LP Stroke Non Hemoragik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Dx. Medis/Kasus : Stroke Non Hemoragik



Prodi Profesi Ners Stikes Bhakti Al-Qodiri



LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK 1. Definisi Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak berkurang akibat penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Tanpa darah, otak tidak akan mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi, sehingga sel-sel pada area otak yang terdampak akan segera mati. Stroke non hemoragik merupakan keadaan sementara atau temporer dari disfungsi neurologik yang dimanifestasikan oleh kehilangan fungsi motorik, sesorik atau visual secara tiba-tiba. Stroke iskemik atau stroke non hemoragik terjadi akibat obstruksi atau bekuan (thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal (Price & Wilson, 2006). Stroke non hemoragik tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Wijaya & Putri, 2013). 2. Anatomi



Anatomi Fisiologi Otak adalah suatu organ terpenting pada tubuh manusia yang merupakan pusat dari sistem syaraf. Volume otak berkisar 1.350 cc dan mempunyai 100.000.000 sel syaraf atau neuron untuk menunjang fungsinya.Macam – macam otak ada 4 diantaranya: 1. Cerebrum (Otak Besar) Otak ini otak yang paling besar. Otak ini berfungsi untuk berfikir, mengendalikan pikiran, bicara, mengingat, bahkan berbicara. 2. Cerebellum (Otak Kecil) Otak ini berada dibawah lobis occipital otak besar berada di belakang kepala, dan berhubunga dengan leher. Fungsinya otak kecil (Cerebellum) ini adalah gerakan manusia, seperti mengontrol gerak koordinasi antar otot, mengatur keseimbangan tubuh, dan mengatur sikap dan posisi tubuh. 1



3. Brainteam (Batang Otak) Batang otak (Brainsteam) ini funginya sebagai mengatur proses pernafasan, proses denyut jantung, proses kerja ginjal, dan hal lain yang vital bagi manusia. 4. Sistem limbik (Limbik Sistem) 5. Fungsi dari sistem limbik ini untuk mengatur emosi manusia, pusat data, pusat lapar, pusat dorongan seks. 3. Etiologi a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher) Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis. b. Embolisme cerebral Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. c. Iskemia Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah. Penyebab stroke non hemoragik disebabkan oleh faktor yaitu hipertensi, merokok, peningkatan kolesterol, dan obesitas (Muttaqin, 2014). 1. Peningkatan kolesterol Peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya thrombus sehingga aliran darah menjadi lambat untuk menuju ke otak, kemudian hal itu dapat menyebabkan perfusi otak menurun. 2. Obesitas Obesitas atau kegemukan merupakan seseorang yang memiliki berat badan berlebih dengan IMT lebih besar daripada 27,8 kg/m². 3. Merokok Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga memungkinkan penumpukan aterosklerosis dan kemudian berakibat pada stroke 4. Patofisiologi Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering sebagai factor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tem pat aliran darah mengalami pelambatan 2



atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena itu thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau rupture Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebei atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus peradarahan otak di nekleus kaudatus, talamus, dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan inversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan perenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena dan sekitarnya tertekan lagi. (Arif Mutaqin, 2013).



3



5. Pathway Penyakit yang mendasari stroke (alkohol, hiperkolesteroid, merokok, stress, depresi, obesitas) Aterosklerosis (elastisitas pembuluh



Kepekatan darah meningkat



Darah menurun)



Pembentukan trombus Obstruksi trombus otak



Perubahan perfusi Jaringan otak



Penurunan darah ke otak Hipoksia serebri



O2 menurun Penurunan kesadaran



Hipoksia Jaringan Infark jaringan otak



Akumulasi Sekret



Penurunan pertukaran gas Pola Nafas Tidak Efektif Gangguan Menelan



Kelemahan pada nervus V, VII, IX, X Defisit Nutrisi



4



Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Gangguan Komunikasi Verbal



Edema otak



Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif



6. Manifestasi Klinis Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita umumnya dikelompokan atas 4 macam : a. Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa : 1) Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi ) 2) Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya ) 3) Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya ) b. Disnestasia ( gangguan fungsi sensorik ) berupa : 1) Hipoarasthesia dan Arasthesia. 2) Gangguan penciuman, penglihatan dan gangguan rasa pada lidah. c. Dyspasia ( gangguan berbicara ) d. Dymentia ( gangguan mental ) dengan manifestasi : 1) Gangguan neurologis. 2) Gangguan psikologis. 3) Keadaan kebingungan. 4) Reaksi depresif. e. Nyeri kepala hebat f. Vertigo g. Kesadaran menurun h. Mual, muntah. 7. Pemeriksaan Penunjang 1. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular. 2. CT scan Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. 3. MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. 4. USG Doppler untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis). 5. EEG (elektro encefalography) Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak. Pemeriksaan Laboratorium: 1. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. 5



2. Pemeriksaan darah rutin. 3. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. 4. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. 8. Klasifikasi Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah : a. Transient Ischemic Attack (TIA) TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam. b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu. c. Stroke in Evolution (Progressing Stroke) Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe beberapa hari. d. Stroke in Resolution Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari. e. Completed Stroke (infark serebri) Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi. 9. Penatalaksanaan Medis a. Bantuan kepatenan jalan nafas, ventilasi dengan bantuan oksigen. b. Pembatasan aktivitas/ tirah baring. c. Penatalaksanaan cairan dan nutrisi. d. Obat-obatan seperti anti Hipertensi, Kortikosteroid, analgesik. e. EKG dan pemantauan jantung. f. Pantau Tekanan Intra Kranial ( TIK ). g. Rehabilitasi neurologik. 10. Pengkajian 1. Pengkajian Pengkajian pertama pasien gawat darurat adalah Initial Assessment, Initial Assessment adalah suatu penilian kondisi awal korban maupun pasien yang dilakukan dengan cepat dan tepat. Sehingga dengan adanya initial assessment ini penanganan korban maupun pasien bisa dilakukan secara maksial tanpa membuang-buang waktu. Dalam initial assesmet ada tim yang bertugas memberikan penilaian 6



terkait kondisi korban maupun pasien. Biasanya penilaian initial assessment berdurasi kurang dari 5 menit. Initial assessment digunakan dalam penanganan gawat darurat seperti kecelakaan atau bencana alam yang melibatkan lebih dari 1 orang. 1) A (Airway) Apabila pasien memberi respon dengan suara normal maka jala napas itu normal (paten). Tanda-tanda adanya obstruksi jalan napas atau jalan napas yang terganggu adalah sebagai berikut : 



Adanya suara bising (seperti stridor)







Sesak napas (kesulitan bernapas)







Resirasi paradox







Penurunan  tingkat kesadaran







Adanya suara mendengkur  Penanganan masalah Airway adalah :



 Head tilt and chin lift  Pemberian oksigen  Suction 2) B (Breathing) Apakah ada sesak nafas ?  pada komponen ini penilaian bisa dilakukan dengan penilaian frekuensi respirasi, apakah normal ? Apakah lambat ? apalah terlalu cepat ? Apakah tidak ada ? Apakah ada sianosis ? Berikut adalah  penilaian yang perlu dilakukan dalam tahap penilaian pernapasan :  Frekuensi  Adanya retraksi  dinding dada  Perkusi dada  Auskultasi paru  Oksimetri (97%-100%)  Penanganan dalam maasalah pernapasan “  Berikan posisi yang nyaman  Menyelamatkan jalan napas  Pemberian bantuan napas/oksigen  Pemberian inhalasi  Pemberian Ventilasi Bag-Mask  Dekompresi ketegangan apabila ada pneumothorax 7



3) C (Circulation) Pada penilaian sikulasi ini menitikberatkan pada penilaian tentang sirkulasi darah yang dapat dilihat dengan penilaian sebagai berikut : 



Warna kulit







Bekeringat







CRV (Capillary Refill time)200 mmHg). 3) B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. 4) B4 (Bladder) Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi,



ketidakmampuan



mengomunikasikan



kebutuhan,



dan



ketidakmampuan



untuk



mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. 5) B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. 6) B6 (Bone) Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada 10



salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena pasien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. 7) Pengkajian Tingkat Kesadaran a. Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan pasien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. b. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan. 8) Pengkajian Fungsi Serebral Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer. 9) Status Mental Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik pasien. Pada pasien stroke tahap lanjut biasanya status mental pasien mengalami perubahan. 10) Fungsi Intelektual Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus pasien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata. 11) Kemampuan Bahasa Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya. a. Pengkajian Saraf Kranial 11



1) Saraf I: Biasanya pada pasien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman. 2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. 3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit. 4) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus. 5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. 6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. 7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut. 8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. 9) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal. b. Pengkajian Sistem Motorik Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak. 1) Inspeksi Umum didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. 2) Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas. 3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat. 11. Diagnosa Keperawatan 1) Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis d.d dispnea 2) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d tidak mampu batuk 3) Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d penurunan kinerja ventrikel 4) Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskuler d.d tidak mampubicara atau mendengar 5) Defisit nutrisi b.d ketidak mampuan menelan makanan d.d otot menelan lemah 6) Gangguan menelan b.d paralisis serebral d.d makanan terdorong keluar dari mulut 12. Intervensi Keperawatan, Rasional dan Kriteria Hasil 12



1) Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis d.d dispnea INTERVENSI : Manajemen jalan napas Kriteria Hasil : - Batuk efektif meningkat (5) -



Produksi Sputum menurun (5)



-



Mengi menurun (5)



-



Wheezing menurun (5)



-



Mekonium menurun (5)



1. Observasi 



Monitor pola napas Rasional : Membantu mengetahui frekuensi, kedalaman, dan usaha napas pasien







Monitor bunyi napas tambahan Rasional : Membantu mengetahui bunyi napas pasien seperti wheezing, ronkhi, mengi







Monitor Sputum Rasional : Membantu menegtahui jumlah, warna, dan aroma sputum pasien



2. Teraupetik 



Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jawthrust jika curiga trauma servikal) Rasional : Membantu mempertahankan kepatenan jalan napas pasien







Posisikan semi fowler atau fowler Rasional : Membantu memaksimalkan ventilasi pernapasan pada pasien







Berikan O2 Rasional : Membantu menurunkan distress pernapasan yang disebabkan oleh hipoksia



3. Edukasi 



Ajarkan batuk efektif Rasional : Membantu mengeluarkan sekresi dan mempertahankan potensi jalan napas



4. Kolaborasi 



Kolaborasi pemberian bronkodilator Rasional :



Membantu melebarkan bronkus dan merelaksasi otot-otot pada saluran



pernapasan. 2) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d tidak mampu batuk INTERVENSI : Manajemen jalan napas Kriteria Hasil : - Batuk efektif meningkat (5) -



Produksi Sputum menurun (5)



-



Mengi menurun (5) 13



-



Wheezing menurun (5)



-



Mekonium menurun (5)



5. Observasi 



Monitor pola napas Rasional : Membantu mengetahui frekuensi, kedalaman, dan usaha napas pasien







Monitor bunyi napas tambahan Rasional : Membantu mengetahui bunyi napas pasien seperti wheezing, ronkhi, mengi







Monitor Sputum Rasional : Membantu menegtahui jumlah, warna, dan aroma sputum pasien



6. Teraupetik 



Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jawthrust jika curiga trauma servikal) Rasional : Membantu mempertahankan kepatenan jalan napas pasien







Posisikan semi fowler atau fowler Rasional : Membantu memaksimalkan ventilasi pernapasan pada pasien







Berikan O2 Rasional : Membantu menurunkan distress pernapasan yang disebabkan oleh hipoksia



7. Edukasi 



Ajarkan batuk efektif Rasional : Membantu mengeluarkan sekresi dan mempertahankan potensi jalan napas



8. Kolaborasi 



Kolaborasi pemberian bronkodilator Rasional :



Membantu melebarkan bronkus dan merelaksasi otot-otot pada saluran



pernapasan. 3) Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d penurunan kinerja ventrikel INTERVENSI : Manajemen Peningkatan TIK Kriteria Hasil : - Tingkat kesadaran kognitif meningkat (5) - Gelisah menurun (5) - Tekanan intra kranial menurun (5) - Kesadaran membaik (5) 1. Observasi 



Identifikasi penyebab peningkatan TIK Rasional : Membantu mengetahui penyebab peningkatan TIK







Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK 14



Rasional : Membantu mengetahui tanda dan gejala peningkatan TIK dengan cepat 



Monitor intake dan output cairan Rasional : Membantu menentukan status keseimbangan cairan tubuh pasien



2. Teraupetik 



Berikan posisi semi fowler Rasional : : Membantu memaksimalkan ventilasi pernapasan pada pasien







Pertahankan suhu tubuh normal Rasional : Agar pasien tidak mengalami kejang



3. Kolaborasi 



Kolaborasi pemberian sedasi atau konvulsan Rasional : Agar pasien tidak mengalami kejang



15



DAFTAR PUSTAKA Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Price, SA dan Wilson, 2006.Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit ed. 6 vol.1. Jakarta: EGC. PPNI (2018). Standar Intevensi Keperawatan Indonesia : definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI. PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : definisi dan Kriteria hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI. PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik , Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.



16