22 0 91 KB
LAPORAN PENDAHULUAN SERUMEN A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. PENGERTIAN Serumen adalah cairan pada canalis externus yang bersifat lengket, kental, berwarna, dan, berbau, yang khas. Fungsi serumen itu sendiri adalah sebagai proteksi telinga terhadap debu, kotoran, pasir bahkan serangga dan bakteri/kuman. Serumen, yang kerap disebut kotoran telinga, merupakan produksi alami telinga. Substansi itu dibentuk oleh kelenjar seruminosa yang terletak disepertiga luar liang telinga. Serumen merupakan hasil sekresi kelenjar serumen yang terdapat pada bagian tulang rawan telinga. Jumlah serumen yang terbentuk dan konsistensinya sangat bervariasi.Adanya serumen , walaupun merupakan sekresi yang normal, dapat menyebabkan gangguan pendengaran, nyeri telinga, keluarnya cairan, dan vertigo. Jumlah dan konsistensinya beragam, sehingga banyak orang harus membersihkan telinganya (mengirigasi) pada saat-saat tertentu secara teratur. a. Serumen lunak Serumen yang lunak dapat dikeluarkan dengan mudah dengan memakai aplikator yang dibalut dengan kapas. b. Serumen keras Serumen yang keras sebaiknya di lunakkan lebih dahulu sebelum dikeluarkan . liang telinga diteteai dengan larutan sabun 10%. Larutan tersebut akan meresap kedalam serumen yang dibiarkan selama 20 menit. Kemudian dikeluarkan dan diperiksa untuk memastikan apakah telinga telah bersih dari serumen tanpa menimbulkan kerusakan pada gendang telinga, meskipun telinga luar dan gendang teliinga tampak agak kemerahan. c. Serumen sangat keras Serumen yang sangat keras perlu dilunakkan selama lima hari sebelum dikeluarkan. Hal ini dilakukan oleh penderita dengan obat yang diberikan oleh dokter dengan cara meneteskannya.
2. PENYEBAB Menurut Bruner & Sudarth, (2002) sebab terjadinya serumen diantarannya: a. Dermatitis kronik pada telinga luar b. Liang telinga yang sempit c. Produksi serumen terlalu banyak dan kental d. Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebisaan mengorek telinga) 3. EPIDEMIOLOGI Di dunia, menurut perkiraan WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita impaksi serumen, 75 - 140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan pada anak-anak , terdapat 0,1 – 0,2% menderita impaksi serumen. Di indonesia pada tahun 2007 menunjukkan angka yang cukup besar pada penderita, impaksi serumen pada anak usia sekolah dasar. 4. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY Dermatitis kronik pada telinga luar, liang telinga sempit, produksi serumen terlalu banyak dan kental, serta kebiasaan membersihkan telinga yang salah dapat mengakibatkan terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam pada kanalis sehingga terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan serumen terutama pada populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengaran usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan risiko infeksi, nyeri membran tympani, dan perubahan persepsi sensori yang mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran.
Pathway :
Dermatitis kronik pada telinga luar, liang telinga sempit, produksi serumen yang terlalu banyak, cara membersihkan serumen yang salah
Penumpukan serumen
Serumen mengeras/membatu dan menekan dinding liang telinga
Nyeri membran tympani
Perubahan persepsi sensori
Laserasi kulit dan trauma
Gangguan pendengaran
Risiko infeksi
5. GEJALA KLINIS Menurut Boies (2000), Gejala klinis yang umumnya dirasakan oleh penderita penyakit impaksi serumen, antara lain : a. Pendengaran berkurang. b. Nyeri di telinga karena serumen yang keras membatu menekan dinding liang telinga. c. Telinga berdengung (tinitus). d. Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo)
6. KOMPLIKASI Menurut Bruner & Sudarth, (2002) komplikasi yang dapat terjadi pada impaksi serumen, diantaranya : a. Otalgia b. Vertigo c. Otitis media d. Resiko infeksi 7. PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut Elizabeth (2010) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, diantaranya : a.
CT-Scan (tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan tulang)
b.
Scan Galium-67 (terlihat focus infeksi akut yang akan kembali normal dengan resolusi infeksi)
c.
Scan Tekhnetium-99 (terlihat aktifitas osteoblastik yang akan kembali normal beberapa bulan setelah resolusi klinik)
d.
MRI (monitor serebral, pembuluh darah yang terkait)
e.
Tes Laboratorium (nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotic)
f.
Ketajaman Auditorius. Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan, bisikan kata atau detakan jam tangan, bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh.
g.
Uji Weber Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mendengar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilangan pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila
terjadi kehilangan sensorineural, suara akan mengalami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pendengaran unilateral. h.
Uji Rinne Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoid (konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara. Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi udara). Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengarkan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlangsung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tidak mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah.
8. PENATALAKSANAAN Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang serumen tersebut dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi tidak dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat. Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga, antara lain:
a. Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada aplikator (pelilit). b. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret. c. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu dengan karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 – 5 hari, setelah itu dikeluarkan dengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh. d. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan dengan cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat bersuhu 37oC agar tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya vestibuler. (Brunner & Suddarth (2002).
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Identitas pasien b. Riwayat kesehatan sekarang, dahulu dan keluarga c. Keluhan utama saat masuk rumah sakit Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai menurun, nyeri, telinga berdengung, dan pusing dimana pasien merasa lingkungannya berputar (vertigo) d. Pemeriksaan fisik pada telinga: Inspeksi
: lesi, tragus tampak merah, ada darah atau sekret yang keluar membran tympani, serumen, benda asing dalam liang telinga.
Palpasi
: nyeri, kelenjar limfe membengkak.
Data Subyektif: 1) Pasien mengatakan pendengarannya menurun 2) Pasien mengatakan nyeri pada telinga 3) Pasien mengatakan telinganya berdengung 4) Pasien mengatakan pusing dan lingkungannya berputar (vertigo) Data Obyektif: 1) Pasien tampak lemas, pucat 2) Pasien meringis 3) Pasien akan menoleh jika di panggil berulang-ulang dengan nada lebih tinggi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada liang telinga b. Gangguan persepsi sensori (auditori) berhubungan dengan perubahan persepsi sensori c. Risiko infeksi berhubungan dengan lesi pada liang telinga.
3. INTERVENSI No 1.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Nyeri berhubungan
Setelah diberikan
dengan inflamasi
asuhan
pasien
pada liang telinga.
keperawatan rasa
menggunakan
nyeri pasien
PQRS
berkurang atau
1. Kaji skala nyeri
2. Berikan posisi
Rasional 1. Untuk mengetahui skala nyeri pasien
2. Untuk
hilang, dengan
yang nyaman
meningkatkan
keriteria hasil:
pada pasien
relaksasi
a. Skala nyeri (0-3) b. Pasien tampak
3. Dorong
3. Meningkatkan
menggunakan
relaksasi dan
teknik
mengurangi nyeri
rileks tidak
manajemen
meringis.
nyeri, seperti napas dalam 4. Kolaborasi
4. Diberikan untuk
pemberian obat
mengurangi atau
(analgesik)
menghilangkan
sesuai indikasi.
nyeri dan memberikan relaksasi mental dan
2.
Gangguan persepsi
Setelah diberikan
sensori (auditori)
asuhan
1. Kaji ketajaman
fisik. 1. Untuk mengetahui
pendengaran,
tingkat ketajaman
berhubungan dengan keperawatan
catat apakah
pendengaran pasien.
perubahan persepsi
gangguan persepsi
kedua telinga
sensori.
pasien hilang atau
terlibat
berkurang, dengan keriteria hasil: a. Pasien dapat
2. Untuk 2. Ciptakan
mempertahankan
komunikasi
komunikasi dan
mendengar
alternatif non-
hubungan yang baik
dengan baik
verbal pasien
antara pasien
b. Pasien tidak
dengan orang-
dengan orang-orang
meminta untuk
orang terdekat,
terdekat.
mengulang
seperti
setiap
menganjurkan
pertanyaan
pembicaraan
yang diajukan
menulis atau menggunakan bahasa tubuh untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikan. 3. Anjurkan
3. Membantu pasien untuk
kepada keluarga
mempersepsikan
atau orang
informasi
terdekat klien untuk tinggal bersama pasien 4. Anjurkan
4. Mematuhi program akan mempercepat
kepada pasien
proses
dan keluarga
penyembuhan.
untuk mematuhi 3.
Risiko infeksi
Setelah dilakukan
berhubungan dengan asuhan lesi pada liang
keperawatan
telinga.
diharapkan tidak
program terapi 1. Kaji tanda-tanda 1. Untuk mengetahui infeksi
apakah pasien mengalami infeksi
2. Pantau TTV
2. TTV merupakan
terjadi tanda-tanda
terutama suhu
acuan untuk
infeksi, dengan
tubuh
mengetahui keadaan
kriteria hasil:
umum pasien,
a. Tidak terdapat
perubahan suhu
tanda-tanda
menjadi tinggi
infeksi seperti
merupakan salah
kalor, dubor,
satu proses infeksi
tumor, dolor,
3. Ajarkan teknik
fungsiolaisa
aseptik pada
b. TTV dalam batas normal
3. Meminimalisasi terjadinya infeksi
pasien 4. Cuci tangan
4. Mencegah
sebelum
terjadinya infeksi
memberi asuhan
nasokomial.
keperawatan ke pasien
4. IMPLEMENTASI Implementasi dilaksanakan berdasarkan perencanaan ( intervensi ) keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya. 5. EVALUASI Evaluasi berdasarkan tujuan dan outcome
DAFTAR PUSTAKA Adams,George L.dkk.1997.Boies:Buku Ajar Penyakit THT.Ed 6. Jakarta: EGC Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 3. Ed 8. Jakarta: EGC Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi:13. Jakarta: EGC Doungoes, marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3. Jakarta: EGC Nanda, 2012-2014. Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.