LP Stroke Infark [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH “STROKE INFARK”



DISUSUN OLEH : MUHAMMAD MUTHAHHARI JAMIN NIM. 2020207209009



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU TAHUN 2021



A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadinya gangguan peredarahn darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Stroke adalah defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari Cardivaskuler Disease(CVD) (Batticaca, F. B, 2008). Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) karena kematian jaringan otak (infark serebral). Penyebabnya adalah berkurangnya aliran darah dan oksigen ke oatk di karenakan adanya sumbatan-sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah (Haryanti, R, 2017). Stroke infark atau disebut infark serebral adalah berkurangnya suplay darah ke area tertentu di otak yang terjadi karena pembentukan daerah nekrosis di otak yang disebabkan oleh iskemik yang berkepanjangan (Watson, M, 2013). 2. Etiologi/Faktor Resiko Beberapa penyabab stroke infark adalah: a. Trombosis serebri Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yan dapat menimbulkan edema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis serebri disebabkan karena adanya: 1) Ateroklerosis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding pembuluh darah 2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah serebral 3) Arteritis: radanga pada asteri b. Emboli Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Biasanya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan yang dapat menimbulkan emboli: 1) Penyakit jantung, reumatik 2) Infark miokardium



3) Fibrilasi dan keadaan aritmia: dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli serebri 4) Endokarditis: menyebabkan gangguan pada endokardium c. Pengurangan perfusi sistemik umum Pengurangan perfusi sistemik dapat menyebabkan iskemik. Pengurangan perfusi ini dapat disebabkan karena: 1) Kegagalam pompa jantung 2) Proses perdarahan yang masif 3) Hipovolemik d. Faktor resiko terjadinya stroke 1) Hipertensi 2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasala dari jantung 3) Kolestrol tinggi 4) Obesitas 5) Peningkatan hematokrit 6) Diabetes mellitus 7) Merokok (Muttaqin, 2008: 235) 3. Manifestasi Klinik a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis/hemiplegia) b. Ganggaun sensibilitas pada atu anggota badan (gangguan hemisensorik) c. Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, latergi, stupor atau koma) d. Asfaksia (tidak lancar berbicara) e. Distraksia (bicara pelo atau cedal) f. Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak pada sasaran) g. Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala) h. Gangguan penglihatan i. Gangguan fungsi otak (Batticaca, F. B, 2008)



4. Patofisiologi/Pathway Faktor penyebab: Kulaitas pembuluh darah tidak baik Trombosis pembuluh darah (trombosis serebri) Emboli a.l dari jantung (emboli serebri) Arteritis sebagai akibat lues/arteritis temporalis Penurunan Blood Flow ke otak



Ischemia dan hipoksia jaringan otak



5. Kecemasan ancaman kematian 6. Kurang pengetahuan prognosis dan terapi



Infark otak



Edema jaringan otak



7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.



Resiko injury Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) Inkontinensia urin Inkontinensia alfi Resiko kerusakan integritas kulit Jerusakan komunikasi verbal Inefektif bersihan jalan nafas



1. Jalan nafas tidak efektif 2. Intoleransi aktifitas (ADL) 3. Kerusakan mobilitas fisik 4. Defisit perawatan diri



Kematian sell otak



Kerusakan sistem motorik dan sensorik (Deficit Neurologis) - Kelimpuhan/hemiplagia - Kelemanan/paralyse - Penurunan kesadaran dan dysphagia



(Sumber: Susan C. dewit, Essental of Medical Surgical Nursing, W.B Sounders Company, 1998, hal.350 dan 363) dalam (Padila, 2012)



5. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium 1) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarhan yang masif, kecil biasanya wara likuor masih normal (tenrokromr) 2) Pemeriksaan darah rutin 3) Pemeriksaan kimia darah: terjadi hiperglikemia, gula darah dapat mencapai 250 mg didalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. 4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah it sendiri b. CT-Scan: memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematuria, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak. c. Angiografi serebral: membantu menemukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri. d. MRI (Magnetic Imaging Resinance): hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. e. EEG: untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak. f. USG populer: mengidentifikasi adanya penyakit ateriovera (masalah sistem karotis) (Batticaca, F. B, 2018) 6. Komplikasi a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama) 1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian 2) Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama) 1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama 2) Infark miokard 3) Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke 4) Stroke rekuren: dapat terjadi setiap saat c. Komplikasi jangka panjang Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskuler lain: penyakit jantung perifer



7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan stroke infark dapat dilakukan dalam 3 penatalaksaan (Muttaqin A, 2012), antara lain: a. Penatalaksaan umum 1) Pada fase akut a) Terapi cairan: resiko terjadinya dehidrasi karena penurunan kesadaran atau disfagia. The American Heart Associationsudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KA-EN 3B/KA-EN 3A. b) Terapi oksigen: pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator (tindakan yang dapat dilakukan sesuai hasil analisis gas darah) c) Penatalaksanaan peningkatan TIK: penggunaan manitol dapat dilakukan untuk mengureangi edema, kontrol atau pengendalian tekanan darah. d) Monitor fungsi pernafasan: analisa gas darah e) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG. f) Evaluasi status cairan dan elektrolit g) Kontrol kejang jika ada pemberian antikonvulsan dan cegah resiko jatuh h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan pemberian makan i) Cegah emboli paru dan tombosit dengan antikoagulan j) Monitor tanda-tanda neurologi: tingkat kesadaran, keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan refleks 2) Pada fase rehabilitasi a) Pertahankan nutrisi yang adekuat b) Program management bladder dan bowel c) Pertahankan keseimbangan tubuh dan ROM d) Pertahankan integrasi kulit e) Pertahankan komunikasi yang efektif f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari b. Pembedahan Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dikompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut



c. Terapi obat-obatan 1) Stroke iskemia a) Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-Plasminogen) b) Pemberian obat-obatan jantung seperti digoxin pada aritmia jantung atau alfa beta, kaptopril, antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi B. KONSEP PROSES KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data Dasar a. Identitas Klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medis b. Keluhan Utama Keluhan yang sering terjadi biasanya: kelemahan anggota gerak badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, sampai terjadi kelumpuhan yang mengganggu aktivitas klien. Kaji P, Q, R, S, T. 1) Jenis-jenis skala nyeri Skal a 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



Keterangan Tidak ada nyeri Nyeri sangat ringan Nyeri ringan, ada sensasi seperti dicubit namun tidak begitu sakit Nyeri sudah mulai terasa, namum masih bisa di toleransi Nyeri cukup mengganggu Nyeri benar-benar mengganggu dan tidak didiamkan dalam waktu lama Nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama indera penglihatan Nyeri sudah membuat seseorang sudah tidak bisa melakukan aktivitas Nyeri mengakibatkan tidak bisa berpikir jernih, bahkan terjadi perubahan perilaku Nyeri mengakibatkan seseorang menjerit dan mengguakan cara apapun untuk menyembuhkan nyeri Nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa menyebabkan seseorang tak sadarkan diri



2) Menghitung nyeri dengan skala NRS (Numeric Rating Scale)



1



2



3



No pain



4



5



6



Moderate pain



7



8



9



10



Warst possible pain



c. Riwayat Penyakit Sekarang Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan adanya kelemahan umum: kelumpuhan sensorik/refleks, terganggunya komunikasi verbal, kelumpuhan satu sisi badan (unilateral), hemiparesis, kehilangan komunikasi, mulai terasa sejak beberapa hari, kemudian masuk rumah sakit. d. Riwayat Penyakit Dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, penggunaan obat-obatan adiktif, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, dan kegemukan. Adanya riwayat merokok dan penggunaan alkohol. e. Riwayat Penyakit Keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu. 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik menurut (Muttaqin A, 2012) a. Keadaan Umum Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat dan denyut nadi bervariasi. 1) Penilaian GCS: No 1



2



Pemeriksaan Eye



Verbal



Nilai 4 3 2 1 5 4



Keterangan - Spontan atau membuka mata dengan sendirinya tanpa dirangsang - Dengan rangsang suara - Dengan rangsang nyeri - Tidak ada respon - Orientasi baik, bicara jelas - Bingung, berbicara mengacau (berulangulang)



3



Motorik



3 2 1 6 5 4 3 2 1



- Mengucapkan kata-kata yang tidak jelas - Suara tanpa arti - Tidak ada respon - Mengikuti perintah - Melokalisir nyeri, menjangkau dan menjauhkan stimulus - Withdraws, menghindar atau menjauhi stimulus - Fleksi abnormal, salah satu tangan menekuk - Ekstensi abnormal, tangan bergerak lurus disisi tubuh - Tidak ada respon



1) Tingkat kesadaran a) Composmentis (conscius) Kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. b) Apatis Keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. c) Delirium Gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berkhayal. d) Somnolen (letargi) Kesadaran menurun, respon sikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. e) Sopor (stupor) Keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. f) Coma (comatose) Tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). b. B1 (Breathing) Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan oto bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret



dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran composmentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan. c. B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasnaya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah > 200 mmHg). d. B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tdak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. 1) Pengkajian tingkat kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor dan semikoma. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan. 2) Pengkajian saraf kranial: N. I (nervus olfaktorius) N. II (nervus optikus)



Biasnaya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.



N. III (nervus okulomotor) N. IV (nervus troklearis) N. VI (nervus abdusen)



Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.



N. V (nervus trigeminus)



Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pteridoideus internus dan eksternus Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsis.



N. VII (nervus fasialis) N. VIII (nervus vestibulokoklear) N. IX (nervus glosofaringeal) N. X (nervus vagus)



Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut



N. XI (nervus aksesoris)



Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezeus.



N. XII (nervus hipoglosus)



Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indera pengecapan normal.



3) Pengkajian sistem motorik a) Inspeksi umum: didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain b) Fasikulasi: didapatkan pada otot-otot ekstremitas c) Tonus otot: didapatkan meningkat d) Kekuatan otot: pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0 e) Keseimbangan dan koordinasi: didapatkan mengalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia e. B4 (Baldder) Setelah stroke klien mungkin mengalami inkonentinensia urin sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menegndalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urin eksternal hilang atau berkurang. Selama



periode ini, dilakkan kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urin yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. f. B5 (Bowel) Didapatkan adanya kleuhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. g. B6 (Bone/tulang dan integumen) Kaji adanya kelumpuhan atau kelemanhan. Tanda-tanda dekubitus karena tirah baring lama, kekuatan otot. 1) Skala kekuatan otot: Skal a 0 1 2 3 4 5



Ciri-ciri Lumpuh total Tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya kontrkasi otot Ada gerkaan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi (hanya bergeser) Bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan atau melawan tahanan pemeriksa Bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang Dapat melawan tahanan pemeriksan denagn kekuatan maksimal



2) Refleks patologis dan fisiologis Reflek fisiologis 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Reflek biceps Reflek triceps Reflek brachioradialis Reflek patella Reflek achiles Reflek withdrawl



Reflek Fisiologis 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Reflek babinski Reflek chaddok Reflek schaeffer Reflek oppenheim Reflek gordon Reflek chonus Reflek knee clonus



3. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium a. b. c. d.



Hitung darah lengkap Kimia klinik Masa protombin Urinalisis



Diagnostik e. f. g. h. i.



CT-Scan Angiografi serebral EEG Pungsi lumbal MRI



j. X-Ray tengkorak



4. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul Diagnosa keperawatan pada pasien stroke menurut (Doenges, Marilynn E. et.al, 2014) yaitu: 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan embolisme, aneurisma otak, hipertensi, tumor otak, protrombin abnormal/waktu tromboplastin parsial 2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neuromuskular; penurunan kekuatan otot/kontrol otot; penurunan daya tahan, gangguan persepsi sensorik atau kognitif 3. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan berkurangnya sirkulasi ke otak, perubahan sistem saraf pusat, sistem muskuloskeletal yang melemah 4. Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan penerimaan sensorik yang berubah, transmisi, integrasi-trauma neurologis atau defisit stres psikologis 5. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan neuromuskular, kelemahan, ganguan status mobilitas, gangguan persepsi atau kognitif, nyeri, tidak nyaman 6. Ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan krisis situasional, tingkat persepsi kontrol yang tidak memadai, tingkat kepercayaan yang tidak memadai dalam kemampuan untuk mengatasinya 7. Resiko gangguan menelan yang berhubungan dengan gangguan neuromuskularpenurunan reflek muntah, kelumpuhan wajah, gangguan persepsi keterlibatan saraf kranil. 8. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan kurang paparan informasi, tidak terbiasa dengan sumber daya informasi, keterbatasan kognitif, salah tafsi informasi, kurangnya daya ingat.



5. Rencana Keperawatan No 1



Dx. Keperawatan Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan embolisme, aneurisma otak, hipertensi, tumor otak, protrombin abnormal/waktu tromboplastin parsial



2



Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neuromuskular; penurunan kekuatan otot/kontrol otot; penurunan daya tahan, gangguan persepsi sensorik atau kognitif



3



Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan berkurangnya



Tujuan & Kriteria Hasil Perfusi Serebral Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, hiharapkan perfusi serebral meningkat. Kriteria hasil: - Tingkat kesadaran meningkat - Kognitif meningkat - Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK - Tidak ada agitasi - Tidak ada demam - Nilai rata-rata tekanan darah membaik - Refleks saraf membaik Konsekuensi Imobilitas: Fisiologis Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, hiharapkan mobilitas fisik meningkat. Kriteria hasil: - Pergerakan ekstremitas meningkat - Kekuatan otot meningkat - Rentang gerak (ROM) meningkat - Nyeri menurun - Kaku sendi menurun - Tidak ada kelemahan fisik - Rentang gerak terkoordinasi - Rentang gerak tidak terbatas



Komunikasi Verbal Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, hiharapkan komunikasi verbal meningkat. Kriteria hasil:



Intervensi Manajemen Peningkatan TIK Mandiri: - Identifikasi penyebab peningkatan TIK - Monitor tanda atau gejala peningkatan TIK - Monitor MAP - Berikan posisi semi fowler - Hindari pemberian cairan IV hipotonik - Cegah terjadinya kejang Kolaborasi - Kolaborasi dalam pemberian sedasi dan antikonfulsan, jika perlu - Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu Dukungan Mobilisasi Mandiri: - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya - Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi - Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi - Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu - Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu - Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan - Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi - Anjurkan melakukan mobilisasi dini - Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis, duduk di tempat tidur) Promosi Komunikasi: Defisit Bicara Mandiri: - Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara - Gunakan metode komunikasi alternatif



sirkulasi ke otak, perubahan sistem saraf pusat, sistem muskuloskeletal yang melemah



-



Kemampuan berbicara meningkat Kemampuan mendengar meningkat Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat Kontak mata meningkat



5



Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan neuromuskular, kelemahan, ganguan status mobilitas, gangguan persepsi atau kognitif, nyeri, tidak nyaman



Perawatan Diri: Status Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, hiharapkan perawatan diri meningkat. Kriteria hasil: - Kemampuan mandi meningkat - Kemampuan mengenakan pakaian meningkat - Kemampuan makan meningkat - Kemampuan ke toliet (BAB/BAK) meningkat - Verbalisasi keinginan untuk melakukan perawatan diri - Mempertahankan kebersihan mulut



6



Resiko gangguan menelan yang berhubungan dengan gangguan neuromuskularpenurunan reflek muntah, kelumpuhan wajah, gangguan persepsi keterlibatan saraf kranil.



Status Menelan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, hiharapkan status menelan membaik. Kriteria hasil: - Mempertahankan makanan di mulut meningkat - Reflek menelan meningkat - Kemampuan mengunyah meningkat - Usaha menelan meningkat - Penerimaan makanan membaik



-



Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan Ulangi apa yang disampaikan pasien Gunakan juru bicara, jika perlu Anjurkan bicara perlahan Kolaborasi - Rujuk ke ahli patologi atau terapis Dukungan Perawatan Dir Mandiri: - Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia - Monitor tingkat kemandirian - Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan - Sediakan lingkungan yang terapeutik - Siapkan keperluan pribadi - Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri - Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan - Jadwalkan rutinitas perawatan diri - Anjuran melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan Dukungan Perawatan Diri: Makan/Minum Observasi - Identifikasi diet yang dianjurkan - Monitor kemampuan menelan - Monitor status hidrasi pasien, jika perlu - Atur posisi yang nyaman untuk makan/minum - Lakukan hygiene sebelum maka, jika perlu - Sediakan sedotan untuk minum, sesuai kebutuhan - Berikan bantuan saat makan/minum sesuai tingkat kemandirian, jika perlu Kolaborasi - Kolaborasi pemberian obat (mis, analgesik, antiemetik), sesuai indikasi Pencegahan Aspirasi



7



Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan kurang paparan informasi, tidak terbiasa dengan sumber daya informasi, keterbatasan kognitif, salah tafsi informasi, kurangnya daya ingat.



Tingkat Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, hiharapkan tingkat pengetahuan meningkat. Kriteria hasil: - Perilaku sesuai anjuran meningkat - Kemampuan menjelaskan pengetahuan suatu topik meningkat - Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun - Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun - Menjalani pemeriksaan ayng tidak tepat menurun



Mandiri: - Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan kemampuan menelan - Monitor status pernapasan - Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral - Periksa kepatenan selang nasogastric sebelum memberi asupan oral - Posisikan fowler (30-45 derajat) 30 menit sebelum memberi asupan oral - Berikan makanan dengan ukuran kecil atau lunak - Berikan obat oral dalam bentuk cair - Anjurkan makan secara perlahan - Ajarkan strategi mencegah aspirasi - Ajarkan teknik mengunyah atau menelan, jika perlu Edukasi Kesehatan Mandiri: - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi - Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motiasi perilaku hidup bersih dan sehat - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan - Jadwalkan pendidikan kesehatans sesuai kesepakatan - Berikan kesempatan untuk bertanya - Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan - Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat - Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningnkatkan perilaku hidup bersih dan sehat



DAFTAR PUSTAKA Arif Muttaqin, 2012, Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta, Penerbit Salemba Medika Arif Nurul Hidayati, Akbar Aldika M.I, Alfian Nur Rosyid, 2018, Gawat Darurat Medis dan Bedah, Perpustakaan Nasional RI, Data Katalog Dalam Terbitan Dr. Moch. Bahrudin, Sp. S, Neurologi Klinis, Universitas Muhammadiyah Malang Fransisca B. Batticaca, 2008, Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta; Salemba Medika Marliynn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Murr, 2014, Nursing Care Plans, Guidelines for Individualizing Client Care Across the Life Span, Edition 9, Philadelphia, Davis Company SDKI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: PPNI SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : PPNI SLKI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : PPNI Subhan, 2003, Asuhan Keperawatan Pasien dengan CVA Iskemik di ICU GBPT RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga Surabaya.