berpotensi menimbulkan pterygium. Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa etiologi pterygium merupakan suatu fenomena iritatif akibat pengeringan dan lingkungan dengan banyak angin karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu dan berpasir. Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan berdasarkan penelitian menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium, kemungkinan diturunkan autosom dominan. Terdapat banyak perdebatan mengenai etiologi atau penyebab pterygium. Disebutkan bahwa radiasi sinar Ultra violet B sebagai salah satu penyebabnya.
Sinar UV-B merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa adanya apoptosis (program kematian sel), perubahan pertumbuhan faktor Beta akan menjadi berlebihan dan menyebabkan pengaturan berlebihan pula pada sistem kolagenase, migrasi seluler dan angiogenesis. Perubahan patologis tersebut termasuk juga degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovesikular, seringkali disertai dengan inflamasi. Lapisan epitel dapat saja normal, menebal atau menipis dan biasanya menunjukkan dysplasia. Selain itu paparan sinar matahari merupakan salah satu factor penyebab pterigium ini menjelaskan mengapa insidennya sangat tinggi pada populasi yang berada pada daerah dekat equator dan pada orang –orang yang menghabiskan banyak waktu di lapangan. Terdapat teori bahwa faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah alergen, bahan kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu, polutan). Orang yang banyak menghabiskan waktunya dengan melakukan aktivitas di luar ruangan lebih sering mengalami pterygium dan pinguekula dibandingkan dengan orang yang melakukan aktivitas di dalam ruangan. Kelompok masyarakat yang sering terkena pterygium adalah petani, nelayan atau olahragawan (golf) dan tukang kebun. Kebanyakan timbulnya pterygium memang multifaktorial dan termasuk kemungkinan adanya keturunan (faktor herediter). Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain : 1. Usia Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak. 2. Pekerjaan Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar UV. 3. Tempat tinggal Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya. Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian pterygium yang lebih tinggi. Survei lain juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300 memiliki risiko penderita pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah yang lebih selatan. 4. Jenis kelamin Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.
5. Infeksi Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterygium. 6. Faktor risiko lainnya Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu seperti asap rokok , pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium. C. EPIDEMIOLOGI Di Amerika Serikat, kasus pterygium sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk daerah di atas 400 lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 280-360. Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya meningkat dan daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini. Di dunia, hubungan antara menurunnya insidensi pada daerah atas lintang utara dan relative terjadi peningkatan untuk daerah di bawah garis balik lintang utara. D. PATOFISIOLOGI Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase. Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea bagian atas. Pathway : Sinar Ultra Violet
Angin
Asap
Debu
Semua alergi menuju nasal orbita Meatus nasi inferior Terjadi IritasI Pre operasi ; Penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi
Menjalar ke kornea
Gangguan persepsi sensori Risiko tinggi cedera Ansietas
Menutupi kornea Pandangan kabur Intra operasi : Dilakukan tindakan operatif Terjadi trauma jaringa (luka)
Risiko infeksi
Post operasi :
Nyeri Gangguan persepsi sensori Risiko cedera Risiko infeksi Kurang pengetahuan
E. GEJALA KLINIS Pada awal proses penyakit, pterigium biasanya asimtomatis. Namun pterigium juga dapat memberikan keluhan mata kering (seperti terbakar atau gatal dan berair), iritatif, merah, dan memberikan keluhan gangguan penglihatan. Sejalan dengan progresivitas penyakit, lesi bertambah besar dan kasat mata sehingga secara kosmetik mengganggu pasien. Pertumbuhan lebih lanjut, lesi menyebabkan gejala visual karena terjadinya astigmatisma ireguler (Aminlari dkk, 2010).
Keluhan lain yang mungkin didapat dari pasien adalah rasa mengganjal di mata seperti ada benda asing. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sklera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan puncak pada permukaan kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan (Inascrs, 2011). Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson ): a. Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea b. Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea c. Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm) d. Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan (Inascrs, 2011). F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Slit Lamp Jika perlu, akan dilakukan Pemeriksaan Slit Lamp untuk memastikan bahwa lesi adalah pterygium dan untuk menyingkirkannya dari diagnosa banding lain. Pemeriksaan slit lamp dilakukan dengan menggunakan alat yang terdiri dari lensa pembesar dan lampu sehingga pemeriksa dapat melihat bagian luar bola mata dengan magnifikasi dan pantulan cahaya memungkinkan seluruh bagian luar untuk terlihat dengan jelas. 2. Topografi kornea Untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme ireguler yang disebabkan oleh pterygium G. PENATALAKSANAAN 1. Farmakologis: Pada kasus ringan, kemerahan dan rasa perih dari pterygium dapat diatasi dengan tetes mata (air mata buatan). Pasien dapat diberikan: a. Air mata buatan (GenTeal)
Air mata artifisial dapat memberi lubrikasi okuler untuk pasien dengan kornea yang irreguler akibat tumbuhnya pterygium. b. Prednisolone acetate Suspensi kortikosteroid untuk penggunaan topikal. Penggunaan dibatasi pada mata dengan inflamasi yang signifikan dan tidak diatasi dengan lubrikan topikal. 2. Non-Farmako logis-Terapi Bedah Jika gejala mata merah, iritasi dan pandangan kabur tidak dapat ditangani dengan terapi tetes mata, atau penglihatan terpengaruh oleh pertumbuhan pterygium, maka terapi bedah perlu diusulkan.Dalam beberapa tahun, dokter bedah telah menggunakan beberapa teknik untuk mengurangi terhadinya ulang pterygium. Ini mencakup terapi radiasi dan penggunaan antimetabolite yang dapat mencegah pertumbuhan jaringan. Setiap dari teknik ini mempunyai risiko yang dapat mengancam kesehatan mata setelah terapi, seperti ulkus pada permukaan mata dan melelehnya kornea (corneal melting). a. Conjunctival Autograft with Stitches (Autograf conjunctiva dengan penjahitan) Metode autograph konjunctiva digunakan karena risiko terjadinya pterygium ulang yang rendah. Dengan metode ini, pterygium dibuang dan diganti dengan jaringan yang diambil dari bagian bawah kelopak mata atas.Autograft dijahit dengan jahitan kecil yang akanlarut setelah beberapa minggu, atau dapat dibuka oleh dokter bedah. Karena jahitan member pasien rasa tidak nyaman, telah dikembangkan teknik yang tidak memerlukan jahitan. b. No-Stitch Pterygium/Autograft Surgery(Autograf conjunctiva tanpa penjahitan) Pada teknik ini, pasien diberi anastesi local pada mata agar pasien merasa nyaman. Jaringan korena abnormal diganti dengan graft tipis dari jaringan normal. Metode ini dapat dilakukan karena adanya lem jaringan. Lem ini terdiri dari protein pembeku darah.
II.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Identitas 2. Keluhan utama
Keluhan utama pada pterygium adalah mata terasa kering (seperti terbakar atau gatal dan berair), iritatif, merah, dan memberikan keluhan gangguan penglihatanseperti ada benda asing 3. Riwayat keperawatan a. Riwayat penyakit dahulu Diketahui pasien mempunyai riwayat diabetes mellitus, hipertensi, memiliki alergi debu, makanan dan obat-obatan b. Riwayat penyakit keluarga Adanya keluarga yang mengidap pterygium dan mereka yang pernah mengalami trauma atau pembedahan mata, atau yang mempunyai riwayat diabetes mellitus, hipertensi, memiliki alergi debu, makanan dan obatobatan. 4. Data Fokus a. Pre operasi 1) Data Subyektif : a) Pasien mengatakan pengelihatannya kabur dan berkabut b) Pasien mengatakan ada seperti bayangan saat melihat c) Pasien mengatakan pengelihatannya silau saat terpapar cahaya Data Obyektif : a) Visus pasien berkurang (normal 6/6) b) Sklera : khususnya Konjungtiva bulbi berwarna merah atau kuning, adanya tumbuh daging atau tidak c) Kornea : keruh atau tidak d) Iris : mampu mengatur reflek pupil saat terkena cahaya atu tidak e) Lensa : keruh atau tidak, ada kerusakan atau tidak f) Pupil : pupil keruh atau tidak, reflek pupil ketika terkena cahaya Diagnosa yang mungkin muncul: Gangguan persepsi sensori perseptual pengelihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera. 2) Data Subyektif : a) Pasien mengatakan pengelihaatannya kabur seperti berawan b) Pasien mengatakan sulit beraktifitas c) Pasien mengatakan ada seperti bayangan saat melihat Data Obyektif : a) Pasien di bantu oleh keluarga saat beraktifitas b) Pasien tampak meraba-raba saat berjalan Diagnosa yang mungkin muncul: Risiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori pengelihatan kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler. 3) Data Subyektif : a) Pasien mengatakan cemas dengan penyakit yang di derita b) Pasien mengatakan takut jika harus menjalani operasi
c) Pasien mengatakan takut jika operasi yang dijalani gagal Data Obyektif : a) Pasien tampak cemas b) Pasien gugup saat diperiksa c) Pasien terus bertanya mengenai operasi yang akan dijalani Diagnosa yang mungkin muncul: Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terhadap prosedur penatalaksanaan/tindakan pembedahan
b. Intra Operasi 1) Data Subyektif : Data Obyektif : a) Terlihat pembedahan pada mata b) Terlihat luka insisi saat operasi Diagnosa yang mungkin muncul: Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif. 2) Data Subyektif : Data Obyektif : a) Pasien tampak menggigil b) Ekstremitas teraba dingin c) Suhu ruangan berkisar 18-20 oC Diagnose yang mungkin muncul : Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin c. Post operasi 1) Data Subyektif: a) Pasien mengatakan nyeri pada mata yang dioperasi b) Pasien mengatakan nyerinya tidak tertahankan Data Obyektif : a) Pasien tampak meringis b) Pasien tampak memegang bagian sekitar mata yang di operasi c) Pasien tampak gelisah dan memanggil-manggil keluarganya Diagnosa yang mungkin muncul: Nyeri berhubungan dengan luka pasca operasi 2) Data Subyektif : a) Pasien mengatakan pengelihatannya terhalang b) Pasien mengatakan sulit untuk melihat Data Obyektif : a) Mata pasien yang di operasi tertutup verban b) Pasien terlihat di bantu saat beraktifitas Diagnosa yang mungkin muncul: Gangguan persepsi sensori perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera pasca operasi.
3) Data Subyektif : a) Pasien mengatakan sulit beraktifitas b) Pasien mengatakan sulit melihat karena mata tertutup verban Data Obyektif : a) Pasien tampak sulit beraktifitas b) Pasien dibantu keluarga beraktifitas c) Mata pasien yang dioperasi tertutup verban Diagnosa yang mungkin muncul: Risiko cedera berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular (TIO), perdarahan, kehilangan vitreus. 4) Data Subyektif a) Pasien mengatakan tubuhnya panas beberapa hari setelah operasi b) Pasien mengatakan matanya merah setelah operasi dalam waktu yang lama c) Pasien mengatakan matanya sakit tidak tertahankan setelah operasi dilakukan dalam jangka waktu yang lama Data Obyektif a) Suhu tubuh pasien >37,50C b) Mata pasien terlihat merah c) Pasien tampak meringis Diagnosa yang mungkin muncul: Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. 4) Data Subyektif : a) Pasien menanyakan bagaimana cara perawatan di rumah setelah operasi. b) Pasien mengatakan belum tahu apa yang harus dilakukan untuk perawatan dirumah. Data Obyektif : a) Pasien tampak bingung. b) Pasien banyak bertanya tentang perawatan di rumah pasca operasi Diagnose yang mungkin muncul: Kurang pengetahuan berhubungan dengan pengobatan lanjutan. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Pre Operasi : 1. Gangguan persepsi sensori- perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera. 2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler. 3. Ansietas berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan /tindakan pembedahan. Intera Operasi : 1. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif. Post Operasi 1. Nyeri berhubungan dengan luka pascaoperasi. 2. Gangguan persepsi sensori- perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera. 3. Risiko cedera berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular (TIO), perdarahan, kehilangan vitreus. 4. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan pengobatan lanjutan.
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN Pre Operasi No
1
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Perencanaan
Hasil
Keperawatan a. Tentukan
Rasional
Gangguan persepsi
Setelah dilakukan
a. Kebutuhan
sensori- perseptual
asuhan keperawatan
ketajaman
individu dan
penglihatan
selama 1x 30 menit
penglihatan,
pilihan intervensi
berhubungan
diharapkan pasien
kemudian catat
bervariasi sebab
dengan gangguan
dapat meningkatkan
apakah satu atau
kehilangan
penerimaan
ketajaman
dua mata terlibat.
penglihatan
sensori/status
penglihatan dengan
terjadi lambat dan
organ indera.
kriteria hasil : a. Mengenal
progresif. Bila bilateral, tiap
gangguan sensori
mata dapat
dan berkompensasi
berlanjut pada
terhadap
laju yang berbeda,
perubahan.
tetapi biasanya
b. Mengidentifikasi/
memperbaiki potensial bahaya
hanya satu mata diperbaiki per prosedur.
dalam lingkungan. b. Menurunkan b. Observasi tandatanda disorientasi.
risiko jatuh bila pasien bingung/ tak kenal ukuran tempat tidur.
c. Perhatikan
c. Gangguan
tentang suram
pengelihatan/irita
atau penglihatan
si dapat berakhir
kabur dan iritasi
1-2 jam setelah
mata, dimana
tetesan mata
dapat terjadi bila
tetapi secara
menggunakan
bertahap menurun
tetes mata.
dengan penggunaan.
d. Ingatkan klien menggunakan
d. Perubahan
kacamata katarak
ketajaman dan
yang tujuannya
kedalaman
memperbesar
persepsi dapat
kurang lebih 25
menyebabkan
persen, pelihatan
bingung
perifer hilang dan
pengelihatan/
buta titik
meningkatkan
mungkin ada.
risiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
2
Risiko tinggi
Setelah dilakukan
a. Diskusikan apa
a. Membantu
terhadap cedera
asuhan keperawatan
yang terjadi pada
mengurangi rasa
berhubungan
kepada pasien selama
pascaoperasi
takut dan
dengan kerusakan
1x 30 menit
tentang nyeri,
meningkatkan
fungsi sensori
diharapkan pasien
pembatasan
kerja sama dalam
pengelihatan
tidak berisiko
kehilangan vitreus,
mengalami cedera
pandangan kabur
dengan kriteria hasil :
dan perdarahan intraokular.
aktivitas. b. Ambulansi
pembatasan yang diperlukan. b. Untuk menjada
dengan bantuan.
keselamatan
a. Menunjukkan
pasien dan
perubahan
menghindari
perilaku, pola
terjadinya cedera.
hidup untuk menurunkan
c. Batasi aktivitas
factor resiko dan
seperti
untuk melindungi
menggaruk mata.
diri dari ceder b. Mengubah
d. Pertahankan
lingkungan sesuai
perlindungan
dengan indikasi
mata sesuai
untuk
dengan indikasi.
meningkatkan
e. Hindari lantai
keamanan. c. Menyatakan
licin dan benda-
c. Menurunkan risiko terjadinya cedera pada mata. d. Untuk menjaga mata dari cedera dan menurunkan gerakan mata.
e. Untuk menghindarkan
benda tajam
pemahaman
pasien dari
terhadap factor
cedera.
yang terlibat dalam kemungkinan cedera. d. Pasien tidak melaporkan 3
Ansietas
terjadinya cedera Setelah dilakukan
berhubungan
asuhan keperawatan
kurangnya
selama 1x 10 menit
pasien sebelum di
pengetahuan
diharapkan pasien
operasi.
terhadap prosedur
tidak cemas dengan
penatalaksanaan /
kriteria hasil : a. Pasien
tindakan
mengatakan
a.
Kaji keadaan umum pasien.
b. Memberikan HE kepada pasien tentang keadaan
a.
Untuk mengetaui keadaan umum
b. Agar pasien mengetahui dan tidak merasa
pembedahan.
Kecemasan
ruang operasi
cemas dengan
pasien berkurang
secara terperinci.
keadaan ruang
atau hilang b. Pasien tidak terlihat cemas/tegang
operasi. c. Anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi dan distraksi. d. Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan peralatan
c. Agar pasien merasa tenang dalam menjalani operasi. d. Agar pasien mengetahui tenaga kesehatan yang memberikan tindakan kepada pasien.
e. Beri penjelasan
e. Agar memiliki
dan suport pada
kepercayaan diri
pasien pada setiap
yang lebih dalam
melakukan
menjalani operasi.
prosedur tindakan Intra Operasi No
1
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Perencanaan
Hasil
Keperawatan a. Cuci tangan
Rasional
Risiko infeksi
Setelah dilakukan
a. Mencuci tangan
berhubungan
asuhan keperawatan
sebelum dan
sebelum
dengan tindakan
selama 1x30 menit
sesudah
melakukan
invasif.
diharapkan pasien
melakukan
tindakan dapat
tidak berisiko
tindakan
mencegah
mengalami infeksi
penyebaran
dengan kriteria hasil : a. Pasien tidak
penyakit kepada pasien
mengalami infeksi. b. Alat operasi yang digunakan steril.
b. Monitoring tanda- b. Untuk
tanda vital pasien
mengetahui keadaan pasien secara umum
c. Memakai baju
c. Menjaga pasien
operasi,masker,pe
dan tim medis
nutup kepala dan
dari bahaya terkontaminasi dari bakteri maupaun cairan tubuh
d. Lakukan teknik aseptik pada saat
d. Menghindarkan
membuka
terkontaminasi
peralatan operasi
dari
yang sudah steril.
mikroorganisme yang dapat memberikan
e. Lakukan tindakan sesuai dengan prosedur
resiko infeksi selama operasi. e. Mengurangi kesalahan yang berakibat fatal
2
Hipotermia
Setelah dilakukan
berhubungan
asuhan keperawatan
selimut
dengan pemajanan
selama 1x30 menit
tubuh pasien yang menjaga suhu tubuh
lingkungan yang
diharapkan pasien
tidak
dingin
tidak berisiko
pembedahan
mencegah terjadinya
mengalami infeksi
pasien
hipotermia.
dengan kriteria hasil : 1.Pasien tidak menggigil
1. Pasangkan
pada pasien 1. Pemasangan pada selimut dapat
menjalani pasien sehingga dapat
2. suhu tubuh pasien normal (36,0 oC -37,5oC) Post Operasi No
1
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Perencanaan
Hasil
Keperawatan a. Kaji derajat nyeri
Rasional
Nyeri
Setelah dilakukan
berhubungan
asuhan keperawatan
dengan luka
selama 1x 20 menit
waktu kurang dari
pascaoperasi.
diharapkan pasien
lima hari setelah
tidak merasakan
operasi dan
nyeri dengan kriteria
berangsur
hasil : a. Pasien
menghilang.
setiap hari
meningkat karena
berkurang atau
peningkatan TIO
tidak mengeluh
2-3 hari
nyeri b. Ekspresi wajah meringis Skala nyeri 0 dari 0-10
terjadi dalam
Nyeri dapat
mengatakan nyeri
Pasien tidak
a. Normalnya nyeri
pascaoperasi. b. Anjurkan untuk
Nyeri mendadak
melaporkan
menunjukkan
perkembangan
peningkatan TIO
nyeri setiap hari atau segera saat terjadi peningkatan nyeri mendadak.
masif. b. Memberikan rasa aman untuk peningkatan dukungan psikologi
c. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
c. Menurunkan tegangan dan mengurangi nyeri
d. Anjurkan klien tidak melakukan
d. Beberapa
gerakan tiba-tiba
kegiatan dapat
yang dapat
meningkatkan
memprovokasi
nyeri seperti
nyeri
gerakan tiba-tiba, membungkuk, mengucek mata, mengejan, dll
2
Gangguan persepsi
Setelah dilakukan
sensori- perseptual
asuhan keperawatan
ketajaman
individu dan
penglihatan
selama 1x 30 menit
penglihatan,
pilihan intervensi
berhubungan
diharapkan pasien
kemudian
bervariasi sebab
dengan gangguan
dapat meningkatkan
catat apakah
kehilangan
penerimaan
ketajaman
satu atau dua
penglihatan
sensori/status
penglihatan dengan
mata terlibat.
terjadi lambat dan
organ indera pasca
kriteria hasil : a. Mengenal
operasi.
a. Tentukan
a. Kebutuhan
progresif. Bila bilateral, tiap
gangguan sensori
mata dapat
dan
berlanjut pada
berkompensasi
laju yang berbeda,
terhadap
tetapi biasanya
perubahan. b. Mengidentifikasi/
hanya satu mata diperbaiki per
memperbaiki
prosedur. b. Menurunkan
potensial bahaya dalam lingkungan b. Observasi tandatanda disorientasi.
risiko jatuh bila pasien bingung/ tak kenal ukuran tempat tidur. c. Gangguan pengelihatan/irita
c. Perhatikan
si dapat berakhir
tentang suram
1-2 jam setelah
atau penglihatan
tetesan mata
kabur dan iritasi
tetapi secara
mata, dimana
bertahap menurun
dapat terjadi bila
dengan
menggunakan tetes mata.
penggunaan. d. Perubahan ketajaman dan
d. Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen, pelihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada. 3
persepsi dapat menyebabkan bingung pengelihatan/ meningkatkan risiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi. a. Meningkatkan
Risiko cedera
Setelah dilakukan
berhubungan
asuhan keperawatan
tentang rasa sakit,
kerjasama dan
dengan
selama 1x 30 menit
pembatasan
pembatasan yang
peningkatan
diharapkan tidak
aktivitas dan
diperlukan.
pembalutan mata. b. Anjurkan untuk
b. Istirahat mutlak
tekanan intraokular terjadi cedera (TIO), perdarahan, kehilangan vitreus.
pascaoperasi, denga kriteria hasil: a. Pasien tidak melaporkan terjadinya cedera. b. Pasien
a. Diskusikan
kedalaman
tidak membatasi pergerakan mendadak serta menggerakkan kepala berlebihan.
diberikan hanya beberapa menit hingga satu atau dua jam pascaoperasi
mengetahui hal
atau satu malam
yang dapat
jika ada
mengakibatkan cedera. c. Pasien tidak
c. Bantu aktivitas selama vase istirahat.
melakukan aktivitas yang meningkatkan cedera
d. Hindarkan dari lantai licin dan benda-benda
komplikasi. c. Menurunkan risiko terjadinya cedera. d. Menurunkan terjadinya risiko
4
tajam a. Diskusikan
cedera a. Menurunkan
Risiko infeksi
Setelah dilakukan
berhubungan
asuhan keperawatan
pentingnya
jumlah bakteri
dengan prosedur
selama 1x 15 menit
mencuci tangan
pada tangan,
invasif.
diharapkan tidak
sebelum
mencegah
terjadi infeksi,
menyentuh /
kontaminasi area
dengan kriteria hasil: a. Keluarga pasien
mengobati mata. b. Gunakan /
operasi. b. Tekhnik aseptik
memahami cara
tunjukkan tekhnik
menurunkan
perawatan mata
yang tepat untuk
resiko penyebaran
membersihkan
bakteri dan
bola mata.
kontaminasi
post operasi. b. Tidak terjadi tanda-tanda infeksi
silang. c. Tekankan pentingnya tidak menyentuh / menggaruk mata
c. Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
yang dioperasi. d. Berikan obat sesuai indikasi. 5
menurunkan inflamasi. a. Agar keluarga
Kurangnya
Setelah dilakukan
pengetahuan
asuhan keperawatan
tertulis mengenai
pasien memiliki
berhubungan
1x10 menit
perawatan post
acuan dalam
dengan pengobatan
diharapkan pengetah
operasi
memberikan
lanjutan.
uan pasien bertambah
perawatan post
dengan kriteria hasil:
operasi
a. Menyatakan pemahaman kondisi/proses
a. Beri petunjuk
d. Digunakan untuk
b. Beri penjelasan
keluarga
operasi
memahami lebih jelas perawatan
penyakit dan
post operasi
pengobatan. b. Melakukan dengan prosedur
b. Agar pasien dan
perawatan post
c. Berikan dorongan
c. Untuk
benar dan
untuk melakukan
memotivasi
menjelaskan
program
pasien kontrol
alasan tindakan.
pengobatan
mata setelah operasi d. Agar tidak
d. Informasikan pasien untuk
terjadi kesalahan obat
menghindari obat yang di jual bebas e. Anjurkan pasien menghindari pekerjaan yang
e. Agar tidak terjadi cedera yang tidak diinginkan.
berat. D. IMPLEMENTASI Implementasi dilaksanakan berdasarkan perencanaan ( intervensi ) keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya. E. EVALUASI Evaluasi berdasarkan tujuan dan outcome
DAFTAR PUSTAKA Ilyas Sidarta, 2004.Ilmu Perawatan Mata.Jakarta: CV. Sagung Seto Nanda. Buku Saku Diagnosa Keperawatan definisi keperawatan dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC Tamsuri, Anas. 2011. Klien Gangguan Mata Dan Penglihatan : Keperawatan MedikalBedah. Jakarta : EGC Wijaya, Saferi A. 2013. Keperawatan Medikal Bedah keperawatan dewasa teori dan contoh askep cetakan pertam., Jakarta: Nuha Medika Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 Diagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
Mengetahui
Denpasar, Desember 2014
Pembimbing Praktek
Mahasiswa
Ni Luh Putu Yuliatini, S.Kep Ns. NIP: 197007041994032006
Ni Putu Nitasari NIM: P07120013003
Mengetahui Pembimbing Akademik
NIP: