LP Snake Bite [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN SNAKE BITE



Disusun Oleh : Nama



: Ulfiya Afrida



NIM



: 72020040050



Prodi



: Profesi Ners



PROGRAM STUDI PROFESI NERS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS 2020- 2021 A. Pengertian



Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa. Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler, dan sistem pernapasan. Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik. B. Etiologi Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam. Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam : 1.



Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic), Bisa ular yang bersifat



racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak (menghancurkan) selsel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah),



sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain. 2.



Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic), Yaitu bisa ular yang merusak dan



melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe. 3.



Bisa ular yang bersifat Myotoksin, Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering



berhubungan dengan maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot. 4.



Bisa ular yang bersifat kardiotoksin, Merusak serat-serat otot jantung yang



menimbulkan kerusakan otot jantung. 5.



Bisa ular yang bersifat cytotoksin, Dengan melepaskan histamin dan zat



vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler. 6.



Bisa ular yang bersifat cytolitik, Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan



nekrose di jaringan pada tempat gigitan. C. Patofisiologi Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat: 1.



Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena



paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan koma. 2.



Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya



atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.



3.



Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan



mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot. 4.



Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot



jantung. 5.



Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat



terganggunya kardiovaskuler. 6.



Cytolitik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan



pada tempat patukan 7.



Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik tersebut



menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan. Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas. Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas. D. Derajat Gigitan Ular Derajat 0: Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam, Pembengkakan minimal, diameter 1 cm 1. Derajat I: Bekas gigitan 2 taring, Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm, Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam Derajat II: Sama dengan derajat I, Petechie, echimosis, Nyeri hebat dalam 12 jam Derajat III: Sama dengan derajat I dan II, Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh Derajat IV: Sangat cepat memburuk, Pengelolaan Dan Penanganan E. Manifestasi Klinis



Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit). Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan). Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular : 1. Gigitan Elapidae, Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya: Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak. 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan kematian dapat terjadi dalam 24 jam. 2. Gigitan Viperidae/Crotalidae Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya: Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan. Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat. 3. Gigitan Hydropiidae Misalnya, ular laut, cirinya: Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung. 4. Gigitan Crotalidae Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya: Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin. Anemia, hipotensi, trombositopeni.



Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori: 1.



Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan



rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka. 2.



Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat



menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian. 3.



Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada



sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan. 4.



Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa



elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal. 5.



Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata



korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata.



F. Pathway Digigit ular Injeksi venom Kedalam korban SNAKE BITE



Reaksi alergi sistemik



kardiotoksin



trauma



cytolitik



neurotoksin krisis situasi



gangguan



paralisis otot



kerusakan



respirasi



otot lurik



serat serat otot jantung



Hiper ventilasi



peradangan dan nekrose



Ansietas



pelepasan mediator



jaringan di area patukan



bradikinin Luka



Gangguan



Merangsang



jalan nafas



Ujung saraf



tidak efektif



Bebas



Membengkak,



Resiko infeksi



Nyeri akut



(Nanda NIC-NOC 2015 : 176)



G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah, BUN dan



elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan. H. Penatalaksanaan Prinsip penanganan pada korban gigitan ular: Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular., Menetralkan bisa, Mengobati komplikasi. 1. Pertolongan pertama : Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu: R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget. I:



Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak



berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan). G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin. T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada korban. 2. Prosedur



Pressure



Immobilization



Balut



tekan



pada



kaki:



Istirahatkan



(immobilisasikan) Korban, Keringkan sekitar luka gigitan, Gunakan pembalut elastis, Jaga luka lebih rendah dari jantung, Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke atas, Biarkan jari kaki jangan dibalut, jangan melepas celana atau baju korban, Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink), Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki. 3. Balut tekan pada tangan: Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut), Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat, Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan, Pasang papan sebagai fiksasi, Gunakan mitela untuk menggendong tangan. 4. Penatalaksanaan selanjutnya : ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30-40 menit, Heparin 20.000 unit per 24 jam, Monitor diathese hemorhagi



setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc). Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV. Kalau perlu dilakukan hemodialise, Observasi pasien minimal 1 x 24 jam Catatan: Jika terjadi syok anafilaktik karena ABU, ABU harus dimasukkan secara cepat sambil diberi adrenalin. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GIGITAN ULAR A. Pengkajian 1. Primary survey : Nilai tingkat kesadaran, Lakukan penilaian ABC : A – airway : kaji apakah ada muntah, perdarahan. B – breathing: kaji kemampuan bernafas akibat kelumpuhan otot-otot pernafasan. C – circulation : nilai denyut nadi dan perdarahan pada bekas patukan, Hematuria, Hematemesis /hemoptysis Intervensi primer, Bebaskan jalan nafas bila ada sumbatan, suction kalau perlu, Beri O2, bila perlu Intubasi, Kontrol perdarahan, toniquet dengan pita lebar untuk mencegah aliran getah bening (Pita dilepaskan bila anti bisa telah diberikan). Bila tidak ada anti bisa, transportasi secepatnya ke tempat diberikannya anti bisa. Pasang infus Catatan : tidak dianjurkan memasang tourniquet untuk arteriel dan insisi luka 2. Secondary survey dan Penanganan Lanjutan : Penting menentukan diagnosa patukan ular berbisa, Bila ragu, observasi 24 jam. Kalau gejala keracunan bisa nyata, perlu pemberian anti bisa, Kolaborasi pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa sbersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum anti bisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas . Bila alergi serum kuda : Adrenalin 0,5 mg/SC, ABU IV pelan-pelan. 3. Bila tanda-tanda laringospasme, bronchospasme, urtikaria hypotensi : adrenalin 0,5 mg/IM, hydrokortison 100 mg/IV. Anti bisa diulang pemberiannya bila gejala-gejala tak menghilang atau berkurang. Jangan terlambat dalam pemberian ABU, karena manfaat akan berkurang.



1. Kaji Tingkat kesadaran: Nilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS), Ukur tandatanda vital



A. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury (biologi, kimia, fisik,psikologis) 3. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan. 4. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk mengatasinfeksi, jaringan traumatik luka. A. Perencanaan N



Diagnosa Keperawatan



TUJUAN/NOC



NIC



O 1



Bersihan jalan nafas tidak Respiratory efektif



status: Airway Suction



Ventilation



1. pastikan



kebutuhan



Definisi : ketidak mampuan respiratory status : Air



oral



membersihkan sekresi atau way patency



suctioning



obstruksi



dari



saluran



pernafasan



untuk



2. auskultasi suara nafas



aspiration control



sebelum dan sesudah



mempertahankan kebersihan kreteria hasil: jalan nafas Batasan Karakteristik : 1. dispneu 2. cyanosis 3. kelainan suara nafas (reles, wheezing)



suctioning



1. mendemonstrasikan batuk



efektif



suara



nafas



bersih,



dan yang



tidak



ada



sianosis dan dyspneu (mampu



3. informasikan keluarga



dan



pada klien



tentang suctioning 4. minta



klien



untuk



nafas dalam sebelum dilakukan suction 5. berikan O2 dengan



mengeluarkan sputum,



/tracheal



mampu



menggunakan



nasal



4. kesulitan berbicara



bernafas



dengan



mudah)



5. batuk tidak efektif



nafas



jalan 6. gunakan



yang



paten



(klien tidak merasa



7. gelisah



memfasilitasi



suksion nasotrakeal



2. menunjukkan



6. mata melebar



untuk



alat



steril



setiap



melakukan tindakan



tercekik, irama nafas 7. anjurkan pasien untuk



8. produksi sputum 9. perubahan frekwensi dan irama nafas



dan frekwensi nafas



istirahat



dalam



dalam setelah kateter



normal,



rentang tidak



suara



faktor-faktor lain yang berhubungan :



ada nafas



abnormal)



:



merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif, infeksi



keluarkan



status



oksigen pasien



mencegah



faktor



menggunakan suction



yang



dapat 10. hentikan suction dan



menghambat



jalan



berikan



oksigen



apabila menunjukkan bradikardi, peningkatan



hiperplasia



O2



bronkus, alergi jalan nafas, asma



dari



nasotrakeal



neuromuscular, dinding



nafas



mengidentifikasi dan 9. ajarkan keluarga cara



nafas



2. fisiologis : disfungsi



di



dan



8. monitor



3. mampu



1. lingkungan



3. obstruksi



yang



saturasi



airway managemen 1. buka jalan nafas,



jalan



nafas : spasme jalan nafas,



sekresi



tertahan,



banyak



mucus, adanya jalan



gunakan



teknik



chin,



lift



atau



jaw



trust



bila



perlu 2. posisikan pasien



nafas buatan, sekresi



untuk



bronkus,



memaksimalkan



adanya



eksudat di alveolus, adanya benda asing



ventilasi



di jalan nafas



3. identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan



nafas



buatan 4. pasang



mayo



bila perlu 5. lakukan fisioterapi dada 6. keluarkan lendir dengan



batuk



atau suction 7. auskultasi suara nafas



awasi



adanya



suara



nafas tambahan 8. lakukan suction pada mayo 9. berikan bronkodilator bila perlu 10. berikan pelembab udara kassa basah nacl lembab 11. atur intake untuk optimalkan



keseimbangan 12. monitor respirasi dan status O2 2



Nyeri



1. pain level



Definisi : sensori yang tidak



2. pain control



menyenangkan



dan



pengalaman emosional yang



Pain managemen 1. lakukan pengkajian nyeri



3. comfort level



secara



muncul secara aktual atau kreteria hasil



komperhensif



potensial kerusakan jaringan



termasuk lokasi,



atau



menggambarkan



adanya kerusakan. Batasan karakteristik : 1. laporan secara verbal atau non verbal 2. fakta dari observasi 3. gerakan melindungi 4. tingkah laku berhatihati



mengontrol nyeri (tahu



penyebab



nyeri,



mampu



menggunakan teknik



perubahan



tekanan darah, 7. perubahan



dalam



nafsu makan faktor yang berhubungan : agen injury (biologi, kimia,



non



farmakologi



karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas



dan



faktor presipitasi 2. observasi reaksi



untuk



nonverbal



mengurangi



ketidaknyamana



nyeri)



n



2. melaporkan bahwa



5. gangguan tidur 6. gelisah,



1. mampu



3. gunakan nyeri



dari



teknik



komunikasi



berkurang



terapeutik untuk



dengan



mengetahui



menggunakan



pengalaman



manajemen nyeri



nyeri pasien



3. mampu



4. kaji kultur yang



mengenali nyeri



mempengaruhi



(skala



nyeri pasien



nyeri,



intensitas, frekwensi



dan



5. evaluasi



fisik,psikologis)



tanda nyeri)



pengalaman



4. menyatakan rasa nyaman



setelah



nyeri berkurang 5. tanda vital dalam rentang



batas



normal (Td:



nyeri



masa



lampau 6. kurangi



faktor



presipitasi nyeri 7. pilih dan lakukan penanganan



110/60-



120/80mmhg, RR: 24x/menit,



18N:



nyeri



(non



farmakologi, dan farmakologi) 8. ajarkan



tentang



60-80x/menit, S:



teknik



non



36-37,5oC



farmakologi 9. berikan analgesik untuk mengurangi nyeri 10. kolaborasi dengan



dokter



jika keluhan dan tindakan



nyeri



tidak berhasil analgesik administration 1. tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, derajat sebelum



dan nyeri



pemberian obat 2. cek



instruksi



dokter



tentang



jenis obat, dosis, dan frekwensi 3. cek



riwayat



alergi 4. pilih



analgesik



yang di perlukan untuk kombinasi dari



analgesik



lebih dari satu 5. tentukan anallgesik tergantung dan



tipe



beratnya



nyeri 6. tentukan analgesik pilihan rute, dosis, 7. pilih



rute



pemerian secara IV,IM



untuk



pengobatan secara teratur 8. monitor



vital



sign sebelum dan sesudah



pemberian analgesik pertama kali 9. berikan analgesik waktu



tepat



terutama



saat nyeri hebat 10. evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping) 3



Ansietas



berhubungan Anxiety control



dengan kurang pengetahuan dan hospitalisasi



Perasaan gelisah yang tidak jelas dari ketidaknyamanan ketakutan



respon autonom. Di tandai dengan ; 1. gelisah 2. insomnia 3. resah 4. ketakutan 5. sedih



disertai



reduction



(penurun kecemasan)



Coping



1. gunakan



Kreteria Hasil:



Definisi:



atau



Anxiety



1. klien



pendekatan yang mampu



mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas 2. mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik



untuk



mengontrol cemas 3. vital sign dalam



menenangkan 2. jelaskan



semua



tentang prosedur dan



apa



yang



dirasakan selama prosedur 3. temani



pasien



untuk memberikan keamanan mengurangi takut



dan



6. fokus pada diri 7. kekhawatiran 8. cemas



batas normal 4. postur



tubuh,



4. dorong keluarga untuk menemani



ekspresi



wajah,



5. dengarkan



bahasa



tubuh,



dengan



dan



tingkat



perhatian



aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan



penuh



6. bantu



pasien



dalam mengenal situasi



yang



menimbulkan kecemasan 7. dorong



pasien



untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan



dan



persepsi 8. instruksikan pasien



untuk



menggunakan teknik relaksasi 9. berikan



obat



untuk mengurangi tingkat kecemasan



4.



Resiko infeksi Definisi



:



peningkatan



1. immune status



Infection



2. knowledge



(kontrol infeksi)



control



resiko masuknya organisme patogen



menghindari



patogen



tanda



gejala



infeksi



proses penularan



4. kerusakan



jaringan



peningkatan



paparan lingkungan patogen



adekuat Hb,



leukopenia, penekanan



pertahanan



respon



adekuat tubuh trauma



jaringan, penurunan kerja penurunan



penularan



serta



kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi



dalam



leukosit batas



silia, sekresi



sehat



pengunjung bila perlu 4. instruksikan bagi pengunjung mencuci tangan saat berkunjung



anti mikroba saat mencuci tangan 6. cuci



tangan



sebelum



dan



sesudah melakukan tindakan keperawatan



5. menunjukkan perilaku



teknik isolasi



5. gungakan sabun



normal



primer (kulit tidak utuh,



mempengaruhi



4. jumlah



inflamasi) 8. tidak



yang



3. menunjukkan



pertahanan sekunder (penurunan



faktor



ya



6. imunosupresi 7. tidak



penyakit,



penatalaksanaann



5. malnutrisi



2. pertahankan



3. batasi



2. mendeskripsikan



3. trauma



dipakai



pasien lain



1. klien bebas dari



2. kurang pengetahuan



dan



setelah



Kreteria hasil :



1. prosedur infasif



1. bersihkan lingkungan



3. risk control



Faktor-faktor resiko:



untuk



:infection control



hidup



7. gunakan



baju



dan tangan



sarung sebagai



pelindung 8. pertahankan teknik



aseptik



PH 9. penyakit kronik



saat pemasangan alat infection



protection



(proteksi



terhadap



infeksi) 1. monitor



tanda



dan



gejala



infeksi sistemik dan lokal 2. monitor



hitung



granulosit, WBC 3. monitor kerentanan terhadap penyakit menular 4. pertahankan teknik



asepsis



pada pasien yang beresiko 5. pertahankan teknik



isolasi



jika perlu 6. berikan perawatan



kulit



pada



area



epidema 7. inspeksi



kulit



dan



membran



mukosaterhadap kemerahan 8. inspeksi kondisi luka/insisi bedah 9. instruksikan pasien



minum



antibiotik sesuai dengan resep 10. ajarkan



pasien



untuk mencegah infeksi



DAFTAR PUSTAKA -



Arif Mansyoer, Dkk. 2013. Kapita Selecta Kedokteran. Ed 3, Jakarta : Media Aesculapius



-



Doengoes E. Marylin. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 4. EGC. Jakarta



-



Elizabeth Arnold,2016. Ambulatory oxygen : why do patients not use their portable systems as prescribed?A qualitatif study



-



Guidelines for the Clinical Management of Snake Bite in the South-East Asia Region, World Health Organization, 2015.



-



Ifan, 2014. Penatalaksanaan Gigitan Ular, (Online), http:// ifan 050285 .wordpress. com/2014/03/24/ penatalaksanaan - keracunan - akibat - gigitan-ular-berbisa/, diakses 21 Desember 2014).



-



Nanda, 2011, Nursing Diagnoses: Definition and Classification, Nanda International: Philadelpia



-



Smeltzer C. Bare & Suzanne.2014. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3. EGC. Jakarta



-



Sudoyo, A.W., 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.