LP SDH [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN SUBDURAL HEMATOMA RSUP DR HASAN SADIKIN BANDUNG



Disusun Oleh : NOVI ASTUTI 4006180040



PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG 2019



A. Definisi Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural. Dalam bentuk akut yang hebat,baik darah maupun cairan serebrospinal memasuki ruang tersebut sebagai akibat dari laserasi otak atau robeknya arachnoid, sehingga menambah penekanan subdural pada jejas langsung di otak. Dalam bentuk kronik, hanya darah yang efusi ke ruang subdural akibat pecahnya vena-vena penghubung, umumnya disebabkan oleh cedera kepala tertutup. Efusi itu merupakan proses bertahap yang menyebabkan beberapa minggu setelah cedera, sakit kepala dan tanda-tanda fokal progresif yang menunjukkan lokasi gumpalan darah (Aghakhani, N., Azami, M., Jasemi, M. et al.2013). B. Etiologi Keadaan ini timbul setelah cedera/ trauma kepala hebat, seperti perdarahan kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Hematoma subdural akut dapat terjadi pada (Batticaca, F. B. 2008). 1. Trauma kapitis 2. Koagulopati atau penggunaa obat antikoagulan (warfarin, heparin, hemophilia, kelainan hepar, trombositopeni) 3. Perdarahan intracranial nontrauma yang disebabkan oleh aneurisma serebral, malfromasi arterivena, atau tumor (meningioma atau metastase dural. 4. Pasca operasi (craniotomy, CSF hunting) 5. Hipotensi intracranial (setelah lumbar fungsi, anesthesia epidural spinal, lumboperitoneal shunt) 6. Child abuse atau shaken baby sybdrome 7. Spontan atau tidak diketahui Hematoma subdural kronik dapat disebabkan oleh : 1. Trauma kepala yang relatif ringan atau pada orang tua dengan serebral atrofi 2. Hematoma subdural akut dengan atau tanpa intervensi operasi 3. Spontan atau idiopatik



4. Faktor resiko terjadinya hematoma subdural kronik yaitu penggunaan alkohol kronis, epilepsi, koagulopati, kista arachnoid, terapi antikoagulan (termasuk aspirin), penyakit kardiovaskular (hipertensi, arteriosklerosis), trombositopenia, dan diabetes mellitus. Pada pasien yang lebih muda, alcoholism, trombositopenia, kelainan pembekuan, dan terapi antikoagulan oral lebih banyak ditemui. Kista arachnoid lebih banyak ditemukan pada pasien hematoma subdural kronik pada pasien usia dibawah 40 tahun. Pada pasien yang lebih tua, penyakit kardiovaskular dan hipertensi arteri lebih banyak ditemukan, 16% pasien dengan hematoma subdural kronik dalam terapi aspirin. C. Manisfestasi Klinis Gejala Umum (sering)



Gejala Ringan (sering) Gejala Akut/Berat (jarang)



Sakit kepala



Konfusi



Hemiplegi



Tampak lelah



Gangguan gaya jalan



Afasia



Mual/Muntah



Penurunan



keadaan Kejang



mental Vertigo



Kesulitan berbicara Kelemahan



Koma



anggota



gerak Inkontinensia



D. Patofisiologi Fase pertama kerusakan serebral paska terjadinya trauma kepala ditandai oleh kerusakan jaringan secara langsung dan juga gangguan regulasi peredaran darah serta metabolisme otak. Pola ischaemia-like ini menyebabkan asumsi asam laktat sebagai akibat dari terjadinya glikolisis anaerob. Selanjutnya, terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah diikuti dengan pembentukan edema. Akibat berlangsungnya metabolism anaerob, sel-sel otak kekurangan cadangan energy yang turut menyebabkan kegagalan pompa ion di membrane sel yang bersifat energy-dependent (Werner dan Engelhard,



2007). Fase kedua dapat dijumpai depolarisasi membrane terminal yang diikuti dengan pelepasan neurotransmitter eksitatori (glutamate dan asparat) yang berlebihan (Werner dan Engelhard, 2007). Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007)



E. Penatalaksanaan 1. Konservatif: a. Bedrest total b. Pemberian obat-obatan c. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran) 2. Prioritas Perawatan: a. Maksimalkan perfusi / fungsi otak b. Mencegah komplikasi c. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal d. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga e. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.



F. Gambar Trauma



Cedera kepala



Fraktur intertulang



Arteri meningeal tengah robek



Perdarahan Hematoma epidural



Fraktur depresi tulang tengkorak



memar pd area otak



Vena robek



Perdarahan dlm substansi otak



Perdarahan Hematoma intrakranial Hematoma subdural



Hematoma meluas TIK Perpindahan jaringan otak & herniasi Aliran darah otak menurun Ggn perfusi jaringan



Kerusakan jar. otak



Suplai O2 & otak menurun Hipoksia Kesadaran menurun



Hilang control volunteer otot pernapasan



Perubahan frekuensi, irama, & kedalaman pernapasan



Reflex menelan/batuk menurun Akumulasi sekret



Pola nafas tidak efektif Bersihan jl nafas tdk efektif



Metabolisme anaerob As. Laktat & retensi CO2 Asidosis respiratorik



Hiperkapnea



Hiperventilasi Pola nafas tdk efektif



G. Penatalaksanaan Diagnosa/Penunjang 1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras): Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilakukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. 2. MRI: Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif. 3. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti: perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma. 4. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis. 5. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang. 6. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil. 7. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak. 8. CSF,



Lumbal



Punksi:



Dapat



dilakukan



jika



diduga



terjadi



perdarahan



subarachnoid. 9. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. 10. Kadar Elektrolit: Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial 11. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran H. Asuhan Keperawatan 1. Data Fokus Pengkajian a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab. b. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian. c. Pemeriksaan fisik 1)



Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)



2)



Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK



3)



Sistem saraf : a) Kesadaran  GCS. b) Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial. c) Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.



4)



Sistem pencernaan a) Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, b) kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar  tanyakan pola makan c) Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan. d) Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.



5)



Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik  hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.



6)



Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan  disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.



7)



Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.



2. Analisa Data No 1



Data DS : DO : Penurunan kesadaran Tampak racuneyes Tampak edema pada kepala Tampak tanda jejas



Etiologi



Masalah



Trauma ↓ Cedera kepala ↓ Memar pada otak ↓ Kerusakan pembuluh darah otak Pendarahan ↓ Hematoma subdural ↓ ↑ TIK



Resiko ganggua perfusi jaringa serebral



Perpindahan jaringan otak & herniasi ↓ Aliran darah otak menurun ↓ Suplai O2 & otak menurun ↓ Resiko ganggua perfusi jaringa serebral



2



DS : klien mengeluh sesak DO : Pernapasan > 24x/menit Tampak PCH Terdapat retraksi otot dada



Hipoksia ↓ Metabolisme anaerob ↓ ↑As. Laktat & retensi CO2 ↓ Asidosis respiratorik ↓ Hiperkapnea ↓ Hiperventilasi ↓ Pola nafas tidak efektif



Pola nafas tidak efektif



SpO2 < 95%



3. Diagnosa Keperawatan a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema cerebral b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai oksigen



4. Intervensi Keperawatan NO 1



DIAGNOSA KEPERAWATAN Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema cerebral



NOC NOC : - Circulation status - Tissue Prefusion Cerebral Kriteria Hasil : 1. Perfusi jaringan cerebral - Tekanan intra cranial normal - Tidak ada nyeri kepala - Tidak ada kegelisahan - Tidak ada gangguan refleks saraf 2. Status neurologi - Kesadaran normal - Tekanan intra cranial normal - Pola bernafas normal - Ukuran dan reaksi pupil normal - Laju pernafasan normal Tekanan darah normal



NIC 1. Monitor TIK - Monitor adanya keluhan sakit kepala, mual, muntah, gelisah - Monitor status neurologi - Monitor intake dan output 2. Manajemen edema cerebral - Monitor adanya kebingungan, keluhan pusing - Monitor status pernafasan, frekuensi dan kedalaman pernafasan - Kurangi stimulus dalam lingkungan pasien - Berikan sedasi sesuai kebutuhan 3. Monitor neurologi - Monitor tingkat kesadaran (GCS) - Monitor refleks batuk dan menelan - Pantau ukuran pupil,bentuk, kesimetrisan 4. Monitor TTV 5. Posisikan head up (30- 40 derajat) 6. Beri terapi O2 sesuai anjuran medis Kolaborasi pemberian terapi medis



2



Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kegagalan otot pernafasan



NOC : Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway patency Vital sign Status Kriteria Hasil : 1. Irama pernafasan normal 2. Frekuensi pernafasan normal 3. TTV dalam batas normal Tidak ada tanda sesak



1. Airway Management - Monitor adanya keluhan pusing, sakit kepala, mual, muntah, gelisah Beri posisi head up 3040 derajat untuk Memaksimalkan Ventilasi. - Keluarkan sekret dengan suction. - Monitor alat Ventilator pada pasien . 2. Oxygen Therapy - Pertahankan jalan nafas yang paten - Monitor aliran Oksigen - Monitor adanya Tandatanda Hypoventilasi 3.Vital Sign Monitoring - Monitor TD,suhu,RR - Identifikasi penyebab dari perubahan Vital Sign - 3. Kolaborasi pemberian Therapy medis



I. Daftar Pustaka Aghakhani, N., Azami, M., Jasemi, M. et al.(2013). Epidemiology of Traumatic Brain Injur in Urmia, Iran. Iranian Red Crescent Medical Journal, vol.15(no.2), pp.173-4. Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika. Deswani. 2009. Asuhan Keperawatan dan Berdikir Kritis. Jakarta: Salemba Medika. Haddad, S.H., & Arabi, Y.M. 2010. Critical care manajementof severe traumatic brain injury in adults. Scan J Trauma ResuscEmerg Med 20 (12) :1-15. Muttaqin, A. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika. Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika. NANDA. 2015. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: NANDA International. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba medika.



penelitian



Ilmu



Tarwoto, Wartonah, Suryati, 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: SagungSeto.